Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA KEPALA

Oleh :

MAIBIYANSYAH
NIM. 2020207209243

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik
yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit
kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)
Cedera kepala merupakan salah satu  penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia  produktif dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif
,dkk ,2000)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak,
percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan,
serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh
otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Trauma kepala termasuk kejadian trauma pada kulit kepala,
tengkorak atau otak.Batas trauma kepala digunakan terutama
untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan
kesadaran. Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga
waktu setelah injuri, yaitu meliputi:
1. Segera setelah injuri
2. Dalam waktu 2 jam setelah injuri
3. Rata-rata 3 minggu setelah injuri
Pada umumnya kematian terjadi segera setelah injuri dimana
terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat
dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah
trauma disebabkan oleh kondisi klien memburuk secara progresif
akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status
neurologus dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis
guna pencegahan kematian pada fase ini.Kematian yang terjadi 3
minggu atau lebih setelah injuri disebabkan oleh berbagai
kegegelan system tubuh.

B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan kendaraan bermotor atau
sepeda, dan mobil)
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda atau jatuh dari tempat tinggi
5. Luka tembak
6. Cedera akibat kekerasan

C. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel –
sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi
cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral
Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan
otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udema paru.Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan
ventrikel serta takikardi.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.

D. JENIS TRAUMA KEPALA


1. Robekan kulit kepala
Robekan kulit kepala merupakan kondidi agak ringan dari
trauma kepala.Oleh karena kulit kepala banyak mengandung
pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan kontriksi,
sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan
hebat.Komplikasi utama robekan ini adalah infeksi.

2. Fraktur tulang tengkorak


Fraktur tulang tengkorak sering terjadi pada trauma
kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang
tengkorak.
a. Garis patahan atau tekanan
b. Sederhana, remuk atau compound
c. Terbuka atau tertutup
Fraktur terbuka atau tertutup bergantug pada keadaan
robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak.
Jenis dan ketebalan fraktur tulang tengkorak bergantung pada
kecepatan pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak
langsung
Pada fraktur lineal dimana fraktur terjadi pada dasar
tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF.Rhinorrhea
(keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari
mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya
CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada
cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan
bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena
darah juga mengandung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu
cairan ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila
ada CSF maka akan terlihat darah berada di bagian tengah
dari cairan dan dibagian luarnya Nampak bewarna kuning
mengelilingi darah (Holo?Ring Sign).

E. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat
ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala.Ada beberapa
klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera
kepaka. Cedera kepala  diklasifikasikan dalam berbagi aspek
,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi  yaitu
berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera
kepala tumpul dan cedera kepala tembus.Cedera kepala tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul.Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter
menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.

2. Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya


a. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung
pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
1) Gegar kepala ringan
2) Memar otak
3) Laserasi

b. Cedera Kepala Sekunder


Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan
biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah
trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
1) Hipotensi sistemik
2) Hipoksia
3) Hiperkapnea
4) Udema otak
5) Komplikasi pernapasan
6) infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
3. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum
dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan)
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde.
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat
mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma
intracranial.

Skala Koma Glasgow


No RESPON NILA
I
1 Membuka Mata :  
-Spontan 4
-Terhadap rangsangan 3
suara 2
-Terhadap nyeri 1
-Tidak ada
2 Verbal :  
-Orientasi baik 5
-Orientasi terganggu 4
-Kata-kata tidak jelas 3
-Suara tidak jelas 2
-Tidak ada respon 1
3 Motorik :  
- Mampu bergerak 6
-Melokalisasi nyeri 5
-Fleksi menarik 4
-Fleksi abnormal 3
-Ekstensi 2
-Tidak ada respon 1
Total 3-15

4. Morfologi cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan
dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak
biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas
garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
 Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
 Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
 Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
 Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang
menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria,
biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi
difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi
bersamaan.
Termasuk lesi lesi local:
 Perdarahan Epidural
 Perdarahan Subdural
 Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan
yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita
sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka
cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan,
kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan
calvaria. Umumnya  terjadi pada regon temporal atau
temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media
(Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan
kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam.Keadaan ini disusul oleh gangguan
kesadaran progresif disertai kelainan neurologist
unilateral.Kemudian gejala neurology timbul secara
progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil
edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan
perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi
dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri
kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk
bikonveks atau menyerupai lensa cembung

2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada
perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala
berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri
dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun
dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri
pada permukaan otak.Perdarahan subdural biasanya
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan
otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh
lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral


Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal
dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap
bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.
Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu
beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk
perdarahan intracerebral.  Apabila lesi meluas dan
terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.

4) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan
otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini
merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera
kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana
kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi
disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam
berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun
karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk
yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan
bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd,
amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa
sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik
adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau
hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai
dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini
merupakan ukuran beratnya cedera.Hilangnya kesadaran
biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan
reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan
sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak
penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali
tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita
dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu.
Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan
mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta
gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai
sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera
Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah
dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang
berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi
masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam
keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa
waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi
atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam
keadaan cacat berat, itupun bila bertahan
hidup.Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi
otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan
hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang
otak primer.
F. PATOFLOW CEDERA KEPALA (Patoflow teori)
G. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat
ringannya cedera kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling
sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow
Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri
kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema
yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya
hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi
serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen
tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
 Epidural
 Subdural
 Sub arachnoid
 Intraventrikuler
 Malformasi faskuler
 Fstula karotiko-kavernosa
 Fistula cairan cerebrospinal
 Epilepsi
 Parese saraf cranial
 Meningitis atau abses otak
 Sinrom pasca trauma

2. Tindakan
 infeksi
 Perdarahan ulang
 Edema cerebri
 Pembengkakan otak

J. PENGKAJIAN PADA CIDERA KEPALA


1. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas
.
2. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung
yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
3. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera
kepala.Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
a. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku dan memori).
b. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri),
deviasi pada mata.
d. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga
kesulitan menelan.

4. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa
retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

5. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,
mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.

6. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi.Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur
karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.

K. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat.
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro

2. Tindakan pendukung lain


a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapi antikonvulsan
e. CPZ untuk menenangkan pasien
f. NGT

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


 DIAGNOSA KEPERAWATAN SAAT DI UGD
1. Nyeri akut b. d agen injuri fisik
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS)
3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
4. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan
persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

 DIAGNOSA KEPERAWATAN DILUAR UGD


5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna
nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
6. Perfusi cerebral tidak efektif b/d Penekanan pembuluh darah
& jaringan cerebral
7. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
8. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
9. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
10. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis;
konflik psikologis.
11. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
12. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA KEPALA

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data umum
a. Identitas klien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku/bangsa :
Status perkawinan :
Tanggal, jam masuk :
Tanggal, jam pengkajian :
No. Register :
No. RM :
Diagnosa medis :
Alamat :

b. Identitas keluarga/penanggung jawab


Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hubungan dengan klien :
Alamat :
2. Triage
 Gawat darurat/gawat/darurat/tidak gawat tidak darurat
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehtan klien
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Alas an masuk rumah sakit
b) Keluhan utama
c) Riwayat penyakit sekatang (PQRST)
P :
Q :
R :
S :
T :
d) Keluhan yang menyertai
2) Riwayat kesehatan masa lalu

b. Riwayat kesehatan keluarga

4. Data biologis
a. Penampilan umum
Klien tampak sakit sedang-berat, terpasang infuse RL 2
line di lengan kanan dan lengan kiri, menggunakan
oksigen BC 4lt/menit, klien berada pada posisi duduk
50o s/d 80o, klien tampak tenang.

b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : mmHg, di
Nadi : x/menit, di arteri radialis,
teratur/tidak teratur
Suhu : oC per aksila
Pernafasan ; x/menit, jenis pernafasan

c. Pengkajian primer
A: Airway

B: Breathing

C: Circulating

D: Diasability

Drug

E: Exsposure

F:Foley Catheter

G: Gastrik Tebe

Going to

d. Pengkajian sekunder

5. Data psikologis
a. Stasus emosi
b. Konsep diri
c. Gaya komunikasi
d. Pola intraksi
e. Pola mengatasi masalah

6. Data penunjang
a. Laboratorium
b. Radiologi
c. Terapi
d. Diit
e. Acara infuse
B. Pengelompokan Data
C. Analisa Data
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, kerusakan neurovascular
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema otak
3. Risiko infeksi b.d perdarahan cerebral, trauma jaringan
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATANSS
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, kerusakan neurovascular
NOC NIC
Mechanical ventilation response Oxygen therapy (3320)
(0411) 1. Mengukur vital sign
RR : 16-24x/menit 2. Memberikan posisi elevasi
Konjungtiva palpebral normal kepala 15O untuk
memaksimalkan pemasukan O2
Respiratory status: gas exchange 3. Memberikan terapi O2 per nasal
(0402) canul 3 lpm
PaO2 75-100 mmHg 4. Mengambil darah arteri untuk
PaCO2 35-45mmHg pemeriksaan AGD
SaO2 95-100% 5. Memberikan mayo
6. Melakukan suction
7. Melakukan intubasi
Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema otak
NOC NIC
Circulation status (0401) Cerebral edema management (2540)
Akral hangat kering merah 1. Monitor status neurological
CRT <3 detik dengan cermat
TD 100-120 mmHg 2. Monitor ICP dan CPP
3. Monitor status respiratori
Tissue perfusion: cerebral (0406) (meliputi irama, frekuansi,
GCS :4,5,6 PaCO2, pCO2, pH, bicarbonat)
TD 100-120 mmHg 4. Hindari penggunaan PEEP pada
SaO2 95-100% ventilator
Status kesadaran: membaik
Cerebral perfusion promotion (2550)
1. Konsultasikan dengan dokter
untuk menentukan parameter
hemodinamik dan
mempertahankan dalam batas
normal
2. Menginduksi hipertensi dengan
ekspansi volume atau agen
inotropic or vasokonstriksi
sesuai anjuran dokter
3. Meninggikan posisi kepala 15o
4. Monitor adanya tanda-tanda
perdarahan
5. Monitor TIK dan respon
neurologis pasien
Risiko infeksi b.d perdarahan cerebral, trauma jaringan.
NOC NIC
Infection severity (0703) Infssection control (6540)
Tidak ada tanda-tanda infeksi 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
WBC 3,5-10,5 melakukan tindakan keperawatan
2. Kaji tanda dan gejala infeksi
Physical injury severity (1913) 3. Kaji jumlah granulosit dan WBC
Keadaan luka semakin membaik 4. Lakukan perawatan pada klien
yang terpasang pin skeletal
5. Ganti balutan luka dengan teknik
aseptic
6. Kaji ukuran, warna dan drainase
luka
7. Berikan antibiotic sesuai instruksi
dokter
DAFTAR PUSTAKA

 Asuhan keperawatan pada klien dengan trauma kepala. Oleh ,


maret 2010. [http://meetabied.blogspot.com]. diambil pada 11
januari 2012
 Asuhan keperawatan dengan cedere kepala. Oleh hidayat, 11 april
2009. [http://hidayat2.wordpress.com]. diambil pada 11 januari
2012
 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cedera Kepala. Oleh
nursing begin. 2008. [http://nursingbegin.com]. diambil pada 11
januari 2012
 Cedera Kepala dan Catid. Oleh PPNI Klaten, 2004. [http://ppni-
klaten.com]. diambil pada 11 januari 2012

Anda mungkin juga menyukai