Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)

OLEH
NI KADEK WAHYUDI
213221262

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
TAHUN 2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Trauma kepala atau trauma kapitis merupakan suatu trauma/ruda paksa
yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural
dan atau
gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Brain Injury Association
of America mendefinisikan cedera kepala sebagai suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital atau degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Penangan
khususnya pada klien dengan Cidera Kepala Berat (CKB) yang mengalami
perdarahan atau hematom di kepala baik pada bagian epidural (EDH) maupun
subdural (SDH) dilakukan tindakan trepanasi/kraniotomi. Epidural hematoma (EDH)
adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater, biasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering),
Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus
venosus duralis. Subdural hematoma (SDH) merupakan suatu perdarahan yang
terdapat pada rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea, sumber
perdarahan dapat berasal dari
Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis.
Intracranial hematoma (ICH) sendiri merupakan perdarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Menurut Dorland (1998), kraniotomi/trepanasi adalah setiap operasi terhadap
cranium. Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat
tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan
(Hinchliff, Sue. 1999). Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner &
Suddarth. 2002). Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi
pembukaan tulang tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK,
mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.

2. Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan mental yang kompleks. Cedera kepala adalah salah satu penyebab
kematian utama dikalangan usia produktif antara 15-44 tahun. Secara global insiden
cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu
lintas akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia.
Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah
sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat
cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat
yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia
dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari
setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap
cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).

3. Etiologi

Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah
karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena
disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan
akibat ledakan di medan perang (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma
kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per 100.000 populasi. Kekerasan adalah
penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000
populasi di Amerika Serikat (Coronado, Thomas, 2007).

Smeltzer (2001) mengemukakan penyebab lain terjadinya trauma kepala antara lain :
a. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
b. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
c. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan
d. Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
e. Kecelakaan lalu lintas
f. Jatuh
g. Kecelakaan industri
h. Serangan yang disebabkan karena olah raga
i. Perkelahian

Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Trauma/Cedera Kepala adalah


:
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala
f. Kecelakaan industri.

4. Mekanisme Trauma Kepala


Menurut Tarwoto (2007) mekanisme cedera memegang peranan yang sangat sadar
dalam berat ringannya dari trauma kepala. Mekanisme cedera kepala dapat dibagi
menjadi :
a. Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur kepala
yang diam, misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul atau terlempar
batu.
b. Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur benda
yang diam, misalnya pada saat kepala terbentur.
c. Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi
akibat trauma, misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau
pemotongan pada jaringan otak.

5. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala
dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala
(Gennarelli, 1996 ; Israr dkk, 2009). Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang
bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan
kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di
bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak
terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi
tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”.
Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering
dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana
caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara
terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat
lesi
kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate
adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup (Mardjono dan
Sidharta, 2008).
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat
dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia
otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap
kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang
dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.
Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan
aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang
berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada
suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan
terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya
kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,
menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak (Lombardo, 2003).

6. Klasifikasi
Cedera kepala berdasarkan klasifikasinya dapat dibagi menjadi :
a. Cedera Kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pencahnya tengkorak atau luka
penetrasi. Besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa dan
bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki akses langsung ke otak.
b. Cedera Kepala Tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian
serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera
kepala tertutup meliputi: komusio (gagar otak), kontusio (memar), dan laserasi
(Brunner & Suddarth, 2001)

Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat dibagi menjadi :


a. Cedera kepala ringan
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai dengan
nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada fraktur
tengkorak, kontusio/hematoma
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral,
laserasi, hematoma dan edema serebral

Berikut adalah standar penilaian berdasarkan Gaslow Coma Scale (GCS)


E = Eyes / Buka mata
Spontan 4
Respon terhdap perintah lisan 3
Respon terhadap rangsangan sakit 2
Tidak ada respon 1
M = Motorik respons / Respon motorik
Sesuai perintah 6
Terlokasi pada tempat sakit 5
Menarik terhadap rangsang sakit 4
Fleksi abnormal 3
Respon ekstensor 2
Tidak ada respon 1
V = Verbal response
Bicara sesuai, terorientasi 5
Bicara kacau 4
Bicara tidak sesuai 3
Kata-kata tak berarti 2
Tidak ada respon verbal 1
Terintubasi T
Ketiga tersebut di gabungkan atau dijumlahkan menjadi penilaian GCS = E M V
(urutan yang sering di gunakan urutannya untuk berkomunikasi dengan dokter atau
petugas kesehatan lain adalah Eyes (E) motorik (M) Verbal (V))

Jumlah sekor :
15 = Compos mentis (CM)
14 – 11 = Somnolen
11 – 8 = Apatis
8 – 7 = Soporus
misalkan : E3 M5 V4 = 12 ( kesadaran somnolen)

Klasifikasi kraniotomi/trepanasi
Secara umum ada dua pendekatan melalui tengkorak yang digunakan:
a. Di atas tentorium (kraniotomi supratentorial) ke dalam kompartemen
supratentorial.
b. Di bawah tentorium ke dalam kompartemen infratentorial (fossa posterior).
c. Pendekatan transfenodial melalui sinus mulut dan hidug digunakan untuk membuat
akses ke kelenjar hipofisis.

7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis trauma kepala sebagai berikut:
a. Battle sign : warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga diatas os mastoid
b. Hemotipanum : perdarahan di daerah membrane timpani telinga
c. Periorbital ecchymosis : mata warna hitam tanpa trauma langsung
d. Rhinorrhe : cairan serebrospinal keluar dari hidung
e. Otorrhe : cairan serebrospinal keluar dari telinga

Gejala Klinis untuk trauma kepala ringan, sebagai berikut:


a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
c. Mual atau dan muntah
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun
e. Perubahan kepribadian diri
f. Letargik

Gejala Klinis untuk trauma kepala berat, sebagai berikut:


a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan perubahan di otak, menurun
atau meningkat
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan)
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstrimitas

Manifestasi kilnis Subdural hematoma (SDH) antara lain:


a. Nyeri kepala
b. Bingung
c. Mengantuk
d. Menarik diri
e. Berfikir lambat
f. Kejang
g. Udem pupil
Indikasi operasi menurut EBIC (Europe Brain Injuy Commition) pada perdarahan
subdural adalah jika perdarahan tebalnya lebih dari 1cm, jika terdapat pergeseran garis
tengah lebih dari 5mm.

