Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kranioserebral sering di sebut cedera kepala merupakan suatu kedaruratan neurologik yang
perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat, karena dapat mengakibatkan kematian,
kecacatan atau menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja untuk waktu yang cukup lama.
Cedera kranioserebral merupakan masalah kedaruratan neurologi yang sering ditemukan dan
umumnya terjadi pada pria atau wanita, dengan penyebab utama kecelakaan lalu lintas (KLL) maupun
jatuh dari ketinggian.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15 – 44 tahun
dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi hingga mengakibatkan kerugian karena kehilangan sumber daya menusia,
kehilangan pekerjaan dan produktifitas dan menimbulkan beban finansial bagi penderita dan keluarganya.
Cedera kepala dapat berupa luka pada kulit kepala, fraktur pada tulang tengkorak, robekan pada
selaput otak, kerusakan pada pembuluh darah baik intra maupun ekstra serebral dan kerusakan parenkim
otak..
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala
setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal
sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat
cedera kepala tersebut. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri
memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat.
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer
Arif ,dkk ,2000)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis
pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kranioserebral adalah cedera kepala dimana terjadi kerusakan kompleks pada kulit
kepala, tulang tengkorak, selaput pembungkus otak dan jaringan otak yang disebabkan oleh kematian
fisik dari luar.

B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-
gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini
akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Tekanan intrakranial (TIK) pada umumnya meningkat secara berangsur-angsur setelah cedera
kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 – 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan TIK
sampai 33 mmHg (450 mmH2O) mengurangi aliran darah otak (ADO) secara bermakna, iskemi yang
timbul merangsang vasomotor dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi
jantung mengakibatkan bradikardi dan pernafasan menjadi lebih lambat.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik
dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
TIK (oedem &
hematum), hypoxemia,
Cedera Kepala Respon biologi kelainan metabolisme

Cedera otak primer Cedera otak sekunder

Konkusio laserasi Kerusakan sel otak

Gangguan autoregulasi Rangsangan simpatis stress

Aliran darah ke otak Tekanan vaskuler sistemik Ketokolamin


dan tekanan darah Sekresi asam lambung

O2 gangguan metabolisme Tekanan penbuluh darah Mual, muntah


pulmonal

Asam laktat terjadinya Takanan hodrostatik Asupan nutrisi kurang


penimbunan

Asidosis metabolik Kebocoran cairan kapiler

Gangguan perfusi Oedema paru Cardiac output


jaringan serebral
Gangguan
perfusi jaringan
Difusi O2 terhambat

Gangguan pola napas Hipoksemia, hiperkapnea


C. ETIOLOGI
Beberapa penyebab yang mnagkibatkan cedera kepala :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak

D. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek yaitu berdasarkan
1. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.Pada cedera primer dapat terjadi :gegar kepala ringan,memar otak, laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :Hipotensi sistemik,Hipoksia,
Hiperkapnea, Udema otak, Komplikasi pernapasan, infeksi / komplikasi pada organ tubuh.
2. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
3. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan
dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit
atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari
30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)


GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

Skala Koma Glasgow

No RESPON NILAI
1 Membuka Mata:
· Spontan 4
· Terhadap rangsangan suara 3
· Terhadap nyeri 2
· Tidak ada 1

2 Verbal :
· Orientasi baik 5
· Orientasi terganggu 4
· Kata-kata tidak jelas 3
· Suara tidak jelas 2
· Tidak ada respon 1

3 Motorik :
· Mampu bergerak 6
· Melokalisasi nyeri 5
· Fleksi menarik 4
· Fleksi abnormal 3
· Ekstensi 2
· Tidak ada respon 1

Total 15
4. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis
atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda
klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
1. Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
2. Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
3. Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
4. Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari
tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
1. Perdarahan Epidural
2. Perdarahan Subdural
3. Kontusio (perdarahan intra cerebral)

E. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN


1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh
darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam
sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral,
Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik
dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri;
kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil,
perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak,
hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk

F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Perubahan
kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang
mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema
yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2. X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
3. CT scan
4. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
5. Aeteriografi

H. KOMPLIKASI
a. Perdarahan intra cranial
1. Epidural
2. Subdural
3. Sub arachnoid
4. Intraventrikuler
5. Malformasi faskuler
6. Fstula karotiko-kavernosa
7. Fistula cairan cerebrospinal
8. Epilepsi
9. Parese saraf cranial
10. Meningitis atau abses otak
11. Sinrom pasca trauma
b. Tindakan :
1. infeksi
2. Perdarahan ulang
3. Edema cerebri
4. Pembengkakan otak

H. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat.
b. Oksigenasi adekuat
c. pemberian manitol untuk menurunkan kadar air diotak tidak pada jaringan lain.
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro
2. Tindakan pendukung lain
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahankejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapiantikonvulsan
e. CPZ untuk menenangkan pasien
f. NGT
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan
dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital
lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
a. Penilaian awal pertolongan pertama, dengan memprioritaskan penilaian yaitu :
 Airway : Jalan Nafas
- Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda asing
- Bila perlu dipasang endotrakeal
 Breathing : Pernafasan
- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator.
 Cirkulation : Peredaran darah
- Mengalami hipovolemik syok
- Infus dengan cairan kristaloid
- Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin
 Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan
 Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera,
nyeri kepala, muntah.
 Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.
 Monitor EKG.

Pengkajianmulti-sistem untuk cedera kepala :


KEADAAN SPESIFIK SISTEM PENGKAJIAN DATA
1. Sistem integumen · Kajiintegritas kulit
a. Imobilisasi sekunder terhadap cedera · Kaji ROM
dan penurunan kesadaran ·Kaji kemungkinan adanya
b. Intubasi menyebabkan iritasi membran deformitas
mukosa ·Kaji suara abdomen dan
2. Sistem muskuloskeletal distensi abdomen.
a. Immobilitas · Monitoring penurunan Hb
b. Deserebrasi/dekortikasi menyebabkan normal laki-laki 14-18(g/dl),
sulit untuk positioning perempuan 12-16 (g/dl).
3. Sistem Gastrointestinal · Catat intake-out put
a.Pemberian kortikosteroid resiko · Kaji keseimbangan cairan dan
perdarahan Gastrointestinal. elektrolit
b. Injury ileus paralitik · Catat BB
c.Konstipasi dapat terjadi karena bed · Hematokrit laki-laki 42-52%,
rest,NPO status, restriksi cairan dan perempuan 37-47%.
opioid untuk mengontrol nyeri · Nilai elektrolit
d.Inkontinensia tingkat · Kaji tanda neurologis 12 saraf
kesadaran/penurunan status mental kranial.
4. Sistem perkemihan · Kaji tanda peningkatan TIK,
a.Restriksi cairan atau diuretic à adanya muntah proyektil,
perubahan urine out put pusing yang hebat,
b.Inkontinensia urine akibat penurunan papiledema,kejang,perubahan
kesadaran moorik dan sensorik.
5. Sistem metabolic ·Monitor kadar konvulsan
a.Klienmendapat cairan IV dalam dalam darah
beberapa hasil sampai dengan ·Kaji fungsi respirasi : suara
Gastrointestinal dapat digunakan nafas, pola nafas, RR
b.Konsultasi nutrisi dalam 24 – 48 jam · Kaji nilai AGD
pertama untuk TPN · Rontgen foto
6. system Syaraf · Kultur sputum
Ø CKB à tidak sadar dan penurunan · Saturasi O2
fungsi neurologis · Kaji tanda vital
Ø Seluruh funsi tubuh di support · Monitor cardiac disritmia
Ø Kontrol TIK ·Kaji trombosis vena dalam
7. Sistem Respirasi dikaki
Ø Obstruksikomplit/partial mengurangi · EKG adakah gangguan pada
suplai oksigen otak jantung.
Ø Pola nafas yang terganggu à hipoksia · Elektrolit adakah nilai yag
Ø Gangguan sistemik dari CKB à tidak sesuai dielektrolit
hipoksemia · Pembekuan darah berapa lama
Ø Cedera kepala à menurunnya pusat untuk pembekuan normalnya
respirasi dibatang otak. 4-8 menit (metode Lee
8. Sistem Kardiovaskuler White).
Ø Klien dapat mengalami disritmia, · Berapa kadar gula pada pasien
tachicardi atau bradicardi · Berapa kadar aceton
Ø Klien dapat mengalami hipotensi / · berapa tekanan Osmolalitas
hipertensi · Kumpulkan informasi tentang
Ø Karena tidak sadar dan imobil à resiko keluarga dan kaji peran klien
trombosis vena dalam. dalam keluarga sebelum
Ø Klien mengalami penurunan ADH terjadi CKB.
Ø Dapat terjadi kondisi spesifik : DM,
SIADH, ketidak-seimbangan
elektrolit, hiperglikemi nonketotik
hiperosmolar.
9. Respon Emosional dan Psikologis
Ø CKB à tidak sadar
Ø Kleuarga butuh support untuk melalui
krisis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

1. PK: Peningkatan TIK


2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan Neuromuskuler.
3. Ketidakefektifan pola napas b.d kerusakkan neuromoskuler, obstruksi tracheobrocial.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d asidosis metabolik
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan pemasukkan
makanan atau merencanakan makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.
6. Nyeri akut b.d agen injury fisik ,biologis
7. Resiko infeksi b.d prosedur invansive
8. Sindrom self care b.d kelemahan , penyakit.
RENPRA TRAUMA KEPALA

1. PK : Peningkatan TIK
NOC : Perawat akan mengatasi dan meminimalkan komplikasi cedera kepala
NIC :
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
a. Pantau status neurologis teratur dengan skala koma Glasgow
b. Kaji perubahan tanda vital :
1) Nadi : frekuensi lambat sampai 60 atau kurang atau frekuensi meningkat sampai 100 atau
lebih.
2) Ketidakteraturan pernafasan : frekuensi melambat dengan pemanjangan periode apnea
3) Peningkatan TD atau pelebaran tekanan nadi..
c. Kaji respon pupil
1) Periksa pupil dengan senter untuk mengevaluasi ukuran, konfigurasi dan reaksi terhadap
cahaya. Bandingkan kesamaan dan perbedan kedua pupil.
2) Evaluasi pergerakan mata untuk menentukan apakah berkonjugasi (bergerak bersamaan).
Atau pergerakan mata abnormal.
3) Evaluasi kemampuan mata adduksi dan abduksi
d. Perhatikan hal berikut: :muntah sakit kepala (konstan, peningkatan intensitas, makin parah
dengan gerakan atau mengedan)., perubahan yang jelas (contoh: Letargi, gelisah ,nafas kuat,
gerakan yang tidak bertujuan, dan perubahan fungsi mental).
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15 – 30 ° jika tidak ada kontra indikasi. Hindari perubahan posisi
yang ketat.
3. Hindari hal-hal berikut
a. Massage carotis
b. Fleksi leher/rotasi > 45’
c. Rangsangan anal dengan jari
d. Menahan nafas
e. Mengedan (valsava manuver), fleksi ekstrem panggul dan lutut.
4. Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feses (jika perlu)
5. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan redup, rencanakan aktivitas untuk menurunkan
gangguan.
6. Kolaborasi
a. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi
b. Beri tambahan O2 sesuai indikasi
c. Pantau AGD
d. Beri obat sesuai indikasi ; Diuretik, Steroid, Antikonvulsan, Klorpromasin, Analgetik,
Sedatif, Antipiretik

