OLEH:
YULIATI, S.Kep
161STYJ18
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
1. Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai
hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
2. Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
3. Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi dan Rita Yuliani.2001)
4. Cidera kepala ringan adalah gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
B. Etiologi
2. Terjatuh
4. Olah raga
6. Kecelakaan industri.
C. Epidemiologi
D. Klasifikasi
1. Berdasarkan Mekanisme :
a. Fraktur tengkorak
b. Lesi intracranial
Anatomi Kepala
a. Kulit kepala
b. Tulang kepala
d. Otak.
E. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam
keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr.
Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar
servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera kepala orofasial
mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernapasan
Tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak berikan
oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan
atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks.
Pasang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi
oksigen minimum 95%. Jika pasien tidak terlindung bahkan terancam atau
memperoleh oksigen yang adekuat (PaO2 >95 mmHg dan PaCO2 > 95%)
atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli
anestesi.
3. Menilai sirkulasi
4. Obati kejang
Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.
Dengan memberikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat
diulangi sampai tiga kali masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan
fenitoin 15 mg/kgBB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan
tidak melebihi 50 mg/menit.
Pedoman penatalaksanaan
1. Pada semua pasien dengan cedera kepala atau leher, lakukan foto
tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral dan
odontoid), kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh
tulang servikal C1-C7 normal.
3. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, dilakukan
prosedur berikut :
a. Hematoma epidural
d. Edema serebri
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada… tanggal…. Jam….
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, agama, alamat, no register,
dan diagnosa medis.
Penanggung jawab
Nama,umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, agama, alamat, hubungan
dengan pasien
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
3. Pengkajian primer
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability
e. Exposure
4. Pengkajian sekunder
a. Aktifitas
b. Integritas ego
c. Eliminasi
d. Pola nutrisi
e. Hygiene
5. Pemeriksaan penunjang
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan
dalam batas normal.
Intervensi:
Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebral
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lender
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan
tinggikan 15 – 30 derajat.
Tujuan : pasien akan merasa nyaman yang ditandai dengan pasien tidak
mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,
lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat,
berkeringat dingin.
Kurangi rangsangan.
Intervensi :
Intervensi :
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume
3. Jakarta : EGC
International, Philadephia.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarata : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.