Disusun Oleh:
Jahidil Kufaro Wardana
3B S1 Keperawatan
0433131420118065
Reaksi berbicara
Reaksi Verbal Nilai
Mengikuti perintah 6
c. Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
b. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung : Hidung simetris , atau terdapat fraktur
Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu
pernafasan, ronchi
Di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan,
nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi,
irama, gerakan cuping hidung, terdengar suara nafas
tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus
raba sama antara kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara
redup pada batas paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua
lapisan paru, suara ronchi dan weezing.
c. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada
ictus cordis 1
Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi
dingin, berkeringat
Perkusi : Suara pekak
Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena
jugularis, oedema
d. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari
factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation)
dan menilai status neurologis (disability, exposure), maka factor yang
harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang
terjadi. Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan
intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun
tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk
menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis
intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha
untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi endotrakeal,
hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien yang
koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC
dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan
intracranial.
Penangan khususnya pada klien dengan CKB yang mengalami
perdarahan atau hematom di kepala baik pada bagian EDH maupun
SDH dilakukan tindakan trepanasi. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu
tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk
tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma (EDH) adalah
suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater.
Kontusio berat observasi dan tirah baring, dilakukan pembersihan /
debridement dan sel-sel yang mati (secara bedah terutama pada cedera
kepala terbuka)
Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi
Dilakukan metode-metode untuk menurukan tekanan intracranial
termasuk pemberian diuretic dan anti inflamasi
Lakukan pengkajian neurologik
a. Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
b. TTV ( TD, nadi)
c. Fungsi motorik dan sensorik
Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan
memindahkan pasien sampai kemungkinan cedera servikal telah
disingkirkan / ditangani. Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30
derajat jika tidak terdapat cedera servikal.
Pantau adanya komplikasi
a. Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
b. Periksa adanya peningkatan TIK
c. Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.
12. Komplikasi
a. Koma.
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada
situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa
vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya,
menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita
masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya.
Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang
sembuh
b. Seizure.
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi.
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini
biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk
menyebar ke sistem saraf yang lain
d. Kerusakan saraf.
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau
kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan
terjadinya penglihatan ganda
BREATHING
Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
Gerakan dinding dada simetris atau tidak
Irama napas cepat, dangkal atau normal
Pola napas teratur atau tidak
Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
Ada sesak napas atau tidak (RR)
Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
CIRCULATION
Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
Tekanan darah
Sianosis, CRT
Akral hangat atau dingin, Suhu
Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
Turgor kulit
Diaphoresis
Riwayat kehilangan cairan berlebihan
DISABILITY
Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
GCS : EVM
Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
Ada tidaknya refleks cahaya
Refleks fisiologis dan patologis
Kekuatan otot
EXPOSURE
Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan ventilasi spontan
2) Risiko perfusi serebal tidak efekttif d.d adanya edema pada otak dan
perdarahan temporal kiri
3) Risiko infeksi d.d Fraktur femur kanan terbuka
4) Gangguan mobilitas fisik
4. Intervensi
No Definisi Tindakan
1 Memfasilitasi dalam Dukungan ventilasi (I.01002)
mempertahankan Observasi
pernapasan spontan untuk Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
memaksimalkan pertukaran Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
das di paru-paru. status pernapasan
Monitor status respirasi dan oksigenasi
(frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan
otot bantu napas, bunyi napas tambahan,
saturasi oksigen)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan nafas dan
penggunan ventilator
Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Fasililitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
Edukasi
Ajarkann teknik relaksasi napas dalam
Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika
perlu
2. Mengidentifikasi dan Pencegahan Syok (I.02068)
menurunkan risiko Observasi:
terjadinya ketidakmampuan Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
tubuh menyediakan oksigen kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
dan nutrien untuk Monitor status oksigen (oksimetri nandi, ADG)
mencukupi kebutuhan Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
jaringan. turgor kulit, CRT)
Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
Periksa riwayat alergi
Terapeutik:
Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
Pasang jalur IV, jika perlu
Pasang kateter urine untuk menilai produksi
urine, jika perlu
Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
Edukasi:
Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
Jelaskan tanda dan gejala awal syok
Anjurkan melapor jika menamukan/merasakan
tanda dan gejala awal syok
Anjurkan memperbanyak asupan cairan
Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
3. Mengidentifikasi dan Pencegahan Infeksi (I.14539)
menurunkan risiko terserang Observasi:
patogenik Monitor tanda dan gejala infeksi lokal sistemik
Terapeutik:
Batasi jumlah pengunjung
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
denga pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi:
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4. Memfasilitasi pasien untuk Dukungan mobilisasi (I.05173)
meningkatkan aktivitas Observasi:
pererakan fisik Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum dan sesudah memulai mobilisasi
Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik:
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis. Pagar tempat tidur)
Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi).