PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
1. 2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi Fisiologi
2.1.1 Anatomi
1.Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu (Faiz
& Moffat, 2004):
e. Pericranium (Perikranium)
2.Tengkorak
3.Meninges
yang akan melindungi dari benturan atau goncangan pada otak dan sumsum
tulang belakang (Pearce,2009). Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu dura mater,
araknoidea mater dan pia mater.
a. Dura mater: berbentuk padat dan keras, berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat, dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang melapisi
tengkorak dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecuali
pada bagian tertentu, di mana sinus-venus terbentuk, dan di mana dura
mater membentuk bagian-bagian berikut. Falx serebri yang terletak di
antara kedua hemisfer otak.Tepi atas falx serebri membentuk sinus
longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah
keluar falxserebri. Tentorium serebeli memisahkan serebelum dari
serebrum (Pearce, 2009). Diafragma sellae adalah lipatan berupa cincin
dalam dura mater menutupi sel tursika sebuah lekukan pada tulang stenoid
yang berisi kelenjar hipofisis.
b. Araknoidea masy: di sebelah dalam dura mater. Selaput tipis yang
membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf
sentral. Otak dan medula spinalis berada dalam balon yang berisi cairan itu.
Kantong-kantong araknoid ke bawah berakhir di bagian sakrum, medula spinalis
berhenti setinggi lumbal I-II. Di bawah lumbal II kantong berisi cairan hanya
terdapat saraf-saraf perifer yang keluar dari medulla spinalis. Pada bagian ini
tidak medula spinalis. Hal ini dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang
disebut pungsi lumbal.
c. Pia mater: Selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, pia
mater yang berhubungan dengan araknoid melalui struktur jaringan ikat
yang disebut trebekhel. Mengikuti kontur otak, mengisi sulki.
a. Lobus Temporal: Pengenalan bunyi, nada dan kerasnya, terletak dalam lobus
temporal, bagian ini juga berperan dalam penyimpanan ingatan.
c. Lobus Parietal: Daerah di mana sensasi tubuh seperti, rabaan, suhu, tekanan dan
nyeri diterima dan diterjemahkan, berada di daerah yang disebut korteks
somatosensorik.
d. Lobus Oksipital: Fisura (lekukan dalam) yang menandai batas antara lobus
parietal dan oksipital. Pada lobus ini biasanya mengarah pada fungsi penglihatan.
Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak
(trunkus serebri) (Pearce, 2009). Semua berada dalam satu bagian struktur tulang
yang disebut tengkorak untuk melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang
berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal, dan
oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa. Bagian fossa anterior
berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer, bagian tengah fossa berisi lobus
parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan
medula.
a. Otak besar (cerebrum) merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari
otak, berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir (kepandaian), kecerdasan dan
kehendak. Selain itu, otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang
disadari seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain
sebagainya.
b. Otak kecil (cerebellum) terletak di bawah otak besar. Terdiri dari
dua belahan yang dihubungkan oleh jembatan varol, yang
menyampaikan rangsangan pada kedua belahan dan
menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil
adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta
mengoordinasikan kerja otot ketika bergerak.
c. Batang otak terdiri dari:
1) Diensefalon. Bagian batang otak paling atas terdapat di antara
serebellum dengan mesensefalon. Diensefalon ini berfungsi
sebagai vasokonstruksi, respiratori (membantu proses pernafasan),
mengontrol kegiatan refleks dan membantu pekerjaan jantung.
2) Mesensefalon. Berfungsi sebagai pusat pergerakan
mata,mengangkat kelopak mata dan memutar mata.
3) Pons varolli. Merupakan bagian tengah batang otak dan karena
itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain
itu terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang
menghubungkan kedua lobus cerebellum dan menghubungkan
cerebellum dengan korteks serebri.
4) Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varolli dengan medulla
spinalis. Medula oblongata memiliki fungsi yang sama dengan
diensefalon (Syaifuddin, 2014).
5. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah cairan yang mengisi system ventrikel
dan ruang subarachnoid yang bertujuan melindungi otak dari
benturan, bakteri dan juga berperan sebagai pembersih lingkungan
otak. Jumlah cairan serebrospinal pada orang dewasa berkisar
antara 75-150 ml. Jumlah ini konstan sesuai hukum Monroe-Kelli,
kecuali jika terdapat kondisi yang tidak seimbang antara komponen
parenkim, darah dan cairan serebrospinal. Produksi cairan
serebrospinal berkisar 0,35 ml permenit atau sekitar 500 ml per
hari. Dengan jumlah ruang yang terbatas antara 75 150 ml maka
dibutuhkan pembersihan atau penggantian paling tidak 4-6 kali
dalam sehari.
CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju
ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan
masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada diseluruh
permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke
dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
2.1. 2 Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial,
cairan serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang
dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh
dari lumbal pungsi yaitu 4-10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan
perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang
buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila
menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah
dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat
pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka
TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat
menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa
volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin
Monro-Kellie. Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar
800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan
glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada
orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada
anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun
50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat
dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada
penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa
hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO
(MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan untuk
meningkatkan ADO
2. 1 Pengertian
Menurut (Aryani, R, 2016) mengatakan bahwa cedera kepala
merupakan suatu trauma yang mempengaruhi otak dan disebabkan oleh
kekuatan eksternal yang mengubah tingkat kesadaran dan merusak fungsi
kognitif, fisik, perilaku dan emosional.
Cedera kepala adalah salah satu penyakit neurologis yang sering
terjadi diantara penyakit neurologis lainnya akibat kecelakaan, meliputi
otak, tengkorak ataupun hanya kulit kepala (Brunnner & Suddarth, 2016)
2. 2 Etiologi
Etiologi cedera kepala dapat berasal dari berbagai sumber yaitu
kekerasan tumpul; kasus paling sering dalam etiologi ini ialah karena
kecelakaan, pembunuhan, atau dapat juga bunuh diri. (Aryani, R, D. 2016).
Selain itu kekerasan tajam merupakan jenis kekerasan
yang cukup banyak terjadi. Benda penyebab tersering ialah batang besi
atu kayu runcing, pecahan kaca, atau bendabenda lain yang tajam. Cedera
akibat tembakan juga dapat menyebabkan kematian dimana dilihat dari
kerusakan yang ditimbulkan, kaliber peluru dan jenis peluru yang digunakan,
jarak tembakan, deformitas yang terjadi pada tulang dan peluru, jalannya
peuru yang masuk pada otak. (Solmaz I, Kural C, Temiz C, Temiz C, Secer H.
2009)
2. 4 Manifestasi Klinik
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
TERPUTUSNYA
KONTINUITAS FRAKTUR TULANG PX : X RAY SUBDURAL HEMATOMA
TULANG
ROBEKNYA ARTERI
KLASIFIKASI DAN OKSITIFIKASI NYERI AKUT
MENINGIA MEDIA ↑TEKANAN HIDROSTAT
MEROBEK
HEMATOMA
MEMBRAN DAN SEL NYERI KEPALA KEBOCORAN KAPILER
EPIDURAL
DARAH
2. 6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos
Foto polos indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm , luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala
yang menetap, gejala fokal neurologis, dan gangguan kesadaran.
b.CT – Scan CT
scan kepala adalah standart baku dalam penatalaksanaan cedera
kepala. Pemeriksaan CT scan kepala untuk memastikan adanya patah
tulang, pendarahan, pembengkakan jaringan otak, dan kelainan lain di
otak. Indikasi CT Scan adalah :
6)Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
c.Pemeriksaan Laboratorium.
f. EEG
Peran yang paling berguna EEG pada cedera kepala mungkin untuk membantu
dalam diagnosis status epileptikus non konfulsif. Dapat melihat perkembangan
gelombang yang patologis. Dalam sebuah studi landmark pemantauan EEG terus
menerus pada pasien rawat inap dengan cedera otak traumatik. Kejang konfulsif
dan non konfulsif tetap terlihat dalam 22%. Pada tahun 2012 sebuah studi
melaporkan bahwa perlambatan yang parah pada pemantauan EEG terus menerus
berhubungan dengan gelombang delta atau pola penekanan melonjak dikaitkan
dengan hasil yang buruk pada bulan ketiga dan keenam pada pasien dengan cedera
otak traumatik.
a. Serebral angiography
Menunjukan anomalia sirkulasi serebral , seperti perubahan jarigan
otak sekunder menjadi udema, perubahan dan trauma.
b. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
c. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. BAER
Mengoreksi bats fungsi corteks dan otak kecil
e. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
f. CSF, lumbalis punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
g. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
h. Kadar elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial
i. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran (Rendy and Margaret Clevo, 2012)
j. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural.
k. Toraksentesis menyatakan darah/cairan.
l. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Analisa gas darah adalah salah satu
tes diagnostic untuk menentukan status repirasi. Status respirasi yang
dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa.
2. 7 Komplikasi
Menurut Mendosa,2019komplikasi pada cedera kepala adalah sebagai berik
ut :
a. Komplikasi
b. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
TIK dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg dan herniasi da
pat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir
dalam otak disebut sebagai tekanan perfusi serebral. TIK merupakan
komplikasi serius yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernafasan
dan gagal jantung serta kematian.
c. Kebocoran Cairan Serebrospinal
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari frakt
ur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga cairan serebrospinal (CSS) akan keluar.
Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau diisap, cukup diberi
bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instrusikan klien untuk
tidak memanipulasi hidung atau telinga.
d. Kejang Pascatrauma
e. Demam dan menggigil
Demam dan menggigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk outcome. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi,
efek sentral. Penatalaksanaa
dengan asetaminofen, neuromuskular paralisis. Penanganan lain dengan
cairan hipertonik, koma barbiturate, asetazolamid.
f. Hidrosefalus
Berdasarkan lokasinya, penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan
dan nonkomunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada
cedera kepala dengan obstruksi, kondisi ini terjadi akibat penyumbatan
di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah,
nyeri kepala, pupil odema,demensi,ataksia dan gangguan miksi.
g. Spastisitas
h. Agitasi
Agitasi pascacedera kepala terjadi >1/3 pasien pada stadium awal dalam
bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi dan emosi labil. Agitasi juga
sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi
sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan
antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant,
benzodiazepine dan modifikasi lingkungan.
a. Pengkajian Primer
1. Airway: Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah
jatuh,adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan,
darah, sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring,
laring, disfagia, suara stridor, gargling atau whezing yang
menandakan adanya masalah pada jalan nafas.
2. Breathing: Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate,
abnormalitas pernapasan, pola nafas, bunyi nafas tambahan,
penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung,
saturasi oksigen.
3. Circulation: kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi,
capillary refill, akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembapan kulit,
perdarahan ekternal jika ada.
4. Disability: berisi pengkajian kesadaran dengan GCS, ukuran dan
reaksi pupil.
5. Exposure: berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury
atau kelainan lain atau lingkungan yang ada disekitar klien.
b. Pengkajian Sekunder
1. Keadaan/ penampilan umum
a. Kesadaran: composmentis
b. Tanda-tanda vital
1. TD: 120 / 80 mmhg
2. Nadi: Frekuensi: 80 – 100 kali per menit, Irama: teratur
3. Respirasi: Frekuensi: 16 – 24 kali per menit, Irama: teratur
4. Suhu : 36,5 – 37,5°C
c. History (Sample)
1. Subjektif: berisi keluhan utama yang dirasakan pasien.
2. Alergi: kaji adanya alergi terhadap makanan atau obat.
3. Medikasi: kaji penggunaan obat yang sedang atau pernah
dikonsumsi.
4. Riwayat penyakit sebelumnya: riwayat penyakit sebelumnya
yang berhubungan dengan yang sekarang.
5. Last meal: berisi hasil pengkajian makanan atau minuman
terakhir yang pernah dikonsumsi oleh pasien sebelum datang ke
IGD.
6. Event leading: berisi kronologi kejadian, lamanya gejala yang
dirasakan, penanganan yang telah dilakukan, gejala lain yang
telah dirasakan, lokasi nyeri atau keluhan lain yang dirasakan
d. Pemeriksaan fisik
Aspek neurologis yang di kaji adalah : tingkat kesadaran, biasanya
GCS < 15, disorentasi orang, tempat dan waktu, perubahan nilai
tanda– tanda vital, kaku kuduk, hemiparese.
2.9.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hipoksia serebral
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
2.9.3 Intervensi keperawatan