Anda di halaman 1dari 28

A.

KONSEP TEORI CEDERA KEPALA


1. Definisi
Cedera adalah : suatu gangguan trauma fungsi yang disertai / tanpa disertai
perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak CR.
Syamsum Hidayat, dkk, 1997).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan benturan mendadak pada kepala dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Nartin, 1996)
Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat dimana otak mengalami memar
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.
2. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera
lokal
b. Trauma oleh benda tumpul menyebabkan ke substansi otak energi Kerusakan terjadi
ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan
pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak
3. Manifestasi klinis
Komusio serebri :
 Muntah tanpa nausea
 Nyeri pada lokasi cidera
 Mudah marah
 Hilang energy
 Pusing dan mata berkunang-kunang
 Orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang.
 Tidak ada deficit neurologi
 Tidak ada ketidaknormalan pupil Ingatan sementara hilang.
 Scalp tenderness
Kontusio serebri :
 Perubahan tingkat kesadaran
 Lemah dan paralisis tungkai,
 Kesulitan berbicara,
 Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma,
 Sakit kepala,
 Leher kaku,Perubahan dalam penglihatan,
 Tidak berespon baik rangsang verbal dan nyeri ,
 Demam diatas 37°C
 Peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi, Berkeringat banyak,
 Muntah,
 Otorhea,
 Tanda betle’s ( ekimosis pada daerah frontal ),
 Flacit paralisis atau paresis bilateral ,
 Kelumpuhan saraf cranial,
 GCS dibawah 7,
 Hemiparesis atau paralesis,
 Posisi dekortikasi, Rhinorrhea,
 Aktifitas kejang, Doll’s eyes. ( Widagdo Wahyu, 2008, hal 107 )

4. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepata (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung seperti yang
terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau
hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi :
hiperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan akhirnya
peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan “menyebar”
sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk menggunakan hasil dengan
lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar
dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk
yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis cedera
ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua – duanya, situasi yang terjadi
pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.
Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :
1.Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada
substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena
jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
2. Akselerasi dan deselerasi
a. Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.
b. Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam
Keduanya mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba
tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras
bergerak dan otak akan membentur permukaan dalam tengkorak pada otak yang
berlawanan.
3.Kup dan kontra kup
Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah
yang terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup” berlawanan pada sisi
desakan benturan.

3. Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar
adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus
aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.
4. Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.

5. Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang
turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat
fraktur ini dapat menimbulkan kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang
sobarachnoid dalam sinus kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir
ke hidung, telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan
spinal
5. Klasifikasi Cedera Kepala
a. Menurut jenis cedera
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duameter. Trauma yang menembus
tengkorak dan jaringan otak
2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan
geger otak ringan dengan cedera serebral yang luas.
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (glasgown coma scale)
1. Cedera kepala ringan/minor
 GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2. Cedera kepala sedangGCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m
tetapi kurang dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intracranial
3. Cedera kepala barat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam
 Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra
kranial.
Gangguan yang Menyertai Cedera Kepala
1. Pada gangguan otak
a. Comotio serebral /gegar serebral
 Tidak sadar kurang dari 10 menit
 Muntah – muntah, pusing
 Tidak ada tanda – tanda defisit neurologik
b. Contusio serebri
 Tidak sadar lebih dari 10 menir, bila area yang terkena
luas, dapat berlangsung lebih dari 2 – 3 hari setelah
cedera.
 Muntah, amnesia retrograd
 Ada tanda – tanda 3 defisit neurologik
2. Perdarahan epidural/epidural hematom
Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara
durameter dan tulang tengkorak yang sebabkan oleh robeknya
arterimeningeal media didaerah perictal temporal akibatnya :
 Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas,
bradikardi dan penurunan TTU.
 Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis
media oblongata yang dapat menimbulkan penurunan
kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang
dapat menimbulkan dilatasi pupil
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang
disebabkan oleh robekan vena yang terjadi diruang subdural
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara
lapisan arahnoid piamter seringkali terjadi karena adanya
robekan vena yang ada didaerah tersebut.
5. Hemaroma intra kranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak
penyebabnya seringkali karena adanya impresi fractur,
gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba – tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit
kekuatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom,
letak dan luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan
belum memberi hasil yang cukup.
b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang
pacologis
c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada
tulang tengkorak yang akan meningkat TIK
e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan
yang berperan dalam meningkatkan / perubahan mental

7. Komplikasi
a Meningitis
b Kejang
c SIADH (Sindroma Of In Apropriate ADH)
d Atelektasis
e Residual defisit neurologik
f Kontraktur
g Pneumonia

8. Penatalaksanaan Medis
a. Umum
 Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
 Breathing : - Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas,
kedalaman
- Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
 Circulation : - Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi
capillary rafill, sianosis pada kuku, bibir)
- Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek
terhadap cahaya
- Monitoring tanda – tanda vital
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Monitoring intake dan output

b. Khusus
 Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid,
pemberian steroid
 Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting
prosedur
 Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit
kepala hebat, muntah proyektil dan papil edema
 Pemberian diet/nutrisi
 Rehabilitasi, fisioterapi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor MR, dan
diagnosa medis.
b. Alasan masuk
Berisi tentang alasan masuk ke rumah sakit. Kaji kronologi yang
menyebabkan cedera kepala. Keluhan-keluhan yang biasa muncul.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien saat dilakukan pengkajian. Data
subjektif yang sering muncul, selain itu dapat diperkuat dengan data
objektif.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien di masa lalu yang menunjang ke
penyakit yang dialami oleh pasien saat ini.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang riwayat keluarga yang mempunyai penyakit.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari
GCS pasien
b. TTV : mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan
c. Kepala : bagaimana keadaan kepala, dan kulit kepala.
d. Rambut : perhatikan distribusi, warna dan kekuatan rambut
e. Mata : perhatikan keadaan konjunctiva, dan perhatikan keadaan sklera,
perhatikan apakah ada hematom atau tidak
f. Teling : perhatikan keadaan telinga, apakah ada gangguan pendengaran
atau tidak, apakah keluar darah atau tidak
g. Hidung : perhatikan keadaan hidung, dan catat jika ada penggunaan alat
bantu nafas.
h. Mulut : perhatikan keadaan mukosa bibir
i. Gigi : perhatikan keadaan gigi, kebersihan, dan apakah ada caries atau
tida, perhatikan kelengkapan gigi
j. Lidah : perhatikan keadaan lidah, kebersihan lidah, dan apakah ada lesi
pada lidah atau tidak.
k. Leher : perhatikan apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, dan
pembesaran kelenjar limfe atau kelenjar getah bening
l. Integumen : perhatikan turgor kulit. Perhatikan adanya jejas
m. Thorax : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Perhatikan apakah dada simetris atau tidak, atau apakah ada
penggunaan otot bantu nafas atau tidak, nilai bagaimana suara nafas
pasien.
n. Jantung : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Perhatikan iktus, dan dengarkan bunyi jantung.
o. Abdomen : mencakup pemeriksaan secara inpeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Lihat keadaan abdomen, kesimetrisan, adanya nyeri tekan
atau nyeri lepas, adanya jejas dan dengarkan bising usus.
p. Genitalia : apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan
pasien terkait genitalia
q. Ekstremitas : periksa bagaimana keadan ekstremitas pasien mencakup
kekuatan otot pasien.

3. Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi sehat
Adanyan tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri, yang
dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar perjalanan penyakitnya.
Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi
lemah dan anoreksia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga pasien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
c. Pola eliminasi
Pasien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
kekamar mandi, karena lemah dan nyeri, dan adanya toleransi aktivitas.
Dengan adanya perubahan tersebut pasien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu pola eliminasi.
d. Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya intoleransi aktivitas, akan menyebabkan
pasien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan
menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan peran
atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran
dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebutberdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien dengan CK seringkali merasa cemas dengan keadaannya
h. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien mungkin terganggu apabila terjadi CK yang
menyebabkan pendarahan hebat.
i. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu sementara waktu, karena dirumah sakit,
j. Pola koping
Dalam penanggulangan stres, bagi pasien yang belum mengerti
penyakitnya, akan mengalami stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalanka pula
sebagai penanggulangan stres dengan percaya pada Tuhannya.

4. Pemeriksaan penunjang
Pantau nilai Hb, leukosit, trombosit, dan hematokrit pasien, serta nilai-nilai
hasil pemeriksaan yang menunjang terhadap penyakit pasien

5. Pengobatan
Catat terapi pengobatan yang diberikan pada pasien
6. Prioritas Perawatan:
a. memaksimalkan perfusi/fungsi otak
b. mencegah komplikasi
c. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
d. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
e. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.

7. Diagnosa Keperawatan:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.
Obstruksi trakeobronkhial.
c. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi
(trauma atau defisit neurologis).
d. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
e. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif.
Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS)
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.
d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat
kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah,
menelan. Status hipermetabolik.
h. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak
pastian tentang hasil/harapan.
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d
kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
8. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:

 Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan


fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:

 Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan dalam pemulihannya setelah serangan awal,
menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
intensif.

koma/penurunan perfusi Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan


jaringan otak dan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
potensial peningkatan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
TIK.

Pantau /catatstatus Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
neurologis secara teratur berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
dan bandingkan dengan baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
nilai standar GCS. antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon

Evaluasi keadaan pupil, terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang


ukuran, kesamaan antara terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
Pantau tanda-tanda vital: TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
TD, nadi, frekuensi nafas, terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
suhu. kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh


Pantau intake dan out put, yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
turgor kulit dan membran Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
mukosa. insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi


Turunkan stimulasi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
eksternal dan berikan mempertahankan atau menurunkan TIK.
kenyamanan, seperti
lingkungan yang tenang.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak
Bantu pasien untuk dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
Tinggikan kepala pasien akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
15-45 derajad sesuai terjadinya peningkatan TIK.
indikasi/yang dapat
ditoleransi.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
Batasi pemberian cairan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran
sesuai indikasi. vaskuler TD dan TIK.

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat


Berikan oksigen meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
tambahan sesuai indikasi. yang meningkatkan TIK.

Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan


Berikan obat sesuai air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
indikasi, misal: diuretik, Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya
steroid, antikonvulsan, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
analgetik, sedatif, mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
antipiretik. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan


neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:

 mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:
 bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
kedalaman pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
otak.

Catat ketidakteraturan Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan


pernapasan. perlunya ventilasi mekanis.

Pantau dan catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi


kompetensi reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
gag/menelan dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan
kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi.
melindungi jalan napas
sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.

Angkat kepala tempat tidur Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
sesuai aturannya, posisi menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
miirng sesuai indikasi. menyumbat jalan napas.

Anjurkan pasien untuk


melakukan napas dalam Mencegah/menurunkan atelektasis.
yang efektif bila pasien
sadar.

Lakukan penghisapan
dengan ekstra hati-hati, Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau
jangan lebih dari 10-15 dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat
detik. Catat karakter, membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan
warna dan kekeruhan dari pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan
sekret. ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan
atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
cukup besar pada perfusi jaringan.
Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
hipoventilasi dan adanya atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
normal misal: ronkhi, menandakan terjadinya infeksi paru.
wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah,


tekanan oksimetri Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan ronsen thoraks
ulang. Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
bronkopneumoni.
Berikan oksigen.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.
Lakukan fisioterapi dada
jika ada indikasi. Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:

 Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:

 Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan antiseptik, nosokomial. Deteksi dini perkembangan infeksi
pertahankan tehnik cuci memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan
tangan yang baik. segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

Observasi daerah kulit Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang


yang mengalami selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
kerusakan, daerah yang segera.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara


teratur, catatadanya Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru
untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia,
demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan atelektasis.
fungsi mental (penurunan
kesadaran).

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang


Anjurkan untuk mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
melakukan napas dalam, dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
latihan pengeluaran sekret terjadinya infeksi nosokomial.
paru secara terus menerus.
Observasi karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai
indikasi

d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiolgis

Deficit/perubahan memori jarak jauh,saat ini,yang baru terjadi

Hasil yang diharapkan

 Melakukan orientasi mental dan realitas biasanya


 Mengenali perubahan berpikir
 Berpartisipasi dalam aturan terpeutik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji rentang 1. Pasien dalam berkonsentrasi
perhatian,kebungungan dan mungkin memendek secara
catat tingkat ansietas pasien tajam yang menyebabkan
2. Pastikan dengan rang terdekat penyebab dari ansietas.
untuk membandingkan 2. Masa pemulihan cedera
kepribadian/tingkah laku kepala meliputi fase agitasi.
pasien sebelum mengalami 3. Untuk mencegah/membatasi
trauma dengan respon pasien komplikasi yang mungkin
sekarang terjadi dan tidak
3. Jelaskan kepada pasien dan menimbulkan suatu hal yang
keluarga tentang pentingnya
pemeriksaan neurologis secara serius pada pasien dan dapat
berulang dan teratur menurunkan ansietas
4. Instruksikan untuk melakukan 4. Memfokuskan kembali
tehnik relaksasi. perhatian pasien dan untuk
5. Lakukan tindakan untuk mengurabigi ansietas pada
mengontrol emosi tingkat yang dapat
6. Beritahu kepada ditanggulamgi.
pasien,keluarga/orang terdekat 5. Untuk melindungi control
pasien bahwa funsi dari luar untuk melindungi
intelektual.tingkah laku,dan diri [asien oramg lain dari
fungsi emosi akan meningkat keadaan bahaya hingga
secara perlahan namun kontol internal pulih kembali
beberapa pengaruhnya 6. Kebanyakna pasien
mungkin tetap ada selama dengantrauma kepala
beberapa bulan atau bahkan mengalami masalah dengan
menetap atau bahkan bias daya konsentrasi dan
permanen. memorinya dan mungkindaya
7. Kolaborasi dengan tim medis memorimya menjadi lambat
tentang pelatihan kognitif atau 7. Untuk kompensasi ganguan
program rehabilitatif pada kemampuan berpikir
dan mengatasi masalah
konsentrasi

e. Keterbatasan batasan mobilisasi fisik berhubungna dengan kerusakan kognitif atau


persepsi Penurunan kekutan/tahanan Terapi pembatasan/kewaspadaaan
keamanan.
Hasil yang diharapkan

 Mempertahankan posisi fungsi optimal


 Menigkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit

INTERVENSI RASIONAL
1. Periksa kembali keadaan dan 1. Mengidentifikasi
kemampuan secara kemungkinan secara
fungsional pada kerusakan fungsional dan mempengaruhi
yang terjadi pilihan intervensi yang akan
2. Letakkan pasie pada posisi dilakukan
tertentu untuk menghindari 2. Perubahan yang teratur dapat
kerusakan Karena tekanan menyebabkan penyebaran
3. Bantu pasien untuk terhadap berat badan dan
melakukan latiahn rentang meningkatkan sirkulasi pada
gerak seluruh bagian tubuh.
4. Berikan perawatan kulit 3. Mempertahankan mobilisasi
dengan cermat,masase dan fungsi sendi/posisi normal
dengan pelmbab dang anti ekstermitas dan menurunkan
linen/pakaian yang basah dan terjadinya vena statis
pertahankan linen tersebut 4. Menigkatkan sirkulasi dan
tetap bersih elastisitas kulit dan
5. Instruksikan pasien untuk menurunkan resiko terjadinya
mengikuti program latuahn ekskorsiasi kulit.
penggunaan alat mobilisasi. 5. Untuk menigkatkan
keberhasilan dari suatu
program tersebut.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,kulit rusak,prosedur
invasive

Hasil yang diharapkan

 Mempertahankan normotermia,bebas tanda-tanda infeksi


 Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya

INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan perawatan aseptic dan 1. Cara pertama untuuk
antiseptic menghindari infeksi
2. Observasi daerah kulit yang nosokomial
mengalami kerusakan catat 2. Memungkinkan untuk
karakteristik, dan adanya inflamasi melakukan tidakan dengan
3. Pantau suhu secara teratur.catat segera dan pencegahan
adanya terhadap komplikasi
demam,mengigil,diaphoresis,da selanjutnya
perubahan fungsi mental 3. Dapat mengidentifikasikan
4. Batasi pengunjung yang dapat perkembangan sepsis.
menularkan infeksi jenis lain 4. Menurnkan pemajanan
5. Kolaborasidengan tim medis terhadap pembawaa kuman
dengan pemberian antibiotik penyebab infeksi
5. Terapi profilaktit dapat
digunakan pada pasien yang
mengalami trauma,kebocoran
CSS atau setelah dilakukanya
pembedahan
g. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk mencerna (penurunan tingkat kesdaran),kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah

Hasil yang diharapkan

 Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan BB sesuai


tujuan
 Tidak mengalami malnutrisi

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan pasien unntuk 1. Menentukan jenis makanan
menguyah,dan menelan. sehingga pasien terlindung
2. Timbang BB sesuai indikasi dari aspirasi
3. Jaga keamanan saat 2. Mengevaluasi keefektifan
memberikan makan kepada atau kebutuhan mengubah
pasien. pemberian nutrisi
4. Tingkatkan 3. Dapat meningkatkan
kenyamanan,lingkungan yang pemasukan dan
santai termasuk sosialisasi saat menormalkan fungsi makan
makan. 4. Untu mengidentifikasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi kebutuhan kalori tergantung
dengan pemberian nutrisi pada usia,BB,ukuran
tubuh,keadaan penyakit
sekarang.

h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan


denga kUrang pemajanan,tidak mengenali informasi/sumber-sumber
Hasil yang diharapkan

 Mengungkapakan pemahaman tentang kondisi,aturan


pengobatan,potensial komplikasi
 Memulai perubahan gaya hidup baru/keterlibatan dalam program
rehabilitasi.

INTERVENSI RASIONAL
1. Berika kembali 1. Membantu dalam menciptakan harapan
informasi yang yang realistis dan meningkatkan
berhubungandeng pemahaman pada eadaan saat ini dan
an proses trauma kebutuhan
dan pengaruh 2. Aktivitas,pembatasan,pengobatan,/kebutu
sesudahnya han terapi yang diberikan/disusun atas
2. Berikan kembali dasar pendekatan antar disiplin dan
pengutan terhadap evaluasi amat penting untuk perkembangn
pengobatan yang pemulihan/pencegahan komplikasi
diberikan 3. Kerja keras akhirnya menunjkkan hasil
sekarang deficit neurologis dan memampuka pasien
3. Tegaskan kembali untuk memulai gaya hidup baru
pentingnya untuk
melakukan
evaluasi dengan
tim rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta:
EGC

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2008.


Nursing Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby Elsevier.
Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai