Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOARTHRITIS

OLEH:
YULIATI, S.Kep
161STYJ18

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MATARAM
2019
A. Konsep Dasar Perioperati
a) Pengertian perioperatif
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan pre
operatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan. Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan
intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca
anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. ( Keperawatan medikal-bedah : 1997 )
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase
pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
1. Fase Pra operatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi
dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan
persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang
berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari
klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre
operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik
sebelum operasi.
2. Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan,
memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
3. Fase Post operatif
Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktifitas
keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh,
serta mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
b) Persiapan pasien perioperatif
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi
(khusus pasien).
1. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya
tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :

1) Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.


2) Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.

2. Persiapan Fisiologi
1) Diet 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada
operasi dengan anaesthesi umum. Pada pasien dengan anaesthesi lokal
atau spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang
sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain :
a. Aspirasi pada saat pembedahan
b. Mengotori meja operasi.
c. Mengganggu jalannya operasi.
d. Persiapan Perut.
2) Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan
pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan
pagi hari menjelang operasi. Manfaat pemberian lavement antara lain :
a. Mencegah cidera kolon
b. Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
c. Mencegah konstipasi.
d. Mencegah infeksi.
e. Persiapan Kulit

3) Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran


dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis
dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah
kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurang-
kurangnya 10-20 cm2.
4) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
a. Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa
didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang
tua dan kelurga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah
mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat
izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai
usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa
waktu yang masih mungkin.
b. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima
dengan perawat OK)
c. Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera
perlu dilakukan hal tersebut di bawah ini :
a) Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut
(lavement).
b) Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c) Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d) Lepas perhiasan
e) Bersihkan cat kuku.
f) Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g) Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h) Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada
gangguan pendengaran.
i) Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang
beresiko terhadap tromboplebitis.
j) Kandung kencing harus sudah kosong.
k) Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek
meliputi ;
 Catatan tentang persiapan kulit.
 Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
 Pemberian premedikasi.
 Pengobatan rutin.
 Data antropometri (BB, TB)
 Informed Consent
 Pemeriksan laboratorium.
d. Pemberian Obat premedikasi
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative
biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien
tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.
e. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah
a. Data Subyektif
 Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
 Pengertian tentang bedah yang di anjurkan
 Tempat
 Bentuk operasi yang harus dilakukan.
 Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit,
keterbatasan setelah di bedah.
 Kegiatan rutin sebelum operasi.
 Kegiatan rutin sesudah operasi.
 Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
 Pengalaman bedah terdahulu
 Bentuk, sifat, roentgen
 Jangka waktu
 Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
o Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan
menghadapi bedah yang dianjurkan.
o Metode-metode penyesuaian yang lazim.
o Agama dan artinya bagi pasien.
o Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
o Keluarga dan sahabat dekat
o Perubahan pola tidur
o Peningkatan seringnya berkemih.
 Status Fisiologi
o Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau
yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah.
o Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
o Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
o Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan)
mual, anoreksia.
o Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki,
arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian
sendi, fusi spinal).
o Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
o Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak
nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah
operasi.
b. Data Obyektif
 Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik
tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
 Tingkat interaksi dengan orang lain.
 Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari
aktifitas yang sibuk (cemas).
 Tinggi dan berat badan.
 Gejala vital.
 Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
 Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
 Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
 Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada,
kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis
dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
 Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi
perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
 Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau
bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
 Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
o Takut
o Cemas
o Resiko infeksi
o Resiko injury
o Kurang pengetahuan
c) Peran dan tugas perawat di kamar operasi
Peran perawat perioperatif tampak meluas, mulai dari praoperatif, intra
operatif, sampai ke perawatan pasien pascaanestesi. Peran perawat di kamar
operasi (di Indonesia dikenal dengan sebutan OK) berdasarkan fungsi dan
tugasnya terbagi tiga, yaitu perawat administratif, perawat pada pernbedahan,
dan perawat-pada anestesi.
Gambar 2-1. Faktor-fAtor yang memengaruhi peran perawat
perioperative
Pada praktiknya, peran perawat perioperatif dipengaruhi berbagai faktor,
yaitu sebagai berikut.
 Lama pengalaman
Lamanya pengalaman bertugas di kamar operasi, terutama pada kamar
pembedahan khusus, seperti sebagai perawat instrumen di kamar bedah
saraf, onkologi, ginekologi, dan lain-lain akan memberikan dampak yang
besar terhadap peran perawat dalam menentukan hasil akhir pembe.dahan.
 Kekuatan dan ketahanan fisik
Beberapa jenis pembedahan, seperti bedah saraf, toraks, kardiovaskular,
atau spina memerlukan waktu operasi vang panjang. Pada kondisi
tersebut, perawat insirurnen harus berdiri dalam waktu lama dan
dibutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Oleh karena itu, agar dapat
mengikuti jalannya pembedahan secara optimal, dibutuhkan kekuatan dan
ketahanan fisik yang baik.
 Keterampilan
Keterampilan terdiri atas keterampilan psikomotor, manual dan
interpersonal yang kuat, Agar dapat mengikuti setiap jenis pembedahan
yang berbeda beda. Perawat instrument di harapkan mampu untuk
mengintegrasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan keinginan
dari operator bedah pada setiap tindakan yang dilakukan dokter bedah dan
asisten bedah. Hal ini akan memberikan tantangan tersendiri pada perawat
untuk mengembangkan keterampilan psikomotor,mereka agar bisa
mengikuti jalannya pernbedahan.
Keterampilan psikomotor dan manual dapat dioptimalkan dengan
mengikuti pelatihan perawat instrumen yang tersertifikasi serta diakui oleh
profesi.
 Sikap professional
Pada kondisi pembedahan dengan tingkat kerumitan yang tinggi, timbul
kemungkinan perawat melakukar kesalahan saat menjalankan perannya.
Olch karena itu, perawat harus bersikap profesional dan mau tnenerima
teguran. Pada konsep tim yang digunakan dalam proses pembedalian,
setiap peran cliharapkan dapat berjalan secara optimal. Kesalahan yang
dilakukan oleh salah• satu peran akan berdampak pada keseluruhan proses
dan hasil pembedahan.
 Pengetahuan yaitu pengetahuan tentang prosedur tetap yang digunakan
institusi. Perawat metiyesuaikan peran yang akan dijalankan dengan
kebijakan di mana perawat tersebut bckerja. Pengetahuan yang optimal
tentang prosedur tetap yang berlaku akan memberikan arah pada'peran
yang akan dilaksanakan.
d) Pembagian zona di area kamar operasi
Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area.
1. Area bebas terbatas (unrestricted area) Pada area ini petugas dan pasien
tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.
2. Area semi ketat (semi restricted area) Pada area ini petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi, masker,
baju dan celana operasi.
3. Area ketat/terbatas (restricted area). Pada area ini petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan
prosedur aseptic.
e) Prinsip steril di kamar operasi
Prinsip Aseptic Bedah harus selalu ditegakkan agar tercipta kondisi Kamar
Operasi yang benar-benar steril guna menekan angka infeksi luka operasi.
Seperti diketahui sumber kontaminasi luka operasi di kamar bedah yaitu
Petugas 35%, Pasien 50%, Instrumen 10%, Udara 14%, Lantai 1%.
Prinsip Asepsis Bedah:
1. Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan benda steril,
Benda steril kontak dengan benda tidak steril menyebabkan tidak steril
biarpun hanya 1 titik, Jika ada keraguan tentang sterilitas dapat dianggap
tidak steril,Personal scrub yang keluar dari kamar operasi maka status
sterilnya hilang, Bagian tubuh yang dianggap steril adalah bagian depan
pinggang sampai daerah bahu lengan bawah dan sarung tangan,Perawat
yang tidak scrub harus menjaga jarak aman dari area operasi. Apapun
benda steril hanya dapat digunakan untuk satu pasien. Perawat scrub bila
bersimpangan dengan tim lain yang juga steril, maka dengan cara
melintas punggung ketemu punggung atau bagian depan ketemu depan.
2. Pengaturan Petugas Kamar Bedah:
Petugas wajib ganti baju dengan baju khusus kamar operasi, lengkap
dengan topi dan masker. Petugas kamar operasi tidak boleh keluar dari
lingkungan kamar operasi sewaktu memakai baju khusus kamar operasi
meskipun memakai Scort. Petugas yang sedang sakit/flu sebaiknya tidak
ikut operasi. Masker sebaiknya diganti setiap kali ganti pasien.
3. Pengaturan Ruang Kamar Operasi:
Suhu antara 19° C- 22°C. Kelembaban antara 50% - 60%. Pencahayaan
300 – 500 lux, pada meja operasi 10.000 – 20.000 lux . Dibersihka setiap
hari, baik ada operasi atau tidak. Dilakukan bongkar besar setiap
seminggu sekali. Pintu keluar dan pintu masuk harus berbeda
f) Alat pelindung diri di kamar operasi
Jenis jenis APD yang dapat digunakan di Rumah Sakit, antara lain:
1. Sarung Tangan
Sarung tangan dapat melindungi tangan dari bahan infeksius dan
melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan perawat. Sarung
tangan merupakan APD terprnting dalam mencegah terjadinya penyebaran
infeksi. Penggunaan sarung tangan haruslah diganti dengan setiap kontak
pada satu pasien ke pasien lainnya dalam mencegah terjadinya infeksi
silang.
2. Masker
Masker merupakan APD yang digunakan untuk menahan cipratan yang
keluar sewaktu perawat berbicara, mengurangi masuknya air borne yang
masuk ke saluran pernapasan perawat, ketika batuk dan bersin, dan juga
menahan cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke
saluran pernapasan. Pada penggunaanya, masker digunakan untuk
menutupi hidung sampai dengan dagu.
3. Respirator
Respirator merupakan masker jenis khusus yang digunakan untuk
menyaring udara ( seperti pada pasien TB paru).
4. Pelindung Mata (Googles)
Googles merupakan pelindung berupa pengaman mata terbuat dari plastik
jernih. Googles digunakan untuk melindungi mata agar terhindar dari
cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang biasanya digunakan pada
tindakan pembedahan.
5. Cap
Cap digunakan untuk menutupi rambut dan kepala agar guguran kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka operasai sewaktu pembedahan. Cap
harus menutupi seluruh rambut yang dapat member sedikit perlindungan
kepada pasien.
6. Gaun
Gaun digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat pada abdomen dan lengan petugas kesehatan sewaktu
pembedahan. Gaun terbuat dari bahan tahan cairan berperan dalam
menhan darah dan cairan lainnya berkontaminasi dengan tubuh petugas
kesehatan.
7. Aphron
Aphron terbuat dari bahan karet atau plastic sebgai pelindung tahan air di
bagian depan tubuh perawat. Aphron digunakan ketika perawa melakukan
tindakan dimana pasiennya dapat mengeluarkan cairan tubuh dan
darahnya sehingga mengenai perawat. Penggunaan aphron dapat membuat
cairan yang terkontaminasi tidak mengenai baju perawat.
B. Patofisiologi Kasus Osteoarthritis
Menurutu Elizabeth J.Corwin (2009) Tulang rawan sendi mewujudkan/adalah sasaran
utama perubahan degeneratif pada osteoarthritis. Tulang rawan sendi memiliki letak
strategis yaitu diujung –ujung tulang buat melaksanakan 2 fungsi, yaitu 1) menjamin
gerakan yg hampir tiada gesekan didalam sendi, berkat adanya cairan sinovium, & 2)
disendi sebagai penerima beban, menebarkan beban keseluruh permukaan sendi sedemikian
sehingga tulang dibawahnya bisa menerima benturan & berat tiada mengalami kerusakan.
Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis (yaitu memperoleh kembali arsitektur
normalnya sesudah tertekan) & memiliki daya regang (tensile streghth) yg cukup tinggi.
Sedangkan menurut Ahmad Aby (2014) seperti pada tulang manusia dewasa, tulang
rawan sendi tak statis, tulang ini mengalami pertukaran, komponen matriks tulang tersebut
yg aus diuraikan & diganti. Keseimbangan ini dipertahankan karena kondrosit, yg tak hanya
menyintesis matriks tetapi jg membuat keluar enzim yg menguraikan matriks. Pada
osteoarthritis, proses ini terganggu karena beragam sebab.
Osteoarthritis ditandai dgn perubahan signifiikan baik dlm komposisi maupun sifat
mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yg mengalami
degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air & menurunnya konsentrasi
proteoglikan dibandingkan dgn tulang rawan sehat. Selain 1tu, tampaknya terjadi
perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena menurunnya sintesis lokal kolagen tipe II, &
peningkatan pemecahan kolagen yg sudah ada. Kadar molekul perantara tertentu, termasuk
IL-1, TNF, nitrat oksida berkembang/berubah naik pada tulang rawan osteoarthritis &
tampaknya berperan dlm perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosis jg
berkembang/berubah naik, yg mungkin menyebabkan menurunnya jumlah kondrosit
fungsional ( R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999).
Secara total, perubahan ini cenderung menurunkan daya regang & kelenturan tulang
rawan sendi. Sebagai respons terhadap perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yg
lebih dlm berproliferasi & berupaya memperbaiki kerusakan dgn menghasilkan kolagen &
proteoglikan baru. Walaupun perbaikan ini pada mulanya mampu mengimbangi
kemerosotan tulang rawan, sinyal molekular yg menyebabkan kondrosit lenyap & matriks
ekstrasel berubah akhirnya menjadi predominan. Faktor yg menyebabkan pergeseran dari
gambaran reparatif menjadi generatif ini masih belum diketahui (Harry Isbagio & A. Zainal
Efendi, 1995).
Osteoartritis pada beberapa kejadian mau membuat dampak terbatasnya gerakan. Hal ini
dikarenakan karena adanya rasa nyeri yg dialami / dikarenakan penyempitan ruang sendi /
minus digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yg membuat dampak
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital & penyakit peradangan sendi lainnya mau menyebabkan trauma pada kartilago
yg memiliki sifat intrinsik & ekstrinsik sehingga menyebabkan patah tulang pada ligamen /
adanya perubahan metabolisme sendi yg pada akhirnya membuat dampak tulang rawan
mengalami erosi & kehancuran, tulang menjadi tebal & terjadi penyempitan rongga sendi yg
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi / nodulus. ( Soeparman
,1995).
C. Konsep Dasar Askep Perioperatif Kasus Osteoarthritis
A. Pengkajian

1. Identitas pasien

2. Identitas penanggung jawab

3. Keluhan utama

4. Riwayat Penyakit Sekarang

5. Riwayat Penyakit Dahulu

6. Riwayat Penyakit Keluarga

7. Pemeriksaan fisik Head To Toe

8. Pengkajian Khusus

a. Look (inspeksi)

1) Sikatriks (jaringan panit baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operas)

2) Fistula

3) Warna kemerahan atau kebiruan

4) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

5) Posisi dan bentuk ektermitas (deformitas)

6) Posisi jalan ( waktu masuk kamar periksa )

b. Feel (palpasi )

1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) dan kelembapan kulit

2) Apabila ada pembengkakan apakah ada fluktuasi atau edema terutama di

sekitar persendian

3) Nyeri tekan (tendemess), krepitasi, catat letak kelainan


4) Tonus otot pada otot kontraksi/relaksasi

c. Move (pergerakan terutama rentang gerak )

Pemeriksa dengan menggerkan ektermitas, kemudian mencatat apakah ada

keluhan nyeri pada gerakan. Pergerakan yang dilihat adakah pergerakan pasif

dan aktif.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b/d penyempitan rongga sendi

b. Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya

hidup kurang gerak

c. Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak

terpenuhi

d. Gangguan citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi

e. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang

familier dengan sumber-sumber informasi .

f. Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan

g. Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum

C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri b/d penyempitan rongga sendi

Kriteria Hasil :

a. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

b. Menunjukkan pengurangan tingkat nyeri


Intevensi :

1) Kaji tingkat nyeri

R : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien

1) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis pengendalian nyeri setelah atau

selama aktivitas yang menimbulkan nyeri

R : membantu mengontrol nyeri

2) Berikan posisi senyaman mungkin

R : Mengurangi ketidak nyamanan pasien

3) Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri (berat)

R : Membantu mengurangi nyeri

2. Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup kurang gerak

Kriteria Hasil :

a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan

b.Menunjukkan toleransi aktivitas

c. Mendemonstrasikan penghematan energi

Intervensi :

1) Kaji tingkat kemampuan klien berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi.

R : Mengetahui tingkat kemampuan klien

2) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas

R : membantu proses penyembuhan pasien

3) Tentukan penyebab keletihan

R : membantu pasien penyebab keletihan

4) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat


R : membantu memperbaiki asupan nutrisi pasien

3. Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan hingga sedang

b.Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas yang dibuktikan oleh indikator 1-5 (tidak

pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)

Intervensi :

1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien

R : mengetahui tingkat kecemasan klien

2) Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas

R : Membantu pasien menghilangkan kecemasan

3) Bantu pengalihan ansietas melalui radio, TV, permainan untuk menurunkan ansietas dan

memperluas fokus

R : mengalihkan perhatian (kecemasan) pasien terhadap benda disekitar

4) Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas

R : membantu proses penyembuhan

4. Gangguan citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi

Kriteria Hasil :

a. Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi dengan

ketunadayaan fisik

b.Menunjukkan citra tubuh

Intervensi :
1) Dorong pengungkapan mengenai masalah mengenai proses penyakit,harapan masa

depan.

R : Beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesal menghadapinya secara

langsunG

2) Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan

bagaimana pandangan pribadi psien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari

termasuk aspek-aspek seksual.

R : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi

dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih

lanjut.

3) Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan.

R : Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada

bagaimana pasien memandang dirinya sendiri

4) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.

R : Nyeri melelahkan, dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi.

5) Perhatikan perilaku menarik diri,penguanan menyangkal atau terlalu memperhatikan

tubuh/perubahan.

R : Dapat menunjukkan emosional atau metode maladaptive, membutuhkan intervensi

lebih lanjut atau dukungan psikologis.

6) Susun batasan pada prilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku

positif yang dapat membantu koping.

R : Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat meningkatkan perasaan

harga diri.
7) Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.

R : Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan

mendorong partisipasi dan terapi.

8) Berikan obat-obat sesuai petunjuk

R : Membantu proses penyembuhan

5. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang familier dengan

sumber-sumber informasi

Kriteria Hasil :

Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang proses penyakit

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhdapa materi

R : mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya

2) Tetapkan tujuan pembelajaran bersama yang realistis dengan klien

R : persamaan persepsi akan lebih mudah dalam pembelajaran

3) Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai

R : mempermudah pasien dalam mencerna dan memahami pnkes

4) Beri informasi tentang diit TKTP dan tinggi kalsium

R : mempercepatan pemulihan tualang

6. Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum

Kriteria Hasil :

a. Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan oleh keseimbangan, gerakan

terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan pengetahuan : Pencegahan

Jatuh
Intervensi :

1) Lakukan pengkajian resiko jatuh pada pasien

R : Mengetahui penyebab resiko jatuh

2) Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh

R : Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaskan

keluarga dari kekhawatiran yang konstan.

3) Ajarkan klien bagaimana posisi terjatuh yang dapat meminimalkan cedera

R : meminimalkan komplikasi atau cidera berkelanjutan

4) Bantu pasien saat ambulasi

R : agar pasien tahu bagaimana ambulasi yang benar

5) Sediakan alat bantu berjalan

R : mempermudah proeses penyembuhan


DAFTAR PUSTAKA

Aby, Ahmad. 2014. Osteoarthritis OA / Pengapuran Sendi. http://ahmadaby.blogspot.com.


Diakses tanggal 8 Mei 2016, 18:15 WIB

Cania, Murni. 2014. Askep Osteoarthritis.http://murnicania.blogspot.com. Diakses tanggal 8


MEI 2016, 18:17 WIB

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku edisi 3. Jakarta : EGC

Idrus, Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dlm, edisi V, jilid III. Jakarta : Internal
Publishing

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta : EGC

Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dgn Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Alih
Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC

Soeparman, A. 1995. Ilmu Penyakit Dlm, Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9. Jakarta : EGC

Zairin, Noor Helmi. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai