Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PERIOPERATIF PADA KASUS HIRSCHPRUNG DISEASE

OLEH:
NURHIDAYAH, S.Kep
112STYJ18

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MATARAM
2019
A. Konsep Dasar Perioperati
a) Pengertian perioperatif
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan pre
operatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan. Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan
intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca
anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. ( Keperawatan medikal-bedah : 1997 )
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase
pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
1. Fase Pra operatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi
dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan
persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang
berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari
klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre
operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik
sebelum operasi.
2. Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan,
memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
3. Fase Post operatif
Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktifitas
keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh,
serta mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
b) Persiapan pasien perioperatif
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi
(khusus pasien).
1. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya
tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :

1) Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.


2) Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.

2. Persiapan Fisiologi
1) Diet 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada
operasi dengan anaesthesi umum. Pada pasien dengan anaesthesi lokal
atau spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang
sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain :
a. Aspirasi pada saat pembedahan
b. Mengotori meja operasi.
c. Mengganggu jalannya operasi.
d. Persiapan Perut.
2) Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan
pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan
pagi hari menjelang operasi. Manfaat pemberian lavement antara lain :
a. Mencegah cidera kolon
b. Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
c. Mencegah konstipasi.
d. Mencegah infeksi.
e. Persiapan Kulit

3) Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran


dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis
dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah
kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurang-
kurangnya 10-20 cm2.
4) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
a. Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa
didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang
tua dan kelurga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah
mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat
izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai
usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa
waktu yang masih mungkin.
b. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima
dengan perawat OK)
c. Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera
perlu dilakukan hal tersebut di bawah ini :
a) Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut
(lavement).
b) Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c) Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d) Lepas perhiasan
e) Bersihkan cat kuku.
f) Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g) Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h) Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada
gangguan pendengaran.
i) Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang
beresiko terhadap tromboplebitis.
j) Kandung kencing harus sudah kosong.
k) Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek
meliputi ;
 Catatan tentang persiapan kulit.
 Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
 Pemberian premedikasi.
 Pengobatan rutin.
 Data antropometri (BB, TB)
 Informed Consent
 Pemeriksan laboratorium.
d. Pemberian Obat premedikasi
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative
biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien
tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.
e. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah
a. Data Subyektif
 Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
 Pengertian tentang bedah yang di anjurkan
 Tempat
 Bentuk operasi yang harus dilakukan.
 Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit,
keterbatasan setelah di bedah.
 Kegiatan rutin sebelum operasi.
 Kegiatan rutin sesudah operasi.
 Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
 Pengalaman bedah terdahulu
 Bentuk, sifat, roentgen
 Jangka waktu
 Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
o Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan
menghadapi bedah yang dianjurkan.
o Metode-metode penyesuaian yang lazim.
o Agama dan artinya bagi pasien.
o Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
o Keluarga dan sahabat dekat
o Perubahan pola tidur
o Peningkatan seringnya berkemih.
 Status Fisiologi
o Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau
yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah.
o Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
o Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
o Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan)
mual, anoreksia.
o Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki,
arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian
sendi, fusi spinal).
o Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
o Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak
nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah
operasi.
b. Data Obyektif
 Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik
tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
 Tingkat interaksi dengan orang lain.
 Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari
aktifitas yang sibuk (cemas).
 Tinggi dan berat badan.
 Gejala vital.
 Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
 Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
 Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
 Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada,
kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis
dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
 Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi
perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
 Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau
bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
 Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
o Takut
o Cemas
o Resiko infeksi
o Resiko injury
o Kurang pengetahuan
c) Peran dan tugas perawat di kamar operasi
Peran perawat perioperatif tampak meluas, mulai dari praoperatif, intra
operatif, sampai ke perawatan pasien pascaanestesi. Peran perawat di kamar
operasi (di Indonesia dikenal dengan sebutan OK) berdasarkan fungsi dan
tugasnya terbagi tiga, yaitu perawat administratif, perawat pada pernbedahan,
dan perawat-pada anestesi.
Gambar 2-1. Faktor-fAtor yang memengaruhi peran perawat
perioperative
Pada praktiknya, peran perawat perioperatif dipengaruhi berbagai faktor,
yaitu sebagai berikut.
 Lama pengalaman
Lamanya pengalaman bertugas di kamar operasi, terutama pada kamar
pembedahan khusus, seperti sebagai perawat instrumen di kamar bedah
saraf, onkologi, ginekologi, dan lain-lain akan memberikan dampak yang
besar terhadap peran perawat dalam menentukan hasil akhir pembe.dahan.
 Kekuatan dan ketahanan fisik
Beberapa jenis pembedahan, seperti bedah saraf, toraks, kardiovaskular,
atau spina memerlukan waktu operasi vang panjang. Pada kondisi
tersebut, perawat insirurnen harus berdiri dalam waktu lama dan
dibutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Oleh karena itu, agar dapat
mengikuti jalannya pembedahan secara optimal, dibutuhkan kekuatan dan
ketahanan fisik yang baik.
 Keterampilan
Keterampilan terdiri atas keterampilan psikomotor, manual dan
interpersonal yang kuat, Agar dapat mengikuti setiap jenis pembedahan
yang berbeda beda. Perawat instrument di harapkan mampu untuk
mengintegrasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan keinginan
dari operator bedah pada setiap tindakan yang dilakukan dokter bedah dan
asisten bedah. Hal ini akan memberikan tantangan tersendiri pada perawat
untuk mengembangkan keterampilan psikomotor,mereka agar bisa
mengikuti jalannya pernbedahan.
Keterampilan psikomotor dan manual dapat dioptimalkan dengan
mengikuti pelatihan perawat instrumen yang tersertifikasi serta diakui oleh
profesi.
 Sikap professional
Pada kondisi pembedahan dengan tingkat kerumitan yang tinggi, timbul
kemungkinan perawat melakukar kesalahan saat menjalankan perannya.
Olch karena itu, perawat harus bersikap profesional dan mau tnenerima
teguran. Pada konsep tim yang digunakan dalam proses pembedalian,
setiap peran cliharapkan dapat berjalan secara optimal. Kesalahan yang
dilakukan oleh salah• satu peran akan berdampak pada keseluruhan proses
dan hasil pembedahan.
 Pengetahuan yaitu pengetahuan tentang prosedur tetap yang digunakan
institusi. Perawat metiyesuaikan peran yang akan dijalankan dengan
kebijakan di mana perawat tersebut bckerja. Pengetahuan yang optimal
tentang prosedur tetap yang berlaku akan memberikan arah pada'peran
yang akan dilaksanakan.
d) Pembagian zona di area kamar operasi
Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area.
1. Area bebas terbatas (unrestricted area) Pada area ini petugas dan pasien
tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.
2. Area semi ketat (semi restricted area) Pada area ini petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi, masker,
baju dan celana operasi.
3. Area ketat/terbatas (restricted area). Pada area ini petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan
prosedur aseptic.
e) Prinsip steril di kamar operasi
Prinsip Aseptic Bedah harus selalu ditegakkan agar tercipta kondisi Kamar
Operasi yang benar-benar steril guna menekan angka infeksi luka operasi.
Seperti diketahui sumber kontaminasi luka operasi di kamar bedah yaitu
Petugas 35%, Pasien 50%, Instrumen 10%, Udara 14%, Lantai 1%.
Prinsip Asepsis Bedah:
1. Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan benda steril,
Benda steril kontak dengan benda tidak steril menyebabkan tidak steril
biarpun hanya 1 titik, Jika ada keraguan tentang sterilitas dapat dianggap
tidak steril,Personal scrub yang keluar dari kamar operasi maka status
sterilnya hilang, Bagian tubuh yang dianggap steril adalah bagian depan
pinggang sampai daerah bahu lengan bawah dan sarung tangan,Perawat
yang tidak scrub harus menjaga jarak aman dari area operasi. Apapun
benda steril hanya dapat digunakan untuk satu pasien. Perawat scrub bila
bersimpangan dengan tim lain yang juga steril, maka dengan cara
melintas punggung ketemu punggung atau bagian depan ketemu depan.
2. Pengaturan Petugas Kamar Bedah:
Petugas wajib ganti baju dengan baju khusus kamar operasi, lengkap
dengan topi dan masker. Petugas kamar operasi tidak boleh keluar dari
lingkungan kamar operasi sewaktu memakai baju khusus kamar operasi
meskipun memakai Scort. Petugas yang sedang sakit/flu sebaiknya tidak
ikut operasi. Masker sebaiknya diganti setiap kali ganti pasien.
3. Pengaturan Ruang Kamar Operasi:
Suhu antara 19° C- 22°C. Kelembaban antara 50% - 60%. Pencahayaan
300 – 500 lux, pada meja operasi 10.000 – 20.000 lux . Dibersihka setiap
hari, baik ada operasi atau tidak. Dilakukan bongkar besar setiap
seminggu sekali. Pintu keluar dan pintu masuk harus berbeda
f) Alat pelindung diri di kamar operasi
Jenis jenis APD yang dapat digunakan di Rumah Sakit, antara lain:
1. Sarung Tangan
Sarung tangan dapat melindungi tangan dari bahan infeksius dan
melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan perawat. Sarung
tangan merupakan APD terprnting dalam mencegah terjadinya penyebaran
infeksi. Penggunaan sarung tangan haruslah diganti dengan setiap kontak
pada satu pasien ke pasien lainnya dalam mencegah terjadinya infeksi
silang.
2. Masker
Masker merupakan APD yang digunakan untuk menahan cipratan yang
keluar sewaktu perawat berbicara, mengurangi masuknya air borne yang
masuk ke saluran pernapasan perawat, ketika batuk dan bersin, dan juga
menahan cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke
saluran pernapasan. Pada penggunaanya, masker digunakan untuk
menutupi hidung sampai dengan dagu.
3. Respirator
Respirator merupakan masker jenis khusus yang digunakan untuk
menyaring udara ( seperti pada pasien TB paru).
4. Pelindung Mata (Googles)
Googles merupakan pelindung berupa pengaman mata terbuat dari plastik
jernih. Googles digunakan untuk melindungi mata agar terhindar dari
cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang biasanya digunakan pada
tindakan pembedahan.
5. Cap
Cap digunakan untuk menutupi rambut dan kepala agar guguran kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka operasai sewaktu pembedahan. Cap
harus menutupi seluruh rambut yang dapat member sedikit perlindungan
kepada pasien.
6. Gaun
Gaun digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat pada abdomen dan lengan petugas kesehatan sewaktu
pembedahan. Gaun terbuat dari bahan tahan cairan berperan dalam
menhan darah dan cairan lainnya berkontaminasi dengan tubuh petugas
kesehatan.
7. Aphron
Aphron terbuat dari bahan karet atau plastic sebgai pelindung tahan air di
bagian depan tubuh perawat. Aphron digunakan ketika perawa melakukan
tindakan dimana pasiennya dapat mengeluarkan cairan tubuh dan
darahnya sehingga mengenai perawat. Penggunaan aphron dapat membuat
cairan yang terkontaminasi tidak mengenai baju perawat.
B. Patofisiologi Kasus Hisprung Disease
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter
anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan
mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami
dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat di bagian distal rektum.
Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschprung adalah tidak adanya gelombang propulsive
dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan
aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.
1. Hipoaganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area
tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana
jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang
5 kali dari jumlah normal. Pada kolon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang
50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang kolon namun
ada pula yang mengenai seluruh kolon
2. Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma
yang dapat menghasilkan dehidrogenase, sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel
Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi
oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu
pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang
memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah
hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.
3. Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapa dapat berasal dari vaskular atau
nonvaskular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi
(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti tuberculosis. Kerusakan
iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada
segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.
C. Konsep Dasar Askep Perioperatif Kasus Hisprung Disease
Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal
pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :

1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya
klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan
dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah
diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
g. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
Pre Operasi
1) Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2) Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus.
3) Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
Post Operasi
1) Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)
2) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3) Kaji adanya komplikasi
4) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan.
7) Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan
yang berkelanjutan.

 Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Post operasi
1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
 Intervensi
Pre operasi

No Dx Tujuan Intervensi

1. Konstipasi BAB lancar, dengan Bowel management


berhubungan 1. Catat BAB terakhir
Kriteria Hasil :
dengan mekanik : 2. Monitor tanda konstipasi
megakollon  Feses lunak 3. Anjurkan keluarga untuk
 Anak tidak kesakitan mencatat warna, jumlah,
saat BAB. frekuensi BAB.
 Tindakan operasi 4. Berikan supositoria jika perlu.
colostomi Bowel irrigation
1. Jelaskan tujuan dari irigasi
rektum.
2. Check order terapi.
3. Jelaskan prosedur pada orangtua
pasien.
4. Berikan posisi yang sesuai.
5. Cek suhu cairan sesuai suhu
tubuh.
6. Berikan jelly sebelum rektal
dimasukkan.
7. - Monitor effect dari irigasi.

2. Cemas Cemas keluarga pasien 1. Jelaskan semua prosedur yang


berhubungan tertangani dengan akan dilakukan.
dengan perubahan 2. Kaji pemahaman orangtua
Kriteria Hasil:
dalam status terhadap kondisi anak, tindakan
kesehatan anak - Ibu terlihat lebih tenang yang akan dilakukan pada anak.
- Ibu dapat bertoleransi 3. Anjurkan orang tua untuk berada
dengan keadaan anak. dekat dengan anak.
4. Bantu pasien mengungkapkan
ketegangan dan kecemasan.

3. Defisit Orang tua tahu mengenai 1. Kaji pengetahuan pasien tentang


pengetahuan perawatan anak dengan penyakit.
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Jelaskan tentang penyakit,
dengan tidak prosedur tindakan dan cara
1. Mampu menjelaskan
mengenal dengan perawatan bersama dengan
penyakit,
sumber informasi dokter.
prosedur operasi
3. Informasikan jadwal rencana
2. Mampu menyebutkan
operasi: waktu, tanggal, dan
tindakan keperawatan
tempat operasi, lama operasi.
yang harus dilakukan.
4. Jelaskan kegiatan praoperasi :
3. Mampu menyebutkan
anestesi, diet, pemeriksaan lab,
cara perawatan.
pemasangan infus, tempat
tunggu keluarga.
5. Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum operasi:
tujuan, efek samping.
6. Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan penyakit
yang sama.
7. Jelaskan cara perawatan post
operatif.

4. Ketidakseimbang Status nutrisi baik, dengan 1. Kaji nafsu makan,


an nutrisi kurang Kriteria Hasil: lakukanpemeriksaan
dari kebutuhan abdomen,adanya distensi,
1. Diet seimbang, intake
tubuh hipoperistaltik.
adekuat.
berhubungan 2. Ukur intake dan output, berikan
2. BB normal.
dengan penurunan per oral / cairan intravenasesuai
absorbsi usus. 3. Nilai lab darah normal: program (hidrasi adalah masalah
HB, Albumin, GDR. yang paling penting selama masa
anak-anak).
3. Sajikan makanan favorit anak,
dan berikan sedikit tapi sering.
4. Atur anak pada posisi yang
nyaman (fowler)
5. Timbang BB tiap hari pada
skala yang sama.

5. Kekurangan Klien tidak mengalami 1. Timbang berat badan tiap hari


volume cairan b.d kekurangan cairan dengan 2. Kelola catatan intake dan
kehilangan output
Kriteria:
volume caian 3. Monitor status
secara aktif 1. Menunjukkan urine hidrasi (membran mukosa, nadi
output normal adekuat, ortostatik TD)
2. Menunjukkan TD, 4. Monitor hasil laboratorium yang
nadi dan suhu dbn menunjukkan retensi cairan
3. Turgor kulit,
5. Monitor
kelembaban mukosa
keadaan hemodinamik
dbn.
6. Monitor vital sign
4. Mampu menjelaskan
7. Monitor tanda-tanda kelebihan
yang dapat dilakukan
atau kekurangan volume cairan
untuk mengatasi
8. Administrasi terapi Intra vena
kehilangan cairan
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan cairan dan intake oral.
11. Monitor intake dan output
12. Monitor serum, dan elektrolit
13. Monitor hasil laboratorium
14. Hitung kebutuhan cairan
15. Observasi indikasi dehidrasi
16. Kelola pemberian intake oral
17. Monitor tanda dan gejala over
hidration

Post Operasi

No Dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervesi

1. Nyeri akut Level nyeri berkurang Management nyeri


berhubungan dengan kriteria : 1. Kaji nyeri meliputi
dengan agen karakteristik, lokasi, durasi,
1. Anak tidak rewel
injuri fisik frekuensi, kualitas, dan faktor
2. Ekspresi wajah dan
presipitasi.
sikap tubuh rileks
2. Observasi ketidaknyamanan
3. Tanda vital dbn
non verbal
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar anak
merasa nyaman dan tenang.
5. Tingkatkan istirahat

2. Resiko infeksi Resiko infeksi Infektion control


berhubungan terkontrol dengan kriteria 1. Terapkan kewaspadaan universal
dengan prosedur : cuci tangan sebelum dan sesudah
invasif melakukan tindakan
- bebas dari tanda-
keperawatan.
tanda infeksi
2. Gunakan sarung tangan setiap
- tanda vital dalam batas melakukan tindakan.
normal 3. Berikan personal hygiene yang
baik.
- hasil lab dbn
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang lain.
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
Ostomy care
1. Bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
2. Monitor insisi stoma.
3. Pantau dan dampinggi keluarga
saat merawat kolostomi
4. Irigasi stoma sesuai indikasi.
5. Monitor produk stoma
6. Ganti kantong kolostomi setiap
kotor.
Medikasi terapi
1. Beri antibiotik sesuai program
2. Tingkatkan nutrisi
3. Monitor keefektifan terapi.

.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily & Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong.
Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai