Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN AN. K DENGAN CEDERA KEPALA


DI RUANG PRABU KRESNA RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO

Disusun Oleh :
SAFIQ PUTUT TANAWIJAYA
P27220019182

D-IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN


KESEHATAN SURAKARTA
2021
KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Menurut Morton (2012), cedera kepala merupakan yang meliputi trauma
kulit kepala, tengkorak, dan otak (Nurarif dan Hardhi, 2015).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau
benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
(Susan Martin, 2010).
Cedera kepala dapat menimbulkan berbagai kondisi, dari geger otak
ringan, koma, sampai kematian. Kondisi paling serius disebut dengan istilah
cedera otak traumatic (traumatic brain injury [TBI]). Penyebab paling umum
TBI adalah jatuh (28%), kecelakaan kendaraan bermotor (20%), tertabrak
benda (19%), dan perkelahian (11%). Kelompok berisiko tinggi mengalami
TBI adalah individu yang berusia 15-19 tahun, dengan perbandingan laki-laki
dan perempuan 2:1. Individu yang berusia 75 tahun atau lebih memiliki angka
rawat inap dan kematian akibat TBI tertinggi (Smeltzer, 2016).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan patologi:
1. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan
integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang
menyebabkan kematian sel.
2. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih
lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak
terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema
serebal, iskemia serebal, hipotensi sistemik, dan infeksi local atau
sistemik.
Menurut jenis cedera:
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi diameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak
ringan dengen cedera serebral yang luas.
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale)
1. Cedera kepala ringan/minor
- GCS 14-15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30
menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontusia serebral, hematoma
2. Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran dan asam amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
- Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intracranial
3. Cedera kepala berat
- GCS 3-8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intracranial
Skala koma Glasgow :
Dewasa Respon Bayi dan anak-anak
Buka Mata (Eye)
Spontan 4 Spontan
Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara
Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respons
Respon Verbal
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap obyek
Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat ditenangkan
Kata-kata kacau 3 Mennagis & tidak dapat ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agitatif
Tidak memberi respons 1 Tidak memberi respons
Respon Motorik
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak memberi respons 1 Tidak memberi respons

Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5


Kondisi Compos Ments Apatis Samnolent Stupor Koma

(Nurarif dan Kusuma, 2015).

C. ETIOLOGI
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-counter coup, dan cedera rotasional
1. Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (mis., alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala)
2. Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek
diam, seperti kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur
kaca depan mobil
3. Cedera Akselerasi-Deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik
4. Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang
pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang
kepala
5. Cedera Rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
D. PATOFISIOLOGI
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau
kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah
cedera otak yang terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat
menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini dapat berlanjut
menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan kerusakan sel
otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi. Penurunan aliran
darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi
gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis
menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan
tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal
mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran
cairan kapiler. Trauma kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma
pada serebral sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.
Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah
kepala (Padila, 2012).
E. MANIFESTASI KLINS
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi terjadinya
trauma:
1. Nyeri menetap dan terlokalisasi, biasanya mengindikasikan adanya
fraktur.
2. Fraktur pada kubah tengkorak bisa menyebabkan pembengkakan di
daerah tersebut, tetapi bisa juga tidak.
3. fraktur pada dasar tengkorak yang sering kali menyebabkan perdarahan
dari hidung, faring, dan telinga dan darah mungkin terlihat di bawah
konjungtiva.
4. Ekimosis terlihat di atas tulang mastoid (tanda Battle).
5. Pengeluaran cairan serebrospinal dari telinga dan hidung menunjukkan
terjadinya fraktur dasar tengkorak dan menyebabkan infeksi serius (mis:
meningitis) yang masuk melalui robekan di dura meter.
6. Cairan spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi otak atau
memar otak (kontusi).
7. Cedera otak juga memiliki bermacam gejala, termasuk perubahan tingkat
kesadaran (LOC), perubahan ukuran pupil, perubahan atau hilangnya
reflek muntah atau reflek kornea, defsit neurologis, perubahan tanda vital
seperti perubahan pola napas, hipertensi, bradikardia, hipertermia atau
hiptermia, serta gangguan sensorik, penglihatan, dan pendengaran.
8. Gejala sindrom pasca-gegar otak dapat meliputi sakit kepala, pusing,
cemas, mudah marah, dan kelelahan.
9. Pada hematoma subdural akut atau subakut, perubahan LOC, tanda-tanda
pupil, hemiparesis, koma, hipertensi, bradikardia dan penurunan
frekuensi pernapasan adalah tanda-tanda perluasan massa.
10. Hematoma subdural kronik mengakibatkan sakit kepala hebat, perubahan
tanda-tanda neurologis fokal, perubahan kepribadian, gangguan mental
dan kejang fokal.
(Smeltzer, 2016)
F. PATHWAY
Kecelakaan,jatuh,benturan pada kepala bagian kanan

Akselerasi-deserelasi

CIDERA KEPALA

Trauma tertutup

Rusaknya lapisan jaringan otak

Cidera otak Rusaknya


primer lapisan jaringan
otak

Kontusio
Gangguan suplai darah
Kerusakan sel otak
meningkat Iskemia

Gangguan Hipoksia
autoregulasi

Nyeri akut
Aliran darah ke
otak menurun

O2 menurun

Asam laktat
meningkat

Oedem otak

Gangguan
perfusi jaringan
serebral
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Satyanegara (2010), penatalaksanaan cedera kepala :
1. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-
Breating-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan
cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis
yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada
kesempatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motoric, verbal,
pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflex okuloves tubuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
rendah (syok).
5. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
6. Pemberian pengobatan seperti: antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti : sken tomografi computer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
(Nurarif dan Hardhi, 2015).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2013) :
1. Pemeriksaan diagnostik
a. X ray/CT Scan
1) Hematom serebral
2) Edema serebral
3) Perdarahan intrakranial
4) Fraktur tulang tengkorak
b. MRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
d. EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis
2. Pemeriksaan laboratorium
a. AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin
aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
b. Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir beberapa hari,
diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit.
c. Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna,komposisi, tekanan).
e. Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.
I. KOMPLIKASI
Cidera kepala ringan sebaiknya tidak disepelekan, karena benturan yang keras
pada kepala bisa memicu terjadinya komplikasi serius berikut:
1. Gegar Otak
Gegar otak bisa memengaruhi fungsi otak seseorang, namun jarang
menyebabkan kerusakan permanen. Tapi sayangnya, gegar otak seringkali
tidak disadari karena sebagian besar orang yang mengalami cedera kepala
masih tetap sadar. Seiring berjalannya waktu, orang yang mengalami gegar
otak akan mulai merasakan gejala-gejala berupa kehilangan keseimbangan,
perubahan emosi, migren, sampai amnesia. Sebaiknya, segera periksakan
diri ke dokter bila kamu mengalami gejala gegar otak tersebut.
2. Epilepsi
Trauma kepala ringan yang tidak segera ditangani bisa berkembang
menjadi semakin parah dan berpotensi tinggi menyebabkan epilepsi.
Gangguan pada sistem saraf pusat (neurologis) ini ditandai dengan gejala
berupa kejang sampai hilang kesadaran.
3. Sindrom Cedera Otak Kedua
Komplikasi pembengkakan otak yang berkembang sangat cepat dan
bersifat fatal, biasanya terjadi pada cedera otak kedua. Cedera ini terjadi
tidak lama setelah gegar otak pertama, di mana pengidap gegar otak belum
sepenuhnya pulih.
4. Penumpukan Efek Akibat Cedera Otak
Cedera otak yang terjadi berulang kali dapat menyebabkan penumpukan
gangguan fungsi otak yang dapat bersifat permanen pada pengidapnya.
5. Vertigo dan Sakit Kepala
Komplikasi ini bisa dialami oleh pengidap selama satu minggu hingga
beberapa bulan setelah mengalami cedera otak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, pendidikan
terakhir, status perkawinan, nomor mrdical record, dan diagnosa medik.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur yaitu nyeri. Pengkajian nyeri
meliputi:
a. Provoking Incident: apakah penyebab timbulnya nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien.
c. Region: dimana lokasi nyeri yang dirasakan.
d. Scale: seperti apa sakitnya. Bisa berdasarkan skala nyeri.
e. Time: berapa lama nyerinya berlangsung, kapan, dan apakah
bertambah sakit pada malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Anamnesa dilakukan untuk menentukan penyebab fraktur femur yang
nantinya berguna untuk menentukan tindakan kepada klien.
4. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi kondisi saat ini dan
apakah klien memiliki riwayat fraktur sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah memiliki riwayat penyakit keluarga yang mempengaruhi
kesehatannya saat ini.
6. Riwayat alergi
Ada alergi makanan atau alergi obat atau tidak
7. Riwayat psikososial
Respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga.
8. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
b. Pola eliminasi: dikaji frekuensi, konsistensi pada pola eliminasi dan
pada eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatan, warna, dan jumlah.
c. Pola tidur dan istirahat: fraktur menimbulkan rasa nyeri sehingga
mempengaruhi pola tidur.
d. Pola aktivitas: karena rasa nyeri maka aktivitas klien menjadi
berkurang.
e. Pola hubungan dan peran: klien akan kehilangan peran dalam keluarga.
f. Pola penanggulangan stress: pada klien fraktur timbul rasa cemas
karena perubahan fungsi tutbuh.
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Berisi keadaan umum klien
b. Tanda-tanda vital
Meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
c. Pemeriksaan head to toe
Meliputi pemeriksaan dari kepala hingga ekstremitas atas dan bawah.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d oedem pada otak

2. Nyeri akut b.d luka agen pencedera fisik

C. Intervensi Keperawatan

No Tujuan Intervensi Rasional


.

1. Setelah Observasi Observasi


dilakukan
tindakan - Identifikasi - Mengetahui
selama 2x24 penyebab penyebab
jam peningkatan TIK peningkatan TIK
diharapkan (mis.
Lesi,gangguan - Mengetahui
perfusi tanda dan gejala
jaringan metabolisme,edem
a serebri) peningkatan TIK
serebral
meningkat - Monitor tanda dan - Mengetahui
dengan gejala peningkatan tanda-tanda vital
kriteria hasil: TIK (mis. TD
- Sakit meningkat, tekanan Terapeutik
kepala nadi melebar, - Menjadikan
menurun bradikardia,kesadar
- Refleks lingkungan yang
an menurun) tenang dan
saraf
membaik - Monitor TTV nyaman
- Tingkat
kesadaran Teraupetik - Menurunkan
meningka konsumsi
t - Minimalkan oksigen dan
- Tekanan stimulus dengan menurunkan
intrakrani menyediakan sesak nafas
al
lingkungan yang
membaik -
tenang

- Berikan posisi semi Edukasi


fowler (30-40o) - Mengetahui
Edukasi tujuan dan
prosedur
- Jelaskan tujuan dan pemantauan
prosedur
pemantauan - Memberikan
informasi hasil
- Informasikan hasil dari pemantauan
pemantauan jika
perlu Kolaborasi
- Menggantikan
Kolaborasi cairan tubuh
- Pemberian infus yang hilang
RL 10 tpm 6 detik
per tetes
2. Setelah Observasi Observasi
dilakukan -Identifikasi - Megetahui
tindakan lokasi,karakteristik, durasi, lokasi,
selama 2x24 karakteristik,
frekuensi,kualitas,intensita
jam durasi, frekuensi,
diharapkan s nyeri kualitas,intensita
nyeri - identifikasi skala nyeri s nyeri
berkurang - Mengetahui skala
-Monitor ttv
dengan nyeri
kriteria hasil: - Mengetahui
-Mampu Terapeutik tanda-tanda vital
mengontrol - Berikan teknik klien

nyeri nonfarmakologis Terapeutik


-Melaporkan - Kontrol lingkungan - Mengurangi rasa
bahwa nyeri yang memperberat nyeri
berkurang rasa nyeri - Menciptakan
dengan - Fasilitasi istirahat lingkungan yang
menggunaka dan tidur tenang

n manajemen Edukasi - Memudahkan


nyeri - Jelaskan klien dalam
beristirahat
-Mampu penyebab,periode
mengenali dan pemicu nyeri Edukasi

nyeri( skala, - Jelaskan strategi -


Mengetahui
intensitas, meredakan nyeri penyebab,periode
dan pemicu nyeri
frekuensi, - Ajarkan teknik - Mengetahui
dan tanda nonfarmakologis strategi
meredakan nyeri
nyeri) untuk meredakan - Mengurangi
-Menyatakan nyeri nyeri
Kolaborasi
rasa nyaman Kolaborasi
- Menurunkan
setelah nyeri nyeri yang
- Pemberian
berkurang dialami
analgetik jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan intervensi. Tindakan tersebut
berupa observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi dengan tim medis
lainnya.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses penilaian dicapai meliputi
pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Pelaksanaan evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk catatan perkembangan dengan menggunakan metode SOAP
(subjektif, objektif, assessment, planning).
S: Klien mengatakan responnya terhadap tindakan yang didapatkan
O: Perawat melihat respon tubuh klien terhadap tindakan yang dilakukan
A: Perawat menilai apakah tindakan tersebut tercapai atau tidak
P: Perawat merencanakan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H dan Kusuma, Hardi. 2015. NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:


MediAction
Smeltzer, Susan C. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
12. Jakarta: EGC
Atikah, Vidya dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media

Nurarif, A. H dan Kusuma, Hardi. 2015. NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:


MediAction

Anda mungkin juga menyukai