Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA RINGAN (CKR)

DI RUANG IGD RSUD PURWODADI

Disusun oleh :

Putri Septiani 2001030

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

PRODI DIII KEPERAWATAN

2020/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA RINGAN

A. Definisi
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Menurut Morton 2012 (dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
Cedera kepala adalah suatu kerusakan kepala, bukan bersifat
congenital atau degenerative, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik, menurut Brain Injury Assosiation of America, 2012
(dalam Desi Diana Sari, 2019)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau garis tulang tengkorak, percepatan dan perlmabatan merupakan
perubahan bentuk yang dipengaruhi oleh peningkatan dan percepatan
faktor serta penurunannya. Rendy, 2010 dalam Annisa Rakhmah Isnaeni
2016)

B. Etiologi
Mekanisme cidera kepala meliputi cidera akselerasi, deselarasi, akselerasi
deselerasi, coup- countre coup dan cidera rotasional. (Satyanegara, 2010)
1. Cidera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
ergerak (misal alat pemukul menghantam kepala atau peluru ditembakkan ke
kepala)
2. Cidera deselarasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam
seperti kasus jatuh atau tabrakan mobil
3. Cidera akselerasi deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik
4. Cidera coup- countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam kranial dan dengan kuat mengenai are tulang yang berlawanan.
5. Cidera rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron
dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.

C. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi
pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit
kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak
maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan
rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup
terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre
coup dapat terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang
kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi
pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak
menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang
secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan
tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan
tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya
gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi
penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut
dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke
depan.
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

D. Manifestasi Klinis
Berdasarkan anatomis menurut Nurarif dan Kusuma, 2015

1. Gegar otak (comutio selebri)


a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)
a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajat
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahanPeningkatan tekanan
intracranial (PTIK)
c. Penekanan batang otak
d. Penurunan kesadaran
e. Edema jaringan otak
f. Defisit neurologis
g. Herniasi
4. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka
pada kranium
5. Hematoma Epidural
Biasanya sumber perdarahan adalah robeknya arteri meningea media
ditandai dengan penurunan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis sisi kiri
dan kanan.
6. Hematoma subdural
Adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena. Periode akut terjadi dalam 48 jam sampai
2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
7. Perdarahan sub arachnoid
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi hiperdens yang mebgikuti arah
girus-girus serebri di daerah yang berdekatan dengan hematom.
8. ICH (Intracerebral hematoma)
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi perdarahan diantara neuron
otak yang relatif normal.
9. Fraktur basis kranii
Tanda terdapat fraktur basis kranii
a. Ekimosis periorbital
b. Mastoid
c. Keluar darah beserta cairan serebrospinal dari hidung atau telinga
d. Kelumpuhan nervus cranial
Tanda dan gejala lain
a. Gangguan kesadaran
b. Konfusi
c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e. Gangguan penglihatan dan pendengaran
f. Disfungsi ssensori
g. Kejang otot
h. Sakit kepala
Manifestasi Klinis cedera kepala antara lain menurut Judha
&Rahil, 2011 (dalam Annisa Rakhmah Isnaeni 2016) :
1. Skull Fracture
Gejala yang didapatkan adalah CSF atau cairan lain keluar
dari tlinga dan hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang
membrane timphani, periorbital ecimos (brill haematoma), memar di
derah mastoid (battle sign), perubahan penglihatan, hilang
pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya
gerakan mata, vertigo
2. Concusion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran,
amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah.
Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, dan
brainsteam contusion. Tanda yang terdapat:
3. Cerebral contusion, pernapasan mungkin normal, ilang keseimbangan
secara perlahan atau cepat.
Brainsteam contusion, pupil biasanya mengecil, equal, dan
reaktif jika kerusakan sampai batang otak bagian atas dapat
menyebabkann keabnormalan pupil

E. Klasifikasi Cedera Kepala


Berdasarkan patologi :
1. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan integritas
fisik, kimia, dan listrik dari sel di area tersebut yang menyebabkan kematian sel
2. Cedera kepala sekunder
Merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi
setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali, meliputi respon
fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan biokimia, dan
perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan
infeksi lokal atau sistemik

Menurut jenis cedera kepala :


1. Cedera kepala terbuka, dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2. Cedera kepala tertutup, dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan
dengan cedera serebral yang luas

Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale) :


1. Cedera kepala ringan/minor
 GCS 14-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
 Tidak ada fraktur tengkora
 Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2. Cedera kepala sedang
 GCS 9-13
 Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala berat
 GCS 3-8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
 Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial
Skala koma Glasgow :

Dewasa Respon Bayi dan anak-anak

Buka Mata (Eye)

Spontan 4 Spontan

Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara

Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respons

Respon Verbal

Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap obyek

Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat ditenangkan

Kata-kata kacau 3 Mennagis & tidak dapat ditenangkan

Mengerang 2 Mengerang dan agitatif

Tidak memberi respons 1 Tidak memberi respons

Respon Motorik

Menurut perintah 6 Aktif

Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri

Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri

Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal

Tidak memberi respons 1 Tidak memberi respons

Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5

Kondisi Compos Mentis Apatis Samnolent Stupor Koma


(Nurarif dan Kusuma, 2015)

F. Faktor – faktor resiko


Cedera kepala ringan memang dapat terjadi pada siapa saja dan setiap orang
dari berbagai golongan usia. Aktivitas dan faktor risiko yang dapat memicu terjadinya
cedera kepala ringan adalah:
1. Bayi dan anak-anak berusia 0-4 tahun
2. Remaja dan orang dewasa muda, berumur antara 15 hingga 25
3. Orang dewasa dan lansia berumur 75 dan lebih
4. Pernah terjatuh
5. Mengikuti olahraga berisiko tinggi seperti sepak bola, hockey, tinju, bela diri, dan
lainnya
6. Berolahraga tanpa peralatan dan pengawasan yang memadai
7. Pernah mengalami kecelakaan kendaraan bermotor
8. Pernah ditabrak sepeda atau kendaraan bermotor
9. Tentara yang ikut berperang
10. Pernah menjadi korban kekerasan fisik
11. Pernah mengalami cedera kepala sebelumnya
(Satyanegara, 2010 (dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

G. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan (Nurarif dan Kusuma, 2015)

Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar
O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respirasi..
1. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.
2. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
3. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
4. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
 Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
 5 mg/8 jam untuk hari III
 5 mg/12 jam untuk hari IV
 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisa
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

3. Penatalaksanaan cedera kepala (Satyanegara, 2010)


a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-
Breating-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan
cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang
lebih buruk
b. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan
pertama
c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan
– gangguan dibagian tubuh lainnya
d. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler. Penilaian
neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok)
e. Penanganan cedera – cedera dibagian lainnya
f. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat
g. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti : sken tomografi computer otak,
angiografi serebral dan lainnya
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas : Pasien dan Penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
Tingkat kesadaran atau GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea atau
atkipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise,
akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga serta
kejang.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persyarafan ataupun sistem sistemik lainnya.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
b. Tingkat kesadaran : Composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
c. Hasil TTV

Per sistem

a. Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, bunyi ronchi.
b. Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, TD meningkat, denyut nadi brakikardi
kemudian takikardi
c. Sistem perkemihan
Inkontinensi
d. Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual , muntah, mengalami perubahan
selera.
e. Sistem muskuloskeletal.
Kelemahan otot, deformasi
f. Sistem persayarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, kehilangan pendengaran,
penglihatan.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, kejang
dan perubahan pupil
B. Diagnosa keperawatan

NO Kategori Subkatergori Kode Diagnosa keperawatan


1. Fisiologis Sirkulasi D.0017 Resiko perfusi jaringan
serebral berhubungan
dengan cidera kepala
2. Psikologis Nyeri dan D.0077 Nyeri akut berhubungan
kenyamanan dengan peningkatan
tekanan intra kranial.

3. Lingkungan Keamanan dan D.0142 Resiko tinggi infeksi


proteksi berhubungan dengan
jaringan trauma, kerusakan
kulit kepala
4. Psikologis Integritas Ego D.0085 Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan
penurunan kesadaran,
peningkatan tekanan intra
kranial.

5. Fisiologis Aktivitas dan D.0054 Gangguan mobilitas fisik


istirahat berhubungan dengan
spastisitas kontraktur,
kerusakan saraf motorik.

B. Intervensi

NO Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi


Keperawatan
1. Luaran Utama : Perfusi Serebral Intervensi Utama :
Resiko perfusi
(L.02014) Manajemen peningkatan tekanan
jaringan
Luaran Tambahan : intrakranial pemantauan tekanan
serebral
1. Komunikasi verbal intrakranial (I.09325)
berhubungan
(L.13118) Obsevasi :
(D.0017)
2. Kontrol risiko (L.14128) -Identifikasi penyebab
3. Memori peningkatan TIK
4. Mobilitas fisik (L.05042) -Monitor tanda/gejala
5. Status Neurologis peningkatan TIK
(L.06053) - Monitor TD
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan otput
cairan

2. Nyeri akut Luaran Utama : Tingkat Nyeri Intervensi utama :


(D.0077) (L.08066) Manajemen nyeri ,Pemberian
Luaran Tambahan : analgetik
1. Fungsi Gastrointestinal Obsevasi :
(L.03019) 1. Identifikasi lokasi,
2. Kontrol nyeri (L08063) karakteristik ,durasi,
3. Mobilitas fisik (L.05042) frekuensi, kualitas,
4. Penyembuhan luka intensitas nyeri.
(L.14130) 2. Identifikasi skala nyeri
5. Perfusi miokard 3. Identifikasi respon nyeri
(L.02011) non verbal
6. Perfusi perifer (L.02011) 4. Identifikasi faktor yang
7. Pola tidur (L.05045) memperberat dan
8. Status kenyamanan memperingan nyeri
(L.08064) 5. Identifikasi pengetahuan
9. Tingkat cedera dan keyakinan tentang
(L.14136). nyeri
6. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

3. Resiko tinggi Luaran utama : Tingkat infeksi Intervensi utama :


infeksi (L.14137) Manajemen
(D.0142) Luaran Tamabahan : imunisasi/Vaksinisasi
1. Integritas kulit dan Observsi :
jaringan (L.14125) 1. Identifikasi riwayat
2. Kontrol resiko (L.14128) kesehatan dan riwayat
3. Status imun (L.14133) alergi
4. Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi
kontraindikasi pemberian
imunisasi
3. Identifikasi status
imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan
kesehatan

4. Gangguan Luaran Utama : Persepsi sensori Intervensi utma :


persepsi sensori 1. Fugsi sensori (L.06048) Manajemen Halusinasi,
(D.0085) 2. Orientasi Kognitif Minimalsasi rangsangan
(L.09081) Observasi :
3. Proses Informasi 1. Monitor perilaku yang
(L.10100) mengidentifikasi
4. Status Neurologis halusinasi
(L.06053) 2. Monitor dan sesuaikan
5. Status Orientasi tingkat aktivitas dan
(L.09090) stimulasi lingkungan
3. Monitor isi halusinasi
5. Gangguan Luaran utama : Mobilitas fisik Intervensi utama :
mobilitas fisik (L.05042) Dukungan ambulasi
(D.0054) Luaran Tambahan : Observasi :
1. Berat badan (L.03018) 1. Identifikasi adanya nyeri
2. Fungsi sensori (L.06048) atau keluhan fisik lainnya
3. Keseimbangan (L.05039) 2. Identifikasi toleransi fisik
4. Konsevasi Energi melakukan ambulasi
5. Koordinasi Pergerakan 3. Monitor frekuensi
(L.05041) jantung dan tekanan
6. Motivasi (L.09080) darah sebeleum memulai
7. Pergerakan sendi ambulasi
(L.05044) 4. Monitor kondisi umum
8. Status neurologis selama melakukan
(L.06053) ambulasi.
9. Status nutrisi (L.03030)
10. Toleransi aktivitas
(L.05047)

D. Implementasi

Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intrevensi.

E. Evaluasi
S : Subjektif
Data berdasarkan keluhan yang disampaiakan pasien.
O : Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi langsung kepada pasien.

A : Analisa

Masalah keperawatan/diagnose yang masih terjadi atau baru saja terjadi akibat
perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data
subjektif dan objektif.

P : Planing
Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Isnaeni, Annisa Rakhmah. 2016. Asuhan Keperawatan pada Tn. Y dengan


Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Et Causa Cidera Kepaa
Ringan di Rang Dahlia RSUD Dr. R Goetheng Taroenadibrata Purabingga
(Diploma Thesis). Purwokerto (ID). Universitas Muhammadiyah Purwokerto
di http://repository.ump.ac.id/982/ (diakses pada 30 Mei 2020)
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Sari, Desi Diana. 2019. Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Kasus Cedera
Kepala Berat di IGD RSUD Hanafie Muara Bungo (Karya Tulis Ilmiah).
Padang (ID). Sekolah Tinggi Kesehatan Perintis Padang di
http://repo.stikesperintis.ac.id/965/ (diakses pada 29 Mei 2020)

Anda mungkin juga menyukai