Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA
A. Pengertian
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak
oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan
akhirnya oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku (Price, J. & Wilson, 2006).
Cedera pada kepala mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan
kelainan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi epidimiologi
sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan. Kadar alkohol darah yang melebihi
kadar aman telah ditemukan pada lebih dari 50% pasien cedera kepala yang
ditangani di bagian kedaruratan. Sedikitnya separuh dari pasien dengan cedera
kepala berat mengalami sedera yang signifikan pada bagian tubuh lainnya
(Baughman, 2000, p.65).
B. Etiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain:
kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera
kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
1. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari
trauma:
a. Kulit: Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b. Tulang: Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c. Otak: Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
2. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi:
a. Oedema otak
b. Hipoksia otak
c. Kelainan metabolic
d. Kelainan saluran nafas

e. Syok
C. Manifestasi Klinis
1. Berdasarkan anatomis
a. Gegar otak (comutio selebri)
1) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
2) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
3) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
4) Kadang amnesia retrogard
b. Edema Cerebri
1) Pingsan lebih dari 10 menit
2) Tidak ada kerusakan jaringan otak
3) Nyeri kepala, vertigo, muntah
c. Memar Otak (kontusio Cerebri)
1) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

tergantung lokasi dan derajad


Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
Penekanan batang otak
Penurunan kesadaran
Edema jaringan otak
Defisit neurologis
Herniasi

d. Laserasi
1) Hematoma Epidural
Talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat
benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit
s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit
neurologis (tanda hernia):
a) Kacau mental koma
b) Gerakan bertujuan tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
c) Pupil isokhor anisokhor
2) Hematoma subdural
a) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
b) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti
perdarahan epidural

c) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai


dengan berbulan-bulan
d) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
e) perluasan massa lesi
f) peningkatan TIK
g) sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
h) disfasia
3) Perdarahan Subarachnoid
a) Nyeri kepala hebat
b) Kaku kudu
2. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
a. Cidera kepala Ringan (CKR)
1) GCS 13-15
2) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
b. Cidera Kepala Sedang (CKS)
1) GCS 9-12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cidera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
3) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma
intracranial
D. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat
kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami
kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi
pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi
jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada
tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).

Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja
pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera
kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang
terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan
daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada
keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil/motor.
Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala
meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi
pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari
kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian
depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini,
terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga
membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan
terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka
ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan menekan
gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi
penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh
tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan
kepala ke depan.

E. Pathways

F. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan
hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
1. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK
pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang
terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma..
2. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post
traumatic atau epilepsy.
3. Komplikasi lain secara traumatic:
a. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
b. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
c. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
4. Komplikasi lain:
a. Peningkatan TIK
b. Hemorarghi
c. Kegagalan nafas
d. Diseksi ekstrakranial
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak

ada

pemeriksaan

laboratorium

khusus,

tetapi

untuk

memonitoring kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan


AGD adalah salah satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi.
2. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
3. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
5. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
6. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan
subarahnoid

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane, C.. (2000). Keperawatan medikal bedah: Buku saku untuk
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Price et al., (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed 6.
Jakarta: EGC.

Arif Mansjoer. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: Media


Aesculapius
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Carolyn M. Hudak. (2001). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi
VII. Volume II. Alih Bahasa: Monica E. D Adiyanti. Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan
Masalah Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. (2002). Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa, Pendit, B.U.
Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 20072008. Jakarta: EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2002). Pathophysiology: Clinical Concept of Disease
Processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Sandra M. Nettina. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Brunner and Suddarths Textbook of Medical
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa, Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai