Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

Oleh :

NAMA : FATIMATUS ZAHRO

NIM : 20020035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

A. Pengertian
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri,serta
mengakibatkan gangguan neurologis (Perdosis, 2016).
Cedera otak adalah salah satu suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan intertitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Hudak, 2017).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang
disebabkanoleh trauma. Hal ini dapat terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak.
Adanya fraktur biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan tertutup. Jika terjadi fraktur tengkorak
terbuka dipastikan lapisan durameter otak rusak, namun jika fraktur tengkorak
tertutup, durameter kemungkinan tidak rusak (Smeltzer dan Bane, 2017).

Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi menjadi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala yang paling sering terjadi dan
menyebabkan penyakit neurologhik yang cukup serius diakibatkan oleh kecelakaan
lalu lintas. Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningktan intrakranial.

Cedera kulit kepala menyebabkan infeksi intrakranial, trauma dibagian ini


dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulsi. Faktur tengkorak adalah
rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang disesbabkan oleh trauma. Hal ini dapat
terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak,dapat menimbulkan dampak tekanan yang
kuat . trauma atau cedera di otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh
kita dan kejadian minor dapat membuat otak mengalami kerusakan yang bermakna
otak menja ditidak menyimpan oksigen dan glukosa jika mengalami kerusakan yang
cukup bermakna (Smeltzer dan Bane, 2017).

B. Etiologi
1. Trauma Tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robekanya otak,
misalnya tertembak peluru, benda tajam lainya,
2. Trauma Tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
3. Cedera Akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
yang bukan pukulan.
4. Kontak benturan biasanya terjadi suatu benturan atau tertabrak sesuatu obyek.
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Jatuh
7. Kecelakaan kerja
8. Serangan yang disebabkan karena olahraga
9. Perkelahian
Sumber (Smeltzer dan Bane, 2017).
C. Klasifikasi
Mekanisme terjadinya trauma atau cedera kepala sebagai berikut :

Jenis Cedera Mekanisme


coup dan countrocoup Objek yang membentur bagian depan (coup)atau
bagian belakang (countrecoup) kepala , objek
yang membentur bagian samping kepala (coup
contrecoup), kepala yang mengenai objek dengan
kecepatan rendah.
Hematom extradural Kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan
olahraga
Hematom subdural Kecelakaan lalu lilntas atau terjadi, khususnya
pada orang berusia atau orang dengan penyalah
gunaan alkohol yang kronik
Perdarahan intracerebral Kontusi yang disebabkan oleh gaya dengan
kekuatan yang besar, biasanya akibat kecelakaan
lalu lintas atau terjatuh dari jarak yang jauh
Fraktur campuran Objek yang mengenai kepala dengan kekuatan
yang besar atau kepala yang membentur objek
dengan sangat kuat, fraktur temporal, fraktur
tulang occipital, dampak ke arah atas dari
vetrebra cervical (fraktur dasar tulang tengkorak)
Cedera penetrasi Misil (peluru) atau proyektil yang tajam (pisau,
pemecah es, kapak, dll)
Cedera aksonal difus Kepala yang sedang bergerak dan membentur
permukaan yang keras atau objek yang sedang
bergerak membentur kepala yang dalam kondisi
diam, kecelakaan lalu lintas (saat kerja atau
pejalan kaki), gerakan kepala memutar

menurut tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi 3 (Mansjoer, 2017),


antara lain :
1. Cedera Kepala Ringan (Kelompok risiko rendah)
a. GCS >13 (sadar penuh, orientatif, atentif)
b. Tidak kehilangan kesedaran
c. Tidak ada intoksitasi alkohol atau obat terlarang
d. Pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala
e. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, dan hematoma kulit kepala
f. Tidak ada kriteria cedera sedang atau berat
2. Cedera Kepala Sedang (kelompok risiko sedang)
a. Skor skala koma glasglow 9-13 (konfusi, letargi, atau stupor)
b. Konkusi
c. Amnesia pasca trauma
d. Muntah
e. Tanda kemungkinan fraktur kranium
f. Kejang
3. Cedera Kepala Berat (kelompok risiko berat)
a. Skor skala koma gasglow 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis fokal
d. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
D. Patofisiologi
Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya memar
pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragis, akibatnya akan terjadi
kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia. Peningkatan salah
satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada
aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga lesi akan mendorong jaringan
otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya tekanan dalam ruang kranium juga akan
meniningkat. Maka terjadilah penurunan aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan
yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang
tidak adekuat dapat menimbulkan vasodilatasi dan edema otak. Edema ini akan
menekan jaringan saraf sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (price).
Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain antara lain :
1. Sistem Kardiovaskular
Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup
aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskular dan edema paru-paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan
disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikrl takikardia. Akibatnya perdarahan otak
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di mana penurunan tekanan vaskuler
pembuluh darah arteriol berkonstraksi. Aktivitas miokardium berubah termasuk
peningkatan frekuensi jantung dang menurunya stroke work dimsns pembacaan
CVP abnormal. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantungdan
atrium kiri sehingga tubuh kan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan
sistolik.
2. Sistem Respirasi
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipertensi paru menyebakan hiperapneu dan bronkho konstriksi. Terjadinya
pernafasan echynstoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang meningkat
pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode paska hiperventilasi apneu.
Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran
darah. Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan
akan menyebabkan asidosis dan vesodilatasi hal tersebut dapat meningkatkan
CBF (cerebral blood fluid).
Edema pada otak karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya
dapat menyebabkan terjadinya kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang
dapat terjadi herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
Akibatnya pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama tidak teratur atau
pola nafas tidak efektif.
3. Sistem Genito-Urinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan
retensi natrium dan air hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga
disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus , yang menyebabkan
pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
4. Sistem Pencernaan
Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas
hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi
hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan
steoid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema eksresi
asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas.
5. Sistem Muskuloskeletal
Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh.
Hemisfer atau himiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area
motorik otak. Selain itu pasien mempunyai control volunter terhadap gerakan
dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsi 2 kelompok
neuron yang besar. Masing –masing dari kelompok neuron ini menstranmisikan
informasi tertentu pada gerakan, sehingga pasien akan menunjukkan gejala
khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cedera.
E. Pathway
F. Manifestasi klinis
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar
pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari.
b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya
berkurang dan cemas, kesulitan tidur, bekerja dan belajar.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan bahkan
koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba, defisit neurologik,
perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengran, disfungsi
sensorik, kejang otot, sakit keapala, dan gangguan pergerakan (ameltmezer)
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan
b. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak kepala dan penurunan neurologik.
G. Pemeriksaan penunjang
a. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur
gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat
sigunakan untuk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh
darah.
c. Angiografi Serebral
Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, pendarahan trauma, digunakan untukmengidentifikasi dan
menentukan kelainan serebral vaskuler.
d. Angiografi Substraksi Digital
Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik
komputerisasi untuk melihat pembulluh darah tanpa gangguan dari tulang dan
jaringan lunak disekitar.
e. ENG (Elektronistagnogram)
Digunakan untuk mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.
f. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam
dari saat terjadi trauma.
g. EEG
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang yang berkaitan
dengan adanya lesi di kepala.
h. BAEK (Brain Audition Euoked Tomografi)
Untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak.

i. GDA (Gas Darah Arteri)


Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang meningkatkan
TIK.
H. Penatalaksanaan
- Pengawasan tekanan darah, tekanan sistolik dipertahankan di atas 90 mmHg.
- Oksigenasi, pemeberian oksigen dengan mempertahankan saturasi oksigen di atas
90%.
- Terapi hiperosmolar dengan manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial
dengan dosis 0,25g/kgBB sampai 1 g/kgBB. Terapi manitul harus dihindari pada
konsdisi hipotensi dan tanda-tanda herniasi transtentorial.
- Terapi hipersalin dengan cairan salin 3%, kadar elektrolit natrium dapat
ditingkatkan hingga batas atas 155 meq/L melalui infus kontinyu maupun bolus
250 mL cairan NaCl 3% hipertonik salin tidak dapat dihentikan tiba_tiba karena
dapat menyebabkan kembalinya peningkatan tekana intrakranial tiba-tiba.
- Terapi hiperventilasi, tidak dianjurkan dilakukan dalam 24 jam pertama setelah
trauma, tujuan hiperventilasi adalah membuat kondisi hipokapnia sehingga terjadi
reflek s vasokonstriksi sehingga mengurangi aliran darah serebral.
- Pemberian proflaksis antibiotik, untuk mencegah infeksi dan pneumonia akibat
tindakan medis (intubasi).
- Pemberian steroid dalam menurunkan tekanan intrakranial berhubungan dengan
peningkatan mortalitas.
I. Komplikasi
1. Gegar otak
2. Epilepsi
3. Sindrom cidera otak kedua
4. Penumpukan efek akibat cedera otak
5. Vertigo dan sakit kepala
J. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway (jalan napas) dengan kontrol servikal
- bersihkan jalan nafas
- adanya atau tidaknya sumbalan jalan nafas
- distress pernafasan
- tanda-tanda pernafasan di jalan nafas
b. Brithing dan ventilasi
- Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Cirkulasi dengan kontrol pendarahan
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstermitas
- Skala GCS
- Ukuran pupil dan respon terhadap cahaya
e. Exporse control
-tanda-tanda trauma yang ada

Pengkajian Sekunder

1. Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernafasan
- Saturasi oksigen
2. Head to assesment
a. Riwayat penyakit
- Keluhan utama dan alasan masuk ke rs
- Lamanya waktu kejadian
- Tipe cedera, posisi saat cidera, lokasi cidera
- Gambaran mekanisme cedera menggunakan PQRST
- Riwayat penyakit lain
b. Pengkajian kepala, leher, wajah
- Adakah luka di area wajah , perubahan tulang lunak
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut, adakah perdarahan ,benda asing,
deformitas, dan leserasi.
- Amati bagian kepala adakah depresi tulang kepala
- Kaji adanya kaku leher
- Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, defisiasi trakea, distensi leher,
edema.
c. Pengkajian dada
- Irama pernafasan, kedalaman, pergerakan dinding dada
- Kaji penggunaan otot bantu pernafasan
- Amati adanya injuri, perdarahan
d. Abdomen dan pelvis
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Massa, lokasinya
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen
- Bising usus
- Distensi abdomen
e. Ekstermitas
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri tekan
- Pergerakan dan kekuatan otot ekstermitas

f. Tulang belakang
- Kaji adanya deformitas tulang belakang
- Tanda-tanda perdarahan
- Adanya jejas
- leserasi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
tampak meringis sakit
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan di buktikan dengan
tidak mampu mandi/mengenakan pakaian, ke toilet/ berhias secara mandiri
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur dibuktikan
dengan mengeluh sering tejaga
3. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Luaran keperawatan Intervensi keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik ditandai Setelah dilakukan intervensi Observasi :
dengan meringis D.0077 keperawatan selama x 24 jam 1. Identifikasi skala nyeri
nyeri akut dapat membaik 2. Identifikasi respon nyeri non
dengan kriteria hasil : verbal
1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik :
2. Meringis menurun 1. Berikan teknik non farmakologi
3. Gelisah menurun 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Kesulitan tidur Edukasi :
menurunv 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesik
bila perlu
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan di Setelah dilakukan intervensi Observasi :
buktikan dengan tidak mampu mandi/mengenakan keperawatan selama x 24 jam 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
pakaian, ke toilet/ berhias secara mandiri defisit perawatan diri dapat Perawatan diri sesuai usia
membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor tingkat kemandirian
1. Kemampuan mandi Terapeutik :
meningkat 1. Sediakan lingkungan terapeutik
2. Kempuan mengenakan 2. Damping dalam melakukan
3. Kemampuan makan perawatan diri sampai mandiri
meningkat Edukasi :
4. Kemampuan toilet 1. Anjurkan melakukan perawatan
(BAB/BAK) meningkat diri secara konsisten sesuai
kemampuan
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan Setelah dilakukan intervensi Observasi :
metabolisme keperawatan selama x 24 jam 1. Monitor asupan dan keluarnya
defisit nutrisi dapat membaik makanan dan cairan serta
dengan kriteria hasil : kebutuhan kalori
1. Kemampuan mandi Terapeutik :
meningkat 1. Timbang berat badan secara rutin
2. Kempuan mengenakan 2. Diskusikan perilaku makan dan
3. Kemampuan makan jumlah aktifitas fisik
meningkat Edukasi :
4. Kemampuan toilet 1. Ajarkan pengaturan diet yang
(BAB/BAK) meningkat tepat
2. Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
makan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control Setelah dilakukan intervensi Observasi :
tidur dibuktikan dengan mengeluh sering tejaga keperawatan selama x 24 jam 1. identifikasi pola aktifitas dan tidur
pola tidur dapat membaik 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
dengan kriteria hasil : 3. identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
1. Kesulitan sulit tidur Terapeutik :
meningkat 1.batasi tidur siang jika perlu
2. Keluhan sering terjaga 2. tetapkan jadwal tidur rutin
meningkat 3. lakukan prosedur untuk meningkatkan
3. Keluhan tidak puas kenyamanan
tidur meningkat Edukasi :
4. Keluhan istirahat tidak 1.jelaskan pentingnya tidur selama sakit
cukup meningkat 2.Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Hudak, Carolyn M. 2017. Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik Edisi 6 Volume 2. Jakarta :
EGC.

Mansjoer, Arif, 2017. Kapita Saleka Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media Aesculpius.

Nanda International, 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.

PREDOSSI Cabang Pekanbaru 2016. Simposium Trauma Kranial-Serebral Tanggal 3


November 20016. Pekan Baru : PERDOSI

Smeltzer,Suzzane C, Dan Brenda G.Bare, 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Volume 3 Edisi 8. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai