Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

DI IGD

RSUD.RADEN MATAHER

Disusun oleh :

Nama : NURUL PADILA

NIM : P071200200016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TINGKAT 3B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JMBI

2022/2023
A. Latar Belakang

Cedera kepala masih merupakan permasalah kesehatan global sebagai penyebab kematian,
disabilitas, dan deficit mental. Cedera kepala menjadi salah satu penyebab kematian disabilitas pada
usia muda. Penderita cedera kepala sering mengalami edema cerebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan
meningkatnya tekanan intra kranial. (Kumar, dkk, 2013) Sedangkan menurut Smelter & Bare, (2013).
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat
dari trauma atau benturan sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya beberapa menit
saja, sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala bukan besifat kongenital ataupun degenerativ tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari
luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. (Batticaca. F. 2008).

Menurut Smeltzer & Bare (2013), pertimbangan paling penting pada cedera kepala adalah apakah
otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Sementara sel-sel
serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk kebutuhan metabolisme yang mengandung
oksigen, nutrien dan mineral. Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan keparahan cedera dan
menurut jenis cedera. Berdasarkan keparahannya cedera kepala dibagi menjadi 3, yaitu Cedera Kepala
Ringan (CKR), Cedera Kepala Sedang (CKS), dan Cedera Kepala Berat (CKB). Sedangkan menurut jenis
cedera dibagi 2, yaitu cedera kepala terbuka dan cedera kepala tertutup (Wijaya & Yessi. 2013).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan pada kelompok usia
produktif yaitu antara umur 15 – 45 tahun dan lebih di dominasi oleh kaum laki-laki yang sebagian besar
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan kendaraan sepeda motor, mobil, sepeda dan
penyeberang jalan yang ditabrak, sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah
raga, korban kekerasan dan lain sebagainya. (Tobing, 2011).

World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab
kematian ke sepuluh di dunia dengan jumlah 1,21 juta (2,1%), sedangkan di negara berkembang menjadi
penyebab kematian ketujuh di dunia dengan jumlah kematian 940.000 (2,4%). Di Amerika Serikat
dipekirakan setiap tahunnya sebanyak 1,7 juta orang mengalami cedera kepala. Lebih dari 52.000 orang
meninggal dunia, 275.000 orang dirawat di rumah sakit, dan hampir 80% dirawat dan dirujuk ke
instalansi gawat darurat. Jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak mengalami cedera kepala
dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.(WHO,2016).

B. Konsep Cedera Kepala


1. Pengertian
M. Clevo Rendi, Margareth TH (2012). Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-
deceleasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan factor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Morton (2012). Cedera kepala
merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
Wahyu Widagdo, dkk (2007). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh
kekuatan eksternal yang menimbulkan peubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.
2. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera kepala adalah
sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan kendaraan
yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan
raya.
b. Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat
karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau
kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada
barang atau orang lain (secara paksa).
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari
akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan
tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan
(akselerasi) pada arah tersebut. Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam
cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera
lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi). Kerusakannya
menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera
menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
3. Patofisiologi

Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan jaringan otak. Ini bisa
sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang dapat empengeruhi luasnya cedera kepala
pada kepala yaitu:

a. Lokasi dari tempat benturan lansung


b. Kecepatan dan energi yang dipindahkan

c. Daerah permukaan energy yang dipindahkan


d. Keadaan kepala saat benturan (Wahyu Widagdo, dkk, 2007)

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan
ini, otak yang lembut akan mudah untuk mengalami cedera dan kerusakan. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika,
yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan
trauma eksternal diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam
yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan
vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.

4. Gejala klinis cedera kepala

Tanda-tanda ataugejala klinis untuk yang trauma kepala ringan

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun untuk beberapa saat kemudian sembuh

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan


c. Mual atau muntah
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun

e. Perubahan kepribadian diri


f. Letargik

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat

a. Gejala atau tanda-tanda kardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau
meningkat .
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan)
d. Apabila meningkatnya tekanan intracranial terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstermitas.
6. Komplikasi cedera kepala

a. Faktor kardiovaskular
1.) Cedera kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
moikardial, peubahan tekanan vaskuler dan edema paru

2.) Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas
ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri.
Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sisolik. Pengaruh dari adanya
peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
b. Faktor respiratori

1.) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau hipetensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
2.) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran
darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan tejadi alkalosis yang
menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid) sehingga
oksigen tidak sampai ke otak denan baik.
3.) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra cranial
(TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
c. Faktor metabolisme
1.) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air, dan hilangnya sejumlah nitrogen

2.) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

d. Faktor gastrointestinal

Trauma juga mempegaruhi system gastrointestinal.Setelah cedera kepala (3 hari) terdapat


respon tubuh dengan meransang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan
meransang lambung menjadi hiperasiditas, dan mengakibatkan terjadinya stress alser.
e. Faktor piskologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, cedera kepala pada pasien adalah suatu
pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis
pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan
penururnan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.

7. Manifestasi klinis
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013).
a. Cedera kepala ringan-sedang
1.) Disorientai ringan
2.) Amnesia post trauma
3.) Hilang memori sesaat
4.) Sakit kepala
5.) Mual dan muntah
6.) Vertigo dalam perubahan posisi
7.) Gangguan pendengaran
b. Cerdera kepala sedang-berat
1.) Oedema pulmonal

2.) Kejang
3.) Infeksi
4.) Tanda herniasi otak
5.) Hemiparise
6.) Gangguan akibat saraf cranial

8. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Wahyu Widagdo, dkk,
2007).

a. Non pembedahan

1.) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema

2.) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk mengeluarkan kristal-
kristal mikroskopis

3.) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan tekanan intracranial
4.) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk megontrol
kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan

Kraniotomi di indikasikan untuk:


1.) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2.) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3.) Mengobati hidrosefalus

B. Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul
Effendy dalam Andra, dkk. 2013).

Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien

Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,
hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan kesehatan tergantung dari
seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ).
Biasanya klien akan mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan pada
bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang


Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi, mual dan muntah, sakit kepala,
wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar,
mengecap dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system persyarafan, riwayat trauma masa
lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi
alkohol ( Muttaqin, A. 2008 ).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan
lain sebagainya

e. Permeriksaan fisik
1.) Tingkat kesadaran
i. Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)

ii. Kualitatif

(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,nilai GCS: 9 – 7.

(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri,
nilai GCS: 6 – 4.

(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara. 2010).

2.) Fungsi motorik


Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang digunakan secara
internasional:

f. Aspek neurologis
1.) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera kepala berat 3-8).

2.) Disorientasi tempat/waktu


3.) Reflek patologis dan fisiologis
4.) Perubahan status mental
5.) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6.) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan sebagian lapang pandang

7.) Perubagan tanda-tanda vital


8.) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9.) Tanda-tanda peningkatan TIK
a.) Penurunan kesadaran
b.) Gelisah letargi
c.) Sakit kepala

d.) Muntah proyektil


e.) Pupil edema
f.) Pelambatan nadi
g.) Pelebaran tekanan nadi
h.) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek kardiovaskuler
1.) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2.) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3.) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1.) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi stridor, tersedak
2.) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3.) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1.) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi, hematuri)
2.) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan, kaji bising usus
3.) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j. Pengkajian psikologis
1.) Gangguan emosi/apatis, delirium
2.) Perubahan tingkah laku atau kepribadian

k. Pengkajian social
1.) Hubungan dengan orang terdekat

2.) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, disartria, anomia
l. Nyeri/kenyamanan
1.) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2.) Gelisah

m. Nervus cranial
1.) N.I : penurunan daya penciuman
2.) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan

3.) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola
mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor
4.) N.V : gangguan mengunyah
5.) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
6.) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7.) N.IX, X, XI : jarang ditemukan
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1.) X-ray/CT scan
a.) Hematom serebral
b.) Edema serebral
c.) Perdarahan intracranial
d.) Fraktur tulang tengkorak
2.) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3.) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4.) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.

5.) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang otak.
6.) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan aktivitas metabolism pada otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1.) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan AGD dalam
rentang normaluntuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2.) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi
Na dapat berakhir beberap hari, diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3.) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4.) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna, komposisi, tekana).
5.) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.
6.) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi
kejang.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular,edema cerebri,
meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeobronkial,
kerusakan medula oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, danalat traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatantekanan intra cranial.
f. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan sarafmotorik.
g. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluaran urine danelektrolit meningkat.

i. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan otot untuk menguyah
dan menelan.
j. Resiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerkan involunter dan kejang.
k. Ansietas b/d stress ancaman kematian. (NANDA. 2015).
4. Intervensi keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan trauma kepala.

Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017 rencana tindakan keperawatan pada diagnosa
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan trauma kepala dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan menunjukkan status sirkulasi baik, perfusi jaringan serebral
normal, tekanan darah dalam rentang normal, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan darah
intrakranial, berkomunikasi dengan jelas dan sesuai kemampuan, tingkat kesadaran membaik. Dengan
NIC yaitu Pertahankan jalan napas yang paten, pertahankan posisi pasien, berikan O2 sesuai kebutuhan,
berikan obat manitol bila perlu, monitor tekanan perfusi serebral, catat respon pasien terhadap
stimulasi, monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas, monitor intake
dan output cairan, posisikan pasien pada posisi semi fowler, minimalkan stimulasi dari lingkungan,
monitor tanda-tanda vital, monitor sianosis perifer. monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis.

Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017, rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis dengan tujuan status respirasi
baik,frekuensi pernafasan dalam batas normal, irama pernafasan normal, tidak ada penggunaan otot
bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada suara nafas tambahan. Dengan NIC yaitu
buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
lakukan fisioterapi dada jika perlu, buang sekret dengan cara batuk efektif atau suction, instruksikan
cara batuk efektif, auskultasi suara nafas, pertahankan kepatenan jalan nafas, berikan oksigen tambahan
sesuai kebutuhan, monitor respirasi dan status O2, monitor aliran O2, monitor efektifitas terapi oksigen,
amati tanda-tanda hipoventialsi induksi oksigen, konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hematoma serebral

Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017, rencana tindaka untuk diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan kerusakan kulit kepala dengan tujuan status imunitas pasien baik, dapat
mengontrol infeksi, pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, dapat mendeskripsikan proses penularan
penyakit, memahami faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukositdalam batas normal, menunjukkan
perilaku hidup sehat. Dengan NIC yaitu bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain, pertahankan
teknik isolasi, lakukan perawatan luka pasien, pantau perkembangan kesembuhan luka pasien, batasi
pengunjung bila perlu, intruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung, gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan, cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
melakkan tindakan keperawatan, gunakan alat pelindung diri sebagai pelindung, pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat, tingkatkan intake nutrisi, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik bila perlu, monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan fungsi indra pendengaran dan
penglihatan

Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017, rencana tindaka untuk diagnosa keperawatan
gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran dengan tujuan tanda dan gejala
persepsi dan sensori baik, penglihatan dan pendengaran baik, makan dan minum baik, mampu
mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan tepat. Dengan NIC yaitu tentukan batasan
pergerakan sendi dan efek dari fungsi, monitor lokasi ketidak nyamanan selama pergerakan, dukung
ambulasi, evaluasi terhadap edema dan nadi, inspeksi kulit terhadap ulser, dukung pasien untuk latihan
sesuai toleransi, kaji derajat ketidak nyamanan atau nyeri, turunkan ekstremitas untuk memperbaiki
sirkulasi arterial.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017, rencana tindaka untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik dengan tujuan rasa nyeri dapat dikontrol, mengenali kapan nyeri
terjadi, menggambarkan faktor penyebab, menggunakan tindakan pencegahan, menggunakan analgesik
yang digunakan, melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada profesional kesehatan, nyeri
yangdilaporkan tidak ada, mengerang dan menangis tidak ada, iritabilitas tidak ada, bisa beristirahat,
tidak ada ketegangan otot, tidak ada ekspresi nyeri pada wajah.

5. Implementasi keperawatan

Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnose keperawatan dan intervensi keperawatan

6. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan bedasarkan pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan dan
implementasi keperawatan yang dilihat dari hasil perkembangan klein/pasien selama melakukan
asuhan keperawatan.

BAB II

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association, 2014, New Statistical Update Looks at Worldwide Heart, Stroke Heath,
Dallas.

Amran. 2012. Analisis Faktor Resiko Kematian Penderita Stroke, Makassar.


Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Kementrian Kesehatan RI, 2013, Pusat Data Dan Informasi Kementrian


Kesehatan RI, Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.

Kumar, dkk. 2013. Buku Ajar Patologis Robbin, Ed.7, Vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai