BAB I
PENDAHULUAN
kapitis ringan, sisanya merupakan trauma dengan kategori sedan dan berat
dalam jumlah yang sama. Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini
belum ada. Yang ada barulah data dari beberapa rumah sakit (sporadis).
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengertian Trauma Kapitis
2. Untuk mengetahui Penyebab atau Etiologi dari Trauma Kapitis
3. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Trauma Kapitis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Trauma Kapitis
5. Untuk mengetahui Komplikasi Trauma Kapitis
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Trauma Kapitis
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostic Trauma Kapitis
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta
organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar
→ timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan
dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran (Dawodu, 2003;
Sutantoro, 2004).
fraktur tulang, cedera fokal dan cedera otak difusa. Fraktur tulang kepala
dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Cedera fokal, kelainan ini
mencakup kontusi kortikal, hematom subdural, epidural, dan intraserebral
yang secara makroskopis tampak dengan mata telanjang sebagai suatu
kerusakan yang berbatas tegas. Cedera otak difus berkaitan dengan
disfungsi otak yang luas, serta biasanya tidak tampak secara makroskopis.
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil,
tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi
kontusio dibawah are benturan disebut lesi kontusio “coup”, diseberang
area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi.
Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio
“countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan
akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah
akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup,
dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang
berada di antara lesi kontusio coup dan countercoup
Pusing.
Kehilangan keseimbangan.
Sulit tidur.
Penglihatan kabur.
5
Telinga berdenging.
Merasa depresi.
Sedangkan pada penderita cedera kepala sedang hingga berat, berikut ini
adalah gejala yang dapat dialami:
Kejang.
Pelebaran pupil
Koma.
Pada anak-anak, berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat
menunjukkan kemungkinan terjadinya cedera kepala:
2.4 PATOFISIOLOGI
Cidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak
langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus
dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cidera fokal dapat
menyebabkan memar otak, hematome epidural, subdural dan intraserebral.
Cidera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak
atau cedera struktural yang difus.
bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak
terganggu sehingga oksigenisasi cukup.1
2.5 KOMPLIKASI
1. Kejang pasca trauma.
Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di
awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah
7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom
(subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri,
GCS <10.
2. Demam dan mengigil : Demam dan mengigil akan meningkatkan
kebutuhan metabolism dan memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat
kekurangan cairan, infeksi, efek sentral. Penatalaksanaan dengan
asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan cairan
hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
3. Hidrosefalus:
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non
komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera
kepala dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder
akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai
dengan muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan
miksi.
4. Spastisitas :
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan
gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas
pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan
fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan kontraktur, Bantuan dalam
posisioning.Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi
sekunder dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen,
tizanidin, botulinum, benzodiasepin
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam
bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga
8
6. lumbal puncti
7. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit, elektrolit
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Cedera kepala (trauma kepala) adalah kondisi dimana struktur
kepala mengalami benturan dari luar dan berpotensi menimbulkan
gangguan pada fungsi otak. Beberapa kondisi pada cedera kepala meliputi
luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan, dislokasi, patah
tulang tengkorak dan gegar otak, tergantung dari mekanisme benturan dan
parahnya cedera yang dialami. Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera
kepada dibagi menjadi tiga, yaitu cedera kepala ringan, sedang, dan berat.
Cedera kepala ringan dapat menyebabkan gangguan sementara pada fungsi
otak. Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan
mengingat untuk beberapa saat. Penderita cedera kepala sedang juga dapat
mengalami kondisi yang sama, namun dalam waktu yang lebih lama
Kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.
Pusing.
Kehilangan keseimbangan.
3.2 SARAN
Saran kami dalam penulisan makalah ini ialah agar mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami tentang Trauma Capitis . Makalah ini mencakup
Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Gambaran Klinis, Pemeriksaan Penunjang,
Penatalaksanaan.. Namun demikian, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca atas kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini demi untuk kesempurnaan makalah berikutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Budi, R. (2005). Profil penderita cedera kepala di unit gawat darurat (ugd) sebuah
rumah sakit di jakarta, januari - juni 2005.