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ……x 24 jam klien dapat mencapai Status
respirasi Jalan nafas pasien dengan kriteria :
1. Menunjukkan batuk efektif dan suara nafas bersih
2. Bebas sianosis dan dyspnea
3. Setiap saat jalan nafas paten
NIC :
1. Airway management :
a. Buka jalan nafas dengan tehnik Jaw Thrust sejauh memungkinkan
b. Posisikan klien pada posisi yang memungkinkan ventilasi maksimal
c. Lakukan suction dan anjurkan batuk untuk mengeluarkan secret
d. Ajarkan tehnik nafas dalam, lambat dan batuk efektif.
e. Berikan bronkodilator bila dibutuhkan.
f. Monitor status oksigenasi dan respirasi.
2. Airway suctioning :
a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
c. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
d. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi
tracheobrokhial.
NOC : Pola nafas efektif
Kriteria :
1. Klien mengatakan tidak sesak nafas lagi
2. Retraksi dinding dada tidak ad
3. Pola nafas regular
4. RR : 16-24 x/m
5. AGD dalam batas normal
NIC :
a. kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi,irama dan bunyi nafas, adanya cianosis.
b. Atur posisi klien dengan posisi semi fowler (30 )
c. Berikan terapi oksigen (2-4 L/m)
d. Lakukan pengisapan lender dengan hati-hati(tekanan,cara dan lama) selama 10-15 detik,
catat sifat, warna dan bau secret.
e. Berikan posisi semi prone lateral/miring bila tidak ada kejang setelah 4 jam pertama, rubah
posisi miring atau terlentang tiap 2 jam.
f. Apabila klien sudah sadar, anjurkan dan ajak latihan nafas dalam
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah
h. Kolaborasi pemasangan endotrakial tube kalau perlu
i. Monitor pola pernafasan tiap 2-4 jam.

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d asidosis metabolik


NOC : - circulation status
- tissue prefusion : cerebral
NIC :
a. Memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingi/tajam/tumpul.
b. Monitor adanya paretese
c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
e. Batasi gerak kepala, leher dan punggung
f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgetik
h. Monitor adanya tromboplebitis

5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan pemasukkan
makanan atau mencerna makan atau mengabsorbsi makanan
NOC : kebutuhan nutrisi tubuh teratasi
NIC :
a. kaji kemampuan mengunyah, menelan, reflek batuk dan cara pengeluaran secret.
b. Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising usus (n : 5-35 x/m)
c. Timbanga berat badan, berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering baik melalui NGT maupun
oral.
d. Tinggikan kepala klien dari badan ketika makan dan buat posisi miring dan netral / lurus setelah
makan.
e. Berikan nutrisi melalui parenteral (IVFT) bila perlu.

6. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.


NIC : klien dapat mengontrol nyeri
Kriteria :
1. Nyeri berkurang (penurunan skala nyeri)
2. Klien tidak mengeluh nyeri
3. Tanda-tanda vital normal, stabil
NOC :
1. Manajemen nyeri :
a. Gunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi intensitas nyeri.
b. Bersama klien, mengidentifikasi posisi dan hal-hal yang dapat mengurangi nyeri dan
meningkatkan kenyamanan
c. Identifikasi pengalaman klien dalam mengurangi nyeri yang serupa dengan saat ini
d. Ajarkan tehnik mengurangi nyeri secara non farmakologis ; tehnik distraksi, Guided imagery
2. Medication administration
a. Berikan analgetik sesuai dengan program terapi, monitor tanda-tanda efek samping
pemberian analgetik.
b. Bantu pasien dalam meminum obat.
c. Berikan obat menggunakan tehnik dan rute yang benar.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.


NOC : Selama dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria :
1. Suhu36-37,5oC
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi lokal atau sitemik
NIC :
1. Infection Control
a. Lakukan teknik isolasi bila perlu
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Berikan higiene yang baik
d. Ajarkan pengunjung dan keluarga cara mencuci tangan yang benar
e. Tingkatkan nutrisi, cairan dan istirahat
f. Gunakan baju khusus
2. Infection Protection
a. Monitor tanda vital tiap 6 jam
b. Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
c. Amati faktor yang menuingkatkan infeksi
3. Environmental management
a. Jaga kebersihan ruangan dan tempat tidur
b. Batasi pengunjung, hindarkan klien dari kontak dengan penderita infeksius
4. Health Education
a. Jelaskan pada keluarga tentang tanda infeksi
b. Jelaskan pada keluarga tentang kondisi anak yang memungkinkan resiko terjadi infeksi
5. Medication Administration
a. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu
b. Pantau efek terapi tersebut

8. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya


NOC : Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri dengan kritria :
1. kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral
higiene)
2. klien bersih dan tidak bau.
NIC :
Bantuan perawatan diri
a. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri
b. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias
c. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
d. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
e. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
g. dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
h. Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai