Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

KOLELITIASIS

Dosen:
Di susun oleh:
Kelompok 6:
 Adinda nadhifah (181002)
 Ahmad rozi (181124)
 Alfiah khoiriyyah (181003)
 Diki mutaqin (181051)
 Ni luh gede lira ananda dewi (181110)
 Reyka violensia (181114)

Stikes Rs Husada Jakarta Pusat


Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Asuhan
Keperawatan Kolelitiasis “.
Dalam pembuatan makalah, kami berharap setelah mendengarkan presentasi kami, teman-teman
dapat memahami dan menambah pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dan juga kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan
makalah ini.
Demikian makalah kami, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 30 juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan etiologi koletiasis ................................................................... 3

2.2 Patofisiologi koletiasis ............................................................................... 4

2.3 Tanda dan gejala koletiasis ........................................................................ 6

2.4 Pemeriksaan diagnostic koletiasis .............................................................. 7

2.5 Penatalaksanaan koletiasis ......................................................................... 9

2.6 Pengkajian koletiasis…………………………………………………….10

2.7 Diagnostic koletiasis……………………………………………………..11

2.8 Intervensi koletiasis……………………………………………………..12

2.9 Evaluasi koletiasis……………………………………………………….12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………13

3.2 Saran…………………………………………………………………..13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).Penyakit batu
empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada
penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada
waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat
bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut
sebagai batu saluran empedu sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Pada sekitar
80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga
mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu
komponen saja.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara lain :

1. Bagaimana konsep kolelitiasis?


2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis?

1.2 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1. Menjelaskan konsep kolelitiasis.


2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi kolelitiasis.


2. Menjelaskan etiologi kolelitiasis.
3. Menjelaskan patofisiologi kolelitiasis.
4. Menjelaskan tanda dan gejala kolelitiasis.
5. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic kolelitiasis.
6. Menjelaskan penatalaksanaan kolelitiasis.
7. Menjelaskan pengkajian kolelitiasis.
8. Menjelaskan diagnostic kolelitiasis
9. Menjelaskan menjelaskan intervensi kolelitiasis.
10. Menjelaskan menjelaskan intervensi kolelitiasis.
11. Menjelaskan evaluasi kolelitiasis.

1.4 Manfaat

Menambah pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan
kolelitiasis.
BAB II

2.1 Pengertian

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk
pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu
Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis.

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium,protein,asam lemak & fosfolipid.

Kolelitiasis adalah batu terbentuk oleh colesterol, kalsium, bilirubinat atau campuran yang disebabkan
oleh perubahan pada komposisi empedu.

2.2 Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic),
22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor
resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain :

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)


2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker
kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang Afrika)
2.3 patofisiologi

Penumpukan komponen empedu dan masuknya eschericia coli dari


saluran usus ke dalam saluran dan kantong empedu

Perubahan cairan empedu dan keseimbangan produksi empedu

Terbentuk inti yang lambat laun menebal dan menkristal menjadi


batu

Kristal atau batu bergerak atau geser

Menyumbat aliran empedu Menggesek mukosa saluran empedu

Cairan empedu Inflamasi pendarahan Nyeri kolik


refluk

Haemoglobin
menurun
Konjungvitaan
anemis

kolesistitis pankreatitis

Masuk ke dalam peredaran Kulit dan mata ikterik urine


darah warna gelap

Defisiensi bilirubin dalam


saluran pencernaan

Feses seperti
Mual , muntah
fe
dempul
2.4 Tanda dan Gejala

1. Rasa nyeri dan kolik bilier


Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan
akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas,
yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak
lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored

4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier
berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer,
2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

 Radiologi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena
pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur
ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang
suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
 Radiografi: Kolesistografi

Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral
dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung
empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).

 Sonogram

Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.
(Williams 2003)

 ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat
laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta
duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,SC
dan Bare,BG 2002).

 Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal:
17 - 115 unit/100ml)

2.6 Penatalaksanaan

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada
juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan
pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.

2.8.1 Penatalaksanaan Non bedah


1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk
(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

Manajemen terapi :

1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein


2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Disolusi medis

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral.
Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang.

3. Disolusi kontak

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar
atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan
ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.

4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus
halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter
oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran
akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang
dari 4 dari setiap 1.000

penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut.
2.8.2 Penatalaksanaan Bedah

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik.
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%
kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :

1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul
lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
2.7 Pengkajian

Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .

Data yang dikumpulkan meliputi :

2.1.1 Identitas

Berisi tentang identitas pasien dan penaggung jawab

2.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan
utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif
(P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.

Klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke punggung , dan bertambah berat setelah makan
disertai dengan mual dan muntah.

3. Riwayat penyakit dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki riwayat penyakit
sebelumnya.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit
kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola

makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai
resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.

3.1.3 Pemeriksaan umum


1. Keadaan umum

Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :

1. Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)


2. Auskultasi : peristaltik (+)
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak teraba, massa (-)
5. Sistem endokrin

Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit ini kantung empedu
dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.

3.1.4 Pemeriksaan Pola

1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine dan feses
Tanda : distensi abdomen
Terba masssa pada kuadran atas
Urine pekat, gelap
Feses warna tanah liat, steatorea
4. Makanan/cairan
Gejiala : anereksia, mual/muntah
Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk lemak. Regurgitas berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapt makan, flatus dyspepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat atas abdomen, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan; tanda Murphy positif
6. Pernapasan
Tanda : peningkatan prekuensi pernapasan
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal
7. Keamanan : demam, menggigil
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
Kecendrungan perdarahan (kekurangn vitamin K)

PENGKAJIAN
 Kaji riwayat kesehatan : catat riwayat merokok atau masalah pernapasan sebelumnya
 Kaji status pernapasan : catat pernapasan dangkal, batuk persisten atau bunyi nafas yang
efektif atau adventitia
 Evalusi status nutrisi (riwayat diet, pemeriksaan umum dan hasil pemeriksaan
laboratorium

DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Nyeri akut dan ketidaknyamanan b.d insisi bedah
 Gangguan pertukaran gas b.d insisi bedah abdomen
 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan drainase bilier setelah
insisi bedah
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakadekuatan sekresi empedu

INTERVENSI

 Letakkan pasien dalam posisi fowler rendah


 Berikan cairan IV dan lakukan pengisapan nasogastric
 Berikan air dan cairan lain serta diet lunak setelah bising usus kembali terdengar
 Berikan agnes analgesic sesuai program
 Bantu pasien berpindah, batuk, bernapas dalam, dan melakukan ambulasi sesuai indikasi
 Instruksikan pasien untuk menggunakan bantal atau kain pengikat untukmembebat insisi
 Ingatkan pasien untuk mengambil napas dalam dan batuk setiap jam untuk
mengembangkan paru secara komplet dan mencegah atelectasis tingkatkan ambulasi sejak
dini
 Pantau pasien lansia dan obes dan merreka yang sebelumnya telah menderita penyakit paru
yang paling mungkin mengalami masalah pernapasan
 Hubungkan slang ke wadah drainase serta fiksasikan slang untuk mencegah slang tertekuk
(tinggikan di atas abdomen)
 Letakkan kantung drainase di dalam kantung baju pasien ketika berjalan
 Pantau indikasi infeksi, kebocoran cairan empedu,dan obstruksi drainase empedu
 Pantau adanya ikterik (periksa sklera)
 Perhatikan dan laporkan nyeri abdomen di kuadran kanan atas, mual dan muntah drainase
empedu di sekitar slang drainase, feses berwarna seperti lempung dan perubahan tanda-
tanda vital
 Ganti balutan dengan sering, gunakan salep untuk melindungi kulit dari iritasi
 Ukur empedu yang ditampung setiap 24jam dokumentasikan jumlah,warna dan karakter
drainase
 Buat catatan asupan dan haluan cairan secara cermat

EVALUASI

 Melaporkan penurunan nyeri


 Menunjukkan fungsi pernapasan yang tepat
 Memperlihatkan integritas kulit yang normal di sekitar area drainase bilier
 Pulih dari intoleransi diet
 Tidak mengalami komplikasi
BAB III

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kolelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang
pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu.Asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga dapat
membantu klien untuk dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan klien
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

6.2 Saran

Setelah penulisan makalah ini, kami sarankan mahasiswa keperawatan untuk lebih aktif dalam
memberikan penyuluhan untuk mengurangi angka kesakitan penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan
preventif yang dapat dilakukan bersama oleh semua pihak, maka komplikasi dari kolelitiasis akan
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa:
Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise

Dr. H. Y. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2: 2009; Buku
kedokteran EGC

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005. 570-579.

Doenges.E.,marilyn., dkk.2002.Rencana asuhan Keperawatan ed.3. Jakarta. EGC.


www.clinicalgastroenterology.com
www.exclentlife.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai