Disusun oleh :
2020/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA RINGAN
A. Definisi
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Menurut Morton 2012 (dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
Cedera kepala adalah suatu kerusakan kepala, bukan bersifat
congenital atau degenerative, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik, menurut Brain Injury Assosiation of America, 2012
(dalam Desi Diana Sari, 2019)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau garis tulang tengkorak, percepatan dan perlmabatan merupakan
perubahan bentuk yang dipengaruhi oleh peningkatan dan percepatan
faktor serta penurunannya. Rendy, 2010 dalam Annisa Rakhmah Isnaeni
2016)
B. Etiologi
Mekanisme cidera kepala meliputi cidera akselerasi, deselarasi, akselerasi
deselerasi, coup- countre coup dan cidera rotasional. (Satyanegara, 2010)
1. Cidera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
ergerak (misal alat pemukul menghantam kepala atau peluru ditembakkan ke
kepala)
2. Cidera deselarasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam
seperti kasus jatuh atau tabrakan mobil
3. Cidera akselerasi deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik
4. Cidera coup- countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam kranial dan dengan kuat mengenai are tulang yang berlawanan.
5. Cidera rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron
dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.
C. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi
pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit
kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak
maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan
rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup
terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre
coup dapat terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang
kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi
pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak
menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang
secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan
tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan
tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya
gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi
penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut
dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke
depan.
(Nurarif dan Kusuma, 2015)
D. Manifestasi Klinis
Berdasarkan anatomis menurut Nurarif dan Kusuma, 2015
Spontan 4 Spontan
Respon Verbal
Respon Motorik
G. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan (Nurarif dan Kusuma, 2015)
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar
O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respirasi..
1. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.
2. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
3. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
4. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
5 mg/6 jam untuk hari I dan II
5 mg/8 jam untuk hari III
5 mg/12 jam untuk hari IV
5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisa
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
Per sistem
a. Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, bunyi ronchi.
b. Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, TD meningkat, denyut nadi brakikardi
kemudian takikardi
c. Sistem perkemihan
Inkontinensi
d. Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual , muntah, mengalami perubahan
selera.
e. Sistem muskuloskeletal.
Kelemahan otot, deformasi
f. Sistem persayarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, kehilangan pendengaran,
penglihatan.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, kejang
dan perubahan pupil
B. Diagnosa keperawatan
B. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
S : Subjektif
Data berdasarkan keluhan yang disampaiakan pasien.
O : Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi langsung kepada pasien.
A : Analisa
Masalah keperawatan/diagnose yang masih terjadi atau baru saja terjadi akibat
perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data
subjektif dan objektif.
P : Planing
Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Desi Diana. 2019. Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Kasus Cedera
Kepala Berat di IGD RSUD Hanafie Muara Bungo (Karya Tulis Ilmiah).
Padang (ID). Sekolah Tinggi Kesehatan Perintis Padang di
http://repo.stikesperintis.ac.id/965/ (diakses pada 29 Mei 2020)