Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN TRAUMA TORAKS

DISUSUN OLEH :
1. EEN HUSNUL FEBRIANTI (194201416023)
2. FITRI MILENIA (194201416050)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Trauma Toraks”.
Dalam melaksanakan pembuatan Makalah ini penulis telah mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ns Tommy J.Wowor,MM,M
Kep., . selaku dosen Mata kuliah Kepawaratan Keperawatan Gawat Darurat dan seluruh
teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat sehingga penulisan makalah
ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan demi kesempurnaan Makalah
ini. Akhirnya penyusun berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penyusun yang telah menyusun Makalah ini dan umumnya bagi pembaca Makalah ini, saya
ucapkan banyak terima kasih atas kesempatannya.

Jakarta, 18 maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................2
1.3 Manfaat.................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4
2. 1 Anatomi Fisiologi ................................................................................................4
2. 2 Pengertian..............................................................................................................7
2. 3 Etiologi..................................................................................................................8
2. 4 Manifestasi Klinis...............................................................................................10
2. 5 Patoflowdiagram.................................................................................................11
2. 6 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................13
2. 7 Komplikasi..........................................................................................................13
2. 9 Penatalaksanaan Medis.......................................................................................13
2. 9 Asuhan Keperawatan.......................................................................................13
BAB III PENUTUP...........................................................................................................18
3. 1 Kesimpulan.........................................................................................................18
3. 2 Saran....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana
pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian
belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat
paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada
diantara kedua paru -paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem
diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang
terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh
darah dan saluran limfe (Patriani, 2012)
Sejak lama trauma merupakan suatu masalah medis yang terabaikan
(neglected disease) oleh para dokter, masyarakat, maupun pemerintah di
seluruh dunia. Pada kenyataannya, trauma ialah kejadian yang bersifat holistik
dan menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang (Sjamsuhidajat and de
Jong, 2010).
Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan
hilangnya produktivitas seseorang. Dewasa ini trauma melanda dunia
bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern penggunaan kendaraan
automotif semakin luas.(jamsuhidayat and de jong,2010).
Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks
atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi
dari cavum thoraks (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada.(paci M,Ferrari
G,2006).
Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada kelompok
umur dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus

1
kecelakaan. 20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan
dengan kematian. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (90%).
Insiden dari trauma toraks di Amerika adalah 12 orang bagi setiap
1000 orang penduduk tiap harinya, dan 20-25% kematian yang disebabkan
oleh trauma adalah disebabkan oleh trauma toraks. Trauma toraks
diperkirakan bertanggung jawab atas 16,000 kematian tiap tahunnya di
Amerika. Di Indonesia sendiri kejadian kecelakaan lalu lintas meningkat
dalam jumlah maupun jenisnya dengan perkiraan angka kematian dari 5,1 juta
pada tahun 1990 menjadi 8,4 juta pada tahun 2020 atau meningkat sebanyak
65% (Farina et al 2012)
Secara garis besar, trauma toraks diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
trauma tumpul toraks dan trauma tembus toraks. Trauma tumpul toraks
biasanya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu lintas, sedangkan trauma
tembus toraks disebabkan oleh karena trauma tajam (tusukan benda tajam),
trauma tembak (akibat tembakan), dan trauma tumpul tembus dada.
Di Asia memiliki angka kematian trauma tertinggi di seluruh dunia,
berdasarkan World Health Organization (WHO) angka kematian pada tahun
2008 mencapai 90% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh trauma
toraks. Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan
transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat
mengenai trauma toraks di Indonesia belum pernah diteliti. Di Bagian Bedah
FKUI/RSUPNCM pada tahun 1981 didapatkan 20% dari pasien trauma
mengenai trauma toraks.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) berpendapat bahwa
keperawatan adalah suatu ilmu yang berbeda dari ilmu profesi kesehatan lain
serta kesesuaian penerapan ilmu tersebut dalam bidang keperawatan. (Wianti,
2017)

2
Asuhan Keperawatan adalah metode keperawatan yang sistematis,
berpusat pada pasien,dan berorientasi pada tujuan yang menyediakan
kerangka kerja dalam praktik keperawatan Proses keperawatan dirancang
untuk digunakan di sepanjang tentang hidup pasien dalam situasi apapun wtuk
membantu pasien mencapai kesehatan yang lebih baik. Terdapat lima tahap
dalam proses keperawatan yang digunakan yaitu pengkajian, diagnose
keperawatan,melakukan intervensi keperawatan, implementasi keperawatan
dan evaluasi keperawatan (Siregar, 2021)

1.2 Tujuan Makalah


1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan Trauma Dada
2. Mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan pada klien dengan
Trauma Dada
3. Mampu mengintegrasikan hasil-hasil penelitian ke dalam asuhan
keperawatan.
4. Mampu melakukan simulasi pengelolaan sistem asuhan keperawatan.
5. Mampu mendemontrasikan intervensi keperawatan pada kasus klien
dengan Trauma Dada

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Rongga toraks adalah rongga tubuh, dikelilingi oleh tulang rusuk tulang,
yang berisi jantung dan paru-paru, pembuluh darah besar, kerongkongan dan
trakea, duktus toraks, dan persarafan otonom. Batas inferior dari rongga toraks
adalah otot diafragma, yang memisahkan rongga toraks dan abdomen. Pada
bagian superior, toraks berdekatan dengan pangkal leher dan ekstremitas atas.
Dinding toraks berisi otot-otot respirasi dan yang menghubungkan ekstremitas
atas ke tulang aksial. Dinding toraks bertanggung jawab untuk melindungi isi
rongga toraks dan untuk menghasilkan tekanan negatif yang diperlukan untuk
respirasi. Toraks ditutupi oleh kulit dan fasia superfisial, yang berisi jaringan
mamaria.(Roberts and Weinhaus, 2015).

Rongga toraks .( ombregt,2015)


Secara anatomis, toraks dibagi menjadi beberapa kompartemen; ada
dua rongga paru bilateral; masing-masing berisi paru-paru dengan
selaput pleura. Ruang antara rongga pleura adalah mediastinum,.
Mediastinum dibagi menjadi kompartemen superior dan inferior oleh

4
yang disebut sebagai " transverse thoracic plane"; melewati
mediastinum pada tingkat sudut sternum dan sambungan vertebra T4
dan T5.

Representasi diagram dari rongga paru, satu di setiap sisi


toraks dengan mediastinum (Kiri) dan gambaran rongga
mediastinum (kanan).(Roberts and Weinhaus, 2015)

Pada mediastinum superior terdapat pembuluh darah utama


yang memasok darah ke ekstremitas atas, leher, dan kepala.
Mediastinum inferior, ruang antara bidang torakus transversa dan
diafragma, dibagi lagi menjadi mediastinum anterior, tengah, dan
posterior. Mediastinum tengah adalah ruang yang berisi jantung dan
perikardium. Mediastinum anterior adalah ruang antara perikardium dan
sternum. Mediastinum posterior memanjang dari perikardium ke
dinding posterior toraks.(Roberts and Weinhaus, 2015)
Aperture inferior toraks dibentuk oleh margin bawah tulang
rusuk dan kartilago kosta dan tertutup dari abdomen oleh otot
diafragma. Aperture superior toraks mengarah ke leher dan ekstremitas
atas. Ini dibentuk oleh tulang rusuk pertama dan artikulasi dengan
manubrium dan vertebra torakalis pertama. pangkal leher terbuka ke
bagian superior toraks. Klavikula melintasi tulang rusuk pertama di tepi
anterior dekat dengan artikulasinya dengan manubrium. Struktur dari

5
aperture toraks superior dan berdekatan dengan lintasan ekstremitas atas
antara tulang rusuk pertama dan klavikula.(Roberts and Weinhaus,
2015)
Sternum adalah tulang pipih yang membentuk bagian anterior
rongga toraks. Ini terdiri dari tiga bagian: manubrium, tubuh, dan proses
xifoideus. Manubrium adalah bagian superior sternum; itu adalah bagian
terluas dan paling tebal. Manubrium itu sendiri berartikulasi dengan
klavikula dan rusuk pertama. Kepala sternum klavikula dapat dengan
mudah dilihat dan dipalpasi di persimpangan mereka dengan
manubrium. Depresi antara kepala sternum klavikula di atas manubrium
adalah suprasternal, atau jugularis.(Roberts and Weinhaus, 2015)
Prosesus xifoideus adalah bagian sternum yang paling inferior
dan mudah teraba. Itu terletak pada tingkat vertebra toraks 10 dan
menandai batas inferior dari rongga toraks di anterior. Ini juga terletak
pada tendon sentral diafragma dan batas inferior jantung.(Roberts and
Weinhaus, 2015)
2.2 Pengertian
Trauma toraks adalah penyebab penting kematian. Banyak
pasien dengan trauma toraks meninggal setelah sampai di rumah sakit.
Namun banyak dari kematian ini dapat dicegah dengan diagnostik
yang cepat dan pengobatan segera mungkin. Hipoksia, hiperkarbia,
dan asidosis sering merupakan hasil dari trauma toraks. Hipoksia
jaringan terjadi akibat ketidakmampuan distribusi oksigen ke jaringan
karena hipovolemi (perdarahan), ketidakcocokan ventilasi atau perfusi
paru– paru (contusio, hematom dan kolaps alveolus), dan perubahan
tekanan intra torakal (tension pneumotoraks dan open pneumotoraks).

Hipoperfusi inilah yang menyebabkan terjadinya asidosis


metabolik. Hiperkarbi dengan asidosis respiratorik sering dikarenakan
karena ventilasi yang tidak memadai yang disebabkan oleh perubahan

6
tekanan intra torakal dan penurunan kesadaran (American College of
Surgeons Committee, 2012).
2.3 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma
tumpul 65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab
trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-
78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada
lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010)
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan
riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma
yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam
dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi
rendah seperti trauma tusuk 11 berenergi sedang seperti tembakan
pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer.
Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks
seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang
kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan
parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun
kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
2.4 Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut
Hudak, (2009) yaitu
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dingin Peninggian TVJ (9Tekanan Vena

7
Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan
suara napas yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama
sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik

8
2.5 Patoflowdiagram
Patofisiologi Trauma Thorax

Nyeri akut Trauma tajam,


Trauma tumpul
Trauma tembus

Melaporkan nyeri secara verbal,


Perpindahan energi kinetic dari objek penyebabtrauma ke jaringan tubuh. Energi kinetic
gelisah, melindungi area nyeri
Ini dipengaruhi oleh massa dan kecepatan objek tersebut. Perpindahan energi yang
Besar menyebabkan kerusakan / traumapada jaringan tubuh

Merangsang reseptor Diskontinuitas


Trauma dada
nyeri jaringan

Rupture/cedera
Mengenai dinding dada Kena paru dan rongga pleura jantung
trakeobronkial

Luka penetraisi menimbulkan Mengenai rongga thorax Laserasi paru Pendarahan pada sel nafas
Fr clavikula, Fr sternum Fr costae multiple luka terbuka pada pleura sampai rongga pleura

Kena pembuluh darah Obstr


Ggn pd pergerakan dinding dada Open pneumotoraks pada hilus paru, pem
Flail chest Pleura robek uksi
drh intercosta darah
Tjd hub antara udara luar
Fragment tl. Yang patah dg rongga pleura Tek neg intra pleural shg udara
Darah terkumpul di
mendesak jaringan sekitarnya uar akan terhisap masuk ke
Thorax bergerak rongga pleura Bersihan
rongga pleural
asimetris dan tidak jalan
terkoordinasi nafas tdk
Patahan tulang hematothorak
efektif
menusuk paru Ada udara di rongga pleura
Pericardium berisi darah

Pneumothorax
tertutup Pneumothorax traumatic Temponade jantung
(non iatrogenic)

9
10
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain :
b. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
c. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.

11
d. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
e. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung,mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit.Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum.Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
a. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas
yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
b. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bulosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
2.7 Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%.

12
Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi
ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS
masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan
angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
 Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yang paling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah
pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta
 Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah
nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat
bergerak.
 Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta
 kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada
daerah kostokondral.
 Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
 Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
 Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks
pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi
dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar
yang dapat menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada
Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
2.8 Penatalaksanaan medis
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical
spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan
E: Exposure without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang

13
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade
perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan
terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif
merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma torak
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea
berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto
toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan
secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan
medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c) Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d) Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan
nyeri,menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar
ke leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku
distraksi,mengkerutkan wajah.
f) Pernapasan

14
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas
turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada
tidak sama ; kulit pucat,
g) sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah,
pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
h) Keamanan
i) Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
j) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsyparu.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk.
3) Terdapat retraksi klavikula/dada.
4) Pengambangan paru tidak simetris.
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b) Takhikardia, lemah

15
c) Pucat, Hb turun /normal.
d) Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. istem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a) Kemampuan sendi terbatas.
b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c) Terdapat kelemahan.
d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
a) Terjadi peningkatan metabolisme.
b) Kelemahan
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa 02 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat

16
ditanggulangi atau dikurangi:
1) Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gumpalan darah yang
menghalangi pernafasan
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
D. Intervensi keperawatan
no Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervesni keperawatan ( SIKI)
(SDKI) kriteria hasil
(SLKI)
1. Bersihkan jalan nafas Setelah Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
tidak efektif dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan  Monitor pola napas (frekuensi,
gumpalan darah yang selama 3x24 jam kedalaman, usaha napas)
menghalangi pernafasan secara  Monitor bunyi napas tambahan
koperhensif (mis. Gurgling, mengi,
bersihan jalan weezing, ronkhi kering)
napas (L.01001)
 Monitor sputum (jumlah,
diharapkan
warna, aroma)
meningkat
 Terapeutik\Pertahankan
dengan kriteria
kepatenan jalan napas dengan
hasil :
head-tilt dan chin-lift (jaw-
Produksi sputum
thrust jika curiga trauma
menurun
cervical)
Mengi menurun
 Posisikan semi-Fowler atau
Wheezing
Fowler
menurun
 Berikan minum hangat
Frekuensi napas
membaik  Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum

17
 Penghisapan endotrakeal

 Keluarkan sumbatan benda


padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2. Pola nafas tidak efektif Setelah Pemantauan Respirasi (I.01014)


berhubungan dengan dilakukan asuhan Observasi
ekspansi paru keperawatan  Monitor frekuensi, irama,
selama 3x24 jam kedalaman, dan upaya napas
secara  Monitor pola napas (seperti
koperhensif pola bradipnea, takipnea,
napas (L.01004) hiperventilasi, Kussmaul,
diharapkan Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
meningkat
 Monitor kemampuan batuk
dengan kriteria
efektif
hasil :
 Monitor adanya produksi
Dispnea
sputum
menurun
 Monitor adanya sumbatan jalan
Penggunaan otot
napas
bantu napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
menurun
paru
Pemanjangan
fase ekspirasi  Auskultasi bunyi napas

menurun  Monitor saturasi oksigen

18
Frekuensi napas  Monitor nilai AGD Monitor
membaik hasil x-ray toraks
Kedalaman Terapeutik
napas membaik  Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
3. Nyeri akut berhubungan Setelah MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
dengan agen pencedera dilakukan asuhan Observasi
fisik keperawatan  lokasi, karakteristik, durasi,
selama 3x24 jam frekuensi, kualitas, intensitas
secara nyeri
koperhensif  Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri
 Identifikasi respon nyeri non
(L.08066)
verbal
diharapkan
 Identifikasi faktor yang
menurun dengan
memperberat dan memperingan
kriteria hasil :
nyeri
Keluhan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
menurun
keyakinan tentang nyeri
Meringis
menurun
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
Gelisah menurun
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah

19
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

20
Kolaborasi
 Kolaborasipemberian analgetik,
jika perlu

D. Implementasi
atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri,
tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim
perawatan kesehatan dirumah (Setiadi, 2010).
E. Evaluasi keperawatan
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Tahap penilaian atau evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien
dengan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan (Setiadi, 2010).

BAB III
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dari makalah ini,kami dapat menyimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan hilangnya
produktivitas seseorang. Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah
karena dalam kehidupan modern penggunaan kendaraan automotif semakin

21
luas.
2. Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks atau dada
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi dari
cavum thoraks (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau tumpul
dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada.
5.2 Saran
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna kedepannya
kami akan lebih baik lagi dalam penulisan dan pengumpulan data mengenai Trauma
Dada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed). EGC. Jakarta.
2010, Hal. 121-122, 502-506 1.

22
2. Paci M, Ferrari G, Annesi V, de Franco S, Guasti G, Sgarbi G: The role of diagnostic
VATS in penetrating thoracic injuries. World Journal of Emergency Surgery 2006;1:30.
3. Novita L, Limpeleh H, Monoarfa A. Pola trauma tumpul toraks di Instalasi Rawat
Darurat Bedah RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2011-Juni 2012. eCl.
2014;2(2),
4. Sitepu CE. Trauma toraks. 2008 (cited 30 Agustus 2016). Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123 456789/33158/4/Chapter%20II.pd
5. Roberts, K. P. and Weinhaus, A. J. (2015) „Pulmonary Cavities , and Mediastinum‟,
Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology, and Devices, 1(1), pp. 25–50.
6. Kulshreshi P, Munshi I, Wait R. J. Profile of chest trauma in a level 1 trauma centre. J
Trauma. 2004 ;57(3):576-81
7. American College of Surgeons Committee on Trauma. Thoracic Trauma. In: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. 6th ed. USA: American College of Surgeons;
1997.p.147-63
8. Sjamsuhidajat R and de Jong W, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed). Jakarta: EGC. p
121-2, 502-6
9. Farina A, Esti W, Budi R, Fristika M, Novi I, et al., 2012. Petunjuk Teknis Pemeriksaan
Kesehatan Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas Bagi Pengemudi Angkutan Umum pada
Situasi Khusus. Kemenkes RI. Jakarta: 1 – 2
10. Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
11. Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book
12. Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII
Jakarta: EGC
13. http://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/12/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-trauma-thorak/

23

Anda mungkin juga menyukai