TRAUMA KEPALA
Oleh A11-A
Kelompok 10
C. ETIOLOGI/ PENYEBAB
1. Beberapa Faktor yang dapat menyebabkan trauma kepala adalah :
a) Cidera setempat (benda tajam)
Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur
tengkorak.Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan
trauma yang dapat menyebabkan cidera setempat atau kerusakan terjadi
terbatas dimana benda tersebut merobek otak.
b) Cidera Difus (benda tumpul)
misalnya terkena pukulan atau benturan.Trauma oleh benda tumpul dapat
menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan
benturan. Terjadipenyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti :
rambut, kulit, kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan
keotak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan
pada jaringan otak sehingga dipandang lebih berat.
Reaksi berbicara
Reaksi Verbal Nilai
Mengikuti perintah 6
a. Cedera kepala Ringan (CKR) : bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah).
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
b. Cedera kepala Sedang (CKS) : bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang).
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera kepala Berat (CKB) : bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat)
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga
meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
2. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
3. Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
4. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua fungsi.
5. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
6. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan
seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks
tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
7. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
bisa beristirahat, merintih.
8. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
9. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan
warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
10. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
11. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
12. Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
13. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
14. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,
gangguan pengecapan dan penciuman.
15. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
16. Trauma baru atau trauma karena kecelakaan
17. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran
mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau
edema intestisium.
18. Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
19. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik timbul dengan segera atau secara lambat.
20. Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat. Hematoma ini
mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan detoriorasi yang cepat, sakit
kepala, kejang, koma dan hernia otak dengan kompresi pada batang otak.
21. Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan
sakit kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran,
dan peningkatan TIK. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi. (Brunner &
Suddarth. 2014)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1) Pemeriksaan laboratorium
a. AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
perdarahan sub arakhnoid.
b. Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK atau perubahan mental.
2) Radiology
a. CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI : sama dengan CT Scan
c. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
d. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
e. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ),
pergeseran struktur dari garis tengah ( karena perdarahan ) adanya fragmen
tulang
f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadan.
i. Myelogram :Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan
dari spinal aracknoid jika dicurigai.
j. Thorax X ray :Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
3) Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
4) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
5) Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
6) Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan trauma kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata) (Netiari. 2015)
H. PEMERIKSAAN FISIK
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
3. Body of system
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
- Hidung : Kebersihan
- Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
- Di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan
cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama
antara kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada
batas paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan weezing
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus
cordis 1 cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher,
tidak tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada
nyeri tekan.
Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada
daerah hepar.
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif,
droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit
(Bickley, Lynn S. 2008)
I. PROGNOSIS
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur
anak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak
yang mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami
komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian
akibat trauma kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi. Anak-anak yang
bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi.
Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya ingatan akan
peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia retrograd),
perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan tingkat
kecerdasan (Netiari. 2015)
J. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.
K. KOMPLIKASI
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi
ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki
vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka
matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang
sembuh
b. Seizure.
Pederita yang mengalami trauma kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain
d. Kerusakan saraf.
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan trauma kepala berat
mengalami masalah kesadaran (Netiari. 2015)
5) Sistem Kardiovaskular
Adanya palpitasi dan kelemahan
Nilai CRT (normal <3 dtk)
Inspeksi : terjadi sianosis.
Palpasi : kulit teraba dingin, nadi meningkat (>100x/mnt).
Perkusi : jantung tidak mengalami pembesaran.
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler.
6) Payudara Wanita dan Pria
Letak payudara simetris, mengkaji adanya nyeri tekan pada area yang
mengalami luka .
7) Sistem Gastrointestinal
Ada tidaknya kerusakan pada mukosa mulut.
Perkusi abdomen timpani.
Perkusi hati pekak.
Mengkaji adanya Ddiatensi abdomen dan keluhan mual.
Mengkaji BU (< 5-12 x/mnt).
8) Sistem Urinarius
Kaji adanya Oliguria
Mengkaji Konsistensi urin : kuning bening, bau khas.
Mengkaji Nyeri saat BAK
9) Sistem Reproduksi Wanita/Pria
Mengkaji adanya lesi atau kelainan lainnya seperti nyeri
10) Sistem Saraf
GCS: mengkaji adanya penurunan kesadaran (< 15)
Refleks patologis mungkin muncul apabila terjadi cedera pada saraf dan
tulang belakang.
11) Sistem Muskuloskeletal
Mengkaji kemampuan pergerakan sendi
Mengkaji deformitas dan edema.
Mengkaji Kekuatan otot .
Mengkaji Akral .
12) Sistem Imun
Mengkaji adanya penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
pada luka akibat rusaknya kulit sebagai barier pertahanan tubuh dari
infeksi.
Terjadi kelemahan.
Sistem Endokrin: mengkaji adanya hiperglikemia
e. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
f. Kognitf/persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan
g. Persepsi diri/konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap kemampuan,
harga diri, gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri
h. Peran/hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-
lainnya.
i. Seksualitas/reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi
j. Koping/toleransi stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan menggunakan
sistem pendukung.
k. Nilai/kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak
efektif, gangguan menelan, air liur yang tertahan, dispnea
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d PCO2
meningkat, PH arteri menurun, bunyi nafas tambahan, dispnea
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d trauma kepala
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma) d.d nyeri kepala, tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat
5. Resiko syok d.d hipoksia
6. Resiko infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016)
C. RENCANA TINDAKAN
No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
.
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan Latihan batuk efektif - bersihan jalan nafas
keperawatan selama .....x24 jam, Observasi: tidak efektif karena
diharapkan bersihan jalan nafas - Identifikasi ketidakmampuan
pasien dapat teratasi dengan kemampuan batuk batuk efektif sehingga
kriteria hasil : perlu pemantauan
- Batuk efektif cukup Nursing treatment: kemampuan batuk
meningkat - Atur posisi semi pasien
- dispnea menurun fowler atau fowler - posisi fowler/ semi
- wheezing menurun fowler meringankan
Edukasi: sesak nafas sehingga
- Jelaskan tujuan dan mempermudah batuk
prosedur batuk efektif
efektif - Edukasi sangat
- anjurkan tarik nafas penting untuk
dalam melalui mengetahui
hidung selama 4 cara/prosedur dari
detik, ditahan selama batuk efektif
2 detik, kemudian - ketidakefektifan batuk
keluarkan dari mulut dapat menyebabkan
dengan bibir sesak nafas sehingga
mencucu perlu edukasi cara
(dibulatkan) selama merangsang batuk
8 detik efektif yang baik
- mukolitik/ekspektoran
Kolaborasi: membantu untuk
- kolaborasi mengencerkan mucus
pemberian mukolitik (dahak) yang kental
atau ekspektoran, sehingga mudah
jika perlu dikeluarkan
2. Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi - Dengan mengkaji
keperawatan selama .....x24 jam, Observasi: kualitas frekuensi dan
diharapkan gangguan pertukaran - Monitor frekuensi, kedalaman pernafasan,
gas pasien dapat teratasi dengan irama, kedalaman, kita dapat mengetahui
kriteria hasil : dan upaya napas sejauh mana perubahan
- Dispnea menurun - Monitor pola napas kondisi pasien
- Bunyi napas tambahan (seperti bradipnea, - bradipnea, takipnea,
menurun takipnea, hiperventilasi, ataksik
- PCO2 membaik hiperventilasi, suatu kondisi yang
- PH arteri normal (ph 7) ataksik) dapat memperburuk
- Auskultasi bunyi gangguang pertukaran
napas gas maka dari itu
perlunya di pantau
Nursing Treatment: - gangguan pertukaran
- Atur interval gas membuat pola
pemantauan respirasi nafas tidak stabil
sesuai kondisi pasien sehingga perlu
pengaturan interval
Edukasi: respirasi sesuai kondisi
- Jelaskan tujuan dan pasien
prosedur pemantauan - menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Kolaborasi: sehingga pihak pasien,
- Kolaborasi keluarga lebih
pemberian obat memahami
dengan dokter - Pemberian pengobatan
dapat menurunkan
beban pernafasan dan
mencegah terjadinya
gangguan pertukaran
gas
3. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan TIK merupakan nilai
keperawatan selama .....x24 jam, Tekanan Intrakranial tekanan dalam rongga
diharapkan resiko perfusi Observasi: kepala
serebral pasien dapat teratasi - Monitor CPP Kejang adalah salah
dengan kriteria hasil : (Cerebral Perfusion satu tanda adanya
- Tingkat kesadaran Pressure) ketidakefektifan perfusi
meningkat cerebral
- TIK menurun Nursing treatment:
- Sakit kepala menurun - Cegah terjadinya Cairan IV Hipotonik
- Gelisah menurun kejang dapat meningkatkan
- Hindari pemberian risiko ketidakefektifan
cairan IV hipotonik perfusi cerebral
- Minimalkan stimulus Memfasilitasi tubuh
dengan menyediakan pasien sehingga pasien
lingkungan yang merasa nyaman dan
tenang tenang
Antikonvulsan berguna
Kolaborasi:
untuk mengatasi
- Kolaborasi pemberian masalah saraf
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang direncanakan.
E. EVALUASI
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang
dilakukan dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Edisi 5. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi8. volume 2,
Jakarta:EGC
Suriadi & Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung seto
Price, SA & Wilson, LM. 2012. Patofisiologis: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke 6. Jakarta: EGC