Anda di halaman 1dari 56

HASIL WAWANCARA RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID-19

RUANG PERAWATAN COVID DAN RUANG ICU COVID

DISUSUN OLEH :

1. INE TONAPA
2. IRMA ELMAS
3. BELLA VISKA
4. ELSHA RATUK

PROGRAM PROFESI NERS


STIK STELLA MARIS MAKASSAR
TAHUN 2020
HASIL WAWANCARA DAN KESIMPULAN DI RUMAH SAKIT RUJUKAN

A. Ruangan Perawatan COVID-19


1) Apakah di ruangan perawatan dilakukan rapid tes
ulang ? jika iya, kapan dilakukan pemeriksaan rapid tes ulang ?
Jawaban :
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Rapid dilakukukan untuk menentukan IgG dan IgM. Jika rapid
dinyatakan reaktif pasien akan dimaksukan kedalam ruangan
perawatan. Selanjutnya akan dilakukan tes pcr atau swab. Rapid hanya
dilakukan sekali diawal pemeriksaan
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Saat pasien sudah dalam perawatan pasien dilakukan swab setiap dua
hari
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Rapid tes dilakukan kalua sudah menjalani masa tugas selama 15 hari.
Cuma sayakan sudah 2 kali putaran.pada saat medical check up gak
dilakukan rapid tes lagi
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Rapid biasanya di awal saja shi. Kalua positif baru swab
2) Dalam kondisi apa pasien COVID di pindahkan ke
ruang ICU atau di rujuk ?
Jawaban:
- Narasumber 1(RS Kudungga Kalimantan Timur)
Pasien covid dipindahkan jika terjadi gangguan gagal nafas sehingga
diperlukan penanganan pemasangan ventilator.
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Saat kondisi sesak dan tidak bisa dibantu ooleh oksigen biasa
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Sesak sekali, SPO2nya dibawah 90% dan perlu intubasi
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Biasa pemburukan sih. Tergantung dr juga.
3) Jenis pengobatan yang seperti apa yang diberikan
kepada pasien COVID? Apakah sama dengan ruangan perawatan
lainnya ? Apa saja nama obat yang diberikan?
Jawaban :
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Untuk pengobatan yang dilakukan berfokus pada gejala dan vitamin
seperti imboost/glutrop, n.acetylsistein kalua susah tidur alprazolam,
jika gatal-gatal diberikan cetrizin, untuk antibiotic ceftriaxone dan
azytromicin. Karna penyembuhan covid ini ditunjang oleh antibody
yang mana antibody dihasilkan oleh tubuh.
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Pemberian antibiotic dan vitamin. Pada umumnya hampir sama, hanya
di icu bisa memberikan obat injeksi karena pasien tidak mampu minum
obat oral karena terintubasi
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Tergantung kondisi pasien kalua baik hanya obat oral kalua keadaanya
sedang atau jelek diberikan obat intravena obatnya sama ji dengan
ruangan lain. Untuk obat-obattannya itu pking onting vit c, B com,
antibiotic juga. Kalua ada keluhan atau sakit lainnya baru ada
tambahan. Kalua demam diberikan PCT, hipertensi amlodipine dll.
Cuman obat dan vitamin itu yang diberikan pada umumnya.
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Obatnya simtomatik sih, sesuai keluhan, tapi pasti ada vitamin, zink
dan antibiotik
4) Bagaimana pengelolaan alat-alat
(medis,makan,tenun) yang sudah digunakan oleh pasien ?
Jawaban :
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Kalau untuk alat tenun diletakan di bak khusus infeksius, untuk
makanan menggunakan kotakan untuk meminimalisirpenyebaran virus
pada alat makan.
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Dikelola oleh csdd
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Seperti biasa ji untuk alat medis setelah dipakai dibuang ke tempat
sampah sesuai jenisnya makanan pasien juga begitu sepreinya juga
begitu ada tempatnya sendiri
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Alatnya kalau bekas pasien didekon dulu, kalua makanan dari gizi pake
mika gitu nah, habis pake buang, kalua pakaian wajib di laundry di rs,
ga bisa bawa pulang cuci di rumah
5) Sebelum pasien dipulangkan apa saja yang harus
diedukasikan?
Jawaban:
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Tetap jaga Kesehatan, dan jaga pola makan. Jangan lupa minum obat
dan control, terapkan PHBS dan tetap isolasi mandiri
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Tetap menggunakan masker jaga jarak, jaga pola makan dan istirahat
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Edukasi tentang penggunaan obat, isolasi mandiri di rumah dengan
selalu mencuci tangan, memakai masker dan jaga jarak
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Obat rutin, sama isolasi mandiri wajib dlu
6) Apa Tindakan perawat agar PDP ringan/sedang tidak
sampai ke PDP sedang/berat
Jawaban ;
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Memberikan motivasi dan semangat
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Memantau status kondisi pasien
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Motivasi yaitu selalu makan makanan dan minum obatnya. Paling
penting berdoa. Terkadang pasien olaraga sendiri dikamarnya juga
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Pdp ringan maksudnya gimanah yah haha. Mungkin motivasi dan
minum obat teratur jangan lupa berdoa
7) Apa saja upaya yang dilakukan oleh petugas
kesehatan untuk mencegah tertular dari COVID ?
Jawaban :
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Menjaga kebersihan, menerapkan PHBS, menjaga pola makan,
menggunakan masker, rajin cuci tangan jika bertugas, menggunakan
APD lengkap sesuai standar, dan sebelum Kembali ke asrama
diwajibkan mandi bersih terlebih dahulu.
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Menggunakan APD sesuai SOP
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Selalu mengingatkan pasien memakai masker dan setelah tugas cuci
tangan dan mandi. Yang pastinya setelah melepas asmat dan APD
lainnya harus hati” dan ditaruh pada tempatnya.
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Jaga makan, minum vitamin, istirahat cukup, gab oleh stress, piker
positif, olaraga, yang paling penting APD harus sesuai
8) Apakah perawat COVID mendapat karantina?
Jawaban :
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Kami disediakan asrama untuk seluruh tenaga medis yang khusus
menangani covid
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Ya
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Karantina selama 14 hari setelah bekerja selama 15 hari. Cuman
dinasnya dapat 8-9 hari karena ada selang libur. Kemudian dua hari
berikutnya masuk lagi. Cuman diroling biasanya. Tapi kali perawat
yang memeng ruangannya ditemoatri biasanya Kembali lagi bertugas
di runag covid.
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Iya kami karantina. Kami 3 hari kerja 2 hari libur. Kami tinggal di mess.
9) Penggunaan APD yang dipakai sudah sesuai standar
atau tidak
Jawaban ;
- Narasumber 1 (RS Kudungga Kalimantan Timur)
Yes
- Narasumber 2 (RS Wahidin Makassar)
Ya
- Narasumber 3 (RS Wahidin Makassar)
Sesuai
- Narasumber 4 (RSUD Dr kanujoso Djatiwibowo Balikpapan,
Kalimantan Timur)
Sesuai

B. Ruangan ICU COVID-19

1. Apakah ketika pasien COVID masuk ke ICU dilakukan pemeriksaan swab


ulang? Jika iya, kapan di lakukan pemeriksaan ulang?
Jawaban ;
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Dilakukan/ swab ulang 7 hari masa perawatan di ICU (reverensi ini hanya
berdasarkan pengamatan)
Narasumber 2
Jalur masuk ada 2. Lewat IGD dan SISRUTE/rujukan, jalur IGD pemeriksaan
sceering pasien covid dilakukan di IGD dengan cara anamnesa, rapid dan CT
can thorax, jika ada tanda GGO atau pneumonia maka akan dirawat di
Infection Center untuk dilakukan di swab di IC.
Jika jalur sisrute/rujukan, jika sudah ada konfirmasi covid maka tetap akan
swab ulang di IC.
2. Kapan dilakukan penggunaan baju hasmat ? apakah hanya diruangan untuk
penanganan COVID atau digunakan juga di ICU?
Jawaban :
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Kapan dilakukan penggunaan baju hasmat ? Saat berada di zona merah
sesuai SOP PPI RS (bagian ners stesion dan sekitarnya, dan runag
perawtan) bagi petugas medis apakah hanya diruangan untuk penanganan
COVID atau digunakan juga di ICU? Diruangan penanganan covid saja, untuk
ruang ICU khusus untuk merawat pasien bukan covid cukup mrnggunakan
APD level 2 (google, masker bedah, gaun dan sarung tangan sekali pakai)
Narasumber 2
Perlu diketahui hazmat itu bagian APD, APD itu ada beberapa level. Untuk di
IC menggunakan APD level 3.
Yahh… hanya diruang penanganan covid yaitu IC dan palem bawah yang
menggunakan APD level 3. Atau ruangan Tindakan khusus covid seperti
bronchoschopy dll.

3. Apakah ruangan ICU memiliki ruangan isolasi khusus untuk pasien COVID?
Jawaban :
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Iya ada
Narasumber 2
Perlu saya jelaskan ICU covid merupakan bagian dari infection center yaitu
Gedung tempat perawatan pasien covid. Jadi icu covid berbeda dengan icu
general. Icu covid yahh..di infection center
4. Apa standar alat medis di ICU untuk bisa menangani/merawat pasien
COVID?
Jawaban :
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Monitor dan saturasi, syiringpump, ventilator, suction, terapi oksigen
Narasumber 2
Sama dengan ICU biasa yang membedakan hanya penggunaan APD level 3
oleh nakes dan ruangan yang bertekanan negative.
5. Jenis pengobatan yang seperti apa yang diberikan kepada pasien COVID?
Apakah setiap perawatan di bedakan sesuai dengan kondisi klinis pasien
COVID?
Jawaban :
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Selaku perawat kapasitas menjawab kalu pengobatan pasien covid PDP (+)
yang mandiri biasa hanya diberikan terapi oral sedangkan pasien covid yang
sudah memiliki gejala dan resiko mempercepat pemburukan sudah diberikan
terapi intarvena (seperti pertanyaan disesuaikan klinis)
Narasumber 2
Pada umumnya pengobatan covid focus untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Jadi berikan vitamin dan suplemen. Pengobatan lain disesuaikan
dengan co morbidnya, jika leukosit tinggi dan ada tanda infeksi, diberikan AB.
Jika pasien dengan gagal jantung maka gagal jantungnya juga harus di
tangani.
6. Apa Tindakan perawat agar PDP ringan/sedang tidak sampai ke PDP
sedang/berat
AJawaban ;
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Melakukan pemantauan secara berkala
Narasumber 2
yang dilakukan agar kondisi pasien tidak memburuk baik itu dia PDP atau
konfirmasi covid, sama dengan merawat pasien lainnya. Pastikan asuhan
keperawatan diberikan dengan cara yang benar serta kolaborasi yang tetap
berjalan dengan nakes yang lain. Perlu diingat, peran peraway covid dan
perwat laiinya pada dasarnya sama. Hanya yang perlu diperhatikan adalah
cara penularan covid dan penggunaaan apd.
7. Apakah Tindakan perawat untuk tidak tertular?
Jawab :
Narasumber 1
Jelas tetap memakai APD sesuai SOP
Narasumber 2
Penggunaan APD yang benar dan melepas APD yang benar
8. Apakah perawat ICU yang merawat pasien COVID dikarantina?
Jawaban ;
Narasumber 1 (RS Wahidin Makassar)
Sesua perawat yang sudah terpapar akan dikarantina selama 14 hari
Narasumber 2
Diinapkan di hotel salema 14 hari yaitu selama merawat pasien covid, setelah
itu dilakukan MCU yaitu rapid, cel lab dan CT scan thorax, jika ada masalah
ditemukan maka dilakukan swab. Jika positif dengan gejala ringan dilakukan
isolasi mandiri, jika gejala berat akan di rawat inapkan.

C. Analisa dan kesimplan


1. Ruangan Perawatan COVID-19
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber di rumah sakit yang
berbeda di dapatkan sumber informasi ada yang sama dan adapula yang berbeda-
beda, mulai dari pemeriksaan swab,perawatan / pengobatan, edukasi hingga
pencegahan. Berikut adalah Analisa berdasarkan treori
1) Soa Apakah di ruangan perawatan dilakukan rapid tes ulang ? jika
iya, kapan dilakukan pemeriksaan rapid tes ulang ?
Berdasarkan hasil hasil wawancara dari beberapa narasumber
didapatkan informasi yang sama dari setiap rumah sakit yang berbeda,
informasi yang diperoleh adalah rapit tes hanya dilakukan sekali dan
pemeriksaan swab akan dilakukan jika hasil rapid tesnya positif,
pemeriksaan swab tetap dilakukan di ruang perawatan covid yang
dilakukan selama 2 hari berturut-turut.
Berdasarkan alur penangan covid menurut Kemenkes RI 2020
pemeriksaan rapid tes dilakukan di IGD dan jika positif Pemeriksaan RT
PCR 2x selama 2 Hari berturut-turut. Jika pemeriksaan rapid tesnya
negative pasien akan di tangani sesuai klasifikasi PDP. Untuk PDP ringan
jika negative pasien akan isolasi mandiri di rumuh, jika PDP sedang jika
negative akan dirawat inap di ruang isolasi RS penyangga pemeriksaan
akan dilakukan 10 hari berikutnya jika pemeriksaan negative akan
dilakukan pengobatan sesuai gejala dan kondisi pasien tatapi jika hasil
positive pasien akan dilakukan Pemeriksaan RT PCR 2x selama 2 Hari
berturut-turut. Jika pasien masuk dalam kategori PDP berat pasien akan
rawat inap di ruangan isolasi RS rujukan dan akan dilakukan pemeriksaan
10 hari berikutnya jika hasil positive pasien akan dilakukan Pemeriksaan
RT PCR 2x selama 2 Hari berturut-turut

2) Dalam kondisi apa pasien COVID di pindahkan ke ruang ICU atau di


rujuk ?
Berdasasarkan hasil wawancara dengan narasumber, semua
narasumber mengungkapkan bahwa pasien akan dipindahkan ke ruang
ICU jika pasien mengalami perburukan kondisi seperti gagal napas ada
juga yang menambahkan bahwa tergantung juga dari permintaan dokter
yang menangani.
Berdasarkan sumber Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease (COVID 19) Direktorat Jenderal dan Pengendalian
Penyakit maret 2020, menegaskan bahwa Infeksi COVID-19 dapat
menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat bahkan sampai terjadi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik.
Deteksi dini manifestasi klinis akan menentukan waktu yang tepat
penerapan tatalaksana dan PPI. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap
tidak diperlukan kecuali ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat
sesuai dengan pertimbangan medis Pertimbangkan COVID-19 sebagai
etiologi ISPA berat. Semua pasien yang pulang ke rumah harus
memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami perburukan. Berikut
manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19 yang
menunjukan kegawatan dan penanganan serius :
Dari penjelasan diatas tidak embenarkan bahwa pasien dapat
dipindahkan ke ruanganICU karena keputusan dokter tetpi karena kondisi
pasien yang mengharuskan pasien untuk dipindahkan.

3) Jenis pengobatan yang seperti apa yang diberikan kepada pasien


COVID? Apakah sama dengan ruangan perawatan lainnya ? Apa saja
nama obat yang diberikan?
Berdasarkan hasil wawancara di dapatkan informasi, semua
responden mengatakan bahawa pengobatan dilakukan sesuai dengan
kondisi klinis dan obat yang di berikan berupa vitamin dan atibiotik.
Berdasarkan buku Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020
menegaskan bahwa terapi dan monitoring yang dapat dilakukan pada
pasien Covid 19 adalah :

a. Isolasi pada semua kasus Sesuai dengan gejala klinis yang


muncul, baik ringan maupun sedang.

b. Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan atau pasien.


c. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).

d. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit.


e. Suplementasi oksigen. Pemberian terapi oksigen segera kepada
pasien dengan SARI, distress napas, hipoksemia atau syok. Terapi
oksigen pertama sekitar 5l/menit dengan target SpO2 ≥90% pada
pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil. Tidak ada
napas atau obstruksi, distress respirasi berat, sianosis sentral,
syok, koma dan kejang merupakan tanda gawat pada anak.
Kondisi tersebut harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi
dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak dalam kondisi gawat target
SpO2 ≥ 90%.

f. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat. Pasien dengan distress


napas yang gagal dengan terapi standar oksigen termasuk gagal
napas hipoksemia berat. Pasien masih menunjukkan usaha napas
yang berat walaupun sudah diberikan oksigen dengan masker
dengan reservoir (kecepatan aliran 10-15 liter/menit).

g. Terapi cairan. Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada


bukti syok Pasien dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi
cairannya, karena jika pemberian cairan terlalu agresif dapat
memperberat kondisi distress napas atau oksigenasi. Monitoring
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pentingnya deteksi dini dan
tatalaksana adekuat dalam kurun waktu satu jam sejak deteksi
syok meliputi: terapi antimikroba, loading cairan, vasopressor untuk
hipotensi. Jika tidak tersedia pengukuran laktat, gunakan MAP dan
tanda klinis perfusi untuk mengidentifikasi syok.
Resusitasi cairan pada pasien dewasa berikan paling sedikit
cairan isotonik kristaloid sebanyak 30ml/kgBB dalam kurun waktu 3
jam pertama. Pada pasien anak berikan 20ml/kgBB bolus cepat
dan lanjutkan dengan 40-60 ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Cairan
yang digunakan yaitu normal salin dan ringer laktat. Jangan
menggunakan cairan kristaloid hipotonik, starches, atau gelatin
untuk resusitasi. Surviving sepsis juga merekomendasikan albumin
jika pasien membutuhkan kristaloid dalam jumlah besar.

h. Vasopressor jika syok menetap setelah resusitasi cairan Obat-


obatan vasopresor diantaranya norepinefrin, epinefrin, vasopresin,
dan dopamin. Target awal MAP ≥65mmHg, disesuaikan dengan
usia

i. Pemberian antibiotik empiris. Terapi pada pasien rawat inap


bergantung tingkat keparahan pasien. Berikut ringkasan Terapi
antiobiotik pada pasien rawat inap berdasarkan tingkat keparahan
pasien
Terapi Antibiotik Pneumonia Pasien Rawat Inap

Dari penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa, pemberian terapi


vitamin dan antibiotic serta terapi tambahan sesuai kondisi pasien adalah
benar adanya.

4) Bagaimana pengelolaan alat-alat (medis,makan,tenun) yang sudah


digunakan oleh pasien ?
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber mengungkapakn
bahwa pengelolaan alat medis setelah pakai dibuang sesuai di tempat
sampah sesuai jenisnya, alat tenun di letakan khusus pada bak infeksius
dan kebanyakan alat makan merupakan alat makan merupajkan alat
makan sekali pakai.
Menurut Buku Petunjuk Teknis alat Pelindung diri (APD) dalam
Menghadapai Wabah Covid. Direktorat Jendaral Pelayanan Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020 menjelaskan
bahwa Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang
sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau
udara untuk melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi
atau penyakit. Apabila digunakan dengan benar, APD bertindak sebagai
penghalang antara bahan infeksius (misalnya virus dan bakteri) dan kulit,
mulut, hidung, atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan dan pasien.
Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi :
1. Tetapkan indikasi penggunaan APD dengan mempertimbangkan:
Risiko terpapar dan Dinamika transmisi.
2. Cara “ memakai “dengan benar
3. Cara “melepas” dengan benar
4. Cara mengumpulkan (disposal) setelah di pakai.
APD yang dipakai untuk merawat pasien terduga atau terkonfirmasi
Covid19 harus dikategorikan sebagai material infeksius. Tidak
diperlukan prosedur khusus dan penanganannya sama dengan
linen infeksius yang lain. Semua APD baik disposable atau
reuseable harus dikemas secara terpisah (dimasukkan ke dalam
kantong plastik infeksius atau tempat tertutup) yang diberi label dan
anti bocor.
Hindari melakukan hal-hal di bawah ini :
1. Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain (misal di
atas loker atau di atas meja).
2. Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke kantong
plastik infeksius atau tempat tertutup.
3. Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup berisikan
APD terlalu penuh.

Menurut buku Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan,


Rumah Sakit Darurat Dan Puskesmas Yang Menangani Pasien Covid-
19berdasarkan Air limbah kasus Covid-19 yang harus diolah adalah semua
air buangan termasuk tinja, berasal dari kegiatan penanganan pasien
Covid-19 yang kemungkinan mengandung mikroorganisme khususnya
virus Corona, bahan kimia beracun, darah dan cairan tubuh lain, serta
cairan yang digunakan palam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari
mulut dan/atau hidung atau·air kumur pasien dan air cucian alat kerja, alat
makan dan minum pasien dan/atau cucian linen, yang berbahaya bagi
kesehatan, bersumber dari kegiatan pasien isolasi Covid-19, ruang
perawatan, ruang pemeriksaan, ruang laboratorium, ruang pencucian alat
dan linen.

Limbah Padat Domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan


kerumahtanggaan atau sampah sejenis, seperti sisa makanan, kardus,
kertas, dan sebagainya baik organik maupun anorganik. Sedangkan limbah
padat khusus meliputi masker sekali pakai, sarung tangan bekas, tisu/kain
yang mengandung cairan/droplet hidung dan mulut), diperlakukan seperti
Limbah B3 infeksius.
Limbah B3 Medis Padat adalah barang atau bahan sisa hasil
kegiatan yang tidak digunakan kembali yang berpotensi terkontaminasi
oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan pasien dan/atau
petugas di Fasyankes yang menangani pasien Covid-19, meliputi:
masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik
bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman,
alat suntik bekas, set infus bekas, Alat Pelindung Diri bekas, sisa
makanan pasien dan lain-lain, berasal dari kegiatan pelayanan di UGD,
ruang isolasi, ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan
lainnya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa; pada
dasarnya pengelolaan bahan limbah infeksius dilakukan sama halnya
dengan Tindakan perawatan lainnya, dimana selalu memisahkan sampah
infeksius dan non infeksius, namun penggunan melepsaskan, dan
kelengkapan APD yang harus sesuai protocol agar dapat terhindar dari
penularan merupakan hal yang paling utama diprioritaskan, serta
penggunaan alat makan yang merupakan alat makan sekali pakai yang
merupakan Tindakan untuk mencagah terjadinya penyebaran infeksi. Dari
kesimpulan ini dapat disimpulkan bahwa Tindakan yang telah di berikan
adalah benar.

5) Sebelum pasien dipulangkan apa saja yang harus diedukasikan?


Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa hampir semua
narasumber mengungkapkan bahwa edukasi yang di berikan pada pasien
covid persiapan pulang adalah, kepatuhan minum obat, menjaga pola
makan, PHBS, tetap melakukan isolasi mandiri.
Berdasarkan sumber Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease (COVID 19) Direktorat Jenderal dan Pengendalian
Penyakit maret 2020 mengungkapkan bahwa,upaya pencegahan corona
virus dapat di lakukan dengan Upaya Kebersihan Personal dan Rumah
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diikuti untuk membantu mencegah
COVID-19, yaitu menjaga kebersihan diri/personal dan rumah dengan
cara:
a. Mencuci tangan lebih sering dengan sabun dan air setidaknya 20
detik atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol (hand
sanitizer), serta mandi atau mencuci muka jika memungkinkan,
sesampainya rumah atau di tempat bekerja, setelah membersihkan
kotoran hidung, batuk atau bersin dan ketika makan atau
mengantarkan makanan.
b. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang
belum dicuci
c. Jangan berjabat tangan
d. Hindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit
e. Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam
atau dengan tisu lalu langsung buang tisu ke tempat sampah dan
segera cuci tangan
f. Segera mengganti baju/mandi sesampainya di rumah setelah
berpergian
g. Bersihkan dan berikan desinfektan secara berkala pada benda-benda
yang sering disentuh dan pada permukaan rumah dan perabot (meja,
kursi, dan lainlain), gagang pintu, dan lain-lain.
Peningkatan Imunitas Diri dan Mengendalikan Komorbid Dalam
melawan penyakit COVID-19, menjaga sistem imunitas diri merupakan
hal yang penting, terutama untuk mengendalikan penyakit penyerta
(komorbid). Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatan imunitas diri
pada orang yang terpapar COVID-19, yaitu sebagai berikut:
a. Konsumsi gizi seimbang
b. Aktifitas fisik/senam ringan
c. Istirahat cukup
d. Suplemen vitamin
e. Tidak merokok
f. Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, yang dilakukan oleh
ketiga RS benar adanya karena Pengendalian Penyakit maret 2020
mengungkapkan bahwa,upaya pencegahan corona virus dapat di lakukan
dengan Upaya Kebersihan Personal dan Rumah Terdapat beberapa
prinsip yang perlu diikuti untuk membantu mencegah COVID-19, yaitu
menjaga kebersihan diri/personal dan rumah dan menjaga sistem imunitas
diri merupakan hal yang penting, terutama untuk mengendalikan penyakit
penyerta (komorbid).

6) Apa Tindakan perawat agar PDP ringan/sedang tidak sampai ke PDP


sedang/berat
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di dapatkan
bahawa Tindakan yang dapat dilakukan agar tetap menjaga kondisi
pasien agar PDP ringan tidak sampai ke PDP sedang/berat adalah
dengan cara memberikan motivasi kepada pasien agar selalu makan dan
minum obat serta berdoa. Adapun yang mengatakan bahwa dengan
melakukan pemantauan status kondisi pasien.
Menurut panduan Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020
menegaskan bahwa Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan,
sedang atau berat. Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu
>380C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan
sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan
gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu
minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti
ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada
beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai
dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal, oleh sebab itu
pengontrolan yang ketat mulai dari observasi kondisi pasien, pemberian
obat yang tepat, hingga memperhatikan pola makan pasien sangat
berpengaruh pada proses penyembuhan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulakn bahwa Tindakan yang
diambil ketiga RS ini merupakan Tindakan yang telah sesuai.

7) Apa saja upaya yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk


mencegah tertular dari COVID ?
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diperoleh data
bahawa, untuk mencegah tertularnya penyakit Covid para tenaga medis
menggunakan APD dan melepaskan sesuai SOP, melakukan PHBS dan
menjaga stamina dengan makan, minum yang teraur serta
mengedukasikan pasien agar tetap menggunakan masker.
Berdasarkan buku Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020
menegaskan bahwa Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi
perlu diterapkan prinsip-prinsip yaitu hand hygiene, penggunaan alat
pelindung diri untuk mencegah kontak langsung dengan pasien (darah,
cairan tubuh, sekret termasuk sekret pernapasan, dan kulit , pencegahan
tertusuk jarum serta benda tajam, managemen limbah medis,
pembersihan dan desinfektan peralatan di RS serta pembersihan
lingkungan RS. Pembersihan dan desinfektan berdasarkan karakteristik
Coronavirus yaitu sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat
diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan
suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat dan
kloroform. klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus..Berikut
penjelasan singkat terkait kewaspadaan pencegahan penularan di Rumah
Sakit (akan dijelaskan lebih detail pada bagian pencegahan dan
pengendalian infeksi)
Tabel . Implementasi pencegahan dan pengendalian Infeksi di rumah
sakit.
Menurut Buku Petunjuk Teknis alat Pelindung diri (APD) dalam
Menghadapai Wabah Covid. Direktorat Jendaral Pelayanan Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020, menjelaskan
beberapa Teknik memasang dan melepaskan APD
Didalam buku Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020 menegaskan bahwa
Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan Program pencegahan
dan pengendalian infeksi (PPI) merupakan komponen penting yang harus diterapkan
dalam managemen kasus infeksi. Berikut strategi PPI untuk mencegah atau
membatasi penularan infeksi di fasilitas kesehatan meliputi:
1. Triage, deteksi dini dan pengontrolan sumber
2. Penerapan standard pencegahan untuk semua pasien
3. Penerapan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (droplet dan
kontak dan pencegahan airborne lain) untuk kasus yang dicurigai infeksi
COVID-19.
4. Penerapan kontrol administratif
5. Penggunaan kontrol lingkungan dan engineering

1. Triase, deteksi dini dan pengontrolan sumber Triase klinis merupakan sistem
pemeriksaan pasien dititik pertama masuk rumah sakit yang merupakan bagian
penting dalam mengidentifikasi, deteksi dini dan menempatkan segera pasien di
area terpisah dari pasien lain (pengontrolan sumber) atau isolasi serta merawat
pasien dengan dugaan infeksi COVID-19. Untuk memudahkan deteksi dini kasus
yang dicurigai, fasilitas kesehatan harus:
- Memotivasi petugas kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan klinis yang
tinggi
- Tempat triase yang memadai serta staff yang terlatih.
- Memberlakukan kuesioner skrining berdasarkan definisi kasus
- Memasang tanda di tempat umum yang mengingatkan gejala-gejala pada
pasien yang penting untuk diberitahukan kepada petugas kesehatan.
- Promosi respiratory hygiene merupakan tindakan pencegahan yang penting
- Isolasi atau pemisahan pasien COVID-19 yang dicurigai segera setelah
dicurigai serta terapkan program PPI.

2. Penerapan standard precautions untuk semua pasien Standard Precautions


mencakup kebersihan tangan dan pernapasan (hand and respiratory hygiene);
penggunaan alat pelindung diri (APD), bergantung penilaian risiko; pencegahan
luka tertusuk jarum suntik atau benda tajam; pengelolaan limbah yang aman;
pembersihan lingkungan dan sterilisasi peralatan dan linen yang digunakan dalam
merawat pasien.
a. Kebersihan tangan dan pernapasan Langkah-langkah respiratory hygiene
yang harus dilakukan yaitu:
- Tutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin dengan tisu atau bagian
dalam siku.
- Lakukan hand hygiene. - Setelah kontak dengan secret saluran napas. -
Lima momen cuci tangan: sebelum menyentuh pasien, sebelum prosedur
dilakukan, setelah terpapar cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan
setelah menyentuh sekitar pasien. - Menggunakan alkohol atau sabun
dengan air. - Jika terdapat minyak atau kotoran yang terlihat, cuci tangan
dengan sabun dan air. - Jika kotoran tidak terlihat, gunakan alcohol-based
hand rub.
- Tawarkan masker untuk pasien terduga infeksi COVID19 bagi yang bisa
mentolerirnya.
b. Alat pelindung diri Penggunaan APD yang rasional, benar dan konsisten
membantu mengurangi penyebaran patogen. Efektivitas APD tergantung
pada persediaan yang memadai, pelatihan staf yang memadai, hand hygiene
yang tepat dan perilaku yang baik.
c. Kebersihan lingkungan dan desinfektan Pembersihan lingkungan dan prosedure
desinfeksi harus dipatuhi secara konsisten dan benar.Pembersihan permukaan
lingkungan dengan air dan deterjen yang teliti. Selain itu, penerapan desinfektan
yang biasa digunakan (seperti natrium hipoklorit) harus efektif dan memadai.
Pengelolaan laundry, layanan penyediaan alat makan dan limbah medis harus
sesuai dengan prosedur rutin yang aman.

3. Penerapan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (untuk droplet,


kontak, dan pencegahan lain) untuk kasus yang dicurigai.

a. Pencegahan kontak dan droplet untuk terduga infeksi COVID-19:


- Setiap individu, termasuk anggota keluarga, pengunjung, dan petugas
kesehatan harus mematuhi pencegahan kontak dan droplet.
- Setiap pasien harus ditempatkan di ruangan privat yang memiliki ventilasi
cukup. Ventilasi memerlukan 160 L/detik/pasien.

- Jika ruangan privat tidak tersedia, kumpulkan pasien terduga COVID-19


bersama

- Tempatkan pasien pada bed yang paling tidak terpisah sejauh 1 meter

- Jika memungkinkan, petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19


eksklusif hanya menangani pasien terduga COVID-19 untuk mencegah
risiko transmisi infeksi

- Gunakan masker medis/bedah

- Gunakan gaun APD yang bersih, non steril, dan berlengan Panjang

- Gunakan pelindung mata dan wajah (misal googles atau face shield)

- Gunakan gloves / handscoon

- Setelah kontak pasien, lakukan pelepasan APD dengan tepat dan lakukan
cuci tangan. APD baru dibutuhkan untuk kontak atau merawat pasien yang
berbeda.

- Gunakan alat-alat sekali pakai atau gunakan alat yang diperuntukkan hanya
untuk pasien COVID-19. Alat seperti stetoskop, cuff sphygmomanometer,
termometer tidak boleh dicampur. Jika alat harus digunakan untuk pasien
lain, bersihkan dan desinfeksi setiap selesai pemakaian (misalnya dengan
alkohol 70%)

- Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang berpotensi
terkontaminasi

- Hindari memindahkan pasien keluar ruangan kecuali diperlukan secara


medis. Gunakan portable X-ray atau alat diagnostik lain yang diperlukan.
Jika perpindahan dibutuhkan, gunakan jalur perpindahan yang sudah
ditentukan sebelumnya untuk meminimalisir paparan terhadap staff, pasien
lain, dan pengunjung. Pasien menggunakan masker.

- Pastikan petugas kesehatan yang mengantar pasien pada saat perpindahan


pasien menggunakan APD dan melakukan hand hygiene yang baik
- Beritahu area yang akan menerima pasien sebelum memindahkan pasien.
Pastikan area yang akan menerima telah melakukan tindakan pencegahan
(precaution) yang baik sebelum kedatangan pasien

- Bersihkan dan desinfeksi permukaan yang kontak dengan pasien secara


rutin

- Batasi jumlah petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung yang


melakukan kontak dengan terduga pasien COVID-19

- Catat setiap orang yang masuk dan keluar ruangan pasien termasuk staff
dan pengunjung.

b. Pencegahan airborne untuk prosedur yang dapat memproduksi droplet/ aerosol


pada pasien terduga COVID19 (aerosol generating procedure): Beberapa
prosedur yang menghasilkan aerosol telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penularan Coronavirus (SARS-CoV dan MERS-CoV), prosedur tersebut
misalnya intubasi trakea, ventilasi non invasif, trakeotomi, resusitasi
kardiopulmoner, ventilasi manual sebelum intubasi dan bronkoskopi. Pastikan
hal berikut ketika melakukan prosedur tersebut:

- Menggunakan respirator partikulat yang setidaknya sekuat N95 yang


bersertifikat NIOSH, EU FFP2, atau yang setara; saat memasang respirator
sekali pakai, selalu lakukan seal-check. Waspadai bahwa jika pemakai
memiliki rambut wajah, dapat mengganggu seal dari respirator

- Prosedur dilakukan di ruangan dengan ventilasi cukup, minimal aliran


160L/detik/pasien atau di ruangan negatif atau 12 air changes per hour
(ACH). Gunakan controlled direction of air flow saat melakukan ventilasi
mekanis.

- Menggunakan pelindung mata

- Menggunakan gaun APD bersih, non steril, berlengan panjang

- Jika gaun tidak tahan cairan, gunakan apron waterproof untuk prosedur
yang berpotensi memproduksi jumlah cairan yang banyak dan dapat
menembus gaun

- Batasi jumlah orang dalam ruangan. Gunakan jumlah absolute minimum


yang diperlukan untuk perawatan pasien.
4. Pengontrolan administratif Kontrol dan kebijakan administratif untuk pencegahan
dan kontrol penularan infeksi COVID-19 diantaranya pembangunan infrastruktur
dan kegiatan PPI berkelanjutan, pelatihan petugas kesehatan; edukasi untuk
perawat pasien, kebijakan tentang deteksi dini infeksi pernapasan akut yang
berpotensi COVID-19, akses ke laboratorium uji yang cepat untuk identifikasi
agen etiologi, pencegahan kepadatan yang berlebihan terutama di Instalasi
Gawat Darurat, penyediaan ruang tunggu khusus untuk pasien bergejala dan
penempatan yang tepat dari pasien rawat inap yang menjamin rasio pasien-staf
yang memadai, penyediaan dan penggunaan persediaan APD yang teratur,
kebijakan dan prosedur PPI untuk semua aspek pelayanan kesehatan - dengan
penekanan pada surveillans infeksi pernapasan akut yang berpotensi
disebabkan oleh COVID-19 pada petugas kesehatan dan pentingnya mencari
perawatan medis, dan pemantauan kepatuhan petugas kesehatan, bersama
dengan mekanisme untuk perbaikan sesuai kebutuhan.

5. Pengontrolan secara lingkungan dan engineering Pengontrolan ini bertujuan


untuk menjamin ventilasi yang memadai di seluruh area fasilitas kesehatan
sekaligus menjamin pembersihan yang memadai. Pemisahan dengan jarak
minimal 1 meter harus dilakukan untuk setiap pasien terduga. Pengontrolan ini
dapat mengurangi transmisi patogen selama perawatan. Pastikan pembersihan
dan desinfektan dilakukan dengan konsisten dan benar. Pembersihan
lingkungan dengan air dan detergen serta desinfektan yang biasa digunakan
yaitu sodium hipoklorit. Semua spesimen yang dikumpulkan untuk
investigasi laboratorium harus dianggap berpotensi menular. Petugas kesehatan
yang mengumpulkan dan mengangkut spesimen klinis harus mematuhi
kewaspadaan standar untuk meminimalkan kemungkinan paparan ke patogen.

- Pastikan petugas mengenakan APD yang memadai. Jika sampel diambil


dengan prosedur yang dapat menciptakan aerosol, maka gunakan masker
N95.
- Pastikan bahwa semua personel yang mengangkut spesimen dilatih dalam
praktik penanganan dan prosedur dekontaminasi pada kejadian tumpahan
yang aman.

- Tempatkan spesimen untuk pengangkutan dalam tas spesimen anti bocor


(wadah sekunder) yang memiliki sealable pocket terpisah untuk spesimen
(mis. tas plastik biohazard), dengan label pasien pada wadah spesimen
(wadah primer), dan formulir permintaan laboratorium yang ditulis dengan
jelas.

- Pastikan bahwa laboratorium fasilitas layanan kesehatan mematuhi praktik


biosafety dan pengangkutan yang sesuai persyaratan, sesuai dengan jenis
organisme yang sedang ditangani.

- Kirimkan semua spesimen secara manual / diantar langsung jika


memungkinkan, JANGAN gunakan sistem tabung pneumatik untuk
transportasi spesimen.

- Dokumentasikan nama lengkap pasien dan tanggal lahir terduga COVID-19


dengan jelas pada formulir permintaan laboratorium yang menyertai. Beri
tahu laboratorium sesegera mungkin bahwa spesimen sedang dikirim.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Tindakan yang diambil ketiga
RS inim telah sesuai dengan protocol yang ditetapkan

8) Apakah perawat COVID mendapat karantina?


Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diberoleh data
bahawa semua perawat covid selama dinas di tempatkan di mesa tau
tempat tinggal khusus perawata covid, mendapatkan jadwal libur serta
setelah masa dinas mereka dikarantina selama 14 hari.
Menurut Panduan Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020
mengungkapkan bahwa Orang dalam Pemantauan merupakan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa
pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat
paparan diantaranya:
 Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
 Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan
dengan pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara
yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),
 Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular
sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit
(sesuai dengan perkembangan penyakit
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bekerja di fasilitas
Kesehatan yang berhubungan dengan pasien covid merupakan kategori
ODPsehingga perlu untuk di karantina.
Tata cara dan perlengkapan selama masa karantina Tatacara
karantina meliputi:
a. Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta
kamar single yang luas yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar
single tidak tersedia pertahankan jarak minimal 1 meter dari penghuni
rumah lain. meminimalkan penggunaan ruang bersama dan
penggunaan peralatan makan bersama, serta memastikan bahwa
ruang bersama (dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
b. pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi udara
yang memadai, sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
c. pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang
yang di karantina;
d. akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk: •
penyediaan makanan, air dan kebersihan; • perlindungan barang
bawaan; • perawatan medis; • komunikasi dalam bahasa yang mudah
dipahami mengenai: hak-hak mereka; ketentuan yang akan
disediakan; berapa lama mereka harus tinggal; apa yang akan terjadi
jika mereka sakit; informasi kontak kedutaan
e. bantuan bagi para pelaku perjalanan
f. bantuan komunikasi dengan anggota keluarga;
g. jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan;
h. dukungan psikososial; dan i. pertimbangan khusus untuk individu
yang lebih tua dan individu dengan kondisi komorbid, karena berisiko
terhadap risiko keparahan penyakit COVID-19
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perawat
merupaka OTG karena kontak langsung dengan pasien COVID sehingga
perlu di karantina, hal ini menunjukan Tindakan yang diambil ke tiga RS
telah sesuai dengan protocol yang berlaku.

9) Penggunaan APD yang dipakai sudah sesuai standar atau tidak?


Berdasarkan hasil wawancara para nerasumber mengatakan bahwa
mereka menggunakan APD sesuai dengan protocol penggunaan APD
untuk penanganan pasien covid
Menurut Buku Petunjuk Teknis alat Pelindung diri (APD) dalam
Menghadapai Wabah Covid. Direktorat Jendaral Pelayanan Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020, menjelaskan
bahwa penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi agar
terhindar dari paparan langsung virus covid sehingga mencegah
terjadinya penularan:
a. Tetapkan indikasi penggunaan APD dengan mempertimbangkan:
6. Risiko terpapar Alat pelindung diri digunakan oleh orang yang
berisiko terpajan dengan pasien atau material infeksius seperti
tenaga kesehatan, petugas kebersihan, petugas instalasi
sterilisasi , petugas laundri dan petugas ambulans di Fasyankes.
7. Dinamika transmisi; Transmisi penularan COVID-19 ini adalah
droplet dan kontak dan transmisi airborne
b. Cara “ memakai “dengan benar
c. Cara “melepas” dengan benar
d. Cara mengumpulkan (disposal) setelah di pakai.
Jenis APD yang digunakan pada kasus COVID-19, berdasarkan tempat
layanan kesehatan, profesi dan aktivitas petugas menurut WHO
Keterangan:
a. Setelah digunakan, APD harus dibuang di tempat sampah infeksius
(plastik warna kuning) untuk dimusnahkan di incenerator.
b. APD yang akan dipakai ulang dimasukan ke tempat linen infeksius
dan dilakukan pencucian sesuai ketentuan.
c. Petugas yang melakukan pemeriksaan menggunakan thermo scan
(pengukuran suhu tanpa menyentuh pasien), thermal imaging
cameras, dan obeservasi atau wawancara terbatas, harus tetap
menjaga jarak minimal 1 m
Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa penggunaan APD
yang sesuai dan tetap mempertahankan prinsip-prinspnya merupakan hal
mendasar agar dapat mencegah terjadinya penularan, maka dapat
disimpulkan yang telah dilakukan ke tiga rumah sakit ini telah sesuai

2. Ruang ICU COVID-19


1) Apakah ketika pasien COVID masuk ke ICU dilakukan pemeriksaan
swab ulang? Jika iya, kapan di lakukan pemeriksaan ulang?
Berdasarkan hasil wawancara oleh narasumber diperoleh data bahwa di
ruang icu tetap dilakukan pemeriksaan swab entah itu pasien dari jalur IGD
maupun jalur rujukan. Merut narasumber swab dilakukan ulang saat 7 hari masa
perawatan di ICU.
Berdasarkan penjelasan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease (COVID 19) Direktorat Jenderal dan Pengendalian
Penyakit maret 2020 mengungkapkan bahwa pemeriksaan swab
dilakukan setiap 2 kali selama 2 hari berturut turut dan bila ada
perburukan. Hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini :
Perbedaan Kriteria Kasus dalam Konfirmasi Laboratorium Menggunakan RT PCR
Kriteria Jenis specimen Waktu Laboratorium
kasus pengambilan pemeriksaan
PDP Sesuai dengan hari ke-1 dan hari Laboratorium
Jenis spesimen ke2 serta bila ada Pemeriksa COVID-
pasien COVID-19 perburukan. 19 (lampiran 19)
ODP hari ke-1 dan hari
ke2 serta bila ada
perburukan.
OTG hari ke-1 dan hari
ke14 serta bila ada
perburukan

Dari table diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan swab tidak


berdasarkan ruangan melainkan berdasarkan kondisi pasien sehingga ruangan
bukanlah menjadi tolak ukur untuk pengambilan specimen. Swab akan tetap
dilakukan 2 kali berturut- turut selama 2 hari serta bila ada perburukan.
Maka dapat disimpulkan dari jawaban narasumber belum semuanya tepat
sesuai prosedur.

2) Kapan dilakukan penggunaan baju hasmat ? apakah hanya


diruangan untuk penanganan COVID atau digunakan juga di ICU?
Berdasarkan hasil wawancara penggunaan buju hasmat atau APD lengkap
jika menangani pasien covid yaitu APD dengan level 3 sedangkan bila
menangangi pasien general penggunaan APD dengan level 2.
Berdasarkan sumber Buku Petunjuk Teknis alat Pelindung diri (APD)
dalam Menghadapai Wabah Covid. Direktorat Jendaral Pelayanan
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020
menjelaskan Jenis APD yang digunakan pada kasus COVID-19,
berdasarkan tempat layanan kesehatan, profesi dan aktivitas petugas
menurut WHO dapat dilihat pada table dibawah ini:
Lokasi Target Jenis Aktivitas Jenis APD yang
Petugas atau digunakan
Pasien
Fasilitas kesehatan
Fasilitas Rawat Inap ,IGD, Kamar Operasi dan Penunjang
Ruang Petugas Merawat secara  Masker N95
perawatan kesehatan langsung pasien  Masker bedah
pasien , IGD, COVID-19  Gaun/ Gown
Kamar operasi  Sarung tangan
Pelindung mata
(goggles) dan
atau
 Pelindung
wajah (face
shield)
 Pelindung
kepala
 Sepatu
pelindung

Dibahawa ini jeneis-jenis APD dan levelnya :


Dari penjelasan diatas dapat disimpulakan bahawa penjelasan dari
narasumber sesuai dengan teori yang dipaparkan.

3) Apakah ruangan ICU memiliki ruangan isolasi khusus untuk pasien


COVID?
Berdasarkan penjelasan dari narasumber diperoleh data bahwa ruangan ICU
Covid di bedakan dengan ruangan ICU general, ruangan ICU masuk dalam
kategori ruang infection care
Berdasarkan teori yang di ungkapkan bahwa ruang IICU general di bedahkan
denganruang ICU covid. Ruang ICU covid merupakan infection intensif, pada
dasarnya tidak memiliki perbedaan dengan ruangan ICU general yang
membedakannya adalah merupakan ruaangan infeksius dan penggunaan APD
level 3, namun secara keseluruhan seperti penanganan intensif dan alat-alat
sama dengan ruangan ICU general.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ruangan ICU General dan
ICU Covid/ Infection care adalah ruangan yang dipisahkan maka benar yang
disampaikan narasumber

4) Apa standar alat medis di ICU untuk bisa menangani/merawat pasien


COVID?
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber didapatkan bahwa ruangan
ICU general dan ICU covid pada dasarnya sama, tidak ada yang ,membedakan
mulai dari alat dan perawatan namun yang membedakan adalah APD yang di
gunkan
Berdasarkan teori, ruangan ICU general dan ICU Covid/Infection Care tidak
memiliki perbedan dalam melakukan asuhan keperawatan intensif dan juga alat-
alat yang tersedia, yang membedahkan adalah ICU covid adalah ruangan
infection dan penggunaan APD level 3 dari penjelasan ini dapat disimpulkan
bahwa yang disampaikan narasumber benar adanya

5) Jenis pengobatan yang seperti apa yang diberikan kepada pasien


COVID? Apakah setiap perawatan di bedakan sesuai dengan kondisi
klinis pasien COVID?
Berdasarkan sumber dari hasil wawancara para narasumber mengungkapkan
bahwa pengobatan pasien covid berfokus pada peningkatan daya tahan tubuh
sehingga diberikan suplemen dan vitamin dan pada pasien mandiri akan
diberikan obat oral sedangkan pasien yang memiliki gejala dan resiko
mempercepat pemburukan sudah diberikan terapi intarvena. Pengobatan
covid juga dengan kondisi dan gejala pasien.
Berdasarkan
Tatalaksana Pasien di Rumah Sakit Rujukan
Terapi Suportif Dini dan Pemantauan

a. Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat


dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.
- Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan nasal
kanul dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak
dan orang dewasa yang tidak hamil serta SpO2 ≥ 92%-95% pada
pasien hamil.
- Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau
apneu, distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma,
atau kejang) harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi
untuk mencapai target SpO2 ≥94%;
- Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse
oksimetri dan sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan
semua alat-alat untuk menghantarkan oksigen (nasal kanul,
sungkup muka sederhana, sungkup dengan kantong reservoir)
harus digunakan sekali pakai.
- Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana,
sungkup dengan kantong reservoir) yang terkontaminasi dalam
pengawasan atau terbukti COVID-19.

b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA


berat tanpa syok. Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam
pemberian cairan intravena, karena resusitasi cairan yang agresif
dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam kondisi
keterbatasan ketersediaan ventilasi mekanik.

c. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi.


Pada kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19)
berikan antibiotik empirik yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam.
Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan diagnosis klinis
(pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial atau sepsis),
epidemiologi dan peta kuman, serta pedoman pengobatan. Terapi
empirik harus di de-ekskalasi apabila sudah didapatkan hasil
pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.

d. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk


pengobatan pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis
kecuali terdapat alasan lain. Penggunaan jangka panjang sistemik
kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping yang
serius pada pasien dengan ISPA berat/SARI, termasuk infeksi
oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan replikasi
virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus
dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.

e. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang


mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan
intervensi perawatan suportif secepat mungkin.

f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan


pengobatan dan penilaian prognosisnya. Perlu menentukan terapi
mana yang harus dilanjutkan dan terapi mana yang harus dihentikan
sementara. Berkomunikasi secara proaktif dengan pasien dan
keluarga dengan memberikan dukungan dan informasi prognostik.

g. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan


penyesuaian dengan fisiologi kehamilan. Persalinan darurat dan
terminasi kehamilan menjadi tantangan dan perlu kehati-hatian serta
mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia kehamilan, kondisi
ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan ke dokter kandungan, dokter
anak dan konsultan intensive care
Terapi dan monitoring
1. Isolasi pada semua kasus Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik
ringan maupun sedang.
2. Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan atau pasien.
3. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
4. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
5. Suplementasi oksigen Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien
dengan SARI, distress napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen
pertama sekitar 5l/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak
hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil. Tidak ada napas atau obstruksi,
distress respirasi berat, sianosis sentral, syok, koma dan kejang
merupakan tanda gawat pada anak. Kondisi tersebut harus diberikan
terapi oksigen selama resusitasi dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak
dalam kondisi gawat target SpO2 ≥ 90%. Semua area pasien SARI
ditatalaksana harus dilengkapi dengan oksimetri, sistem oksigen yang
berfungsi, disposable, alat pemberian oksigen seperti nasal kanul, masker
simple wajah, dan masker dengan reservoir. Perhatikan pencegahan
infeksi atau penularan droplet atau peralatan ketika mentataksana atau
memberikan alat pemberian oksigen kepada pasien.
6. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat Pasien dengan distress napas
yang gagal dengan terapi standar oksigen termasuk gagal napas
hipoksemia berat. Pasien masih menunjukkan usaha napas yang berat
walaupun sudah diberikan oksigen dengan masker dengan reservoir
(kecepatan aliran 10-15 liter/menit). Gagal napas hipoksemia pada ARDS
biasanya gagalnya ventilasi-perfusi intrapulmonar dan biasanya harus
mendapatkan ventilasi mekanik. Adapun beberapa risiko terkait
penggunaan NIV yaitu delay intubasi, volume tidal luas, dan injury
tekanan transpulmonar. Jika pasien digunakan NIV, perlu dimonitor ketat
serta peralatan intubasi yang siap jika perburukan atau tidak ada
perbaikan dengan percobaan diberikan (1 jam).
7. Terapi cairan Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok
Pasien dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi cairannya, karena
jika pemberian cairan terlalu agresif dapat memperberat kondisi distress
napas atau oksigenasi. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kenali syok sepsis.
Tentukan kebutuhan cairan tambahan yaitu 10-20ml/kgBB
berdasarkan respons klinis dan perbaikan perfusi. Target perfusi: MAP
(>65mmHg, disesuaikan dengan usia) output urin (1ml/kgBB/jam)
capillary refill time, skin mottlingtingkat kesadaran laktat - Cairan yang
digunakan yaitu normal salin dan ringer laktat. Jangan menggunakan
cairan kristaloid hipotonik, starches, atau gelatin untuk resusitasi.
Vasopressor jika syok menetap setelah resusitasi cairan Obat-obatan
vasopresor diantaranya norepinefrin, epinefrin, vasopresin, dan dopamin.
Target awal MAP ≥65mmHg, disesuaikan dengan usia. Vasopressor
paling aman diberikan melalui CVC pada tingkat yang dikontrol ketat. Jika
CVC tidak tersedia, vasopressor dapat diberikan melalui IV perifer,
dengan melalui vena besar dan pantau tanda ekstravasasi (stop jika
terjadi) dan nekrosis jaringan lokal.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulakn bahwa dalam
pengobatan pasien covid di ICU lebih memprioritaskan masalah kegawat
daruratan.
8. Pemberian antibiotik empiris. Berikut tabel pilihan antibiotik untuk terapi
awal pasien rawat jalan dengan Community-acquired pneumonia (CAP).

6) Apa Tindakan perawat agar PDP ringan/sedang tidak sampai ke PDP


sedang/berat
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diperoleh data bahwa
untuk mencega PDP ringan/sedang tidak masuk ke PDP berat maka dilakukan
pemantauan secara berkala, melakukan asuhan keperawatan sevara benar dan
tetap melakukan kolaborasi dengan tim Kesehatan lainnya dan yang perlu di
perhatikan cara penggunaan APD.
Menurut panduan Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020
menegaskan bahwa Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan,
sedang atau berat. Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu
>380C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan
sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan
gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu
minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti
ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada
beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai
dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal, oleh sebab itu
pengontrolan yang ketat mulai dari observasi kondisi pasien, pemberian
obat yang tepat, hingga memperhatikan pola makan pasien sangat
berpengaruh pada proses penyembuhan.
Pencegahan komplikasi
1. Kurangi durasi ventilasi mekanis:
- Gunakan protokol penyapihan yang mencakup penilaian harian
untuk kesiapan bernapas secara spontan
- Meminimalkan sedasi terus menerus atau intermiten,
menargetkan titik akhir titrasi spesifik (sedasi ringan kecuali
kontraindikasi) atau dengan interupsi harian continuous
sedative infusion
2. Mengurangi insiden ventilator-associated pneumonia:
- Intubasi oral lebih disukai daripada intubasi hidung pada
remaja dan orang dewasa
- Jaga pasien dalam posisi semi-telentang (ketinggian kepala
tempat tidur 30-45º)
- Gunakan sistem pengisapan tertutup; tiriskan secara berkala
dan buang kondensat dalam tabung
- Gunakan sirkuit ventilator baru untuk setiap pasien; setelah
terpasang ganti sirkuit jika kotor atau rusak tetapi tidak secara
rutin
- Ganti exchanger panas dan kelembapan saat terjadi malfungsi,
saat kotor, atau setiap 5-7 hari.
3. Mengurangi insiden tromboembolisme vena Gunakan profilaksis
farmakologis (low molecular weight heparin [lebih disukai jika
tersedia] atau heparin 5000 unit subkutan dua kali sehari) pada
remaja dan dewasa tanpa kontraindikasi. Untuk mereka yang
kontraindikasi, gunakan profilaksis mekanik (alat kompresi
pneumatik intermiten).
4. Mengurangi insiden infeksi dalam darah yang disebabkan oleh
pemasangan kateter Gunakan checklist yang penyelesaiannya
diverifikasi oleh pengamat secara real-time sebagai pengingat
setiap langkah yang diperlukan untuk insersi steril dan sebagai
pengingat harian untuk melepas kateter jika tidak diperlukan lagi.
5. Mengurangi insiden ulkus dekubitus Balik posisi pasien setiap 2
jam.
6. Mengurangi insiden stress ulcer dan perdarahan gastrointestinal
Berikan nutrisi enteral dini (dalam 24-48 jam sejak admisi). Berikan
penghambat reseptor histamin-2 atau inhibitor pompa proton pada
pasien dengan faktor risiko perdarahan GI. Faktor risiko untuk
perdarahan gastrointestinal meliputi ventilasi mekanis selama> 48
jam, koagulopati, Renal Replacement Therapy, penyakit hati,
komorbiditas multipel, dan skor kegagalan organ yang lebih tinggi.
7. Mengurangi insiden ICU-related weakness Mobilisasi dini.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk
penanganan pasien Covid di ruangan ICU selain memperhatikan
Tindakan keperawatan dan kolaborasi dengan tim medis lainnya,
sebaiknya tetap juga memperhatikan komplikasi yang dapat terjadi
akibat penggunaan alat bantu pernapasan ataupun lainnya. Maka
sapat disimpulakn bahwa penjelasan oleh narasumber telalah sesuai

7) Apakah Tindakan perawat untuk tidak tertular?


Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat covid di ICU , narasumber
mengatakan bahwa untuk mencegah terjadinya penularan maka dilakukan
penggunaan APD dan peleasan APD yang sesuai dengan protocol yang telah di
tetapkan.
Berdasarkan tinjauan teori dapat di simpulkan bahwa untuk pencegahan
penularan tidak ada bedanya ICU dengn ruang perawatan covid pada dasarnya
memperhatikan PHBS, penggunaan dan pelepasan APD seperti yang telah
dijelaskan sebeluumnya pada pencegahan penularan di ruang perawatan covid.

8) Apakah perawat ICU yang merawat pasien COVID dikarantina?


Berdasarkan hasil wawancara di dapatkan data dari narasumber bahwa perawat
yang menangani pasien covid mendapat karantina selam 14 hari dan akan
menjalani pemeriksaan rapid test dan swab.
Hal ini sesuai dengan teori yang telah di bahas sebelumnya pada ruangan
perawatan covid menurut Panduan Pneumonia Covid-19 Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) Tahun 2020 mengungkapkan bahwa ciri-ciri Orang dalam
Pemantauan m diantaranya:
 Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
 Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan
dengan pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara
yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),
 Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular
sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit
(sesuai dengan perkembangan penyakit
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bekerja di fasilitas
Kesehatan yang berhubungan dengan pasien covid merupakan kategori
ODPsehingga perlu untuk di karantina.
Tata cara dan perlengkapan selama masa karantina Tatacara
karantina meliputi:
a. Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta
kamar single yang luas yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar
single tidak tersedia pertahankan jarak minimal 1 meter dari
penghuni rumah lain. meminimalkan penggunaan ruang bersama
dan penggunaan peralatan makan bersama, serta memastikan
bahwa ruang bersama (dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi
yang baik.
b. pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi
udara yang memadai, sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
c. pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang
yang di karantina;
d. akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk: •
penyediaan makanan, air dan kebersihan; • perlindungan barang
bawaan; • perawatan medis; • komunikasi dalam bahasa yang
mudah dipahami mengenai: hak-hak mereka; ketentuan yang
akan disediakan; berapa lama mereka harus tinggal; apa yang
akan terjadi jika mereka sakit; informasi kontak kedutaan
e. bantuan bagi para pelaku perjalanan
f. bantuan komunikasi dengan anggota keluarga;
g. jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan;
h. dukungan psikososial; dan i. pertimbangan khusus untuk individu
yang lebih tua dan individu dengan kondisi komorbid, karena
berisiko terhadap risiko keparahan penyakit COVID-19
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perawat
merupaka OTG karena kontak langsung dengan pasien COVID sehingga
perlu di karantina, hal ini menunjukan Tindakan yang diambil ke tiga RS
telah sesuai dengan protocol yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19).


Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Maret
2020

Pneumonia Covid-19 Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia Perhimpunan


Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tahun 2020 Diterbitkan Pertama Kali
Oleh: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Jakarta, 2020

Petunjuk teknis Alat Pelindung Diri (APD) Dalam Menghadapi Wabah Covid-19.
Direktorat jenderal pelayanan Kesehatan kementrian Kesehatan republic
Indonesia Tahun 2020

Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat Dan
Puskesmas Yang Menangani Pasien Covid-19 Pengelolaan Air Limbah
Pengelolaan Limbah Padat Domestik Pengelolaan Limbah B3 Medis
Padat. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2020.

Anda mungkin juga menyukai