1. Pengertian
2. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,
herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang
di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas
yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia
dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan
ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap
kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi
kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.
3. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
4. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau
meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia
2-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).
A. Pengkajian
Menurut Khaidir Muhaj (2008), pengkajian pada ISPA meliputi :
1. Identitas Pasien
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki
di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
4. Alamat :
5. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Adanya keluhan demam, batuk dan flu
b. Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu: sebelumnya klien sudah pernah mengalami
penyakit sekarang
6. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota yang keluarga pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut.
7. Riwayat sosial:
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya
mucus ditandai dengan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama jalan nafas efektif
Intervensi:
a. Atur posisi pasien (posisi semi fowler)
R : Mempermudah fungsi pernafasan
b. Observasi tanda-tanda vital
R : Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
c. Lakukan auskultasi paru
R : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru
d. Menganjurkan pasien banyak minum air terutama air hangat
R : Untuk mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
e. Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan serta penggunaan otot bantu
pernafasan
R : Dengan mengkaji kualitas, frekuesi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
f. Ajarkan pasien cara Batuk berdahak efektif
R : Batuk berdahak efektif dapat membantu dahak keluar dan tidak
banyak mebuang tenaga
g. Kolaborasi pemberian o2 nasal kanul 5 lpm, pemberian ekspetoran
R : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia.
Pemberian ekspektoran membantu mengeluarkan dahak.
4. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan:
nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor
yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan
karakteristiknya.
R : Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang
cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila
suara serak.
R : Mengurangi bertambah beratnya penyakit
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
R : Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi
nyeri tenggorokan
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi,
& analgesik)
R : Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi
alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan.
Analgesik untuk mengurangi nyeri
5. Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan:
tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi
R : Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
R : Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan
memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
R : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun,
lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan
mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan
makanan berkurang.
R : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
R : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko
tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6
.EGC .Jakarta