Anda di halaman 1dari 72

CEDERA KEPALA

Oleh :
Suci Fajreha 20100707360803023
Dwi Prasetia 20100707360803024
 
 
Preseptor :
dr. Renod Sari Chaniago Sp.S M.Biomed
 
Definisi
 Trauma pada kepala yang menyebabkan
kerusakan struktural atau fungsional otak.
Indikasi trauma kepala adalah riwayat luka
pada kepala, terlihat adanya laserasi,
hematoma, abnormal hasil radiologi, tidak
sadar, amnesia, defisit neurologis, atau
kejang
Anatomi

1. Kulit kepala (scalp)


Scalp
S: Skin (epidermis,
dermis)
C: Loose connective
tissue
A:Epicranialaponeuros
is(galea aponeurotica)
L: Loose areolar tissue
P: Pericranium
(periosteum)
2. Tulang tengkorak
 Composed of:

◦ Cranial Vault
◦ Cranial Base
 Dasar dari cranial
cavity dibagi ke dalam
3 bagian :
- Anterior fossa →
frontal lobe
- Middle fossa →
temporal lobe
- Posterior fossa →
brain stem and
cerebellum
3. Meningen
 Selaput yang membungkus otak dan sumsum

tulang belakang, melindungi struktur saraf halus


yang membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi (cairan serebrospinal), memperkecil
benturan atau getaran.
Terdiri dari tiga lapisan yaitu:
 Duramater

Lapisan dura mater terdapat di bawah tulang


tengkorak dan diantaranya terdapat ruangan
yang disebut Epidural/Extraduralspace
 Arachnoidmater
Lapisan arachnoidea terdapat di bawah dura
mater dan mengelilingi otak serta berhubungan
dengan sumsum tulang belakang.
 Piamater

Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak


dan mengikuti gyrusdari otak. Ruangan
diantaraarachnoidea dan piamater disebut
subarachnoidea. Cairan cerebrospinalis dari
otak ke sumsum tulang belakang berjalan pada
ruangan ini.
Lapisan Selaput Otak
4. Otak
Otak adalah pusat pengendali tubuh. Otak
terletak dalam rongga tengkorak yang terdiri
dari 3 bagian, yaitu :
◦ Otak besar (cerebrum)
Bagian terluas dan terbesar dari otak.
Bertanggung jawab atas berkembangnya
inteligensi pada manusia. Otak besar dibelah
dua dari depan ke belakang. Belahan kanan
otak mengendalikan otot dari sisi kiri tubuh
dan belahan kiri otak mengendalikan otot
dari sisi kanan tubuh.
◦ Batang Otak (truncuscerebri).
Struktur yang menghubungkan cerebrum dengan
medullaspinalis, terdiri dari medullaoblongata, pons, dan
otak tengah. Medula oblongata adalah pusat pengendali
beberapa fungsi kehidupan seperti bernafas, tekanan
darah, denyut jantung, dan menelan.
◦ Otak kecil (cerebellum)
Bagian otak yang mengkoordinasikan otot yang
digerakkan, seperti berlari dan berjalan. Terdapat di
bawah dan di belakang cerebrumdan mengkoordinasikan
arus rangsangan saraf dari tubuh dan cerebrum

5. Cairan cerebrospinal
Fisiologi
 Tekanan intracranial (TIK)
Berbagai proses patologis yang mengenai
otak dapat mengakibatkan perubahan
tekanan intrakranial yang selanjutnya akan
mengganggu fungsi otak yang akhirnya
berdampak buruk terhadap penderita.
Tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menimbulkan gangguan fungsi otak dan
mempengaruhi kesembuhan penderita
TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10
mmHg (136mmH2O). TIK lebih tinggi dari 20
mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih
dari 40mmHg termasuk ke dalam kenaikan
TIK berat.
 Doktrin Monro-Kellie
Konsep utama doktrin Monro-Kellie adalah
bahwa volume intrakranial selalu konstan,
karena rongga kranium pada dasarnya
merupakan rongga yang tidak mungkin
terekspansi. TIK yang normal tidak berarti
tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK
umumnya tetap dalam batas normal sampai
kondisi penderita mencapai titik dekompensasi
dan memasuki fase ekspansional kurva
tekanan-volume
Kompensasi intracranial terhadap massa yang ekspansi
 Tekanan Perfusi Otak (TPO)
 Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama
penting dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai
berikut:
 TPO = MAP – TIK
Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah
yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah
sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang
tinggi.
 TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan
prognosis yang buruk pada penderita cedera kepala.
 Aliran Darah ke Otak (ADO)
Aliran darah ke otak normal kira-kira 50
ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO
menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit,
aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5
ml/100 gr/menit, sel-sel otak mengalami
kematian dan terjadi kerusakan menetap.
Epidemiologi

 Di Amerika Serikat, cedera kepala merupakan


penyebab kematian terbesar. Terdapat 100.000
sampai dengan 150.000 anak berusia kurang dari 15
tahun dirawat di rumah sakit setiap tahunnya karena
cedera kepala.
 Kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10%


meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai
di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala
sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala
berat (CKB)
 Insiden cedera kepala terutama terjadi pada
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-
28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya
disebabkan tindak kekerasan, kegiatan
olahraga dan rekreasi
Klasifikasi
 Cedera kepala di klasifikasikan secara praktis dikenal tiga deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan :
1. Mekanisme
 Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan

mobil-motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.


2. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan.
Adanya penetrasi selaput dura menentukan cedera apakah cedera
tembus atau tumpul.Beratnya cedera
 GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera

penderita kepala. Penderita dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke


dalam cedera kepala ringan, GCS 9-13 termasuk cedera kepala
sedang, dan GCS 3-8 termasuk cedera kepala berat.
3. Morfologi
Cedera Kepala Primer
Cedera kepala primer dibagi dalam lima kategori :
1. Kerusakan kulit kepala
Kerusakan kulit kepala dapat dimulai dari
kontusi jaringan yang kecil sampai dengan
avulsi total dari lapisan kulit kepala.
2.Fraktur tulang kepala
merupakan hasil dari trauma tumpul atau
penetrasi. Fraktur tulang kepala dapat
dikategorikan menjadi fraktur linier dan
fraktur depressed.
a. Fraktur linier pada kubah kranium
Fraktur linier terjadi secara sekunder terhadap kekuatan yang besar pada
permukaan yang lebar,merupakan cedera benturan yang disebabkan oleh
perubahan bentuk kepala dari sisi benturan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah kejadian, sisi, arah dan tingkat fraktur.
b. Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii terjadi pada 19-21% dari semua fraktur tulang kepala dan
4% dari seluruh cedera kepala. Fraktur basis kranii sering merupakan ekstensi
dari fraktur kubah kranium, dapat juga timbul dari aliran beban pada benturan
langsung pada basis kranii.
c. Fraktur depressed
fraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir
pada satu tempat di kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar,
atau terkonsentrasi pada daerah sempit, tulang terdesak ke bawah,
sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan tersebut
tergantung dari besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.
3. Luka penetrasi dan perforasi
 Luka penetrasi

Peluru dapat menyebabkan kerusakan parenkim otak melalui


3 mekanisme, yaitu laserasi dan penghancuran, kavitasi, dan
gelombang kejut. Semua kerusakan tegantung dari
kecepatan peluru.
 Luka perforasi
Luka tusuk di kepala secara karakteristik disebabkan oleh senjata
dengan daerah benturan yang kecil dan kecepatan yang rendah,
paling sering oleh karena pisau. Secara klasik menghasilkan
lubang fraktur yang kecil dan hematom sepanjang luka
4. Lesiotak fokal
 Epidural hematom
Epidural hematom adalah cedera benturan yang dihasilkan dari trauma
tumpul pada tulang kepala dan meningen. Permulaan benturan dengan
kelainan bentuk atau cedera kepala dengan fraktur kranium menghasilkan
pemisahan duramater secara langsung dibawah sisi dari benturan atau
cedera pembuluh darah (paling sering arteri meningeal media).
 Subdural hematom
Subdural hematom akut terjadi dalam hubungannya dengan akselerasi
dan deselerasi yang tinggi dari kepala pada tempat dan waktu yang
bersamaan dengan trauma. Karena berkurangnya kekuatan mekanisme
viscoelastic bridging vein dengan trabekula araknoid dalam rongga
subdural sehingga mudah robek dan dengan tingginya kecepatan
pergerakan otak selama peningkatan energi. Mekanisme tersebut
menghasilkan subdural hematom, dengan lokasi yang paling sering
adalah konveksitas serebral di daerah frontal dan temporal
 Kontusio dan laserasi
Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi, hampir selalu berkaitan
dengan perdarahan subdural akut. Kontusio serebri sangat sering terjadi
pada lobus frontal dan lobus temporal walaupun dapat terjadi juga pada
setiap bagian otak termasuk batang otak otak dan serebelum. Batas
antara kontusio dan perdarahan intraserebral trauma memang tidak
jelas. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari dapat
mengalami evolusi membentuk perdarahan intraserebral. Jika araknoid
robek, maka disebut laserasi serebral.
 Intraserebral hematom
Pada pasien dengan trauma tumpul kepala, ICH merupakan hasil dari
muatan benturan pada kepala yang menyebabkan pengguntingan
dan peregangan pada jaringan otak, mengakibatkan langsung
pecahnya pembuuluh darah kecil dalam parenkim pada saat
benturan. ICH paling sering terjadi pada white matter pada daerah
frontal dan temporal (80-90% kasus).
 Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid karena trauma biasanya hasil dari
bermacam-macam kekuatan yang menyebabkan tekanan
cukup untuk kerusakan vaskuler superfisial yang berjalan di
dalam subaraknoid. Dapat juga timbul jika aliran darah
mengikuti jalan sempit dari LCS.

 Mekanisme patogenik termasuk perdarahan intraventrikuler


karena pecahnya vena-vena subependim disebabkan oleh
peruubahan bentuk oleh sebab tekanan negatif setelah
dinding ventrikel tiba-tiba dilatasi pada waktu benturan.
Luka yang terpotong dihasilkan pada laserasi dinding
ventrikel dan pecahnya pembuluh darah diikuti cedera pada
batang otak dengan ekstensi perdarahan ke dalam ventrikel.
 Cedera batang otak
Pasien-pasien dengan cedera batang otak meninggal sangat
cepat setelah cedera kepala, seringnya bermanifestasi
perdarahan petekie yang multipel melalui aspek rostral dari
batang otak.
5. Cedera otak difus (Diffuse Brain Injury)
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak
akibat cedera akselerasi dan deselerasi, serta merupakan
bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala.
 Konkusi (Concussion)
 Diffuse Axonal Injury
Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom
seperti hipotensi, hiperhidrosis, dan hiperpireksia, diduga
akibat cedera batang otak primer. Membedakan aksonal
difus dan cedera otak karena hipoksia secara klinis tidak
mudah dan memang kedua keadaan tersebut sering terjadi
bersamaan.
• Cedera Kepala Sekunder
 Kelainan sistemik : Hipoksia, Hipotensi, Kelainan
sistemik lain (hiperkalemia)
 Brain swelling
Pembengkakan otak disebabkan secara primer oleh
edema dan kemungkinan hiperemi otak. Edema
serebri adalah bentuk dari pembengkakan otak
dimana kandungan air di dalam otak meningkat.
Hiperemi otak merupakan pelebaran dasar
serebrovaskular.
- Pergeseran otak dan herniasi
 Pergeseran garis tengah : Pada pembesaran lesi
massa secara predominan pada sisi unilateral akan
menyebabkan struktur garis tengah bergeser ke sisi
yang berlawanan.
 Herniasi tentorium : Terdiri dari herniasi uncal,
tektal dan sentral.
 Herniasi tonsilar
Jika penekanan supratentorial berlanjut, atau terjadi
perluasan massa dibawah tentorium akan diikuti
dengan herniasi tonsilar. Prolaps tonsil serebrum
dapat mengakibatkan apne dan kematian tiba-tiba.
 Proses Primer
Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa,
dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan
suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-
deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh
adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi
lesi yang disebut contrecoup.
 Pada benturan didaerah frontal, otak bergerak dari anterior ke
posterior, sedangkan benturan pada daerah ocipital menyebabkan
otak bergerak sepanjang sumbu axis, sedangkan lateral impact
menyebabkan otak bergerak dari satu sisi ke sisi lain.
Menurut Gurjian, ciri khas biomekanik dari coupcontracoup dan
contusion adalah sebagai berikut:
 Coupcontusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang

membentur
 Contracoupcontusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap

permukaan tulang yang tidak rata


 Bila kepala relatif diam, benturan langsung menyebabkan coup lesi

tanpa contracoup efek


 Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi
 contracoup tanpa lesi coup.
Cedera Kepala Primer
Coupand Contrecoup
Coupand Contrecoup
 Proses Sekunder
Merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer dan timbul karena kerusakan primer
membuka jalan untuk kerusakan berantai
karena berubahnya stru\ktur anatomi maupun
fungsional dari otak misalnya meluasnya
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron
berlanjut, iskemia fokal/global otak, kejang,
hipertermi. Insult sekunder pada otak berakhir
dengan kerusakan otak iskemik yang dapat
melalui beberapa proses:
 Kerusakan otak berlanjut (progressiveinjury)
Terjadi kerusakan berlanjut yang progresif terlihat pada
daerah otak yang rusak dan sekitarnya serta terdiri dari
3 proses:
1.Proses kerusakan biokimia yang menghancurkan sel-
sel Dan sistokeletonnya. Kerusakan ini dapat berakibat:
 Edema sintotoksik karena kerusakan pompa natrium

terutamapadadendrit dan sel glia.


 Kerusakan membran dan sitoskeleton karena

kerusakan pada pompa kalsium mengenai semua jenis


sel
 Inhibisi dari sintesis protein intraseluler
2. Kerusakan pada mikrosirkulasi seperti
vasoparisis, disfungsi membran kapiler disusul
dengan edema vasogenik. Pada mikrosirkulasi
regional ini tampak pula sludging dari sel-sel
darah merah dan trombosit. Pada keadaan ini
sawar darah otak menjadi rusak.
3. Perluasan dari daerah hematoma dan
perdarahan petekial otak yang kemudian
membengkak akibat proses kompresi lokal dari
hematoma dan multipetekial. Ini menyebabkan
kompresi dan bendungan pada pembuluh di
sekitarnya yang pada akhirnya menyebabkan
peninggian tekanan intracranial.
• Insult otak sekunder berlanjut (delayedsecondarybraininjury)
 Penyebab dari proses ini bisa intra kranial atau
sistemik:
 Intrakranial

Karena peninggian tekanan intrakranial (TIK) yang


meningkat secara berangsur-angsur dimana suatu
saat mencapai titik toleransi maksimal dari otak
sehingga perfusi otak tidak cukup lagi untuk
mempertahankan integritas neuron disusul oleh
hipoksia atau hipoksemia otak dengan kematian
akibat herniasi, kenaikan TIK ini dapat juga akibat
hematom berlanjut misalnya pada hematoma epidural.
 Sistemik
Perubahan sistemik akan sangat
mempengaruhi TIK. Hipotensi dapat
menyebabkan penurunan tekanan perfusi
otak berlanjut dengan iskemia global.
Penyebab gangguan sistemik ini disebut
sebagaininedeadly Hs yaitu hipotensi,
hipokapnia, hiperglikemia, hiperkapnia,
hiperpireksia, hipoksemia, hipoglikemia,
hiponatremia dan hipoproteinemia.
Munculnya Gejala dan Tanda
DIAGNOSIS

I. ANAMNESIS
I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)
II. Keluhan utama, dapat berupa :
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
III.Anamnesis tambahan :
- Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)
- Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena,
dan tingkat keparahan yang mungkin terjadi)
Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi menjadi :
a. Cedera tumpul : - kecepatan tinggi (tabrakan)
- kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul)
b. Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi
selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.
Komplikasi / Penyulit
1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)
2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi
Lucid interval)
3. Ada sesak nafas, batuk-batuk
4. Muntah atau tidak
5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut
6. Adanya kejang atau tidak
7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma
penyerta)
8. Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya
9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
II.PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
• Airway, Breathing, Circulation, Disability, Eksposure
Secondary Survey
 Dilakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe
examination), termasuk reevaluasi tanda vital.
 Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil, dilakukan
pemeriksaan neuralogis lengkap :
◦ Tingkat kesadaran dengan GCS
◦ Pupil : dinilai isokor/anisokor, diameter pupil, reaksi
cahaya
◦ Motorik: dicari apakah ada parese atau tidak
Interpretasi pemeriksaan pupil pada penderita cedera kepala.

Ukuran pupil Reaksi cahaya Interpretasi


Dilatasi unilateral Lambat atau (-) Paresis N.III akibat kompresi
sekunder herniasi tentorial
Dilatasi bilateral Lambat atau (-) Perfusi otak tidak cukup
Paresis N.III bilateral
Dilatasi unilateral atau ekual Reaksi menyilang (Marcus- Cedera N.optikus
Gunn)
Konstriksi bilateral Sulit dilihat Obat/opiat
Ensefalopati metabolik
Lesi pons
Konstriksi unilateral Positif Cedera saraf simpatik
GAMBARAN RADIOLOGI PADA HEAD INJURY

