Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

OLEH:
IDA AYU INTEN RATNA KESWARI
1302106029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai
kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput
otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis
(Miranda, 2014). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
2. Epidemiologi
Insidensi cedera kepala di seluruh dunia cenderung untuk terus meningkat. Menurut WHO,
kejadian cedera kepala akan melebihi kejadian berbagai penyakit lainnya dalam
menyebabkan kematian dan kecacatan pada tahun 2020. Insidensi cedera kepala secara
global diperkirakan sekitar 200 per 100.000 orang setiap tahunnya. Data yang diperoleh
dari Center of Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa kejadian cedera
kepala di Amerika Serikat adalah sekitar 1,7 juta kasus setiap tahunnya (Roozenbeek,
Maas, dan Menon, 2013). Di Indonesia, penelitian mengenai insidensi cedera kepala masih
sangat minim sehingga angka kejadian cedera kepala di Indonesia masih belum dapat
ditentukan (Nasution, 2010).
3. Etiologi cedera kepala

Cedera kepala disebabkan oleh :


a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:


a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek
otak.
e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
f. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek
otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam

4. Klasifikasi cedera kepala

Berdasarkan patofisiologinya, cedera kepala diklasifikasikan menjadi dua yaitu cedera


kepala primer dan cedera kepala sekunder.

a. Cedera kepala primer


Cedera kepala primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.
b. Cedera kepala sekunder
Cedera kepala sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau
berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera.

Menurut , Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, (2010) cedera kepala ada 2 macam yaitu:

a. Cedera kepala terbuka


Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio
gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.

Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank
berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan,
sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan
perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :

a. Cedera Kepala Ringan


Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral
dan hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24
jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
Berdasarkan mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala, cedera kepala dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Akselerasi, yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada
orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu.
b. Deselerasi, yaitu jika kepala yang bergerak membentur benda yang diam, misalnya
pada saat kepala terbentur.
c. Deformitas, adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat
trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada
jaringan otak.
5. Patofisiologi cedera kepala

Cedera kepala disebabkan karena adanya daya / kekuatan yang mendadak di kepala. Ada
tiga mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu akselerasi, deselerasi dan
deformitas. Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya
pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu. Deselerasi yaitu jika kepala
yang bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat kepala terbentur.
Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat
trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada
jaringan otak. Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala
sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan pada daerah dekat benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan
dengan benturan (kontra kup). Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila
trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang
terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002; Rosjidi, 2007).

6. Manifestasi Klinis

Menurut Pearce (2008) manifestasi klinis cedera kepala dilihat dari besar derajat cedera
kepala. Berikut manifestasi cedera kepala menurut derajatnya:

Ringan Sedang Berat


 GCS normal (15)  GCS 9-14 (bingung,  GCS 3-8 (koma)
 Pemeriksaan lethargi)  Penurunan progressif
neurologi normal  Concussion tingkat kesadaran
 Tidak ada kontusio  Posttraumatic amnesia  Tanda neurologic fokal
 Dapat mengeluh nyeri  Muntah  Cedera penetrasi
kepala  Seizure tengkorak atau fraktur
 Kesulitan  Kemungkinan terdapat tengkorak
berkonsentrasi, fraktur tengkorak yang  Terdapat Kontusio
pelupa, gangguan menekan
bicara, masalah  cedera wajah yang
tingkah laku serius
 Dapat dijumpai abrasi  Intoksikasi obat atau
scalp, laserasi atau alcohol
hematoma  Tidak ada riwayat
 Tidak ada kriteria cedera atau riwayat
trauma sedang atau tidak jelas
berat
Manifestasi cedera kepala juga bergantung pada tempat terjadinya cedera. Berikut adalah
penjelasan mengenai manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan tempatnya menurut
Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, (2010):

 Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan tanpa
pemeriksaan dengan sinar-x diagnosis yang akurat tidak dapat ditegakkan.
 Fraktur dasar tengkorak biasanya akan menunjukan kelainan pada sinus paranasal
pada tulang frontal atau di lokasi telinga tepatnya padang tulang temporal. Biasanya
cedera yang terjadi karena fraktur dasar tengkorak menyebabkan perdarahan dari
hidung, faring dan telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva. Fraktur dasar
tengkorak dicurigai ketika CSS (cairan serebro spinal) keluar dari telinga dan hidung.
Keluarnya CSS merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan infeksi
meningitis jika orgasme masuk melali hidung dan telinga.
7. Pemerikasaan penunjang untuk diagnosis cedera kepala
Pemeriksaan penunjang
a. Foto Rongen
Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis
servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah
oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah
frontal buatkan foto posterioranterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal,
pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral
dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis
kranii dengan kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis
antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis
servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur atau
dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau
fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions
digitae (Fertikh, dkk, 2013).
b. Computed tomography (CT)
Merupakan sebuah teknologi yang secara ekstensif digunakan dalam bidang
neuroradiologi yang mampu menghasilkan gambaran cross-sectional suatu jaringan.
Gambar yang dihasilkan CT merupakan hasil dari radiasi ion-ion yang diperoleh dari
penyerapan X-ray pada jaringan spesifik yang diperiksa. CT menawarkan berbagai
keperluan yang berguna untuk memeriksa otak seseorang (Jordan, dkk, 2010). CT
juga merupakan pemeriksaan diagnostik yang cepat, tidak menyakitkan, noninvasif,
dan akurat. Hasil dari CT juga mampu mengurangi keperluan dilakukannya tindakan
pembedahan eksploratif maupun biopsi yang invasif (Fertikh, dkk, 2013).
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas.
Terdapat beberapa keuntungan dari MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih
baik dalam menilai cedera subakut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural
hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma
secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan
lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. (Japardi, I., 2004).
d. CT-Scan
Pemeriksaan CT scan kepala masih merupakan gold standard bagi setiap pasien
dengan cedera kepala. Berdasarkan gambaran CT scan kepala dapat diketahui adanya
gambaran abnormal yang sering menyertai pasien cedera kepala . CT-Scan adalah
suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang
datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh
komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto
CT-Scan akan tampak sebagai penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan
isi kepala secara anatomis. akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya
(Sastrodiningrat, 2006).
8. Penatalaksanaan dan Terapi
Penanganan sebelum sampai di rumah sakit atau fasilitas yang lebih memadai:
1) Pada pertolongan pertama:
a. Perhatikan imobilisasi kepala leher, lakukan pemasangan neck collar, sebab
sering trauma kepala disertai trauma leher.
b. Hyperventilasi dengan oksigen 100 %, monitor tingkat saturasi O2 dan CO2
c. Pada kasus berat mungkin diperlukan pemasangan ETT
d. Pasang back board (spinal board)
e. Sediakan suction untuk menghindari penderita aspirasi karena muntah.
f. Hentikan perdarah dengan melakukan penekanan pada daerah luka sebelum
dilakukan penjahitan situsional.
g. Perdarahan kepala yang tidak terkontrol akan mengakibatkan syok. Atasi syok
dengan pemasangan IV canule yang besar (bila perlu 2 line), beri cairan yang
memadai. (lihat penatalaksanaan hemoragik syok)
h. Pemberian obat-obatan lasix, manitol dilapangan tidak dianjurkan, begitu pula
obat penenang tidak boleh diberikan tanpa supervisi dokter.
2) Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Begitu diagnosa ditegakkan, penanganan harus segera dilakukan:
Cegah terjadinya cedera otak sekunder dengan cara:
 Pertahankan metabolisme otak yang adekuat
 Mencegah dan mengatasi hypertensi
3) Terapi
Tujuan utama perawatan ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap
otak yang telah mengaalami cedera.
a. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan
hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Cairan yang
dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl 0,9 % atau RL. Kadar Natrium harus
dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema
otak dan harus dicegah dan diobati.
b. Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, hiperventilasi dapat
menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
otak. Hiperventilasi yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena
perfusi otak menurun PCO2 < 25 mmHg, hiperventilasi harus dicegah.
Pertahankan level PCO2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
c. Manitol
Diberikan dengan dosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma yang
semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan
atau tanpa hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita
hypotensi karena akan memperberat hypovolemia
d. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan
meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV.
e. Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila
terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan
tekanan darah.
f. Antikonvulsan
Penggunaan antikonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegah
terjadinya epilepsi pasca trauma. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai
dalam fase akut hingga minggu ke I. Obat lain yang bisa digunakan adalah
diazepam dan lorazepam
9. Prognosis
Prognosa pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara
tepat dan cepat. Pasien meninggal karena beberapa factor yakni : Prolog hipoksia dan
hipotensi, herniasi otak, komplikasi-komplikasi sistemik.

10. Komplikasi
Komplikasi utama darai cedera kepala adalah pendarahan, infeksi , edema dan herniasi
melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang berbahaya bagi cedera terbuka
dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan. Ruptur vask ular dapat terjadi terjadi
sekalipun pada cedera kepala ringan , keadan ini menyebabkan perdarahan diantara
tulang tengkorak dan permukan serebral. Kompresi otak dibawahnya dapat
menyebabkan efek yang dapat menimbulkan kematian. (Wong, 2009).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Tgl/ Jam : - No. RM :-

Ruangan : - Diagnosis Medis : Cedera Kepala Berat

Nama/Inisial : - Jenis Kelamin :-


Umur : - Status Perkawinan : -
IDENTITAS

Agama : - Sumber Informasi :-


Pendidikan : - Hubungan :-
Pekerjaan :-
Suku/ Bangsa : -
Alamat :-
Keluhan utama saat MRS : Kemungkinan ditemukan data pasien
mengalami penurunan kesadaran
RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

Keluhan utama saat pengkajian : Kemungkinan ditemukan data pasien


mengalami penurunan kesadaran

Riwayat penyakit saat ini : Kaji bagaimana kronologis kejadian, Kemudian


kaji apakah hal pertama yang dilakukan oleh pasien atau keluarga untuk menangani
hal tersebut kemudian bagaimana perjalanan sampai pasien dibawa ke rumah sakit.

Riwayat Alergi : kaji apakah pasien ada riwayat alergi, baik


makanan ataupun obat-obatan

Riwayat Pengobatan : kaji apakah pasien sebelumnya sempat MRS,


atau apakah pasien pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk menangani
keluhannya.

Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:

Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten

Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing

 Tidak Ada  Muntahan  Darah


BREATHING

 Oedema

Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor


Tidak ada

Nafas :  Spontan  Tidak Spontan


Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris

Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur

Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke  Lain… …

Suara Nafas :  Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi

Sesak Nafas :  Ada  Tidak Ada

Cuping hidung  Ada  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada

Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut

Batuk :  Ya  Tidak ada

Sputum:  Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: ... … Bau: … …

 Tidak

RR : > 20 x/mnt

Alat bantu nafas:  OTT  ETT  Trakeostomi

 Ventilator, Keterangan: ... ... ...

Oksigenasi : ... lt/mnt  Nasal kanul  Simpel mask

 Non RBT mask  RBT Mask  Tidak ada

Lain:

Pada cedera kepala kemungkinan ditemukan sesak napas dan peningkatan laju
pernapasan pada pasien. Dan dapat dijumpai ketidakmampuan untuk
mengeluarkan sputum karena pasien biasanya tidak sadar sehingga dapat
menghambat jalan napas.

Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


Ketidakefektifan pola napas
Nadi : Teraba  Tidak teraba  N: 50 x/mnt

Tekanan Darah : >140/100 mmHg

Pucat :  Ya Tidak

Sianosis :  Ya  Tidak

CRT : < 2 detik > 2 detik

Akral :  Hangat  Dingin  S: 36,9 C

Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc  Tidak


BLOOD

Turgor :  Elastis  Lambat

Diaphoresis:  Ya Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka bakar

IVFD :  Ya  Tidak, Jenis cairan:

Lain: tekanan darah dan sirkulasi pasien penting untuk diperhatikan. Pada cedera
kepala biasanya tekanan darah fluktuatif. Tekanan darah dapat menurun karena
perdarahan.

Masalah Keperawatan:

Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis  Koma

GCS :  Eye  Verbal  Motorik

Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint

 Midriasis
BRAIN

Refleks Cahaya :  Ada  Tidak Ada

Refleks fisiologis:  Patela (+/-)  Lain-lain … …

Refleks patologis :  Babinzky (+/-)  Kernig (+/-)  Lain-lain ... ...

Refleks pada bayi:  Refleks Rooting (+/-)  Refleks Moro (+/-)


(Khusus PICU/NICU)  Refleks Sucking (+/-) 

Bicara :  Lancar  Cepat  Lambat

Tidur malam : 2 jam Tidur siang : - jam

Ansietas :  Ada  Tidak ada

Lain : kesadaran pasien mengalami penurunan ditandai dengan penurunan GCS.

Masalah Keperawatan: Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Nyeri pinggang:  Ada  Tidak

BAK :  Lancar  Inkontinensia  Anuri

Nyeri BAK :  Ada  Tidak ada


BLADDER

Frekuensi BAK : 4 x/hari Warna: kekuningan Darah :  Ada  Tidak ada

Kateter :  Ada  Tidak ada, Urine output: 150 cc

Lain: ... ...

Masalah Keperawatan: -

TB : .... cm BB : ....kg

Nafsu makan :  Baik  Menurun

Keluhan :  Mual  Muntah  Sulit menelan

Makan : Frekuensi 2 x/hr Jumlah : ½ porsi


BOWEL

Minum : Frekuensi 5 gls /hr Jumlah : 1000 cc/hr

Perut kembung :  Ya  Tidak

BAB :  Teratur  Tidak

Frekuensi BAB : .2x/hr Konsistensi: ... ... .. Warna: ... ... darah (+/-)/lendir(+/-)

Lain : ... ...


Masalah Keperawatan: -

Kekurangan volume cairan

Nyeri :  Ada  Tidak

Problem :

Qualitas/ Quantitas:

Regio :

Skala :

Timing :

Kekuatan otot :

333 333
(Muskuloskletal & Integumen)

333 333
BONE

Deformitas :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Abrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Laserasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Edema :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Grade : ... ... %

Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka : ... ...


Warna dasar luka: ... ...

Kedalaman : ... ...

Aktivitas dan latihan :  0 1 2 3 4 Keterangan:

0: Mandiri
Makan/minum :0 1 2 3 4
1: Alat bantu
Mandi :0 1 2 3 4
2: Dibantu orang lain

Toileting :0 1 2 3 4 3: Dibantu orang lain & alat

4: Tergantung total
Berpakaian :0 1 2 3 4

Mobilisasi di tempat tidur :0 1 2 3 4

Berpindah : 0 1 2 3 4

Ambulasi : 0 1 2 3 4

Lain-lain : Ditemukan contusion dan fraktur pada kepala pasien. Nyeri juga
ditemukan pada pasien dengan cedera kepala.

Masalah Keperawatan:

Nyeri Akut

Defisit Perawatan Diri Mandi, Defisit Perawatan Diri Berpakaian, Defisit


Perawatan Diri Toileting

Risiko Kerusakan Integritas Kulit


(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)

Kepala dan wajah :

 Inspeksi : (bentuk normocephalik)


Leher (kaku kuduk jarang terjadi) :-

Dada :

 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, RR > 20x / menit,


 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
HEAD TO TOE

 Perkusi : sonor
 Auskultasi : Pada auskultasi kemungkinan didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
Abdomen dan Pinggang : Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed
rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.

Pelvis dan Perineum :

Ekstremitas :-

Masalah Keperawatan:

Hasil laboratorium (TGL):


DAN TERAPI MEDIS
TEST DIAGNO STIK

Pemeriksaan Radiologi

Terapi medis saat ini (TGL):

Masalah Keperawatan: -
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cedera kepala
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan aliran darah ke
jaringan akibat rusaknya lapisan jaringan otak ditandai dengan napas klien (diatas
normal : 16 – 20x/menit ), pernapasan dangkal
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
akibat mucus yang banyak ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan
sputum, perubahan ritme dan frekuensi napas, suara napas tambahan ronchi.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
ditandai dengan mulut klien kering, turgor kulit lambat, peningkatan suhu tubuh
klien meningkat, klien tampak lemah, nadi meningkat
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik: fraktur karnium ditandai dengan
peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, N:110 x/menit, RR: 24 X/menit, S: 36,5oC),
wajah tampak meringis, mengungkapkan nyeri di kepala dengan skala 8 ( skala 1-
10), diaphoresis, dilatasi pupil.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera mekanik ditandai dengan
robeknya kulit.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai dengan
keadaan umum lemah, ketergantungan total care.
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera (fraktur), penurunan
kekuatan otot, nyeri ditandai dengan kesulitan membolak balik posisi, keterbatasan
melakukan keterampilan motorik halus dan kasar
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional


1 Resiko Setelah diberikan asuhan NIC Label :Cerebral Perfusion NIC Label :Cerebral Perfusion
ketidakefektifan keperawatan selama ….x… Promotion Promotion
perfusi jaringan menit diharapkan perfusi 1. Berikan colloid atau cystaloid 1. Untuk melebarkan volume di
cerebral jaringan cerebral mulai efektif 2. Pantau posisi kepala pasien agar intravaskuler
berhubungan dengan kriteria hasil NOC Label sejajar 2. Agar mencegah terjadinya
dengan Tissue Perfusion: Cerebral 3. Hindari fleksi pada leher ataupun peningkatan intracranial
kerusakan otak 1. Tekanan intracranial klien pinggul dan lutut yang fleksi 3. Untuk membebaskan jalan nafas
akibat trauma mulai berkuranng terlalu ekstrim 4. Untuk memperbaiki fungsi endotel
2. Tekanan darah dalam 4. Berikan calcium channel blocker pada pasien dengan hipertensi
rentang normal sistol (120- 5. Berikan antikoagulan atau 5. Dengan pemberian antikoagulan
130), dan diastole (80-90) antiplatelet dapat mengurangi terjadinya
3. Pusing yang dirasakan klien 6. Pemberian mannitol dengan dosis thrombus pada pembuluh darah
berkurang rendah jika diperlukan 6. Untuk resusitasi cairan
4. Tidak ada muntah 7. Monitor status neurologis 7. Untuk menentukan intervensi yang
5. Tidak mengalami penurunan tepat kepada klien dan unuk menilai
kesadaran dari status neurologis klien
6. Tidak gelisah dan lesu
2 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan NIC Label : Airway Management NIC : Airway Management
efektif keperawatan selama ….x… 1. Buka jalan nafas klien dengan 1. Untuk membebaskan jalan nafas
berhubungan menit diharapkan pola nafas teknik chin lift atau jaw thrust sehingga menjamin jalan masuknya
dengan gangguan klien mulai efektif dengan udara keparu secara normal guna
neurologis kriteria hasil NOC Label : menjamin kecukupan oksigenasi
cedera kepala, Respiratory Status: Ventilation tubuh
ditandai dengan 1. Respiration Rate klien 2. Berikan oropharingeal atau 2. Cara ideal untuk mempatenkan jalan
pola nafas nafas dalam rentang normal nasopharing tube bila diperlukan nafas apabila terhalang oleh lidah
abnormal dan berkisar antara 16-20x/menit pasien yang jatuh kebelakang
pernafasan cepat 2. Kedalaman inspirasi mulai 3. Bronkodilator berfungsi
optimal 3. Berikan bronkodilator melonggarkan bronki dan
3. Tidak menggunakan otot bronkiolus sehingga dapat
bantu pernafasan meningkatkan aliran udara keparu-
4. Tidak terdapat retraksi paru
dinding dada 4. Berfungsi mengurangi
5. Adanya usaha nafas melalui 4. Berikan terapi nebulizer bronkospasme
bibir 5. Meningkatkan dorongan pada
5. Berikan posisi untuk meringankan diafragma sehingga meningkatnya
kesulitan bernafas seperti posisi ekspansi dada dan ventilasi paru
setengah duduk
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan NIC Label NIC Label
bersihan jalan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management Airway Management
napas diharapkan kebutuhan 1. Kaji TTV klien, catat jika ada 1. Mengetahui kondisi terkini dari
berhubungan perawatan diri pasien terpenuhi perubahan. keadaan vital sign pasien
dengan obstruksi dengan criteria hasil : 2. Posisikan klien pada posisi yang 2. Posisi semi fowler memungkinkan
jalan napas Respiratory Status: Airway memaksimalkan potensi peningkatan pertukaran udara pada
akibat mucus patency pertukaran udara (posisi semi tubuh pasien.
yang banyak 1. Tidak terdapat suara nafas fowler)
ditandai dengan tambahan 3. Bersihkan sekret dengan 3. Sekret yang masih tersisa pada jalan
ketidakmampuan 2. Jalan napas paten melakukan tindakan suctioning nafas pasien akan mengganggu
mengeluarkan 3. Tidak terdapat secret pada pernafasan dan memperburuk
sputum, jalan napas pasien keadaan pasien oleh karena itu
perubahan ritme dilakukan suction untuk
dan frekuensi menghilangkan sekret pada pasien
napas, suara 4. Monitor status respirasi dan 4. Dengan mengetahui respirasi dan
napas tambahan oksigenasi klien oksigenasi pasien dapat mengetahui
ronchi. ada tidaknya gangguan pada jalan
nafas pasien.
5. Auskultasi suara napas, catat 5. Dengan auskultasi akan mengetahui
adanya suara tambahan apakah terdapat sekret yang
menumpuk pada paru-paru pasien
4 Kekurangan Setelah diberikan asuhan NIC label: fluid management 1. Status balance cairan klien
volume cairan keperawatan selama …x… 1. Pantau status cairan, asupan mengindikasikan kondisi cairan
berhubungan menit diharapkan kebutuhan dan keluaran. dalam tubuh.
dengan cairan klien dapat terpenuhi 2. Pantau cairan yang hilang, 2. Jumlah keluaran cairan
hilangnya dengan kriteria hasil misalnya akibat pendarahan, diperlukan untuk mengetahui
volume cairan NOC label: fluid balance muntah, dan/atau diare CMCK pasien
aktif ditandai 1. Tekanan darah klien 3. Hitung cairan yang diperlukan 3. Kebutuhan cairan pasien dpat
dengan mendekati kisaran berdasarkan kebutuhan cairan dihitung untuk memperoleh
penurunan normal (sistol: 120-130 pasien keseimbangan cairan
tekanan darah, dan diastol: 80-90) 4. Monitor respon klien terhadap 4. Respon klien (perubahan
penurunan 2. Denyut nadi mendekati perubahan cairan. kenampakan tubuh dan perilaku)
tekanan nadi, kisaran 60-100 kali per 5. Memberikan cairan yang dapat mengindikasikan status
serta denyut menit adekuat secara oral, dengan cairan dalam tubuh klien.
jantung 3. Intake dan keluaran memperhitungkan berat badan 5. Asupan cairan dalam tubuh
selama 24 jam seimbang dan jumlah asupan/jam. pasien harus terpenuhi untuk
4. Turgor kulit kembali 6. Memberikan therapy cairan keseimbangan cairan.
normal( CRT> 2 detik) melalui IV , jika pemberian oral 6. Pemberian therapy cairan
tidak mencukupi melalui IV dapat memenuhi
kebutuhan cairan lebih optimal.
5 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC Label: Pain Management NIC Label: Pain Management
berhubungan keperawatan selama ... x ... jam, a. Lakukan pengkajian nyeri yang a. Dengan mengetahui lokasi,
dengan agen diharapkan terjadi penurunan komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, awitan dan durasi,
cedera fisik yaitu skala nyeri dengan kriteria hasil: karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
trauma kepala frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
(cedera kepala) NOC Label: Pain Level keparahan nyeri, faktor presipitasi presipitasi nyeri maka dapat
yang ditandai a. Skala nyeri klien berkurang nyeri. menentukan penanganan yang tepat.
dengan sikap dalam rentang 1-10 b. Observasi isyarat nonverbal b. Untuk mengetahui isyarat nonverbal
melindungi area b. Klien melaporkan bahwa ketidaknyamanan klien ketidaknyamanan klien yang
nyeri, nyeri berkurang ketika c. Berikan informasi tentang nyeri, menandakan klien mengalami nyeri.
mengekspresikan menarik napas setelah penyebab nyeri, berapa lama akan c. Memberiinformasi tentang nyeri,
perilaku gelisah melakukan manajemen nyeri berlangsung, dan antisipasi penyebab nyeri, dan berapa lama
dan menangis, c. Menyatakan rasa nyaman ketidaknyamanan nyeri akan berlangsung,
perubahan posisi setelah nyeri berkurang d. Ajarkan klien penggunaan teknik d. Terapi nonfarmakologis efektif
untuk terapi nonfarmakologis. untuk mengurangi nyeri dan tidak
menghindari e. Kolaborasi dengan dokter memiliki efek samping
nyeri dan penggunaan analgesic e. Penggunaan analgesic diperlukan
keluhan tentang unutk nyari yang hebat dan
intensitas penanganan yang cepat.
menggunakan
standar skala
nyeri yaitu skala
penilaian NIC Label: Analgesic Administration NIC Label: Analgesic Administration
numerik a. Tentukan lokasi, karakteristik, a. Pengkajian perlu dilakukan agar
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian intervensi tepat
pemberian obat. dilakukan
b. Cek instruksi dokter tentang jenis b. Meyakinkan kembali bahwa obat
obat, dosis, dan frekuensi yang diberikan sudah benar dan
pemberian obat. tidak terjadi kesalahan pemberian
c. Cek riwayat alergi. obat.
d. Pilih analgesic yang diperlukan atau c. Mencegah adanya alergi setelah
kombinasi dari analgesic ketika pemberian obat.
pemberian lebih dari satu. d. Menentukan obat yang tepat
e. Tentukan pilihan analgesic e. Menentukan obat yang tepat sesuai
tergantung tipe dan beratnya nyeri. keadaan
f. Tentukan analgesic pilihan, rute f. Mengecek kembali jalur pemberian
pemberian, dan dosis optimal. obat agar reaksi obat berfungsi
g. Monitor vital signs sebelum dan secara optimal pada rutenya.
sesudah pemberian analgesic g. Mencegah adanya reaksi obat yang
pertama kali. berlebihan seperti alergi
h. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda h. Mengevaluasi adanya efek
samping yang membahayakan
dan gejala (efek samping).
klien.
6 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Wound Care Wound Care
integritas kulit keperawatan selama ....x ... jam 1. Monitor karakteristik luka 1. Untuk mengetahui jenis luka dan
berhubungan diharapkan terjadi perluasan termasuk drainase, warna, ukuran, keadaan luka pasien.
dengan cedera regenerasi sel dengan kriteria dan bau. 2. Cairan normal saline merupakan
mekanik ditandai hasil : 2. Bersihkan luka dengan normal cairan fisiologis (mirip cairan tubuh)
dengan robeknya NOC Label: Wound Healing: saline menggunakan teknik steril sehingga aman untuk digunakan,
kulit Secondary Intention 3. Rawat kulit di sekitar luka teknik steril digunakan untuk
a. Pembentukan jaringan 4. Gunakan obat salep kulit sesuai mencegah terjadinya infeksi.
granulasi (luka mulai kebutuahan apabila diindikasikan. 3. Mencegah terjadinya iritasi pada
menutup) 5. Terapkan balutan yang disesuaikan kulit dan membantu mempercepat
b. Tidak ditemukan eksudat dengan tipe luka proses penyembuhan luka.
purulen dan serousa 6. Ajarkan pasien dan keluarga 4. Untuk membantu proses
c. Tidak ada pembekakan, tentang prosedur perawatan luka penyembuhan luka dan menjaga
eritema, dan bau pada luka 7. Monitor keadaan luka kelembaban kulit
5. Menjaga luka tetap tertutup serta
tidak terpapar mikroorganisme.
6. Agar pasien dan keluarga dapat
melakukan secara mandiri terutama
saat dirawat di rumah.
7. Mengetahui perkembangan luka
NIC Label: Infection Protection Infection Protection
1. Monitor adanya tanda dan gejala 1. Mengetahui terjadinya infeksi
sistemik atau local dari infeksi 2. Pemberian antibiotic adalah untuk
2. Anjurkan pemberian antibiotic membantu melawan
sesuai resep dokter bila diperlukan mikroorganisme pathogen penyebab
3. Ajarkan pasien dan keluarga infeksi
tentang tanda dan gejala infeksi 3. Agar dapat segera melaporkan ke
4. Ajarkan pasien untuk mencegah pelayanan kesehatan serta mencegah
terjadinya infeksi terjadinya komplikasi
4. Agar tidak terjadi infeksi.

7 Defisit  Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Self-care Assistance : NIC Label : Self-care Assistance :
perawatan diri keperawatan selama …x 24 jam, Bathing Bathing
berhubungan diharapkan kebutuhan 1. Bantu klien dengan mandi di tempat 1. Untuk tetap menjaga kebersihan
dengan perawatan diri pasien terpenuhi tidur klien
penurunan dengan criteria hasil : 2. Cuci rambut bila diperlukan dan 2. Menjaga kebersihan rambut klien
kesadaran NOC Label : Self –care diinginkan
ditandai dengan :Bathing 3. Bantu dengan membersihkan area 3. Menjaga hygiene daerah perineal
keadaan umum 1. Tubuh pasien tampak bersih perineal klien
lemah, 4. Gunakan obat salep pelumas dan 4. Mencegah kulit kering serta
ketergantungan NOC Label : Self-care : krim pada area kulit yang kering komplikasinya
total care. Hygiene 5. Monitor kondisi kulit saat mandi 5. Memantau adanya resiko kerusakan
1. Kebersihan oral klien dapat integritas kulit
dipertahankan NIC Label : Self-care Assistance : Oral
2. Kuku pasien terawat NIC Label : Self-care Assistance : health maintenance
3. Kebersihan tubuh klien Oral health maintenance 1. Untuk mengetahui adanya kelainan
dapat dipertahankan 1. Monitor warna, kecerahan dan pada gigi
adanya debris pada gigi 2. Untuk menjaga kebersihan mulut
2. Bantu klien untuk melakukan
NOC Label : Self care : perawatan mulut setelah makan dan
Dressing sesering yang dibutuhkan
1. Mengganti pakaian secara NIC Label : Self-care Assistance : Nail
teratur NIC Label : Self-care Assistance : care
Nail care 1. Untuk mengetahui adanya kelainan
NOC Label : Self care : 1. Bantu melakukan pembersihan pada kuku
Toileting kuku
1. Klien dapat BAB/BAK NIC Label : Self-care Assistance:
dengan bersih NIC Label : Self-care Assistance: Dressing/ Grooming
Dressing/ Grooming
NOC Label : Self care : Eating
1. Nutrisi klien terpenuhi 1. Bantu klien untuk memilih pakaian 1. Agar klien memakai pakaian yang
yang baik nyaman, dan tidak mengganggu
terapi
2. Bantu klien berpakaian 2. Untuk mencegah hipotermi
3. Bantu merapikan rambut klien 3. Untuk membantu klien melakukan
4. Jaga privacy klien saat berpakaian perawatan diri
4. Menjaga kenyamanan klien
NIC Label : Self-care Assistance:
NIC Label : Self-care Assistance: Toileting
Toileting 1. Untuk membantu pemenuhan
1. Bantu klien untuk menjaga fasilitas dalam menjaga kebersihan
kebersihan area perineal setelah perineal
menyelesaikan BAK/BAB
NIC Label : Self-care Assistance :
NIC Label : Self-care Assistance : Feeding
Feeding 1. Memudahkan nutrisi diserap oleh
1. Membantu pemenuhan nutrisi klien lambung
melalui NGT

8 Hambatan Setelah diberikan intervensi NIC Label: NIC Label:


mobilitas fisik keperawatan selama.....x 24 jam
berhubungan diharapkan klien dapat Exercise Therapy: Join mobility and Exercise Therapy: Join mobility and
dengan cedera mengubah posisi dan Muscle control. Muscle control.
(fraktur), bermobilisasi dengan atau tanpa Positioning Positionin
penurunan bantuan orang lain dengan 1. Kaji keterbatasan sendi dalam 1. Mengkaji kemampuan klien
kekuatan otot, kriteria hasil : bergerak dan efek dari untuk bermobilisasi untuk
nyeri ditandai NOC Label: fungsinya. menentukan terapi yang
dengan kesulitan Body positioning digunakan.
membolak balik Mobility 2. Kolaborasi dengan fisioterapi 2. Menstimulasi kontrol gerak
posisi, 1. Klien dapat berpindah untuk memberikan program yang terganggu akibat cedera.
keterbatasan dari satu sisi ke sisi yang pelatihan. 3. Mengajarkan kepada klien agar
melakukan lain ketika sedang 3. Jelaskan kepada klien dan bisa melakukan latihan dengan
keterampilan berbaring (5) keluarga, tujuan dan rencana mandiri.
motorik halus 2. Klien dapat berpindah dari latihan fisik. 4. Menghindari terjadinya cedera
dan kasar dari keadaan berbaring 4. Hindari klien dari trauma yang tambah parah
menjadi duduk ataupun selama melakukan terapi. 5. Menghindari sendi-sendi
sebaliknya (5) 5. Lakukan terapi ROM pasif. mengalami atropi akibat dari
3. Dapat menggerakan otot 6. Anjurakan klien untuk tidak pernah digerakkan.
(5) menggerakan fungsi tubuh 6. Memanfaatkan kinerja anggota
4. Dapat menggerakan yang lain. gerak yang masih normal
sendi (5) 7. Meningkatkan kenyamanan
klien
7. Hindari gesekan pada saat 8. Menghindari terjadinya cedera
membantu memposisikan akibat proses penyembuhan
klien. yang belum sempurna.
8. Tempatkan klien pada posisi
yang terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. and Wagner, Cheryl M.
2013. Nursing Interventtions Classification (NIC), Sixth Edition.USA : Mosby Elsevier

Evelyn C.Pearce. (2008). Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Fertikh, D., 2013. Head Computed Tomography Scanning. Available From:
http://emedicine.medscape.com/article/2110836-overview [Accessed on 27 April 2014]

Ginsberg Lionel. (2007). Lecture Notes Neurologi. Jakarta; Erlangga.Graham DI.


Neuropathology of brain injury in neurology and trauma. Philadelphia : WB Sounders,
2009: 53-90

Herdman, T.H. and Kamitsuru, Shigemi. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and
Classification (NANDA) 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell

Indharty.S.(2012).Peran ACTH4-10Pro8-Gly9-Pro10 dan Inhibitor HMG-CoA Reduktase


dalam Peningkatan Bcl-2 dan BDNF terhadap Hasil Akhir Klinis Penderita Kontusi
Serebri, Disertasi program S3 Fakultas kedokteran universitas sumatera utara-Medan

Japardi, I. (2004). Klasifikasi Fraktur. In: Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting
dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer

Miranda E.I.M., Maximillian, C., Hilman, L. (2014). Gambaran CT Scan Penderita Cedera
Kepala Ringan di BLU RSUP Prof. Dr. R. Kandao Manado Periode 2012-2013

Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, Meridean L. and Swanson, Elizabeth. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri : Mosby Elsevier

Roozenbeek, B., A.I.R. Maas, dan D.K. Menon.(2013). Changing Patterns in the Epidemiology
of Traumatic Brain Injury. Nature Reviews Neurology 9: 231-236

Rosjidi, C. H. (2007). Asuhan Keperawatan Klien dengan Cedera Kepala. Yogyakarta. Ardana
Media

Sastrodiningrat, A.G. (2006). Neurosurgery Lecture Notes. Medan: USU Press


Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., dan Cheever, K. H. (2010). Brunner and
Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams &Wilkins

Wong, L. Donna. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. . Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai