Anda di halaman 1dari 62

Askep Pasien Dengan

Cedera Kepala/
Trauma Kapitis/
Head Injuri
Dr. Mayer Derold Panjaitan, S.Kp., M.Kep
Pendahuluan
 Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007).
 Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap
tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera
cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah
sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan
jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera
kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera
bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare, 2012 ).
 World Health Organization (WHO), menyatakan
bahwa kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab
kematian ke sepuluh di dunia dengan jumlah 1,21 juta
(2,1%), sedangkan di negara berkembang menjadi
penyebab kematian ketujuh di dunia dengan jumlah
kematian 940.000 (2,4%). Di Amerika Serikat
dipekirakan setiap tahunnya sebanyak 1,7 juta orang
mengalami cedera kepala. Lebih dari 52.000 orang
meninggal dunia, 275.000 orang dirawat di rumah
sakit, dan hampir 80% dirawat dan dirujuk ke
instalansi gawat darurat. Jenis kelamin laki-laki yang
lebih banyak mengalami cedera kepala dibandingkan
dengan jenis kelamin perempuan.(WHO, 2016)
 Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir
1.500.000 kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut
80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000
orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat
sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat
cedera kepala (Moore & Argur, 2016).
 Penyebab cedera kepala yang terbanyak adalah
kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera
olahraga (10%). Angka kejadian cedera kepala yang
dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan
penyebab kematian urutan kedua (4,37%) setelah
stroke, dan merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10
penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia (Depkes RI, 2016).
Defenisi
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan kerusakan
otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari trauma
atau benturan sehingga darah yang mengalir berhenti
walaupun hanya beberapa menit saja, sedangkan
kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi
(Smeltzer & Bare, 2013)

Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera


kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif & fungsi fisik.

Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan


trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam
substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari
otak.(Nugroho, 2011)
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai
cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak
karena baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragik, serta edema serabral di sekitar jaringan
otak. (Fransisca, 2008 , 96)

Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena


trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robekannya subtansia alba,
iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta
edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).

Cedera kepala adalah suatu cedera yang


disebabkan oleh trauma benda tajam maupun
benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai
atau tanpa pendarahan.
Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama
terjadinya cedera kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan
bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau
benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan
kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh. Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas)
turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi
bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun maupun
sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan. Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai
suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain
(secara paksa).
Beberapa mekanisme yang
timbul terjadi cedera kepala
adalah seperti translasi yang
terdiri dari akselerasi dan
deselerasi. Akselerasi apabila
kepala bergerak ke suatu arah
atau tidak bergerak dengan
tiba-tiba suatu gaya yang
kuat searah dengan gerakan
kepala, maka kepala akan
mendapat percepatan
(akselerasi) pada arah
tersebut.
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri
(2013). Ada 2 macam cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
 Adalah trauma oleh benda tajam yang
menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
 Adalah trauma oleh benda tumpul dan
menyebabkan cedera menyeluruh (difusi).
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi
dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,
batang otak atau kedua-duanya.
Menuurut NANDA (2013) mekanisme cidera
kepala meliputi Cedera Akselerasi, Deselersi,
Akselerasi-Deselerasi, Coup-Countre Coup, dan
Cedera Rotasional.
a. Cedera Akselerasi
 Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala
yang tidak bergerak, missal, alat pemukul
menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala.
b. Cedera Deselerasi
 Terjadi jika kepala bergerak membentur
objek diam, seperti pada kasus jatuh atau
tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
 Sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-Countre Coup
 Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang cranial dan denga
kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertamakali
terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul
dibagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
 Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak
berputar di dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansi alba serta robeknya
pembuluh darah yang menfiksasi otak dengan
bagian dalam rongga tengkorak.
Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera:
1. Mekanisme ; berdasarkan adanya penetrasi duramater
 Trauma tumpul ; kecepatan tinggi ( tabrakan otomobil )
kecepatan rendah ( jatuh/dipukul )
 Trauma tembus ; luka tembus dan cidera tembus
lainnya.
2. Keparahan cedera
 Ringan ; GCS 14 – 15
 Sedang ; GCS 9 - 13
 Berat; GCS 3 – 8
3. Morfologi
 Fraktur tengkorak
 Kranium : garis / lintang, depresi / non
depresi, terbuka / tertutup.
 Basis kranii : dengan / tanpa kebocoran
cairan serebrospinal, dengan / tanpa
kelumpuhan N VII.
 Lesi intrakranial
 Fokal : epidural, sub dural, intra serebral.
 Difus : komosio ringan, komosio klasik,
cedera aksonal difus.
KLASIFIKASI CEDERA OTAK
MEKANISME  Tumpul o Kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
o Kecepatan rendah (jatuh, dipulul)
 Tembus  Luka tembak
 Cedera tembus lain
BERATNYA  Ringan  GCS 14-15
 Sedang  GCS 9-13
 Berat  GCS 3-8
MORFOLOGI  Fraktur tengkorak
 Kalvaria  Garis vs bintang
 Depresi/non depresi
 Terbuka/tertutup
 Dasar tengkorak  Dengan/tanpa kebocoran CSS
 Dengan /tanpa paresis N VII
 Lesi intracranial
 Fokal  Epidural
 Subdural
 Intraserebra
 Difus  Konkusi
 Konkusi Multiple
 Hipoksia/iskemik
Patofisiologi
 Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda
yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti
trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul.
 Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti
yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.
 Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera.
 Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
 Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala
“fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat
pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus.
Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta
kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan
massa lesi, pergeseran otak atau hernia.
 Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel
pada seluruh otak.
 Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena
kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar
pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Manifestasi Klinis
Cedera kepala ringan- Cerdera kepala sedang-
sedang berat
1) Disorientai ringan 1) Oedema pulmonal
2) Amnesia post trauma 2) Kejang
3) Hilang memori sesaat 3) Infeksi
4) Sakit kepala 4) Tanda herniasi otak
5) Mual dan muntah 5) Hemiparise
6) Vertigo dalam 6) Gangguan akibat saraf
perubahan posisi cranial
7) Gangguan pendengaran
Manifestasi Klinis Spesifik
1. Gangguan otak
a. Commotion cerebri/gegar otak
 Tidak sadar < 10 menit
 Muntah-muntah, pusing
 Tidak ada tanda deficit neurologis
b. Contusio cerebri/memar otak
 Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung
> 2-3 hari setelah cedera.
 Muntah-muntah, amnesia retrograde
 Ada tanda-tanda deficit neurologis
2. Perdarahan epidural/hematoma epidural
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala: penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau
mental sampai koma
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardi,
penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan: Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang,
isokor dan anisokor, ptosis
3. Hematoma subdural
 Akumilasi darah antara durameter dan
araknoid, karena robekan vena
 Gejala: sakit kepala, letargi, kacau mental,
kejang, disfasia
4. Hematoma subdural
 Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu
intervensi segera
 Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu
setelah cedera
 Kronis: 2 minngu sampai dengan 3-4 bulan
setelah cedera
5. Hematoma intracranial
 Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim
otak
 Penyebab: fraktur depresi tlang tengkorak,
cedera penetrasi peluru, gerakkan akselerasi
tiba-tiba
6. Fraktur tengkorak
a. Fraktur linear/simple
 Melibatkan Os temporalis dan pariental,
 Jika garis fraktur meluas kearah
orbita/sinus paranasal sehingga
menyebabkan terjadinya perdarahan
b. Fraktur basiler
 Fraktur pada dasar tengkorak,
 Bisa menimbulkan kontak CSS dengan
sinus, memungkinkan bakteri masuk
Raccon`s eyes (brill
haematoma
Rhinorrhea

Otorrhea Battle sign


Sedangkan menurut Wahyu
Widagdo, dkk (2007). Manifestasi
klinis cedera kepala antara lain
sebagai berikut:
a. Komosio serebri, Dapat
menimbulkan yaitu:
1) Muntah tanpa nausea
2) Nyeri pada lokasi cedera
3) Mudah marah
4) Hilang energy
5) Pusing dan mata berkunang-
kunang
6) Orientasi terhadap waktu, tempat
dan orang
7) Tidak ada defisit neurologis
8) Tidak ada ketidaknormalan pupil
9) Ingatan sementara hilang.
b. Kontusio serebri, Dapat menimbulkan yaitu:
1.) Perubahan tingkat kesadaran
2.) Lemah dan paralisis tungkai
3.) Kesulitan berbicara
4.) Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma
5.) Sakit kepala
6.) Leher kaku
7.) Perubahan dalam penglihatan
8.) Tidak berespon baik ransangan verbal dan nyeri
9.) Demam diatas 37
10.) Peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi
11.) Berkeringat banyak
12.) Perubahan pupil (konstriksi, midpoint, tdk berespon thp cahaya)
13.) Muntah
14.) Otorrhea
15.) Tanda Baltt’s (ecchymosis pada daerah frontal)
16.) Flaccid paralisis atau paresis bilateral
17.) Kelumpuhan saraf kramial
18.) Glasgow coma scale di bawah 7
19.) Hemiparesis/paralisis
20.) Posisi dekortiksi
21.) Rhinorrhea
22.) Aktifitas kejang, Doll’s eyes
Hematoma epidural, Dapat menimbulkan yaitu:
1) Luka benturan/penitrasi pada lobus temporalis, sinus
dura atau dasar tengkorak
2) Hilangnya kesadaran dalam waktu singkat mengikuti
beberapa menit sampai beberapa jam periode flasia,
kemudian secara progresif turun kesadarannya
3) Gangguan penglihatan
4) Sakit kepala
5) Lemah atau paralisis pada salah satu sisi
6) Perasaan mengantuk, ataksia, leher kaku yang
menunjukkan adanya hematoma epidural fossa posterior
7) Tanda-tanda pupil: dilatasi, tidak reaktifnya pupil dengan
ptosis dari kelopak mata pada sisi yang sama sengan
hematoma
8) Tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun dengan
aritmia, pernapasan menurun dengan tidak teratur
9) Kontralateral hemiparisis/paralisis
10) Kontralateral aktifitas kejang jacksonia
11) Tanda brudzinki’s positif (dengan hematoma fossa
posterior)
d. Hematoma subdural
1) Akut/subakut, Dapat menimbulkan diantaranya:
 Berubah-ubah hilang kesadaran
 Sakit kepala
 Otot wajah melemah
 Melemahnya tungkai pada salah satu sisi tubuh
 Gangguan penglihatan
 Kontralateral hemiparesis/paralisis
 Tanda-tanda babinsky positif
 Tanda-tanda pupil (dilatasi, pupil tidak beraksi pada
sisis lesi i.) Paresis otot-otot ekstraokuler
 Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
 Hiperaktif reflek tendon
2) Kronik
 Gangguan mental
 Sakit kepala yang hilang timbul
 Perubahan tingkah laku
 Kelemahan yang hilang timbul pada salah satu tungkai
pada sisi tubuh
 Meningkat gangguan penglihatan
 Penurunan tingkat kesadaran yang hilang timbul
 Gangguan fungsi mental
 Perubahan pola tidur
 Demam ringan
 Peningkatan tekanan intracranial
Komplikasi
1. Epilepsi Pasca Trauma
 Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana
kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang
bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian
setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar
10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat
tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar
40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
 Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin,
karbamazepin atau valproat) biasanya dapat
mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut
sering diberikan kepada seseorang yang mengalami
cedera kepala yang serius, untuk mencegah
terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut
selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak
terhingga.
2. Afasia
 Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk
menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada
area bahasa di otak. Penderita tidak mampu
memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian
otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah
lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus
frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian
manapun dari area tersebut karena stroke, tumor,
cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi
beberapa aspek dari fungsi bahasa.
3. Apraksia
 Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan
tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian
gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis
atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada
penyakit yang mendasarinya, yang telah
menyebabkan kelainan fungsi otak.
4. Agnosis
 Agnosia merupakan suatu kelainan dimana
penderita dapat melihat dan merasakan sebuah
benda tetapi tidak dapat menghubungkannya
dengan peran atau fungsi normal dari benda
tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-
wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau
benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil),
meskipun mereka dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut.
 Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus
parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan
benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya
cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan
khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan
secara spontan.
5. Amnesia
 Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama
berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera
pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi
sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang
terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.
 Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari
memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus
temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan
waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan
bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik
dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut
sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut
(sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.
 Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat,
cardiac arrest atau ensefalitis akut.
6. Fistel Karotis-kavernosus
 Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah
cedera.
 Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan
terapi dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah
hilangnya penglihatan yang permanent.
7. Diabetes Insipidus
 Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormone
antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar
volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan
deplesi volum.
8. Kejang pasca trauma
 Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera
tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang
dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang
lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan
antikonvulsan.
9. Kebocoran cairan serebrospinal
 Dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien
dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini
berhenti spontan dengan elevasi kepala
setelah beberapa hari pada 85 % pasien.
Drainase lumbal dapat mempercepat proses
ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko
meningitis yang meningkat, pemberian
antibiotic profilaksis masih controversial.
Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang
menetap atau meningitis berulang merupakan
indikasi untuk reparative.
10.Defisit Neurologis dan Psikologis
 Tanda awal penurunan fungsi neulorogis:
Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat,
Mual / muntah proyektil (tanda dari
peningkatanTIK).
11. Edema serebral dan herniasi
 Penyebab paling umum dari peningkatan TIK,
Puncak edema terjadi 72 Jam setelah cedera.
Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak
teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan
TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh
tertekannya venosus & cairan otak bergeser.
 Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan
aliran darah otak menurun dan perfusi tidak
adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak.
 Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan
menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong
hemusfer otak kebawah / lateral dan menekan di
enchephalon dan batang otak, menekan pusat
vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor,
jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme
kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan
gagal.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1) X-ray/CT scan
 Hematom serebral
 Edema serebral
 Perdarahan intracranial
 Fraktur tulang tengkorak
2) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi
serebral
4) EEG : memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) :
menentukan fungsi korteks dan batang otak.
6) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan
perubahan aktivitas metabolism pada otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan
ventilasi (mempertahankan AGD dalam rentang normaluntuk
menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat
masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan
dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na dapat
berakhir beberap hari, diikuti dengan dieresis Na,
peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid (warna, komposisi, tekana).
5) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang
mengakibatkan penurunan kesadaran.
6) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif mengatasi kejang.
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic
pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara
dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi
sebagai berikut (Wahyu Widagdo, dkk, 2007).
 Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan
filter untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi
peningkatan tekanan intracranial
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien
dengan ventilasi mekanik untuk megontrol kegelisahan atau
agitasi yang dapat meningkatkan resiko peningkatan
tekanan intracranial
 Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1.) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2.) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3.) Mengobati hidrosefalus
Rencana Pemulangan
a. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan
pengobatan.
b. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk
menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang,
sering muntah, dan perubahan bicara.
c. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping,
dan reaksi dari pemberian obat.
d. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang:
penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
e. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas
sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum.
Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan
mobilitas fisik.
f. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat
pengaman.
g. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
h. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
KEADAAN SPESIFIK SISTEM PENGKAJIAN DATA
Sistem integumen
 Imobilisasi sekunder terhadap cedera Kaji integritas kulit
dan penurunan kesadaran
 Intubasi menyebabkan iritasi membran
mukosa
Sistem muskuloskeletal  Kaji ROM
 Immobilitas  Kaji kemungkinan
 Deserebrasi/dekortikasi menyebabkan adanya deformitas
sulit untuk positioning
Sistem Gastrointestinal  Kaji suara abdomen
 Pemberian kortikosteroid à resiko dan distensi
perdarahan Gastrointestinal. abdomen.
 Injury : ileus paralitik  Monitoring
 Konstipasi dapat terjadi karena bed penurunan Hb
rest,NPO status, restriksi cairan dan
opioid untuk mengontrol nyeri
 Inkontinensia : tingkat
kesadaran/penurunan status mental
KEADAAN SPESIFIK SISTEM PENGKAJIAN DATA
Sistem perkemihan
• Restriksi cairan atau diuretic à perubahan Catat intake-out put
urine out put
• Inkontinensia urine akibat penurunan Kaji keseimbangan cairan
kesadaran dan elektrolit
Sistem metabolic
 Klien mendapat cairan IV dalam beberapa
hasil sampai dengan Gastrointestinal dapat  Catat BB
digunakan  Hematokrit
 Konsultasi nutrisi dalam 24 – 48 jam pertama  Nilai elektrolit
untuk TPN
system Syaraf Kaji tanda neurologis
 CKB à tidak sadar dan penurunan fungsi Kaji tanda peningkatan
neurologis TIKMonitor kadar
 Seluruh funsi tubuh di support konvulsan dalam darah
 Kontrol TIK
Sistem Respirasi  Kaji fungsi respirasi :
 Obstruksi komplit/partial mengurangi suplai suara nafas, pola nafas,
oksigen otak RR
 Pola nafas yang terganggu hipoksia  Kaji nilai AGD
 Gangguan sistemik dari CKB à hipoksemia  Rontgen foto
 Cedera kepala à menurunnya pusat respirasi  Kultur sputum
dibatang otak.  Saturasi O2
KEADAAN SPESIFIK SISTEM PENGKAJIAN DATA
Sistem Kardiovaskuler  Kaji tanda vital
 Klien dapat mengalami disritmia,  Monitor cardiac
tachicardi atau bradicardi disritmia
 Klien dapat mengalami hipotensi /  Kaji trombosis
hipertensi vena dalam dikaki
 Karena tidak sadar dan imobil à  EKG
resiko trombosis vena dalam.  Elektrolit
 Klien mengalami penurunan ADH  Pembekuan darah
 Dapat terjadi kondisi spesifik : DM,  Kadar gula
SIADH, ketidak-seimbangan  Kadar aceton
elektrolit, hiperglikemi nonketotik  Osmolalitas
hiperosmolar.
Respon Emosional dan Psikologis Kumpulkan informasi
 CKB : tidak sadar tentang keluarga dan
 Kleuarga butuh support untuk kaji peran klien dalam
melalui krisis. keluarga sebelum
terjadi CKB.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan denga kerusakan
neurmuskuler
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler
3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolisme, restriksi cairan dan
intake tidak adekuat.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
6. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penekanan terus
menerus.
8. emas dari keluaraga dank lien berhubungan dengan kitadk pastian
terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi
Masalah Kolaborasi
1. PK : Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
1. Bersihan jalan NOC : NIC :
nafas tidak efektif Respiratory status : Airway suction
berhubungan Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
dengan kerusakan  Respiratory status : Airway Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
neurmuskuler patency  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
 Aspiration Control  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Definisi : Setelah dilakukan tindakan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Ketidakmampuan keperawatan selama ….X 24 memfasilitasi suksion nasotrakeal
untuk jam, pasien menunjukan  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
membersihkan bersihan jalan napas yang  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
sekresi atau efektif kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
obstruksi dari Kriteria Hasil :  Monitor status oksigen pasien
saluran pernafasan Mendemonstrasikan batuk  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
untuk efektif dan suara nafas  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
mempertahankan yang bersih, tidak ada menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
kebersihan jalan sianosis dan dyspneu Airway Management
nafas. (mampu mengeluarkan  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
sputum, mampu bernafas thrust bila perlu
dengan mudah, tidak ada  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pursed lips)  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Menunjukkan jalan nafas buatan
yang paten (klien tidak  Pasang mayo bila perlu
merasa tercekik, irama  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas, frekuensi pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dalam rentang normal, tidak  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
ada suara nafas abnormal)  Lakukan suction pada mayo
Mampu  Berikan bronkodilator bila perlu
mengidentifikasikan dan  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
mencegah factor yang Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
dapat menghambat jalan  Monitor respirasi dan status O2
nafas
2. Pola nafas tidak NOC : NIC :
efektif  Respiratory Status : Gas Airway Management
berhubungan exchange  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
dengan kerusakan  Respiratory Status :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
neuromuskuler ventilation  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Definisi :  Vital Sign Status  Pasang mayo bila perlu
Pertukaran udara  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
inspirasi dan/atau Setelah dilakukan tindakan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ekspirasi tidak keperawatan selama ….X  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
adekuat 24jam, pasien menunjukan  Lakukan suction pada mayo
pola napas yang efektif  Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Kriteria Hasil :  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Mendemonstrasikan  Monitor respirasi dan status O2
peningkatan ventilasi dan Terapi Oksigen
oksigenasi yang adekuat  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Memelihara kebersihan  Pertahankan jalan nafas yang paten
paru paru dan bebas dari  Atur peralatan oksigenasi
tanda tanda distress  Monitor aliran oksigen
pernafasan  Pertahankan posisi pasien
 Mendemonstrasikan  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
batuk efektif dan suara  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
nafas yang bersih, tidak Vital sign Monitoring
ada sianosis dan  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
dyspneu (mampu  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
mengeluarkan sputum,  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
mampu bernafas dengan  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
mudah, tidak ada pursed  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
lips)  Monitor kualitas dari nadi
 Tanda tanda vital dalam  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
rentang normal  Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3. ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi ; kurang dari  Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Setelah dilakukan tindakan yang dibutuhkan pasien.
Definisi : Intake keperawatan selama ….X  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
nutrisi tidak cukup 24 jam, pasien  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
untuk keperluan menunjukan  Berikan substansi gula
metabolisme tubuh. keseimbangan nutrisi  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Kriteria Hasil :  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
 Adanya peningkatan gizi)
berat badan sesuai  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
dengan tujuan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berat badan ideal  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
sesuai dengan tinggi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
badan
 Mampu Nutrition Monitoring
mengidentifikasi  BB pasien dalam batas normal
kebutuhan nutrisi  Monitor adanya penurunan berat badan
 Tidak ada tanda tanda  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
malnutrisi  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Tidak terjadi  Monitor lingkungan selama makan
penurunan berat  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
badan yang berart  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4. kerusakan NOC : NIC :
mobilitas fisik  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
berhubungan  Mobility Level  Monitoring vital sign sebelm/sesudah
dengan  Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat
kerusakan  Transfer performance latihan
neuromuskuler.  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
Setelah dilakukan tindakan rencana ambulasi sesuai dengan
Definisi : keperawatan selama ….X 24 kebutuhan
Keterbatasan jam, pasien mampu  Bantu klien untuk menggunakan tongkat
dalam beraktivitas dengan atau saat berjalan dan cegah terhadap cedera
kebebasan untuk menggerakan bagian tubuh  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
pergerakan fisik secara bebas lain tentang teknik ambulasi
tertentu pada  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
bagian tubuh Kriteria Hasil :  Latih pasien dalam pemenuhan
atau satu atau  Klien meningkat dalam kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
lebih ekstremitas aktivitas fisik kemampuan
 Mengerti tujuan dari  Dampingi dan Bantu pasien saat
peningkatan mobilitas mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
 Memverbalisasikan ADLs ps.
perasaan dalam  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
meningkatkan kekuatan dan  Ajarkan pasien bagaimana merubah
kemampuan berpindah posisi dan berikan
 Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)
5. Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
dengan prosedur  Risk control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
invasive. Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan teknik isolasi
keperawatan selama ….X 24  Batasi pengunjung bila perlu
jam, pasien tudak  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
Definisi : menunjukan adanya tanda- berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Peningkatan resiko tanda dan gejala infeksi  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
masuknya  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan
organisme patogen  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Kriteria Hasil :  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Klien bebas dari tanda dan  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
gejala infeksi petunjuk umum
 Menunjukkan kemampuan  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
untuk mencegah timbulnya kencing
infeksi  Tingktkan intake nutrisi
 Jumlah leukosit dalam  Berikan terapi antibiotik bila perlu
batas normal Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Menunjukkan perilaku  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
hidup sehat  Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
6. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan  Pain Level, Pain Management
dengan kerusakan  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
jaringan.  Comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Definisi : Setelah dilakukan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
Sensori yang tidak tindakan keperawatan pasien
menyenangkan selama ….X 24 jam,  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dan pengalaman nyeri pasien  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
emosional yang berkurang  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
muncul secara Kriteria Hasil : nyeri masa lampau
aktual atau  Mampu mengontrol  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
potensial nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
kerusakan jaringan penyebab nyeri, pencahayaan dan kebisingan
atau mampu  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggambarkan menggunakan  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
adanya kerusakan tehnik personal)
(Asosiasi Studi nonfarmakologi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Nyeri untuk mengurangi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Internasional): nyeri, mencari  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
serangan bantuan)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
mendadak atau  Melaporkan bahwa  Tingkatkan istirahat
pelan intensitasnya nyeri berkurang  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
dari ringan sampai dengan  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
berat yang dapat menggunakan Analgesic Administration
diantisipasi dengan manajemen nyeri  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
akhir yang dapat  Mampu mengenali obat
diprediksi dan nyeri (skala,  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
dengan durasi intensitas, frekuensi  Cek riwayat alergi
kurang dari 6 dan tanda nyeri)  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian
bulan.  Menyatakan rasa lebih dari satu
nyaman setelah  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
nyeri berkurang  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Tanda vital dalam  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
rentang normal  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
7. Kerusakan integritas NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure Management
kulit berhubungan and Mucous Membranes  Anjurkan pasien untuk
dengan penekanan menggunakan pakaian yang
terus menerus. Setelah dilakukan tindakan longgar
keperawatan selama ….X 24  Hindari kerutan padaa tempat
Definisi : Perubahan jam, pasien mampu tidur
pada epidermis dan menunjukan integritas kulit  Jaga kebersihan kulit agar tetap
dermis yang baik bersih dan kering
Kriteria Hasil :  Mobilisasi pasien (ubah posisi
 Integritas kulit yang baik pasien) setiap dua jam sekali
bisa dipertahankan (sensasi,  Monitor kulit akan adanya
elastisitas, temperatur, kemerahan
hidrasi, pigmentasi)  Oleskan lotion atau minyak/baby
 Tidak ada luka/lesi pada oil pada derah yang tertekan
kulit  Monitor aktivitas dan mobilisasi
 Perfusi jaringan baik pasien
 Menunjukkan pemahaman  Monitor status nutrisi pasien
dalam proses perbaikan kulit  Memandikan pasien dengan
dan mencegah terjadinya sabun dan air hangat
sedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
8. cemas dari keluarga dan klien NOC : NIC :
berhubungan dengan  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
ketidakpastian terhadap  Coping kecemasan)
pengobatan dan perawatan  Gunakan pendekatan yang
serta adanya perubahan situasi Setelah dilakukan tindakan menenangkan
keperawatan selama … X 24  Nyatakan dengan jelas harapan
Definisi : jam, kecemasan keluarga dan terhadap pelaku pasien
Perasaan gelisah yang tak jelas pasien berkurang  Jelaskan semua prosedur dan
dari ketidaknyamanan atau Kriteria Hasil : apa yang dirasakan selama
ketakutan yang disertai respon  Klien mampu prosedur
autonom (sumner tidak spesifik mengidentifikasi dan  Temani pasien untuk
atau tidak diketahui oleh mengungkapkan gejala memberikan keamanan dan
individu); perasaan keprihatinan cemas mengurangi takut
disebabkan dari antisipasi  Mengidentifikasi,  Berikan informasi faktual
terhadap bahaya. Sinyal ini mengungkapkan dan mengenai diagnosis, tindakan
merupakan peringatan adanya menunjukkan tehnik untuk prognosis
ancaman yang akan datang dan mengontol cemas  Dorong keluarga untuk
memungkinkan individu untuk  Vital sign dalam batas menemani klien
mengambil langkah untuk normal  Lakukan back / neck rub
menyetujui terhadap tindakan  Postur tubuh, ekspresi  Dengarkan dengan penuh
Ditandai dengan wajah, bahasa tubuh dan perhatian
- Gelisah tingkat aktivitas  Identifikasi tingkat kecemasan
- Insomnia menunjukkan berkurangnya  Bantu pasien mengenal situasi
- Resah kecemasan yang menimbulkan kecemasan
- Ketakutan  Dorong pasien untuk
- Sedih mengungkapkan perasaan,
- Fokus pada diri ketakutan, persepsi
- Kekhawatiran  Instruksikan pasien
- Cemas menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
9. PK : Peningkatan Setelah dilakukan - Pantau tanda dan gejala
Tekanan tindakan peningkatan TIK
Intrakranial (TIK) keperawatan  Kaji respon membuka mata,
selama ….X 24 respon motorik, respon verbal
DO : jam, perawat akan dengan GCS
- Kerusakan mengurangi episode  Kaji perubahan tanda-tanda vital
bicara dari peningkatan  Kaji respon pupil
- Kerusakan TIK  Catat adanya tanda dan gejala
menelan gelisah, perubahan mental
- Perubahan - Hindari situasi yang dapat
status mental meningkatkan TIK seperti masase
karotis, fleksi dan rotasi leher yang
berlebihan, perubahan posisi yang
terlalu cepat
- Pertahankan lingkungan yang
tenang
- Berikan O2 sesuai program
- Pantau nilai AGD
- Kolaborasi untuk pemberian obat-
obatan yang dapat menurunkan TIK
TERIMA KASIH & God Bless

Anda mungkin juga menyukai