Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007). Lebih dari
50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).
Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif atau non
konginetal yang terjadi akibat rudapaksa(trauma) mekanis eksternal yang
menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik
sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian /
kelumpuhan pada usia dini (Osborn, 2003). Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari
ketinggian maupun akibat kekerasan.
Angka kejadian trauma kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah
disamping penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang terlambat
(Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut penelitian nasional Amerika Guerrero et al (2000) di bagian
kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala pada anak-
anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.
Penyebab trauma kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan
bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena
trauma kemudian menurun pada usia dewasa, kecelakaan kendaraan bermotor dan
kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh
pada usia >45 tahun.

1
Trauma kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks
bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk,
dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan
syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008).
Pemeriksaan klinis pada pasien trauma kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah
mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan sistem
organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke Rumah Sakit sangat penting
untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis, selain
pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan fungsi
batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleks-refleks.
Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen
kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya
penderita trauma kepala diperiksa dengan CT Scan, terutama bila dijumpai adanya
kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.

1.2 Tujuan penulisan makalah


1.2.1 Mengetahui definisi trauma kepala
1.2.2 Mengetahui hasil epidemiologi trauma kepala
1.2.3 Memahami klasifikasi dari trauma kepala
1.2.4 Mengetahui penyebab trauma kepala
1.2.5 Memahami patofisiology trauma kepala
1.2.6 Mengetahui tanda dan gejala trauma kepala
1.2.7 Mengetahui pemeriksaan penunjang trauma kepala
1.2.8 Mengetahui bagaimana penatalaksanaan trauma kepala
1.2.9 Mengetahui komplikasi trauma kepala
1.2.10 Memahami bagaimana asuhan keperawatan trauma kepala

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Trauma kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierc
dan Neil, 2006).
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen
(Perdossi, 2006 dalam Asrini, 2008 ).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, trauma kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian trauma kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal  sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala
ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah
cedera kepala berat (CKB).  Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok
usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-
53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya
disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi (Turner DA,
1996).  Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah

3
sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat
60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk
CKR tidak ada yang meninggal (Perdossi, 2007). 

2.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan macam cedera kepala (Brunner dan Suddarth, 2001):
a. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak
Atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh
massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang
tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter
saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera kepala
terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak
cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera
kepala tertutup meliputi: kombusio geger otak, kontusio memar, dan laserasi.

2. Berdasarkan tingkat keparahan (Rosjidi, 2007):


a. Cedera kepala ringan
1) GCS = 13 – 15
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
3) Tidak ada kontusio tengkorak
4) Tidak ada fraktur cerebral,hematoma.
b. Cedera kepala sedang
1) GCS = 9 – 12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.

4
4) Diikuti contusio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.
c. Cedera kepala berat
1) GCS = 3 – 8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.

Dewasa Respon Bayi dan anak-anak


Respon membuka mata (E)
Spontan 4 Spontan
Dengan perintah 3 Dengan perintah
Dengan rangsang nyeri 2 Dengan rangsang nyeri
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon verbal (V)
Orientasi baik 5 Orientasi baik
Disorientasi 4 Menangis tetapi dapat
ditenangkan
Kata-kata tidak teratur 3 Menangis dan tidak dapat
ditenangkan
Menggumam 2 Menggumam dan agitatif
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri
Menghindarai rangsang nyeri 4 Menghindarai rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Total skor 15

Tabel : Glasgow Coma Scale

5
2.4 Etiologi
Menurut Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:
1. Kecelakaan lalu lintas,
2. Terjatuh/ terbentur.
3. Kecelakaan pada saat olah raga.
4. Cedera akibat kekerasan/ penganiayaan.
5. Tertembak peluru atau terkena benda tajam.

2.5 Manifestasi klinis


1. Cedera kepala ringan, menurut Sylvia A (2005):
a) Skala GCS 13-15 (sadar penuh, atentif dan orientatif)
b) Kebingungan saat kejadian
c) Pusing dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
d) Tidak ada kehilangan kesadaran (konkusi)
e) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku.
2. Cedera kepala sedang, menurut Diane C (2002):
a) Skala GCS 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai kebingungan atau bahkan
koma
c) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, defisit neurologis, perubahan
TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang
otot, sakit kepala,mual muntah, vertigo dan gangguan pergerakan.

3. Cedera kepala berat, menurut Diane C (2002):


a) Skala GCS 3-8 (koma)
b) Amnesia
c) Pupil tidak aktual, pemeriksan motorik tidak aktual adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik
d) Nyeri, biasanya menunjukkan adanya fraktur
e) Fraktur pada kubah kranial yang menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

6
2.6 Patofisiologi
Kecelakaan lalu lintas, terjatuh/
terbentur,terkena tembakan, dan lain-lain

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya Treputusnya Jaringan otak


kontinuitas jaringan MK: resiko kontinuitas rusak(kontusio
kulit,otot dan perdarahan jaringan tulang laserasi
vaskuler

Perubahan
autoregulasi
Perdarahan dan Gangguan MK: resiko MK: nyeri akut dan oedema
hematoma suplai darah infeksi serebral

MK: Kerusakan Kejang


Perubahan Iskemia memori
sirkulasi CSS

Hipoksia MK: Gangguan - Bersihan jalan


Peningakatan ketidakefektifan neurologis nafas
TIK perfusi jaringan vokal - Obstruksi
serebral jalan nafas
- Dispnea
Defisit - Henti nafas
Gilus medialis - mual muntah, neurologis - Purubahan
lobus temporalis papioloedema pola nafas
bergeser , pandangan MK: Resiko
kabur, kekurangan MK:
penurunan volume cairan Gangguan MK:
fungsi
Herniasi unkus persepsi Ketidakefektifa
pendengaran,
sensori n bersihan jalan
nyeri kepala.
nafas

Mesensefalon MK: resiko cedera Tonsil serebrum Kompresi medula


tertekan bergeser oblongata
Imobilisasi
Gangguan MK: Hambatan
kesadaran Ansietas mobilitas fisik

Menurut Amin H & Hardi K (2015)

7
2.7 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas
darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan
dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti Ct-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi oedema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan, edema), fragmen tulang.
6. Pungsi Lumbal CSS : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. PET (Pesikon Emission Tomografi): menunjukkan aktivitas metabolisme pada
otak.
8. GDA (Gas Darah Arteri) : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
9. Kadar elektrolit: untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial
10. BAER (Brain Eauditory Evoked): menentukan fungsi dari kortek dan batang
otak.
(menurut Musliha, 2010).
2.8 Penatalaksanaan
1. Umum, menurut Tunner (2000):
a. Airway
1) Atur posisi : posisi kepala datar dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
2) Pertahankan kepatenan jalan nafas
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
b. Breathing 
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen

8
c. Circulation 
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifer (akral, nadi, capillary rafill time,
sianosis pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Monitoring intake dan output
2. Khusus, menurut Tunner (2000):
a. Konservatif: Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
b. Operatif: Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial: yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
3. Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi, menurut Mansjoer (2000):
a. Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan (GCS 14–15)
1) Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau
hasil CT Scan abnormal
2) Indikasi rawat inap adalah riwayat hilang kesadaran, sakit kepala
sedang–berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur
tulang tengkorak, adanya kebocoran liuor serebro-spinalis
(rinorre/ottorea), cedera penyerta yang bermakna, indikasi sosial
(tidak ada keluarga atau pendamping di rumah).
3) Bila tidak memenuhi kriteria rawat inap maka pasien dipulangkan
dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit
bila dijumpai tanda-tanda perburukan, seperti:
a. mengatuk dan sukar dibangunkan
b. mual, muntah dan pusing yang hebat
c. kelumpuhan sala satu sisi anggota gerak dan kejang
d. nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
e. bingung,gelisah, tidak mampu berkonsentrasi
f. perubahan denyut nadi atau pola pernapasan.

9
4) Observasi tanda-tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara
periodik setiap ½- 2 jam.
5) Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR
kecuali memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis
normal.
b. penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
1) Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis
secara periodik.
2) Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila
kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan
sesuai protokol cedera kepala sedang.
c. Penatalaksanaan Cedera Kepala  Berat (GCS > 8)
1) Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi dan
jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical
dapat disingkirkan.
2) Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi
korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan
berikan transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
3) Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh
lain, GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
4) Berikan manitol IV dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat
mungkin pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan
TIK yang mencolok.
5) Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1,
furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri,
berikan anti perdarahan.
6) Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti
kejang jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada
cedera kepala terbuka, rhinorea, otorea.
7) Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin IV untuk mencegah
perdarahan gastrointestinal.
8) Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.

10
2.9 Komplikasi
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha
mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan
intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba
mempertahankan aliran darah ke otak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi
menurun (bradikardi) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memperburuk keadan, harus dipertahankan
tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg,yang membutuhkan tekanan sistol
100-110 mmHg, pada penderita cedera kepala. Peningkatan vasokontriksi
tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru,
perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut
(Rosjidi, 2007).
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg,dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah
yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang
merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan
dan gagal jantung serta kematian (Rosjidi, 2007).
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping
tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus
memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah
cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan

11
diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama
pernafasan (Rosjidi, 2007).
4. Kebocoran cairan serebrospinal
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulang temporal akan merobek
meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan,
diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.
Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga (Rosjidi,
2007).
5. Infeksi
Frekuensi tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran
(meningen) sehingga kuman dengan mudah dapat masuk. Infeksi meningen ini
sangat berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke
sistem saraf yang lain (Rosjidi, 2007).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

Contoh Kasus:
Tn. A, 37 tahun dibawa ke UGD RSUD setelah mengalami kecelakaan lalu lintas
saat mengendarai motornya. Lokasi kejadian berjarak 2 jam dari RSUD. Tn. A tidak
memakai helm saat dibawa dan Tn. A sempat pingsan > 15 menit ketika sadar ia kembali
mengeluh bahwa kepalanya terasa sakit dan Tn. A muntah sebanyak 3 kali.
Saat dilakukan periksaan fisik ditemukan Tn.A membuka mata saat dirangsang nyeri
dan menunjukkan fleksi abnormal pada sisi kanan dan tidak dapat digerakkan pada sisi kiri.
Tekanan darah : 80/50 mmHg, pernafasan: cheynes stokes, nadi: 52x/menit, suhu : 37,8
C .tampak jejas dengan ukuran 5x10cm pada parietal kanan. Pupil mengalami dilatasi dan
refleks cahaya pada kedua pupil menurun.

12
3.1 PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN UMUM
a. Identitas pasien
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamis :
4) Status perkawinan:
5) Agama :
6) Suku :
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ada penurunan kesadaran, muntah, sakit kepala, wajah tidak
simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur kepala terbuka ataupun
tertutup
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada penyakit sistem persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik / pernafasan,
kardiovaskuler dan metabolik.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit menular/ genetik.
2. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Perhatikan kepatenan jalan napas, apakah ada sumbatan, sputum/ sekret,
darah, benda asing dan sebagainya.
b. Breathing
Melihat : adanya pengembangan dinding dada, penggunaaan otot bantu nafas,
pernapasan cuping hidung, sianosis,respirasi cepat (takipnea).
Mendengar : terdengar suara nafas stridor (indikasi adanya obstruksi parsial
jalan nafas).
Merasakan : hembusan nafas.
c. Circulation

13
Akral dingin, kulit pucat, adanya perdarahan (dimulut, telinga, hidung),
capilarry refille time.
d. Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer Et all ( 2000) penilaian GCS
beerdasarkan pada tingkat keparahan cidera :
1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
a) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
b) Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
c) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e) Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
f)  Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a) Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b) Konkusi
c) Amnesia pasca trauma
d)  Muntah
e) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata
rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
a) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c) Tanda neurologis fokal
d) Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
e. Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu ruangan, pertahankan suhu ruangan yang
normal.
3. PENGKAJIAN SKUNDER
a. Breathing (B1)
Perubahan system persyarafan tergantung gradasi dari perubahan serebral
akibat trauma kepala.

14
b. Blood (B2)
1) Sering ditemukan syok hipovelemik pada cedera kepala sedang dan
berat. Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardi  dan aritmia. Frekuansi nadi cepat dan lemah Karena
homeostatis tubuh untuk menyeimbangkan kebutuhan oksigen
perifer.
2) Nadi bradikardi sebagai tanda perubahan perfusi jaringan otak
3) Kulit pucat karena penurunan kadar hemoglobin dalam darah
4) Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-
tanda awal dari syok
5) Terjadi retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus sehingga
elektrolit meningkat.
c. Brain (B3)
1) Pengkajian tingkat kesadaran : letargi,stupor,semikomatosa sampai
Koma
2) Pengkajian fungsi serebral
3) Pengkajian saraf cranial
d. Bladder (B4)
1) Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal
2) Setelah cedera kepala,klien dapat terjadi inkotinensia urine
e. Bowel (B5)
1) Terjadi kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah
pada fase akut. Defekai terjadi kontipasi akibat penurunan peristaltic
usus
2) Pemeriksaan rongga mulut terdapat mulut dan dehidrasi
3) Bising usus menurun atau hilang. Motilitas usus menurun
f. Bone (B6)
Disfungsi motorik yaitu : kelemahan pada seluruh ekstrimitas. Kaji warna
kulit ,suhu kelembapan dan turgor kulit,warna kebiruan. Pucat pada wajah
dan membran mukosa karena rendahnya kadar hemoglobin atau syok. 

15
3.2 ANALISA DATA

No SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1. DS: trauma kepala Ketidakefektifan
- Keluarga mengatakan perfusi jaringan
pasien masih belum kerusakan pada serebral
sadar tulang tengkorak

DO: Perdarahan
- KU: lemah, gelisah,
kesadaran stupor Penambahan volume

- Pasien tampak intrakranial pada

meringis menahan cavum serebral

nyeri
- Palpebra edema dan Kompresi pada vena

ada jejas (kebiruan) sehingga terjadi

- Pupil anisokor stagnai aliran darah

- Akral dingin
Peningkatan TIK
- CRT > 2 detik

Penurunan aliran
darah ke otak

Perubahan perfusi
jaringan serebral

2. DS: Trauma Ketidakefektifan


- Keluarga mengatakan bersihan jalan nafas
pasien masih belum Jaringan otak rusak
sadar.
DO: Perubahan

- Suara nafas stridor autoregulasi, oedema

- Terdapat sumbatan serebral

16
berupa darah dan
lendir Kejang
- Pasien terlihat sesak
dengan frekuensi Dispnea, obstruksi

nafas 37x/menit jalan nafas, bersihan


jalan nafas
terganggu

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
3. DS: Peningkatan TIK Resiko kekurangan
- Keluarga mengatakan volume cairan
pasien masih belum gilus medialis lobus
sadar temporalis tergeser
DO:
- Mukosa bibir kering mual muntah,

- Pasien tampak pucat


dan lemas
resiko kekurangan
- Bising usus
volume cairan
meningkat
- Konjungtiva anemis

3.3 Diagnosa prioritas


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
ditandai dengan dispnea.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d penurunan ruangan untuk perfusi
serebral, sumbatan aliran darah serebral.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan kadar elktrolit
serum (muntah)

17
3.4 Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan nafas 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien
berhubungan dengan ventilation untuk
obstruksi jalan nafas, 2. Respiratory status : memaksimalkan
ditandai dengan dispnea. airway patency ventilasi.
Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor repirasi dan
keperawatan selama 1x30 status O2
menit, bersihan jalan nafas 3. Monitor adanya
dapat teratasi dengan kecemasan pasien
kriteria hasil : terhadap oksigenasi
1. Mendemontrasikan 4. Monitor TTV
batuk efektif dan 5. Monitor pola nafas
suara nafas yang 6. Lakukan fisio terapi
bersih, tidak ada dada dan pasang
sianosis dan dispnea mayo jika perlu
(mampu 7. Keluarkan sekret
mengeluarkan dengan batuk atau
sputum, mampu suction
bernapas dengan 8. Pertahankan jalan
mudah, tidak ada nafas yang paten
pursed lips). 9. Observasi adanya
2. Menunjukkan jalan tanda-tanda
nafas yang paten hipoventilasi
(klien tidak merasa 10. Kolaborasi dengan
tercekik, irama nafas, dokter dalam
frekuensi pernapasan pemberian
dalam rentang bronkodilator.
normal, tidak ada
suara napas

18
abnormal).
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang dapat
menghambat jalan
nafas.
2. Ketidakefektifan perfusi NOC: NIC:
jaringan serebral b/d 1. Circulation status 1. Monitor adanya
penurunan ruangan untuk 2. Tissue perfusion : daerah tertentu yang
perfusi serebral, cerebral hanya peka terhadap
sumbatan aliran darah Setelah dilakukan tindakan panas/dingin/tajam/tu
serebral. keperawatan selama 1x 8 mpul.
jam perusi jaringan serebral 2. Monitor adanya
dapat tertasi dengan kriteria paratese
hasil : 3. Batasi gerakan pada
1. Tekanan sisteole dan leher, kepala dan
diastole dalam punggung.
rentang yang 4. Monitor adanya
diharapkan tromboplebitis
2. Tidak ada ortostatik 5. Kolaborasi pemberian
hipertensi antibiotik untuk
3. Tidak ada tanda- mencegah terjadinya
tanda peningkatan infeksi pada cedera
TIK kepala terbuka.
4. Dapat
berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai kemampuan
5. Menunjukkan fungsi
sensori motorik
cranial yang utuh:

19
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunter.
3. Resiko kekurangan NOC: NIC:
volume cairan 1. Fluid balance 1. Monitor TTV
berhubungan dengan 2. Hydration 2. Monitor status
perubahan kadar elktrolit 3. Nutritional status : hidrasi
serum (muntah). food and fluid intake (kelembaban
membran mukosa,
Setelah dilakukan tindakan nadi adekuat, TD
keperawatan selama 1x8 ortostatik)
jam jam, kekuragan volume 3. Monitor intake
cairan pasien dapat teratasi dan urin output
dengan kriteria hasil : 4. Monitor elektrolit
1. Mempertahankan 5. Monitor tanda dan
urin output sesuai gejala dari edema
dengan usia dan BB 6. Monitor BB
2. TTV dalam batas 7. Kolaborasi dengan
normal dokter dalam
3. Tidak ada tanda- pemberian obat-
tanda dehidrasi, obatan.
elastisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan.
4. Elektrolit, HB dalam
batas normal
5. PH urin dalam batas
normal
BAB III

20
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Alamat :Sumberan Macan Putih,
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa, Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh Tani
Tanggal masuk RS : 6 Mei 2019
No. RM : 1435
Diagnosa Medik : CKR
C. KELUHAN UTAMA :
Klien mengatakan nyeri kepala
D. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Px datang dengan keluhan pusing berputar, post jatuh dari motor luka lecet
didahi kiri diameter 2 cm , hematome kepala bagian belakang diameter 4cm ,
muntah 1 x
TD: 130/90 mmHg, Nadi: 105x/menit, RR: 23x/menit, Suhu 36,6oC. Pasien
kemudian di pindahkan dari ruang IGD ke ruang perawatan yaitu Minak jinggo

E. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


Klien mengatakan belum pernah dirawat di RS sebelumnya dan baru
pertama kali di rawat di RS, klien mengatakan bahwa tidak memiliki riwayat
penyakit apapun seperti jantung, hipertensi, diabetes, asma,
F. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

21
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit keturunan
seperti hipertensi, jantung, diabetes, asma, hepatitis, dan TBC atau penyakit
lainnya.
G. GENOGRAM

H. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL


1. POLA NAFAS
Sebelum sakit : klien mengatakan tidak ada masalah pada systempernafasan
tidak mengalami sesak nafas Saat dikaji : klien mengatakan untuk bernafas
agak berat RR 23x/menit.
2. POLA NUTRISI
Sebelum sakit : klien mengatakan dalam pemenuhan nutrisi seharihari tidak
memiliki masalah apapun, pasien tidak memiliki alergi makanan tertentu.
Saat dikaji : klien mengatakan bahwa kurang nafsu makan karena nyeri, klien
hanya menghabiskan setengah porsi yang disediakan Puskesmas
3. POLA ELIMINASI
Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit tidak ada masalah dalam
kebutuhan eliminasi BAB 1 kali dalam sehari dan BAK 4-5 kali sehari.
Saat dikaji : klien mengatakan semenjak masuk UGD klien belum BAB dan BAK
4. POLA AKTVITAS
Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit klien melakukan kegiatan
seperti biasa tanpa kendala yang berarti.

22
Saat dikaji : klien mengatakan bahawa tidak bisa melakukan kegiatan karena
kepala terasa nyeri dan pusing bergerak karena khawatir memperparah
kondisinya.
5. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR
Sebelum sakit : klien mengatakan tidak ada masalah dalam tidur, klien tidur
kurang lebih selama 7-8 jam pada malam hari dan siang hari kurang lebih 1-2
jam.
Saat dikaji : klien mengatakan tidak bisa tidur Karena merasakan sakit dan
pusing kepala.
6. POLA BERPAKAIAN
Sebelum sakit : klien mengatakan dalam berpakaian dapat mandiri tanpa di
bantu pihak manapun.
Saat dikaji : klien mengatakan dalam ganti pakaian klien dibantu oleh
keluarganya.
7. POLA MENJAGA SUHU TUBUH
Sebelum sakit : klien mengatakan bahwa jika klien merasa dingin bentuk
pertahanan menjaga suhu tubuh yaitu memakai pakaian yang hangat dan
meminum minuman yang hangat.
Saat dikaji : klien mengatakan bahwa tidak mengalami kendala yang berarti
pada system suhu tubuh tidak mengalami demam.
8. POLA PERSONAL HYGIENE
Sebelum sakit : klien mengatakan bahwa klien dalam sehari mandi 2 kali
sehari yaitu pagi dan sore hari.
Saat dikaji : klien mengatakn belum mandi dan memiliki masalah pada saat
mandi karena klien tidak bisa
melakukannya secara mandiri dan harus di bantu oleh anggota keluarga yaitu
dengan di seka.
9. POLA AMAN DAN NYAMAN
Sebelum sakit : klien mengatakan bahwa tidak ada masalah pada gangguan
rasa aman nyaman karena tidak memliki beban apapun.
Saat dikaji : klien mengatakan bahwa dirinya merasa terganggu karena sakit
kepala, nyeri cekot-cekot dan sesekali

23
berputar, nyeri menyebar keseluruh bagian kepala, skala nyeri 7, nyeri dating
terus menerus, terdapat luka robek di pelipis kiri dan luka-luka pada seluruh
bagian wajah yang mengakibatkan nyeri yang memberat dan di tambah
kondisi kakinya yang patah
10. POLA KOMUNIKASI
Sebelum sakit : klien mengatakan tidak ada kendala saat berkomunikasi dalam
bahasa jawa
Saat dikaji : klien dalam berkomunikasi kurang kooperatif seakan-akan
menutupi, komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia.
11. POLA SPIRITUAL
Sebelum sakit : klien mengatakan tidak ada kendala saat melakukan ibadah,
menjalankan 5 waktu sholat.
Sebelum sakit : klien mengatakan mendapat kendala karena tidak bisa
melakukan ibadah sholat karena kondisi yang sangat lemah.
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. KEADAAN UMUM
Baik
2. KESADARAN
Composmentis
3. TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,9oC
4. PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
a. Kepala :
Mesochepal, ada oedema di kepala belakang , terdapat luka lecet di dahi
sebelah kiri,Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada lesi, tidak ada
nyeri tekan.
c. Mata
Fungsi penglihatan normal, Konjungtiva an anemis, sclera an ikterik.
d. Hidung

24
Fungsi normal, tidak ada pembesaran polip, tidak ada secret, tidak ada
gumpalan darah.
e. Telinga
Fungsi normal, tidak ada kelainan dalam pendengaran, terdapatserumen, tidak
ada perdarahan.
f. Mulut
Terdapat lebam di bibir, gigi utuh, tidak terdapat perdarahan gusi, lidah pink,
fungsi indra pengecapan berfungsi dengan baik.
g. Dada
1) Paru-paru : sura nafas vesikuler, tidak ada suara
tambahan ronchi, tidak ada suara tambahan
wheezing
2) Jantung : S1 S2 tunggal regular, tidak
terdapat suara murmur.
h. Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, tidak ada jejas, tidak ada massa.
i. Abdomen
I : tidak ada jejas, tidak ada distensi abdomen.
A : bising usus/peristaltic 8-10 x/menit
P : tidak ada massa, hepar terapa dua jari di bawahkosta, lien tidak teraba.
P : thimpani
j. Genetalia
Perempuan, tidak terpasang kateter
k. Ekstremitas
1) Atas : tidak ada luka tangan kanan dan kiri, ROM bebas normal, tidak ada
krepitasi,
tidak ada sianosis, akral hangat, kekuatan motorik kanan 5 kiri5.
2) Bawah : terdapat jejas pada kaki kiri, ROM terbatas pada
kaki kiri, fraktur pada enkel kiri, kekuatan otot kanan 5 kiri 2

25
l. Pemeriksaan Neurologis
1) Status mental dan emosi
Klien terlihat cukup tenang walau merasa masih trauma dengan kecelakaan
yang dialami.
2) Pengkajian syaraf kranial
Pemeriksaan syaraf kranial I s/d XII masih dalam batas normal.
3) Pemeriksaan Refleks
Reflek fisiologis ada, tidak ada reflek patologis

ANALISA DATA

DATA FOKUS PROLEM ETIOLOGI

26
Nyeri akut Agen cidera fisik
Pasien mengatakan (00231)
sakit kepala
berdenyut-denyut
pada kepala belakang
kadang
disertai pusing.
P : nyeri kepala
Q : nyeri cekotcekot
dan berputar
R : Kepala Belakang
S: skala nyeri 7
T: terus menerus
DO:
Hematoma Kepala
belakang
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,9oC
GCS: 4 5 6
2. DS: Kerusakan Factor mekanik
- DS: - integritas kulit (robekan
DO: (00068)
Kesadaran :
composmentis
(E4V5M6)
TD : 130/80 mmHg
N : 100x/menit
RR : 25x/menit
S : 36,9oC
Terdapat luka jahit
pada pelipis kiri.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Trauma jaringan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan

NO HARI/TANGGAL NOC NIC TT

27
1. 7 Mei 2019 Setelah dilakukan NIC :
tindakan keperawatan Pain Management
Selasa jam 09.00 selama 3x24 jam Lakukan
masalah keperawatan pengkajian
nyeri dapat teratasi nyeri secara
dePain Level, ko termasuk
Pain control, lokasi,
Comfort level karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi,
Mampu frekuensi,
mengontrol nyeri kualitas dan
(tahu penyebab faktor
nyeri, mampu presipitasi
menggunakan Observasi
tehnik reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk ketidaknyaman
mengurangi an
nyeri, mencari Gunakan
bantuan) teknik
Melaporkan komunikasi
bahwa nyeri terapeutik
berkurang untuk
dengan mengetahui
menggunakan pengalaman
manajemen nyeri nyeri pasien
Mampu Kaji kultur
mengenali nyeri yang
(skala, intensitas, mempengaruhi
frekuensi dan respon nyeri
tanda nyeri) Evaluasi
Menyatakan rasa pengalaman
nyaman setelah nyeri masa
nyeri berkurang lampau
Tanda vital Evaluasi
dalam rentang bersama pasien
normalngan kriteria dan timmprehensif
hasil kesehatan lain
tentang
ketidakefektifa
n kontrol nyeri
masa lampau
Bantu pasien
dan keluarga
untuk mencari
dan
menemukan

28
dukungan
Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi
nyeri
Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi
dan inter
personal)
Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan
tentang teknik
non
farmakologi
Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan
istirahat
Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor
penerimaan
pasien tentang

29
manajemen
nyeri
Posisikan
pasien pada
posisi nyaman
Kaji keluha pasien
Analgesic
Administration
Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat,
dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat
alergi
Pilih analgesik
yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute
pemberian
secara IV, IM
untuk
pengobatan
nyeri secara
teratur

30
Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
Berikan
analgesik tepat
waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi
efektivitas
analg

Setelah dilakukan NIC :


tindakan keperawatan Infection Control
selama 3x24 jam (Kontrol infeksi)
masalah keperawatan Bersihkan
resiko infeksi dapat lingkungan
teratasi dengan kriteria setelah dipakai
hasil: pasien lain
Immune Status Pertahankan
Knowledge : teknik isolasi
Infection control Batasi
Risk control pengunjung
Kriteria Hasil : bila perlu
Klien bebas dari Instruksikan
tanda dan gejala pada
infeksi pengunjung
Menunjukkan untuk mencuci
kemampuan tangan saat
untuk mencegah berkunjung dan
timbulnya infeksi setelah
Jumlah leukosit berkunjung
dalam batas meninggalkan
normal pasien
Menunjukkan Gunakan sabun
perilaku hidup antimikrobia
sehat untuk cuci

31
tangan
Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
kperawtan
Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan
alat
Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan
petunjuk
umum
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung
kencing
Tingktkan
intake nutrisi
Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
Infection
Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda
dan gejala
infeksi
sistemik dan
lokal
Monitor hitung
granulosit,
WBC

32
Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi
Batasi
pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
Partahankan
teknik aspesis
pada pasien
yang beresiko
Pertahankan
teknik isolasi
k/p
Berikan
perawatan
kuliat pada
area epidema
Inspeksi kulit
dan membran
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi
luka / insisi
bedah
Dorong
masukkan
nutrisi yang
cukup
Dorong
masukan cairan
Dorong
istirahat
Instruksikan
pasien untuk
minum
antibiotik Ajarkan
pasien
dan keluarga
tanda dan
gejala infeksi

33
Ajarkan cara
menghindari
infeksi
Laporkan
kecurigaan
infeksi

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif atau non
konginetal yang terjadi akibat rudapaksa(trauma) mekanis eksternal yang

34
menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik
sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian /
kelumpuhan pada usia dini (Osborn, 2003). Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari
ketinggian maupun akibat kekerasan.
Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan
kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala
karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa, kecelakaan kendaraan bermotor
dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh
jatuh pada usia >45 tahun.
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah
mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan sistem
organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke Rumah Sakit sangat penting
untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis, selain
pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan fungsi
batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleks-refleks.
Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen
kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya
penderita cedera kepala diperiksa dengan CT Scan, terutama bila dijumpai adanya
kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.

DAFTAR PUSTAKA

Amin H & Hardhi K, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA. MediAction. Jogjakarta.

35
Batticaca,Fransisca B, 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta:Salemba Medika
PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November
2007. Pekanbaru.
Brunner & suddarth.1997.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah E/3 Vol.3. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Musliha,S.Kep.,Ns. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta:Nuha Medika
Syaifuddin.2009. Fisiologi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika

MansJoer, Arif, 2000. KapitaSelektaKedokteran,MediaAesculapius.Jakarta.

Suzanne C, Brenda GB. 2000. BukuAjarMedikalBedah,Edisi8.Volume3. EGC:Jakarta.

Brain Injury Association of America. Types of Brain


Injury.  Http://www.biausa.org  [diakses 9 Januari 2013]

36

Anda mungkin juga menyukai