Kontusio serebri
 Computed tomography (CT) tanpa kontras bermanfaat pada
periode awal pasca trauma.
 Kontusio tampak sebagai area dengan atenuasi rendah atau
yang bersifat fokal atau multifokal. Area tersebut bercampur
dengan area-area kecil berdensitas tinggi yang menggambarkan
suatu perdarahan.
 Luas cedera yang sebenarnya menjadi lebih jelas seiring dengan
waktu akibat berlangsungnya proses nekrosis dan edema sel.
 Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan modalitas yang
terbaik untuk memperlihatkan distribusi edema dan kontusio.
Perdarahan ekstradural/epidural
 Pada CT scan terlihat area hiperdens elips bikonveks dengan
batas yang tegas. Densitas yang beragam menandakan
perdarahan aktif.
 Perdarahan tidak melewati garis sutura.
 Dapat memisahkan sinus venosa atau falks dari tengkorak;
hanya perdarahan tipe ini yang dapat melakukan hal tersebut.
 Efek massa tergantung pada ukuran perdarahan dan edema
yang menyertainya.
 Perdarahan vena lebih bervariasi dalam bentuk.
 Garis fraktur yang berhubungan mungkin dapat terlihat
Fraktur tengkorak
 Foto polos tengkorak merupakan pemeriksaan awal dan beberapa dilanjutkan ke
pemeriksaan CT.
 Fraktur linear akan tampak sebagai garis hitam berbatas tegas. Dapat
disalahartikan sebagai garis sutura atau alur vaskular. Alur vaskular biasanya
bercabang, memiliki batas sklerotik dan lokasinya tertentu.
 Fraktur depresi seringkali sulit dilihat. Cari adanya peningkatan atau densitas
ganda yang berhubungan dengan tulang yang tumpang tindih, jika fraktur
terproyeksi secara tangensial.
 Fraktur basis tengkorak tidak terlihat dengan baik pada foto polos. Cari adanya
fluid level di dalam sinus sfenoid. Jika terdapat kecurigaan, pasien harus
diperiksa dengan CT.
 CT akan memperlihatkan fraktur tengkorak jika menggunakan bone window dan
CT juga berguna untuk menggambarkan komplikasi sekunder.
Perdarahan subaraknoid
 CT tanpa kontras sensitif pada 4-5 jam pertama.
 Cari tanda perdarahan akut (peningkatan densitas)
di sulkus kortikal, sisterna basalis, fissura Sylvi,
sisterna serebellar superior dan di dalam ventrikel.
 MRI relatif tidak sensitif dalam 48 jam pertama,
namun berguna setelahnya dan pada perdarahan
rekuren untuk melihat deposit hemosiderin yang
kecil.
Perdarahan subdural
 CT memperlihatkan koleksi cairan berbentuk bulan sabit
antara otak dengan permukaan dalam tengkorak. Batas dalam
konkaf dengan pergeseran substansia otak yang minimal.
 Melewati garis sutura, namun tidak melewati lipatan dural.
 Pada fase akut, koleksi cairan tampak berdensitas tinggi.
Pada fase subakut (2-4 minggu pasca cedera), koleksi
bersifat isodens dengan jaringan otak dan pada fase kronis
(>4 minggu pasca cedera), koleksi tampak berdensitas
rendah.
TATALAKSANA
• Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya
mempunyai tujuan: (1) Memantau sedini mungkin dan
mencegah cedera otak sekunder; (2) Memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat
membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
• Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara
cepat, tepat, dan aman. Pendekatan ‘tunggu dulu’
pada penderita cedera kepala sangat berbahaya,
karena diagnosis dan penanganan yang cepat
sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk
oleh akibat cedera otak sekunder. Penderita cedera
kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua
kali lebih banyak daripada tanpa hipotensi. Adanya
hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas
mencapai 75 persen. Oleh karena itu, tindakan awal
berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan
secepatnya.
• Faktor-faktor yang memperjelek prognosis: (1)
Terlambat penanganan awal/resusitasi; (2)
Pengangkutan/transport yang tidak adekuat; (3)
Dikirim ke RS yang tidak adekuat; (4) Terlambat
dilakukan tindakan bedah; (5) Disertai cedera
multipel yang lain.
 Penanganan di Tempat Kejadian
Dua puluh persen penderita cedera kepala mati
karena kurang perawatan sebelum sampai di rumah
sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok,
hipoksemia, dan hiperkarbia. Dengan demikian,
prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan
circulation) dengan tidak melakukan manipulasi yang
berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang
lain, seperti leher, tulang punggung, dada, dan
pelvis.
 Indikasi Rujuk Ke Rumah Sakit
 Pasien dewasa dengan tanda dan gejala berikut harus dirujuk
ke Rumah Sakit yang tepat untuk pemeriksaan lebih lanjut dari
cedera otak yang mungkin:
 GCS <15 pada pemeriksaan awal (jika ini dianggap terkait
dengan konsumsi alcohol, amati selama dua jam dan rujuk jika
skor GCS tetap <15 setelah periode ini)
 Kejang post-traumatik (umum atau fokal)
 Tanda neurologis fokal
 Tanda-tanda fraktur pada tulang tengkorak (termasuk
keluarnya cairan serebrospinal dari hidung atau telinga,
haemotympanum, boggy hematoma, memar periorbital atau
post auricular)
 Hilang kesadaran
 Nyeri kepala hebat dan persisten
 Muntah berulang kali (dua atau tiga kali)
 Amnesia pasca-trauma >5 menit
 Amnesia retrograde >30 menit
 Mekanisme cedera risiko tinggi (kecelakaan lalu lintas jalan raya, jatuh yang

signifikan)
 Koagulopati, apakah diinduksi obat atau lainnya
 Komorbiditas medis yang signifikan (misalnya riwayat stroke sebelumnya atau

stroke yang menetap, diabetes, demensia)


 Masalah sosial ataupun masalah yang tidak dapat diawasi oleh orang dewasa yang

bertanggung jawab
 Pasien dewasa yang mengalami cedera kepala ringan dan mengkonsumsi obat-

obatan antiplatelet (misalnya aspirin, clopidogrel) harus dipertimbangkan untuk di


rujuk ke rumah sakit.
 Pasien dewasa yang mengalami cedera kepala dan sedang mengalami gejala atau

gejala baru (sakit kepala yang tidak berkurang dengan yang analgesia sederhana,
muntah, kejang, mengantuk, kelemahan ekstremitas) harus dirujuk ke rumah sakit.
Tatalaksana trauma kepala berdasarkan jenis
cedera
Alur tatalaksana trauma kepala
ringan
Alur tatalaksana trauma kepala sedang
Alur Tatalaksana Trauma Kepala Berat
KOMPLIKASI

 Higroma subdural
Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan serebrospinal
yang terbungkus oleh kapsul di bawah duramater. Biasanya
disebabkan oleh pecahnya arakhnoid sehingga cairan serebrospinal
mengalir dan berkumpul membentuk kolam. Terapinya mirip dengan
penanganan hematom subdural (kronis).
 Pneumatokel traumatika
Berdasarkan lokasinya dibedakan atas pneumatokel ekstrakranial
dan pneumatokel intrakranial. Pneumatokel ekstrakranial adalah
pengumpulan udara di bawah periosteum akibat adanya fraktur
tulang tengkorak. Jaringan sekitarnya kadang membentuk granulasi.
Biasanya pneumatokel ini akan teresorpsi secara spontan. Udara
pada pneumatokel intrakranial berada di rongga subdural atau
subarakhnoid.
 Meningokel traumatika spuriosa
Istilah yang tampaknya lebih tepat adalah higroma epikranial.
Keadaan ini ditimbulkan oleh fraktur tengkorak dan robeknya
duramater sehingga cairan serebrospinal bebas mengalir ke luar
serta berkumpul di jaringan lemak ekstrakranial
 Prolaps serebri
Prolaps serebri terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak yang
terbuka sehingga korteks serebri keluar dari tengkorak. Adanya
tekanan intrakranial yang meninggi akan mendorong jaringan otak
lebih ke luar.
 Ostitis-osteomielitis
 Meningitis-ensefalitis
 Abses subdural-abses otak
 Epilepsi pasca trauma
PROGNOSIS
 Luaran cedera kranioserebral secara sederhana dibagi dua,
yaitu hidup dan meninggal. Untuk prediksi luaran hidup dan
meninggal ini, bisa dipakai beberapa sistem penskoran, antara
lain (yang dikembangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo)
adalah penskoran MNM (Mata, Napas, Motorik). Penskoran yang
lebih komprehensif dalam menilai kematian dan kondisi hidup
dengan tingkatan kecacatan adalah Glasgow Outcome Score.
 Glasgow Outcome Scale sering digunakan untuk menilai hasil
terapi pada kasus cedera kepala berat. Kategori-kategori hasil
akhir termasuk kematian, status vegetatif persisten, disabilitas
berat (memerlukan bantuan untuk menjalani aktifitas hidup
sehari-hari), disabilitas sedang (tidak memerlukan bantuan
dalam aktivitas hidup sehari-hari), dan sembuh (dapat
menjalani pekerjaan sebelumnya
Prognosis pasien berdasarkan GCS
Rotterdam score untuk probabilitas mortalitas pada pasien dengan Traumatic Brain Injury
KESIMPULAN

Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada usia di bawah


45 tahun dan lebih dari 50% trauma merupakan trauma kapitis.
Trauma kapitis (trauma kepala) adalah trauma mekanik terhadap
kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis, yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen.Trauma kapitis diklasifkasikan menjadi ringan, sedang,
dan berat berdasarkan Glasgow Coma Scale untuk menentukan
penatalaksanaannya.Tidak semua pasien trauma kapitis perlu
dirawat inap di rumah sakit, dilakukan pemeriksaan CT-scan,
ataupun dioperasi.
Terdapat kriteria tertentu untuk tindakan operasi masing-masing
jenis trauma kapitis. Indikasi pembedahan ditentukan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan radiologi.
 

Anda mungkin juga menyukai