Oleh :
Suci Fajreha 20100707360803023
Dwi Prasetia 20100707360803024
Preseptor :
dr. Renod Sari Chaniago Sp.S M.Biomed
Definisi
Trauma pada kepala yang menyebabkan
kerusakan struktural atau fungsional otak.
Indikasi trauma kepala adalah riwayat luka
pada kepala, terlihat adanya laserasi,
hematoma, abnormal hasil radiologi, tidak
sadar, amnesia, defisit neurologis, atau
kejang
Anatomi
◦ Cranial Vault
◦ Cranial Base
Dasar dari cranial
cavity dibagi ke dalam
3 bagian :
- Anterior fossa →
frontal lobe
- Middle fossa →
temporal lobe
- Posterior fossa →
brain stem and
cerebellum
3. Meningen
Selaput yang membungkus otak dan sumsum
5. Cairan cerebrospinal
Fisiologi
Tekanan intracranial (TIK)
Berbagai proses patologis yang mengenai
otak dapat mengakibatkan perubahan
tekanan intrakranial yang selanjutnya akan
mengganggu fungsi otak yang akhirnya
berdampak buruk terhadap penderita.
Tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menimbulkan gangguan fungsi otak dan
mempengaruhi kesembuhan penderita
TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10
mmHg (136mmH2O). TIK lebih tinggi dari 20
mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih
dari 40mmHg termasuk ke dalam kenaikan
TIK berat.
Doktrin Monro-Kellie
Konsep utama doktrin Monro-Kellie adalah
bahwa volume intrakranial selalu konstan,
karena rongga kranium pada dasarnya
merupakan rongga yang tidak mungkin
terekspansi. TIK yang normal tidak berarti
tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK
umumnya tetap dalam batas normal sampai
kondisi penderita mencapai titik dekompensasi
dan memasuki fase ekspansional kurva
tekanan-volume
Kompensasi intracranial terhadap massa yang ekspansi
Tekanan Perfusi Otak (TPO)
Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama
penting dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai
berikut:
TPO = MAP – TIK
Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah
yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah
sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang
tinggi.
TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan
prognosis yang buruk pada penderita cedera kepala.
Aliran Darah ke Otak (ADO)
Aliran darah ke otak normal kira-kira 50
ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO
menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit,
aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5
ml/100 gr/menit, sel-sel otak mengalami
kematian dan terjadi kerusakan menetap.
Epidemiologi
membentur
Contracoupcontusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap
I. ANAMNESIS
I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)
II. Keluhan utama, dapat berupa :
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
III.Anamnesis tambahan :
- Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)
- Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena,
dan tingkat keparahan yang mungkin terjadi)
Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi menjadi :
a. Cedera tumpul : - kecepatan tinggi (tabrakan)
- kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul)
b. Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi
selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.
Komplikasi / Penyulit
1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)
2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi
Lucid interval)
3. Ada sesak nafas, batuk-batuk
4. Muntah atau tidak
5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut
6. Adanya kejang atau tidak
7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma
penyerta)
8. Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya
9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
II.PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
• Airway, Breathing, Circulation, Disability, Eksposure
Secondary Survey
Dilakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe
examination), termasuk reevaluasi tanda vital.
Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil, dilakukan
pemeriksaan neuralogis lengkap :
◦ Tingkat kesadaran dengan GCS
◦ Pupil : dinilai isokor/anisokor, diameter pupil, reaksi
cahaya
◦ Motorik: dicari apakah ada parese atau tidak
Interpretasi pemeriksaan pupil pada penderita cedera kepala.
Kontusio serebri
Computed tomography (CT) tanpa kontras bermanfaat pada
periode awal pasca trauma.
Kontusio tampak sebagai area dengan atenuasi rendah atau
yang bersifat fokal atau multifokal. Area tersebut bercampur
dengan area-area kecil berdensitas tinggi yang menggambarkan
suatu perdarahan.
Luas cedera yang sebenarnya menjadi lebih jelas seiring dengan
waktu akibat berlangsungnya proses nekrosis dan edema sel.
Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan modalitas yang
terbaik untuk memperlihatkan distribusi edema dan kontusio.
Perdarahan ekstradural/epidural
Pada CT scan terlihat area hiperdens elips bikonveks dengan
batas yang tegas. Densitas yang beragam menandakan
perdarahan aktif.
Perdarahan tidak melewati garis sutura.
Dapat memisahkan sinus venosa atau falks dari tengkorak;
hanya perdarahan tipe ini yang dapat melakukan hal tersebut.
Efek massa tergantung pada ukuran perdarahan dan edema
yang menyertainya.
Perdarahan vena lebih bervariasi dalam bentuk.
Garis fraktur yang berhubungan mungkin dapat terlihat
Fraktur tengkorak
Foto polos tengkorak merupakan pemeriksaan awal dan beberapa dilanjutkan ke
pemeriksaan CT.
Fraktur linear akan tampak sebagai garis hitam berbatas tegas. Dapat
disalahartikan sebagai garis sutura atau alur vaskular. Alur vaskular biasanya
bercabang, memiliki batas sklerotik dan lokasinya tertentu.
Fraktur depresi seringkali sulit dilihat. Cari adanya peningkatan atau densitas
ganda yang berhubungan dengan tulang yang tumpang tindih, jika fraktur
terproyeksi secara tangensial.
Fraktur basis tengkorak tidak terlihat dengan baik pada foto polos. Cari adanya
fluid level di dalam sinus sfenoid. Jika terdapat kecurigaan, pasien harus
diperiksa dengan CT.
CT akan memperlihatkan fraktur tengkorak jika menggunakan bone window dan
CT juga berguna untuk menggambarkan komplikasi sekunder.
Perdarahan subaraknoid
CT tanpa kontras sensitif pada 4-5 jam pertama.
Cari tanda perdarahan akut (peningkatan densitas)
di sulkus kortikal, sisterna basalis, fissura Sylvi,
sisterna serebellar superior dan di dalam ventrikel.
MRI relatif tidak sensitif dalam 48 jam pertama,
namun berguna setelahnya dan pada perdarahan
rekuren untuk melihat deposit hemosiderin yang
kecil.
Perdarahan subdural
CT memperlihatkan koleksi cairan berbentuk bulan sabit
antara otak dengan permukaan dalam tengkorak. Batas dalam
konkaf dengan pergeseran substansia otak yang minimal.
Melewati garis sutura, namun tidak melewati lipatan dural.
Pada fase akut, koleksi cairan tampak berdensitas tinggi.
Pada fase subakut (2-4 minggu pasca cedera), koleksi
bersifat isodens dengan jaringan otak dan pada fase kronis
(>4 minggu pasca cedera), koleksi tampak berdensitas
rendah.
TATALAKSANA
• Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya
mempunyai tujuan: (1) Memantau sedini mungkin dan
mencegah cedera otak sekunder; (2) Memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat
membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
• Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara
cepat, tepat, dan aman. Pendekatan ‘tunggu dulu’
pada penderita cedera kepala sangat berbahaya,
karena diagnosis dan penanganan yang cepat
sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk
oleh akibat cedera otak sekunder. Penderita cedera
kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua
kali lebih banyak daripada tanpa hipotensi. Adanya
hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas
mencapai 75 persen. Oleh karena itu, tindakan awal
berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan
secepatnya.
• Faktor-faktor yang memperjelek prognosis: (1)
Terlambat penanganan awal/resusitasi; (2)
Pengangkutan/transport yang tidak adekuat; (3)
Dikirim ke RS yang tidak adekuat; (4) Terlambat
dilakukan tindakan bedah; (5) Disertai cedera
multipel yang lain.
Penanganan di Tempat Kejadian
Dua puluh persen penderita cedera kepala mati
karena kurang perawatan sebelum sampai di rumah
sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok,
hipoksemia, dan hiperkarbia. Dengan demikian,
prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan
circulation) dengan tidak melakukan manipulasi yang
berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang
lain, seperti leher, tulang punggung, dada, dan
pelvis.
Indikasi Rujuk Ke Rumah Sakit
Pasien dewasa dengan tanda dan gejala berikut harus dirujuk
ke Rumah Sakit yang tepat untuk pemeriksaan lebih lanjut dari
cedera otak yang mungkin:
GCS <15 pada pemeriksaan awal (jika ini dianggap terkait
dengan konsumsi alcohol, amati selama dua jam dan rujuk jika
skor GCS tetap <15 setelah periode ini)
Kejang post-traumatik (umum atau fokal)
Tanda neurologis fokal
Tanda-tanda fraktur pada tulang tengkorak (termasuk
keluarnya cairan serebrospinal dari hidung atau telinga,
haemotympanum, boggy hematoma, memar periorbital atau
post auricular)
Hilang kesadaran
Nyeri kepala hebat dan persisten
Muntah berulang kali (dua atau tiga kali)
Amnesia pasca-trauma >5 menit
Amnesia retrograde >30 menit
Mekanisme cedera risiko tinggi (kecelakaan lalu lintas jalan raya, jatuh yang
signifikan)
Koagulopati, apakah diinduksi obat atau lainnya
Komorbiditas medis yang signifikan (misalnya riwayat stroke sebelumnya atau
bertanggung jawab
Pasien dewasa yang mengalami cedera kepala ringan dan mengkonsumsi obat-
gejala baru (sakit kepala yang tidak berkurang dengan yang analgesia sederhana,
muntah, kejang, mengantuk, kelemahan ekstremitas) harus dirujuk ke rumah sakit.
Tatalaksana trauma kepala berdasarkan jenis
cedera
Alur tatalaksana trauma kepala
ringan
Alur tatalaksana trauma kepala sedang
Alur Tatalaksana Trauma Kepala Berat
KOMPLIKASI
Higroma subdural
Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan serebrospinal
yang terbungkus oleh kapsul di bawah duramater. Biasanya
disebabkan oleh pecahnya arakhnoid sehingga cairan serebrospinal
mengalir dan berkumpul membentuk kolam. Terapinya mirip dengan
penanganan hematom subdural (kronis).
Pneumatokel traumatika
Berdasarkan lokasinya dibedakan atas pneumatokel ekstrakranial
dan pneumatokel intrakranial. Pneumatokel ekstrakranial adalah
pengumpulan udara di bawah periosteum akibat adanya fraktur
tulang tengkorak. Jaringan sekitarnya kadang membentuk granulasi.
Biasanya pneumatokel ini akan teresorpsi secara spontan. Udara
pada pneumatokel intrakranial berada di rongga subdural atau
subarakhnoid.
Meningokel traumatika spuriosa
Istilah yang tampaknya lebih tepat adalah higroma epikranial.
Keadaan ini ditimbulkan oleh fraktur tengkorak dan robeknya
duramater sehingga cairan serebrospinal bebas mengalir ke luar
serta berkumpul di jaringan lemak ekstrakranial
Prolaps serebri
Prolaps serebri terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak yang
terbuka sehingga korteks serebri keluar dari tengkorak. Adanya
tekanan intrakranial yang meninggi akan mendorong jaringan otak
lebih ke luar.
Ostitis-osteomielitis
Meningitis-ensefalitis
Abses subdural-abses otak
Epilepsi pasca trauma
PROGNOSIS
Luaran cedera kranioserebral secara sederhana dibagi dua,
yaitu hidup dan meninggal. Untuk prediksi luaran hidup dan
meninggal ini, bisa dipakai beberapa sistem penskoran, antara
lain (yang dikembangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo)
adalah penskoran MNM (Mata, Napas, Motorik). Penskoran yang
lebih komprehensif dalam menilai kematian dan kondisi hidup
dengan tingkatan kecacatan adalah Glasgow Outcome Score.
Glasgow Outcome Scale sering digunakan untuk menilai hasil
terapi pada kasus cedera kepala berat. Kategori-kategori hasil
akhir termasuk kematian, status vegetatif persisten, disabilitas
berat (memerlukan bantuan untuk menjalani aktifitas hidup
sehari-hari), disabilitas sedang (tidak memerlukan bantuan
dalam aktivitas hidup sehari-hari), dan sembuh (dapat
menjalani pekerjaan sebelumnya
Prognosis pasien berdasarkan GCS
Rotterdam score untuk probabilitas mortalitas pada pasien dengan Traumatic Brain Injury
KESIMPULAN