Manifestasi klinis Epidural hematoma (EDH) antara lain:


a. Penurunan kesadaran
b. Adanya lateralisasi
Adanya ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh,
dapat berupa Hemiparese/plegi, pupil anisokor, reflek patologis satu sisi. Adanya
lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil
anisokor/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH
sedangkan hemiparese/plegi letaknya kontralateral dengan lokasi EDH.
c. Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian analgesia
d. Bingung
e. Susah Bicara
f. Pengelihatan kabur
g. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
h. Pusing
i. Mual
j. Wajah tampak pucat
k. Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan
bentuk bikonvek diantara 2 sutura.
Indikasi dilakukan operasi pada EDH jika hasil CT Scan menunjukkan terjadinya
perdarahan volumenya lebih dari 20cc atau tebal lebih dari 1cm atau dengan
pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5mm, tanda-tanda lokal dan
peningkatan TIK > 25 mmHg, keadaan pasien memburuk.

Gejala Klinis ICH


Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang
disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens
yang indikasi dilakukan operasi jika Single diameter lebih dari 3cm, Perifer, adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi
a. CT scan ( dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif
c. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
d. Serial EEG (Electroencephalography)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
f. BAER (Brainstem Auditory Evoked Response)
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g. PET (Positron Emission Tomography)
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
h. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
i. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
j. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
k. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
l. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
m. SPECT (Single Photon Emission Computed
Tomography) Untuk mendeteksi luas dan daerah
abnormal dari otak.
n. Mielografi
Untuk mengganbarkan ruang sub arachnoid sepinal dan menunjukkan adanya
penyimpangan medulla spinalis.

8. Diagnosis
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi tomografi computer (pemindaian CT)
untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran
ventrikel, dan perubahan posisinya. Pencitraan resonans magnetik (MRI) memberikan
informasi serupa dengan pemindaian CT, dengan tambahan keutungan pemeriksaan
lesi di potongan lain. Angiografi serebral dapat digunakan untuk meneliti suplai darah
tumor atau memberi informasi mengenai lesi vascular. Pemeriksaan Doppler
transkranial mengevaluasi aliran darah pembuluh darah intrakranial.

9. Terapi
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relatif
memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi,
tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan
menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini
yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin
kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO 2 yang meninggi.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan
intrakranial.
Penangan khususnya pada klien dengan CKB yang mengalami perdarahan atau
hematoma di kepala baik pada bagian EDH maupun SDH dilakukan tindakan
trepanasi. Indikasi dilakukanya trepanasi yaitu penurunan kesadaran tiba-tiba di depan
mata, adanya tanda herniasi/lateralisasi, adanya cedera sistemik yang memerlukan
operasi emergensi dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
Teknik Operasi Trepanasi Kepala :
a. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang
lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring
kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi)
misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
b. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan
lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih
baik. Keringkan dengan duk steril. Pasang duk steril di bawah kepala untuk
membatasi kontak dengan meja operasi
c. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan
melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus
untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai
batas basis cranii, jalannya N ke-VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai
dengan canthus lateralis orbita)
d. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
e. Operasi
1) Insisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
2) Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
3) Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa
basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak
tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan
fiksasi pada doek.
4) Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan
rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan
rawat perdarahan.
5) Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar
CT scan.
6) Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula
interna.
7) Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
8) Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang
boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
9) Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya.
Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
10) Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
11) Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling
dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan
dengan bone wax.
12) Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
13) Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi
dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan
dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah
tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan
profus dari bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk
mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
14) Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara
simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi
perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
15) Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya
adalah membuka duramater.
16) Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla-
wanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian
bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat
dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut
tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah
duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai
pelindung terhadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
17) Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus.
Koagulasi yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk
pembuluh darah kulit atau subkutan.
18) Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
19) Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang
subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak
ada darah lagi.
20) Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak
yang direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter
bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak
gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
21) Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang
dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak
dikembalikan lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara
sebagai berikut:
- Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar
kulit.
- Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
- Pasang drain subgaleal.
- Jahit galea dengan vicryl 2.0.
- Jahit kulit dengan silk 3.0.
- Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
- Operasi selesai.
Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada
tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang
akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang
yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4
buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura). Lakukan
fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis
seperti diatas.

Perawatan Pascabedah
Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan
dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti
dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
Follow-up
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk
menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

Intervensi Keperawatan
a. Kraniotomi supratentorial
Pertahankan kepala tempat tidur 30-45 derajat dengan leher pada kesejajaran
netral.
Posisikan pasien miring atau terlentang. (Hindari memposisikan pasien pada
sisi operasi bila tumor besar telah diangkat)
b. Kraniotomi Intratentorial
Pertahankan leher dalam kesejajaran lurus.
Hindari fleksi leher untuk mencegah kemungkinan robekan garis jahitan.
Posisikan pasien miring. (Periksa protokol untuk peddoman posisi pasien)
c. Transfenoidal
Pertahankan tampon nasal di tempatnya dan kuatkan sesuai kebutuhan.
Instruksikan pasien untuk menghindari meniup hidup.
Berikan perawatan oral sering.
Pertahankan kepala tempat tidur tinggi utuk meningkatkan drainase vena dan
drainase dari sisi pembedahan.

10. Komplikasi
Komplikasi bedah intrakranial meliputi peningkatan TIK, infeksi, dan defisit
neurologik.
a. Peningkatan TIK dapat terjadi sebagai akibat edema serebral atau pembengkakan
dan diatasi dengan manitol, diuretik osmotik. Pasien juga memerlukan intubasi
dan penggunaan agens paralisis.
b. Infeksi mungkin karena insisi terbuka. Pasien harus mendapat terapi antibiotik,
dan balutan serta sisi luka harus dipantau untuk tanda infeksi, peningkatan
drainase, bau menyengat, drainase purulen, dan kemerahan serta bengkak
sepanjang garis insisi.
c. Defisit neurologik dapat diakibatkan oleh pembedahan. Pada pascaperasi status
neurologik pasien dipantau dengan ketat untuk adanya perubahan.
B. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Breathing
Pada saat pengkajian fisik lakukan mulai dari kepala ke bawah dan lakukan secara
cepat pengkajian ABC (airway, breathing, sirculation).
A : Airway
Apakah pernafasan pasien adekuat?
Pola nafas?
Apakah pergerakan kedua dinding dada sama?
B : Breathing
Bagaimana saturasi oksigen pasien?
Bagaimana cara pemberian terapi oksigen?
Apakah adekuat?
C : Circulation
Bagaimana heart rate pasien ? irama?
Bagaimana tekanan darahnya?
Bagaimana warna tangan dan kaki?

Pada pemerikasaan Pernafasan.


- Lihat pergerakan dada, samakah?
- Auskultasi sura nafas.
- Cek mode pemberian oksigen.
- Cek saturasi oksigen dan analisa gas darah.

2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang
(>3 det). Terjadi subdural hemtoma (SDH).

3) Brain
Klien biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek
pupil terhadap cahaya.
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, serta dikaji pula kelainan pada
genetalia dan pola eliminasi urine.
Pada pemerikasaan Ginjal
- Cek urine output
- Cek setatus cairan dan balance kumulatif
- Cek kadar ureum dan kreatinin darah

5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi,
adakah kelainan pada anus.
Pada pemerikasaan Pencernaan
- Cek Naso Gastrik Tube (NGT) jika ada
- Cek jenis makanan, kecepatan dan toleransi
- Auskultasi peristaltik
- Kapan terakhir BAB dan BAK.

6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, bagaimana ATR (activity tonus
respon).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial
2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,
kerusakan medula oblongata neuromaskuler
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine
dan elektrolit meningkat
4) Pemenuhannutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan
5) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi

6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan


kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan
7) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial
8) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan
keseadaran
9) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan kulit kepala

3. RENCANA KEPERAWATAN
No.Dx NOC NIC RASIONAL

1. Dalam jangka 1. Kaji tingkat 1. mengetahui


waktu ...x24 jam, kesadaran kestabilan pasien
diharapkan perfusi 2. mengkaji
jaringan serebral 2. Pantau adanya
kembali normal dengan status neurologis kecenderungan pada
criteria hasil : secara teratur, catat tingkat kesadaran
1. Klien melaporkan adanya pusing dan dan risiko
tidak ada pusing atau nyeri kepala peningkatan tekanan
sakit kepala, 3. pantau tanda-tanda intracranial (TIK)
2. tidak vital (TTV) 3. peningkatan tekanan
terjadi peningkatan 4. Kolaborasi darah sistemik yang
tekanan intracranial, pemberian oksigen diikuti
3. peningkatan 5. Anjurkan orang dengan
kesadaran, GCS≥13, terdekat untuk penurunan tekanan
fungsi sensori dan berbicara dengan darah diastolic serta
motorik membaik, klien napas yang tidak
tidak mual dan teratur
muntah. merupakan
tanda
peningkatan
tekanan intracranial
(TIK)
4. Mengurangi
keadaan hipoksia
5. Ungkapan keluarga
yang menyenangkan
klien tampak
mempunyai efek
relaksasi pada klien
yang akan
menurunkan tekanan
intracranial (TIK)
2 Setelah dilakukan 1. Kaji kecepatan, 1. hipoventilasi
tindakan keperawatan kedalaman, biasanya terjadi atau
selama ...x24 jam frekuensi, irama menyebabkan
diharapkan pola nafas nafas, adanya akumulasi/atelektasi
efektif dengan kriteria sianosis, kaji suara atau pneumonia
hasil: nafas tambahan (komplikasi yang
1. klien tidak (rongki, mengi, sering terjadi)
mengatakan sesak krekels) 2. meningkatkan
nafas 2. Atur posisi klien ventilasi semua
2. retraksi dinding dada dengan posisi semi bagian paru,
tidak ada, dengan fowler 30 derajat, mobilisasi serkret
tidak ada otot-otot berikan posisi semi mengurangi resiko
dinding dada prone lateral/miring, komplikasi, posisi
3. pola nafas reguler jika tak ada kejang tengkulup
4. RR : 16-20 x/menit selama 4 jam mengurangi kapasitas
5. ventilasi adekuat pertama rubah vital paru, dicurigai
bebas sianosis posisi miring atau dapat menimbulkan
dengan gas darah terlentang tiap 2 jam peningkatan resiko
analisis (GDA) 3. Anjurkan pasien terjadinya gagal
dalam batas normal untuk minum hangat nafas
pasien (minimal 2000 3. membantu
6. kepatenan jalan ml/hari) mengencerkan sekret,
nafas dapat 4. Kolaborasi terapi meningkatkan
dipertahankan oksigen sesui mobilisasi sekret/
indikasi sebagai ekspektoran
5. Lakukan suction 4. memaksimalkan
dengan hati- hati bernafas dan
(takanan, irama, menurunkan kerja
lama) selama 10-15 nafas, mencegah
detik, catat, sifat, hipoksia, jika pusat
warna dan bau pernafasan tertekan,
secret biasanya dengan
6. Kolaborasi dengan menggunakan
pemeriksaan analisa ventilator mekanis
gas darah (AGD) 5. penghisapan yang
dan tekanan rutin, beresiko terjadi
oksimetri hipoksia, bradikardi
(karena respons
vagal), trauma
jaringan oleh
karenanya kebutuhan
penghisapan
didasarkan pada
adanya
ketidakmampuan
untuk mengeluarkan
secret
6. menyatakan keadaan
ventilasi atau
oksigen,
mengidentifikasi
masalah pernafasan
3 Setelah dilakukan 1. Kaji tanda klinis 1. deteksi dini dan
tindakan keperawatan dehidrasi atau intervensi dapat
selama 3 x 24 jam kelebihan cairan mencegah
ganguan keseimbangan 2. Catat masukan kekurangan/kelebih
cairan dan elektrolit dan haluaran, an fluktuasi
dapat teratasi dengan hitung keseimbangan
kriteria hasil: keseimbangan cairan
1. menunjukan cairan, ukur berat 2. kehilangan
membran mukosa jenis urine urinarius dapat
lembab 3. Berikan air menunjukan
2. tanda-tanda vital tambahan sesuai terjadinya dehidrasi
normal (TTV) indikasi dan berat jenis
3. haluaran urine 4. Kolaborasi urine adalah
adekuat dan bebas pemeriksaan indikator hidrasi
oedema laboratorium dan fungsi renal
(kalium/fosfor 3. hipokalimia/
serum, Ht dan fosfatemia dapat
albumin serum) terjadi karena
perpindahan
intraselluler selama
pemberian makan
awal dan
menurunkan fungsi
jantung bila tidak
diatasi untuk
dikeluarkan.
4 Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Kaji kemampuan
tindakan keperawatan pasien untuk pasien untuk
selama ...x 24 mengunyah dan mengunyah dan
diharapkan pasien tidak menelan, batuk menelan, batuk dan
mengalami gangguan dan mengatasi mengatasi sekresi
nutrisi dengan kiteria sekresi. 2. Bising usus
hasil: 2. Auskultasi bising membantu dalam
1. Tidak mengalami usus, catat adanya menentukan respon
tanda- tanda mal penurunan/hilangn untuk makan atau
nutrisi dengan nilai ya atau suara berkembangnya
laboratorium dalam hiperaktif komplikasi seperti
rentang normal dan 3. Jaga keamanan paralitik ileus
peningkatan berat saat memberikan 3. menurunkan
badan makan pada regurgitasi dan
pasien, seperti terjadinya aspirasi
meninggikan 4. meningkatkan
kepala selama proses pencernaan
makan atau dan toleransi pasien
selama pemberian terhadap nutrisi
makan lewat yang diberikan dan
nasogastric tube dapat
(NGT) meningkatkan
4. Berikan makan kerjasama pasien
dalam porsi kecil saat makan
dan sering dengan 5. metode yang
teratur efektif untuk
5. kolaborasi dengan memberikan
ahli gizi kebutuhan kalori.
5 Setelah dilakuan 1. Kaji keluhan 1. mengidentifikasi
tindakan keperawatan nyeri, catat karakteristik nyeri
selama ...x24 jam rasa intensitasnya, merupakan faktor
nyeri dapat berkurang/ lokasinya dan yang penting untuk
hilang dengan kriteria lamanya menentukan terapi
hasil: 2. Catat yang cocok serta
1. Skala nyeri kemungkinan mengevaluasi
berkurang 3-1 dan patofisiologi yang keefektifan dari
klien mengatakan khas, misalnya terapi
nyeri mulai adanya infeksi, 2. mengidentifikasi
berkurang trauma servikal karakteristik nyeri
2. ekspresi wajah klien 3. Catat merupakan faktor
rileks kemungkinan yang penting untuk
patofisiologi yang menentukan terapi
khas, misalnya yang cocok serta
adanya infeksi, mengevaluasi
trauma servikal keefektifan dari
4. Kolaborasi dengan terapi
pemberian obat 3. pemahaman
anti nyeri, sesuai terhadap penyakit
indikasi misal, yang mendasarinya
dentren (dantrium) membantu dalam
analgesik; memilih intervensi
antiansietas missal yang sesuai.
diazepam (valium) 4. untuk
menghilangkan
spasme/nyeri otot
atau untuk
menghilangkan
ansietas dan
meningkatkan
istirahat
6 Setelah dilakuan 1. Periksa kembali 1. mengidentifikasi
tindakan keperawatan kemampuan dan kerusakan secara
selama ...x24 jam keadaan secara fungsional dan
diharapkan pasien dapat fungsional pada mempengaruhi
melakukan mobilitas kerusakan yang pilihan intervensi
fisik setelah mendapat terjadi yang akan
perawatan dengan 2. Berikan bantuan dilakukan
kriteri hasil : untuk latihan 2. mempertahankan
1. Tidak adanya rentang gerak mobilitas dan
kontraktur, footdrop 3. Bantu pasien fungsi sendi/ posisi
2. Ada peningkatan dalam program normal ekstrimitas
kekuatan dan fungsi latihan dan dan menurunkan
bagian tubuh yang penggunaan alat terjadinya vena
sakit mobilisasi, statis.
3. mampu tingkatkan 3. proses
mendemonstrasikan aktivitas dan penyembuhan yang
aktivitas yang partisipasi dalam lambat seringakli
memungkinkan merawat diri menyertai trauma
dilakukannya sendiri sesuai kepala dan
kemampuan pemulihan fisik
merupakan bagian
yang sangat
penting,
keterlibatan pasien
dalam program
latihan sangat
penting untuk
meningkatkan kerja
sama atau
keberhasilan
program.
7 Setelah dilakuan 1. Kaji kesadaran 1. semua sistem
tindakan keperawatan sensori dengan sensori dapat
selama ...x24 sentuhan, panas/ terpengaruh dengan
diharapkan. Fungsi dingin, benda adanya perubahan
persepsi sensori kembali tajam/tumpul dan yang melibatkan
normal dengan kriteria kesadaran peningkatan atau
hasil : terhadap gerakan penurunan
1. Mampu mengenali 2. Evaluasi secara sensitivitas atau
orang dan teratur perubahan kehilangan sensasi
lingkungan sekitar orientasi, untuk menerima
dan mengakui kemampuan dan berespon sesuai
adanya perubahan berbicara, alam dengan stimuli
dalam perasaan, sensori 2. fungsi cerebral
kemampuannya dan proses pikir bagian atas
3. Bicara dengan biasanya
suara yang lembut terpengaruh lebih
dan pelan, dahulu oleh adanya
gunakan kalimat gangguan sirkulasi,
pendek dan oksigenasi,
sederhana, perubahan persepsi
pertahankan sensori motorik dan
kontak mata kognitif mungkin
4. Kolaborasi pada akan berkembang
ahli fisioterapi, dan menetap
terapi okupasi, dengan perbaikan
terapi wicara dan respon secara
terapi kognitif bertahap
3. pasien mungkin
mengalami
keterbatasan
perhatian atau
pemahaman selama
fase akut dan
penyembuhan.
Dengan tindakan
ini akan membantu
pasien untuk
memunculkan
komunikasi
4. pendekatan antar
disiplin ilmu dapat
menciptakan
rencana
panatalaksanaan
terintegrasi yang
berfokus pada
masalah klien
8 Setelah dilakuan 1. Kaji derajat 1. membantu
tindakan keperawatan disfungsi menentukan daerah
selama ...x24 2. Anjurkan keluarga atau derajat
diharapkan kerusakan untuk kerusakan serebral
komunikasi verbal tidak berkomunikasi yang terjadi dan
terjadi dengan kriteria dengan klien kesulitan pasien
hasil: dalam proses
1. Mengidentifikasi komunikasi
pemahaman 2. merangsang
tentang masalah komunikasi pasien,
komunikasi dan mengurangi isolasi
klien dapat sosial dan
menunjukan meningkatkan
komunikasi penciptaan
dengan baik komunikasi yang
efektif
9 Setelah dilakuan 1. Berikan perawatan 1. menghindari
tindakan keperawatan aseptic dan nosokomial infeksi,
selama ...x24 antiseptik, menurunkan
diharapkan Tidak terjadi pertahankan teknik jumlah kuman
infeksi dengan kiteria cuci tangan pathogen
hasil: 2. Observasi daerah 2. deteksi dini
1. Bebas tanda-tanda kulit yang perkembangan
infeksi mengalami infeksi
2. mencapai kerusakan, kaji memungkinkan
penyembuhan luka keadaan luka, catat untuk melakukan
tepat waktu dan adanya kemerahan, tindakan dengan
suhu tubuh dalam bengkak, pus daerah segera dan
batas normal yang terpasang alat pencegahan
(36,5-37,5 0C) invasi dan tanda- terhadap
tanda vital (TTV) komplikasi
3. Anjurkan klien selanjutnya,
untuk memenuhi monitoring adanya
nutrisi dan hidrasi infeksi
yang adekuat 3. meningkatkan imun
4. Pantau hasil tubuh terhadap
pemeriksaan lab, infeksi
catat adanya 4. leukosit meningkat
leukositosis pada keadaan
5. Kolaborasi infeksi
pemberian atibiotik 5. menekan
sesuai indikasi pertumbuhan
kuman pathogen

DAFTRA PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004. Nursing Interventions Classification (NIC).


Missouri :Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri : Mosby
Potter&Perry.1999. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Jakarta:
EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. Jakarta:
EGC

Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jilid Satu. Edisi Kedelapan. Jakarta : EGC

,
Pathwa
Benturan kepala

Trauma kepala

Trauma pada jaringan lunak Trauma akibat deselerasi/akselerasi Robekan dan distorsi

Rusaknya jaringan kepala Cedera jaringan Jaringan sekitar tertekan

Luka terbuka Hematoma Nyeri akut

Risiko tinggi terhadap infeksi Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel → edema
Peningkatan suplai darah ke daerah trauma → vasodilatasi

Tekanan intracranial ↑

Aliran darah ke otak↓

Perubahan perfusi jaringan serebral

Penurunan
Merangsang hipotalamus Hipoksia jaringan
Merangsang inferior hipofise Kerusakan hemisfer motorik kesadaran

Hipotalamus terviksasi Kerusakan pertukaran gas


Mengeluarkan steroid dan adrenal Penurunan kekuatan dan Gangguan
tahanan otot
persepsi
Produksi ADH Kekacauan Pernafasan
Sekresi HCL digaster↑ sensorik
& aldosteron pola bahasa dangkal
Gangguan mobilitas fisik

Retensi Na+H2O Perubahan nutrisi kurang dari Gangguan


kebutuhan tubuh Pola nafas
komunikasi tidak efektif
Gangguan Keseimbangan verbal
Sumber : Smeltzer (2013) Gambar 2.1 Pathway
cairan & elektrolit
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS
Nama Mahasiswa : Ni Kadek Wahyudi

NIM : 213221262

Tgl/ Jam : 20 Juni 2022 Tanggal MRS : 19 Juni 2022

Ruangan : ICU RSAD Mangusada Diagnosis Medis : CKS

Nama/Inisial : Tn.Pa No.RM : 447147

Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/ Bangsa : WNI

Umur : 53 tahun Status Perkawinan : Menikah

Agama : Hindu Penanggung jawab : Ibu S.w

Pendidikan : SMU Hubungan : Istri

Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Br. Swastika, Alamat : Br. Swastika,


I
D Peguyangan Pekutatan Peguyangan Pekutatan
E
N Jembrana Jembrana
T
I
T
A
S

R Keluhan utama saat MRS :


I
Keluhan utama saat masuk rumah sakit pasien mengalami penurunan kesadaran
W
A Keluhan utama saat pengkajian :
Y
A Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri dan mengalami penurunan kesadaran
T
Riwayat penyakit saat ini :
S
A Pasien didiagnosa Post op craniotomy, EVD decompresi ec CKS, ICH cerebelum dan edema
K cerebri. Pasien datang ke UGD Mangusada pada tanggal 19 Juni 2022 pukul 21.13 WITA yang
I dibawa melalui rujukan RS Bali Jimbaran dengan keluhan tidak sadarkan diri, terluka, dan
T mengalami amnesia diduga karena kecelakaan pada saat mengendarai sepeda motor yang membuat
kehilangan keseimbangan dan jatuh dari motor. Pasien di UGD sudah mendapatkan pemeriksaan
D vital sign TD : 132/76 mmHg, N : 88 x/mnt, RR : 24 x/mnt, S : 36,0 oC, SpO2 : 98 % (6 lpm)
A
dengan GCS E2V2M6. Terapi yang sudah dapat di UGD IVFD Ns 0,9% 20tpm, head up 30 0 ,
paracetamol 3x1gr Iv, Omeprazole 2x40mg IV dan ondansenton 1x8mg. Pasien di pindah ke ruang
ICU pada tgl 20 Juni 2022 pukul 05.30 pasien datang ke ruang ICU keadaan umum pasien lemah
dengan keluhan terdapat edema di kepala dan tidak sadarkan diri dan dilakukan pemeriksaan vital
sign TD : 163/99 mmHg, N : 68 x/mnt, RR : 12 x/mnt, S : 36,0 oC, SpO2 : 98 %, dengan kesadaran
somnolen, pola nafas spontan.
N
Riwayat Allergi :
K
E Pasien memiliki riwayat alergi obat dexametason, dengan reaksi gatal-gatal jika mendapatkan obat
S tersebut..
E
H Riwayat Pengobatan :
A
T Pasien sebelumnya sudah pernah di rawat di RS Bali Jimbaran.
A Riwayat penyakit sebelumnya :
N
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun.

Riwayat penyakit keluarga :

Keluarga Pasien mengatakan tidak ada penyakit keturunan dalam keluarganya seperti DM,
hipertensi dll dan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengannya.
Jalan Nafas : ✔ Paten ◻ Tidak Paten

Nafas : ✔ Spontan ◻ Tidak Spontan

Obstruksi : ◻ Lidah ◻ Cairan ◻ Benda Asing ✔ Tidak Ada

◻ Muntahan ◻ Darah ◻ Oedema

Gerakan dinding dada: ✔ Simetris ◻ Asimetris

Sesak Nafas : ✔ Ada ◻ Tidak Ada

RR : 15x/mnt

Kedalaman Nafas : ✔ Normal ◻ Dangkal ◻ Dalam

Pola Nafas : ✔ Teratur ◻ Tidak Teratur

Jenis : ✔ Dispnoe ◻ Kusmaul ◻ Cyene Stoke ◻ Lain… …

Pernafasan Cuping hidung ◻ Ada ✔Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas : ◻ Ada ✔ Tidak Ada

Deviasi Trakea : ◻ Ada ◻ Tidak Ada


B Pernafasan : ✔ Pernafasan Dada ◻ Pernafasan Perut
R
E Batuk : ◻ Ya ◻ Tidak ada
A
T
H
I Sputum: ◻ Ya , Warna: Konsistensi: kental Volume: ... … Bau: … …
N
G ◻ Tidak

Emfisema S/C : ◻ Ada ◻ Tidak Ada

Suara Nafas : ◻Snoring ◻Gurgling ◻Stridor ✔ Tidak ada

◻ Vesikuler ◻ Wheezing ◻ Ronchi

Alat bantu nafas: ◻ OTT ◻ ETT ◻ Trakeostomi

◻ Ventilator, Keterangan: ... ... ...

Oksigenasi : ◻ Nasal kanul ◻ Simpel mask ◻ Non RBT mask (10 lpm) ◻ RBT Mask
✔ Tidak ada

Penggunaan selang dada : ◻ Ada ◻ Tidak Ada

Drainase : -

Trakeostomi : ◻ Ada ✔ Tidak Ada

Kondisi trakeostomi:

keterangan: … …

Masal
Nadi : ✔ Teraba ◻ Tidak teraba ◻ N: 101 x/mnt

Irama Jantung :

Tekanan Darah : 163/99 mmHg

Pucat : ◻ Ya ✔ Tidak

Sianosis : ◻ Ya ✔ Tidak

CRT : ✔ < 2 detik ◻ > 2 detik

Akral : ✔ Hangat ◻ Dingin ◻ S: 36 oC

Pendarahan : ✔ Ya, Lokasi: kepala bagian belakang Jumlah : ±500 cc ◻ Tidak


B
L
Turgor : ◻ Elastis ✔ Lambat
O
O Diaphoresis: ◻ Ya ◻Tidak
D
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: ◻ Diare ◻ Muntah ◻ Luka bakar

JVP:

CVP:

Suara jantung:

IVFD : ✔ Ya ◻ Tidak, Jenis cairan : Nacl 20tpm

keterangan: … …

Masalah Keperawatan:
Kesadaran: ◻ Composmentis ◻ Delirium ✔ Somnolen ◻ Apatis ◻ Koma

GCS : ◻ Eye 2 ◻ Verbal 2 ◻ Motorik ...6

Pupil : ✔ Isokor ◻ Unisokor ◻ Pinpoint ◻ Midriasis

Refleks Cahaya: ◻ Ada ◻ Tidak Ada

Refleks Muntah: ◻ Ada ✔ Tidak Ada

Refleks fisiologis: ◻ Patela (+/-) ◻ Lain-lain … …

Refleks patologis : ◻ Babinzky (+/-) ◻ Kernig (+/-) ◻ Lain-lain ... ...

Refleks pada bayi: ◻ Refleks Rooting (+/-) ◻ Refleks Moro (+/-)


B
R (Khusus PICU/NICU) ◻ Refleks Sucking (+/-) ◻
A
I Bicara : ◻ Lancar ◻ Cepat ✔ Lambat
N
Tidur malam : 22.00 Tidur siang : 11.00

Ansietas : ◻ Ada ✔ Tidak ada

Nyeri : ✔ Ada ◻ Tidak ada

keterangan: … …

Masalah Keperawatan: Resiko Perfusi Cerebr

Nyeri pinggang: ◻ Ada ✔ Tidak

BAK : ✔ Lancar ◻ Inkontinensia ◻ Anuri


B Nyeri BAK : ◻ Ada ✔ Tidak ada
L
A Frekuensi BAK : 2x Warna: kuning Darah : ◻ Ada ✔ Tidak ada
D
D Kateter : ✔ Ada ◻ Tidak ada, Urine output: 220cc
E
R keterangan:

Masa
Keluhan : ◻ Mual ◻ Muntah ◻ Sulit menelan

TB : 165 cm BB : 70.kg

Nafsu makan : ✔ Baik ◻ Menurun

Makan : keluarga pasien mengatakan pasien mau makan sedikit-sedikit

Minum : Frekuensi gls /hr Jumlah : 100 cc/hr

NGT:
B
O Abdomen : ◻ Distensi ◻ Supel ✔ normal
W
Bising usus: 18
E
L
BAB : ✔ Teratur ◻ Tidak

Frekuensi BAB : 1-2x/hr Konsistensi: lembek Warna: kecoklatan, darah (-)/lendir(-)

Stoma:

keterangan: … …

Masalah Kepe

B
O
N
E
(M
U
S
K
U
L
O
S
K
L
E
T
A
L

&

I
N
T Deformitas : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi ... ...
E
G Contusio : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi ... ...
M
E Abrasi : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi ... ...
N)
Penetrasi : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi ... ...

Laserasi : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi ... ...

Edema : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi …..


Luka Bakar : ◻ Ya ◻ Tidak ◻ Lokasi ... ...

Grade : ... Luas ... %

Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka : ... ...


Keterangan:
Warna dasar luka: ... ... 0; Mandiri
1; Alat bantu
Kedalaman : ... ... 2; Dibantu orang lain
3; Dibantu orang lain
dan alat
4; Tergantung total
Aktivitas dan latihan :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Makan/minum :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Mandi :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Toileting :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Berpakaian :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Mobilisasi di tempat tidur :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Berpindah :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

Ambulasi :◻0 ◻1 ✔2 ◻3 ◻4

keterangan: … …

Masalah Keperawatan: Intoleransi aktivitas


(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
I : Cephal hematoma.
P : Terdapat lesi, terdapat nyeri tekan
I : leher simetris, tidak ada pembengkakan vena jugolaris dan kelenjar thiroid
P: Tidak ada nyeri tekan dan benjolan
Dada :

I : Bentuk dada simetris, retraksi otot dada simetris, tidak ada lesi, ictus cordis
tidak terlihat
P: Ada nyeri pada dada, taktil vocal premitus normal.

H P: Tidak ada suara tambahan, getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi adalah
E sonor.
A A: Bunyi nafas vesikuler, suara jantung reguler S1 S2 tunggal
D Abdomen dan Pinggang :

I:Tidak ada lesi, tidak ada edema dan hematoma, tidak terdapat asites
T
(kembung)
O
A:Peristaltik usus normal 20x/mnt

P: Tidak ada nyeri tekan pada abdomen dan pinggang


T
O P:Suara ketukan terdengar timpani
E Pelvis dan Perineum :-
Ekstremitas :

Atas

I: Tidak terdapat lesi, fraktur dan benjolan, keadaan anggota gerak


melemah, warna kulit pucat, adanya edema pada tangan tangan
P: Turgor kulit tidak elastis, akral hangat, CRT > 2 detik, tidak ada nyeri tekan,

Bawah

I:Tidak ada lesi, hematoma, dan deformitas pada kedua kaki,


P:Turgor kulit tidak elastis, CRT > 2 detik, tidak ada nyeri tekan.
Masalah

P a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan


S
I Pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu menjaga kebersihan lingkungan
K dan kebersihan diri dengan mandi 2x sehari, apabila pasien menderita sakit, pasien
O
berobat ke pelayanan kesehatan terdekat. Saat sakit pasien mandi 2x sehari di
S
O tempat tidur dengan di lap. Pasien mengatakan merasa tidak nyaman dan harapan
S
pasien setelah menjalani perawatan, pasien dapat segera pulang kerumah, sembuh
I dari penyakit serta kondisinya kembali sehat. Pasien juga mengatakan akan lebih
A
L memperhatikan lagi kebersihan diri dan lingkungannya.

K
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
U Pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan 3x sehari, porsi makanan 1 piring
L
T dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur. Minum kurang lebih 1500cc per hari.
U
Setelah sakit pasien mengatakan nafsu makannya tidak ada terganggu, pasien
R
A makan 3x sehari dengan menu diet rs, dengan lauk, pauk dan sayuran.
L
c. Aktivitas dan Latian

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


0: Makan /minum 
ma Mandi  ndi
ri, Toileting  2:
dib Berpakaian  ant
u Berpindah 
ora ng,
Mobilisasi di tempat tidur & ambulasi ROM 
4:
tergantung total
1: menggunakan alat bantu, 3: dibantu orang lain dan alat,
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas dan latihan
secara mandiri. Setelah sakit semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga
d. Tidur dan Istirahat
Waktu tidur (jam) :
Sebelum MRS : Sore hari pukul 15.00-17.00
Malam hari pukul 21.00-06.00
Setelah MRS : Siang hari pukul 13.00-15.00
Malam hari pukul 23.00-06.00
Lama tidur/hari : Sebelum MRS 8-10 jam/hari, setelah MRS 6-7jam/hari dan
sering terbangun
pada malam hari, karena merasakan nyeri pada paha kanan daerah operasi.
e. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan sebelum sakit BAK ± 5-6x sehari dengan urine berwarna
kekuningan, pada saat sakit BAK ±5x sehari dengan urin berwarna kekuningan.
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1x sehari dengan konsistensi lembab dan
berwarna kuning , pada saat sakit BAB pasien 1 x sehari, konsistensi lembab,
berwarna kuning.
f. Pola Persepsi Diri (Konsep Diri)
Pasien mengatakan sebelum sakit, dirinya adalah Kepala rumah tangga yang
sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Saat sakit tidak mengalami
masalah mengenai identitas dirinya. Pasien mengatakan tidak nyaman dengan
kondisinya saat ini, karena tidak bisa berkumpul dengan keluarganya.
g. Peran dan Hubungan Sosial
Pasien mengatakan sebelum sakit dirinya senang menjalani aktivitas sehari –
hari karena mempunyai banyak teman dan aktif dalam kegiatan gotong royong di
banjar. Saat sakit pasien mengatakan selama sakit dan dirawat di RS keluarga
dan teman – temannya masih peduli dan selalu menjenguk dirinya.

h. Seksual dan Reproduksi


Pasien mengatakan dirinya merupakan Kepala keluarga yang sudah menikah
dan sudah memiliki 2 orang anak

i. Manajemen Koping

Pasien mengatakan sebelum sakit maupun saat sakit jika pasien ada masalah ia
selalu menceritakan kepada keluarganya.

j. Kognitif Perseptual
Pasien mengatakan sebelum sakit maupun saat sakit pasien mampu
berkomunikasi dengan baik,memiliki kesadaran baik, dan terbiasa berbicara
menggunakan bahasa Bali. Pasien tidak memiliki gangguan pada panca indera.

k. Nilai dan Kepercayaan


Pasien mengatakan dirinya menganut agama Hindu, Sebelum sakit pasien
biasanya sembahyang di merajan setiap sore hari. Saat pengkajian pasien
mengatakan hanya bisa berdoa di tempat tidur

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Labolatorium

Tanggal 20 Juni 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Faal Hati
SPGOT (AST) 31 U/L 11-33
SPGPT (ALT) L9 U/L 11-50
Faal Ginjal
Ureum 37 mg/dL 15-45
Kreatinin serum H 2.1 mg/dL 0.50-0.90
GFR (CKD-EPI) 32 mL/min/1.7
3 m^2
Elektrolit dan Gas Darah
Electrolyte (Na, K, Cl)
Natrium (Na) 136 mmol/L 136-145
Kalium (K) L 3.1 mmol/L 3.5-5.1
Chloride (Cl) 104 mmol/L 94-110

Hasil CT Scan

Fraktur zygomatic are kiri.


Tidak tampak fraktur skull vault, skull base, mandibular, maupun cervical spine (C1-5)
Intracerebellar hemorrhage hemisphere bilateral, predominant kiri, efek desak menyebabkan
kompresi ventricle 4, pons dan midbraind.
Saat ini tidak tampak hydrocephalus
Hiperdensitas streak-like samar di intra/subependym ventricle 4, curiga ekstensi hemorrhage.
Small vessels ischemic disease
Pseudophakia kiri
Penebalan mucosa minimal pada maxillary sinus kiri dan retention cyst kecil di sphenoid sinus
kanan
Proses degenerative cervical spine.

TERAPI

Jenis Terapi Dosis Rute

Paracetamol 3x1 gr IV

Omeprazole 2x40 mg IV

Asam tranexamat 3x1 gr IV

Phenitoin 3x100 mg IV

Ceftriaxone 2x1 gr IV

Diet cair 3x100 cc Sonde

IVFD Nacl 0,9% 20 tpm IV


ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITIS

Nama Klien : Tn.Pa Dx. Medis : CKS

Data Diagnosa
No Interpretasi
Subyektif & Obyektif Keperawatan
1 DS : Trauma kepela Risiko perfusi
cerebral tidak efektif
-pasien tampak berbaring
dengan faktor risiko
-pasien hanya mengerang
Pendarahan intrakranial cedera kepala
DO :

- Pasien mengalami
penurunan kesadaran Darah membentuk
massa/hematoma
- Wajah pasien tampak
gelisah

- Keadaan umum : Lemah Peningkatan TIK

- TD : 163/99 mmHg

- Nadi : 68 x/menit Gangguan aliran darah


dan O2 ke otak
- SpO2 : 98%

- GCS: E2-V2-M6
(somnolen) Risiko perfusi serebral
tidak efektif
Pasien memiliki riwayat
muntah

2. DS : Peningkatan TIK Gangguan mobilitas


fisik berhubungan
-klien tampak lemah
dengan penurunan
-klien tidak bisa menggerakan Gangguan aliran darah kekuatan otot
otot nya secara mandiri dan O2 ke otak ditandai dengan
kekuatan otot
menurun, ROM
DO : Kekuatan otot Fungsi otak menurun menurun, fisik lemah

1 1

1 1 Kerusakan neumotorik
Kelemahan otot progresif

Gangguan mobilitas fisik


RENCANA KEPERAWATAN KRITIS

Nama Klien : Tn.Pa Umur/Jk : 53/L No. RM : 447147


Dx. Medis : CKS TGL : 20 Juni 2022

Rencana keperawatan
Hari/ No
Tujuan & Kriteria Rasional
TGL DX Intervensi
Hasil
20/06/2022 1 Setelah dilakukan Intervensi Utama: 1. Mengetahui
08.00 wita intervensi Manajemen kestabilan pasien
keperawatan selama Peningkatan
2. mengkaji adanya
3x 24 jam maka Tekanan
kecenderungan
Perfusi Serebral Intrakranial
pada tingkat
Meningkat dengan Observasi
kesadaran dan
kriteria hasil : 1. Identifikasi
risiko
Label: Perfusi penyebab
Serebral peningkatan
peningkatan TIK
1. Tingkat kesadaran tekanan
(mis. Lesi,
meningkat (5) intracranial (TIK)
gangguan
2. Gelisah menurun 3. peningkatan
metabolisme,
(5)
edema serebral) tekanan darah
3. Tekanan arteri sistemik yang
rata-rata membaik 2. Monitor tanda
(5) diikuti dengan
/gejala
4. Tekanan intra peningkatan TIK penurunan
kranial membaik (mis. Tekanan tekanan darah
(5)
darah meningkat, diastolic serta
5. Tekanan darah tekanan nadi napas yang tidak
sistolik membaik
melebar, teratur
(5)
bradikardi, pola merupakan
6. Tekanan darah
nafas ireguler, tanda
diastolik membaik
(5) kesadaran peningkatan
menurun) tekanan
intracranial (TIK)
3. Monitor MAP
4. Mengurangi
(Mean Arterial
Pressure) keadaan hipoksia

4. Monitor status Terapeutik


pernapasan
1. Memberi posisi
Terapeutik nyaman untuk
memudahkan
1. Berikan posisi semi
Fowler pasien bernafas

2. Pertahankan suhu 2. Suhu tubuh


tubuh optimal
dipengaruhi oleh
tingkat aktivitas,
suhu lingkungan,
kelembaban tinggi
akan
mempengaruhi
panas dan
dinginnya tubuh

20/06/2022 2 Setelah dilakuan 1. Periksa kembali 4. mengidentifikasi


08.00 wita tindakan keperawatan kemampuan dan kerusakan secara
selama 3x24 jam keadaan secara fungsional dan

diharapkan pasien fungsional pada mempengaruhi

dapat melakukan kerusakan yang pilihan


intervensi yang
mobilitas fisik setelah terjadi
akan dilakukan
mendapat perawatan 2.Berikan bantuan
dengan kriteri hasil : untuk latihan 5. mempertahankan
rentang gerak mobilitas dan
4. Tidak adanya
3. Bantu pasien dalam fungsi sendi/
kontraktur,
program latihan dan posisi normal
footdrop
penggunaan alat ekstrimitas dan

5. Ada peningkatan mobilisasi, menurunkan

kekuatan dan terjadinya vena


tingkatkan aktivitas
statis.
fungsi bagian dan partisipasi
tubuh yang sakit dalam merawat diri 6. proses
mampu sendiri sesuai penyembuhan
mendemonstrasika kemampuan yang lambat
n aktivitas yang seringakli
memungkinkan menyertai

dilakukannya trauma kepala


dan pemulihan
fisik merupakan
bagian yang
sangat penting,
keterlibatan
pasien dalam
program latihan
sangat penting
untuk
meningkatkan
kerja sama atau
keberhasilan
program.
TINDAKAN KEPERAWATAN KRITIS

Nama Klien : Tn.Pa Dx. Medis : CKS

Hari/ TGL/ No
Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses TTD
Jam DX
Ds : -
Do : luas edema
20/06/2022 Mengkaji lokasi dan luas
1. kedalamannya 4-5 mm Wahyudi
08.30 Wita edema
dengan waktu kembali 4
detik
DS:
Do :pasien tampak gelisah,
tampak pernapasan cuping

Monitor status hidung, terpasang Non RBT


mask oksigen 12 lpm.
pernapasan dan tanda-
10.30 Wita 1 TD : 126/69 mmHg Wahyudi
tanda vital (frekuensi,
S : 36,0 oC
kedalaman, usaha napas)
RR : 28 x/menit
N : 97 x/menit
SpO2 : 99% NRM 12 lpm

Ds : keluarga Pasien
mengatakan sudah minum
air putih sebanyak (-+)
Mempertahankan catatan
200cc.
11.00 1 intake dan output yang Wahyudi
Do : - Terpasang infus IVFD
akurat.
Dextrose 8 tts/mnt
Terlihat terisi urine dalam
kateter bag sebanyak 300 cc

21/06/2022 1. Mengkaji lokasi dan luas Ds : - Wahyudi


08.00Wita edema Do : luas edema
kedalamannya 4-5 mm
dengan waktu kembali 4
detik

DS:
Do : pasien tampak gelisah,
tampak pernapasan cuping
hidung, terpasang Non RBT
Monitor status
mask oksigen 12 lpm.
pernapasan dan tanda-
09.00Wita 1 TD : 112/69 mmHg Wahyudi
tanda vital (frekuensi,
S : 36,0 oC
kedalaman, usaha napas)
RR : 31x/menit
N : 99/menit
SpO2 : 99% NRM 12 lpm

Ds : keluarga Pasien
mengatakan sudah minum
air putih sebanyak (-+)
Mempertahankan catatan 100cc.
10.00 1 intake dan output yang Do : - Terpasang infus Wahyudi
akurat. IVFD Dextrose 8 tts/mnt
Terlihat terisi urine dalam
kateter bag sebanyak 200 cc

Ds : -
Do : setelah diberikan posisi
Memberikan semifowler semifowler pasien tampak
11.00 2 Wahyudi
pada pasien nyaman

Ds : -
Do : luas edema
21/06/2022 Mengkaji lokasi dan luas
1. kedalamannya 4-5 mm Wahyudi
13.30 Wita edema
dengan waktu kembali 4
detik
14.30 Wita 1 Monitor status DS: Wahyudi
pernapasan dan tanda- Do : pasien tampak gelisah,
tampak pernapasan cuping
hidung, terpasang Non RBT
mask oksigen 12 lpm.
TD : 112/66 mmHg
tanda vital (frekuensi, S : 36,0 oC
kedalaman, usaha napas) RR : 28 x/menit
N : 89 x/menit
SpoO2 : 99% NRM 12 lpm

Ds : keluarga pasien
mengatakan sudah minum
air putih sebanyak 50 cc.
Mempertahankan catatan
Do : - Terpasang infus IVFD Wahyudi
15.00 wita 1 intake dan output yang
Dextrose 8 tts/mnt.
akurat.
-Terlihat terisi urine
dalam kateter bag
sebanyak 200 cc
DS:-
Memonitor tanda /gejala Do : pasien tampak gelisah,
peningkatan TIK (mis. tampak pernapasan cuping
hidung, terpasang Non RBT
Tekanan darah mask oksigen 12 lpm.
22/06/2022 meningkat, tekanan nadi TD : 102/56 mmHg
1
08.00 wita melebar, bradikardi, S : 36,0 oC

pola nafas ireguler, RR : 28 x/menit

kesadaran menurun) N : 89 x/menit


SpoO2 : 99% NRM 12 lpm

09.00 wita 2 Meriksa kembali S:


kemampuan dan
Keluarga pasien
keadaan secara
mengatakan pasien belum
fungsional pada bisa melakukan aktivitas
kerusakan yang terjadi secara mandiri, hanya dapat
bergerak sederhana di
tempat tidur

O:
Pasien terlihat di bantu oleh

keluarganya.
Evaluasi Keperawatan
Hari/ Tgl/ No
No Evaluasi TTD
Jam Dx

1. 21/06/2022 1. S:- Wahyudi


O : pasien tampak gelisah, tampak
09.00 pernapasan cuping hidung, terpasang
Non RBT mask oksigen 12 lpm.
TD : 102/56 mmHg
S : 36,0 oC
RR : 28 x/menit
N : 89 x/menit
SpoO2 : 99% NRM 12 lpm

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi

2. 09.00 2.
S : Keluarga pasien mengatakan
Wahyudi
pasien belum bisa melakukan
aktivitas secara mandiri, hanya dapat
bergerak sederhana di tempat tidur

O : Pasien terlihat di bantu oleh


keluarganya.

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai