1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Sasaran belajar
1. Trauma Cranior Cerebral
Definisi
Cedera kepala adalah cedera terbuka dan tertutup yang terjadi karena fraktur tengkorak, gegar serebri, memar serebri, leserasi
dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan
Glasgow Coma Scale (GCS), adalah suatu skala dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan dengan
memperhatikan tiga reaksi yang terdiri dari reaksi membuka mata (Eye (E)), respon motorik (M), dan respon verbal (V).
Cidera Kepala merupakan proses terjadinya trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan
terngkorak dan otak paling sering disebabkan oleh benda tumpul dan ruda paksa. Adapun menurut Brain Injury Association of
America, cidera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat konginetal ataupun degenerative, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran sehingga menimbulkan kerusakan
kemampuan kongnitif dan fungsi otak.
Etiologi
Pukulan Langsusng Rotasi/desekelarasi Tabrakan Peluru
Dapat menyebabkan Fleksi, ekstensi atau rotasi leher Tabrakan sering terjadi Cidera akibat peluru biasa
kerusakan otak pada sisi menghasilkan serangan pada otak pada kasus-kasus disebut juga sebagai cidera
pukulan (coup injury) atau yang menyerang titik-titik dalam kecelakaan kendaraan askselerasi, yaitu cidera
pada sisi yang berlawanan tengorak. bermotor sehingga yang terjadi jika obyek
dari pukulan Ketika otak menyebabkan cidera kepala bergerak menghantam
bergerak ke dalam kepala yang tidak bergerak.
tengkorak dan mengenai Dapat menyebabkan
dinding yang berlawanan hilangnya jaringan seiring
(countercoup injury) dengan trauma.
Epidemiologi
Data epidemiologi di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 1,7 juta orang mengalami cedera kepala setiap
tahunnya. Dari pasien yang mengalami cedera kepala sebanyak 50.000 meninggal dunia, 235.000 dirawat di rumah sakit, dan
1.111.000, atau hampir 80% dirawat dan dirujuk ke Departemen Instalasi Gawat Darurat. Menurut laporan World Health
Organization (WHO), setiap tahunnya sekitar 1,2 juta orang meninggal dengan diagnosis cedera kepala, yaitu akibat kecelakaan
lalu lintas, dan jutaan lainnya terluka atau cacat. Sebagian besar kasus kematian dapat dicegah. Di negara-negara berkembang
dengan penghasilan rendah dan menengah lebih dari 50% pengguna sepeda motor terluka dan meninggal akibat cedera kepala
pada kejadian kecelakaan lalu lintas. Gambaran cedera kepala yang menyebabkan kematian yaitu fraktur basis kranium, cedera
otak difus, perdarahan intraserebral, dan perdarahan subdural. Laki-laki memiliki prevalensi yang paling banyak terhadap
kejadian kematian akibat cedera kepala dengan usia terbanyak 15-24 tahun.
Berdasarkan penelitian Wijanarka dkk. pada tahun 2005 melaporkan bahwa tingkat populasi cedera kepala di
Yogyakarta didapatkan 56 kasus cedera kepala ringan (76%), 11 kasus cedera kepala sedang (15%), dan 7 kasus cedera kepala
berat (9%).7 Keseluruhan pasien tersebut mengalami gangguan kesadaran yang ditunjukkan dengan nilai GCS, dengan
persentasi rerata nilai GCS pasien adalah 70% dengan GCS 13-15 dan 30% dengan nilai GCS 9-12. Maka dari itu perlu
dilakukannya pemeriksaan CT-Scan. Cedera kepala yang paling ditakutkan, yaitu fraktur intrakranial, dan perdarahan.
Klasifikasi
1. Berdasarkan Morfologi: statis dan dinamis
2. Berdasarkan Morfologi: fraktur cranium (calvaria dan basis cranii) dan Lesi intercranial (lesi fokal: perdarahan epidural,
subdural dan intraserebral dan lesi difus: ringan, sedang, berat cidera vascular difus)
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
3. Berdasarkan Beratnya:
Cidera Kepala Ringan Cidera Kepala Sedang Cidera Kepala Berat
-GCS 15 -GCS 9-14 -3-8
-Sadar penuh, atentif dan orientatif, -(Konfusi, latergi, stupor), konkusi, -Koma, penurunan derajat kesadaran
tidak ada kehilangan kesadaran amnesia pasca trauma, muntah, secara progresif, tanda neurologis
(misalnya konkusi), jika ada <10 kejang, sakit kepala fokal, cidera kepala penetrasi
menit -Pemeriksaan neurologis: atau teraba fraktur depresi
-Pusing/ sakit kepala + kelumpuhan saraf dan anggota cranium dan jaringan otak yang
-Muntah, kelainan neurologis - gerak lepas
Patofisiologi
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Manifestasi klinis
Kemampuan untuk mempergunakan percakapan kongnitif yang tinggi, hemiparesis, kelainan pupil, pusing menetap, sakit
kepala, gangguan tidur, gangguan bicara, hipoksia, hipotensi sistemik, hilangnya autoregulasi aliran darah, inflamasi, edema,
peningkatan tekanan intracranial yang terjadi dalam waktu singkat. Tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter. Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang
gerak, hipotonia.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada pusat vasomotor). Takikardi, disritmia (pada fase akut).
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
e. Neurosensori
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya berat), parestesia, terasa kaku pada semua pernafasan
yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial), gangguan dalam penglihatan seperti diplopia (fase awal dari
beberapa infeksi).
Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan yang berat sehingga menjadi koma, delusi dan
halusinasi/psikosis organik (ensefalitis).
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku, nyeri
pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah, menangis/ mengaduh/ mengeluh.
g. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
Pemeriksaan Skala Koma Glasgow tidak dapat dilakukan bila kedua mata tertutup, misalnya bila kelopak mata
membengkak. Rangsangan nyeri untuk menimbulkan respon motorik dilakukan dengan menekan pertengahan sternum dengan
kapitulum metakarpal (telapak tangan) pertama jari tengah. Bila ada tetraplegi tentu tes ini tidak akan berguna.
3. Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan
reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua
pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal.Pupil
yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya
penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon
yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat
dari cedera kepala. Penilaian ukuran pupil dan
responnya terhadap rangsangan cahaya adalah
pemeriksaan awal terpenting dalam menangani cedera
kepala. Salah satu gejala dini dari herniasi dari lobus Gerakan bola mata merupakan indeks penting untuk
temporal adalah dilatasi dan perlambatan respon cahaya penilaian aktiffitas fungsional batang otak (formasio
pupil. Dalam hal ini adanya kompresi maupun distorsi rektikularis). Penderita yang sadar penuh (alert) dan
saraf okulomotorius sewaktu kejadian herniasi tentorial mempunyai gerakan bola mata yang baik menandakan
unkal akan mengganggu funsi akson parasimpatis yang intaknya sistem motorikokuler di batang otak. Pada
menghantarkan sinyal eferen untuk konstrksi keadaan kesadaran yang menurun, gerakan bola mata
pupil.Perubahan pupil pada hematom epidural dapat volunter menghilang, sehingga untuk menilai
dilihat dari tabel gerakannya ditentukan dari refleks okulosefalik dan
okulovestibuler.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari
4. Pemeriksaan Neurologis kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii,
Pada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan maka dibuatkan foto basis kranii dengan
neurologis lengkap seperti biasanya. Pada pasien yang kepalamenggantung dan sinar rontgen terarah tegak
berada dalam keadaan koma hanya dapat dilakukan lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang
pemeriksaan obyektif. Pemeriksaan neurologis rahang bawah). Foto kolumna vertebralis servikalis
dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat
Tonus,kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat. mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur
Bentuk pemeriksaan yang dilakukan adalah tanda impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin
perangsangan meningens, yang berupa tes kaku kuduk menimbulkan impressions digitae.
yang hanya boleh dilakukan bila kolumna vertebralis b. Compute Tomografik Scan (CT-Scan)
servikalis (ruas tulang leher) normal. Tes ini tidak boleh CT Scan untuk menentukan hemoragi, ukuran
dilakukan bila ada fraktur atau dislokasi servikalis. ventrikel, pergeseran jaringan otak. CT-Scan diciptakan
Selain itu dilakukan perangsangan terhadap sel saraf oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan
motorik dan sarah sensorik (nervus kranialis). Saraf pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga
yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12, yaitu : tengkorak. Potongan-potongan melintang tengkorak
a. nervus I (nervus olfaktoris) bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.43
b. nervus II (nervus optikus) Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma
c. nervus III (nervus okulomotoris) kapitis:
d. nervus IV (troklearis) GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran
e. nervus V (trigeminus) Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur
f. nervus VI (Abdusens) tulang tengkorak
g. nervus VII (fasialis) Adanya tanda klinis fraktur basis kranii
h. nervus VIII (oktavus) Adanya kejang
i. nervus IX (glosofaringeus) Adanya tanda neurologis fokal
j. nervus X (vagus)
Sakit kepala yang menetap.
k. nervus XI (spinalis)
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
l. nervus XII (hipoglosus)
MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan
nervus spinalis (pada otot lidah) dan nervus
parenkim otak dengan lebih jelas. Beberapa keuntungan
hipoglosus (pada otot belikat) berfungsi sebagai
MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik
saraf sensorik dan saraf motorik
dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio,
5. Analisa gas darah untuk mengetahui masalah
shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik
ventilasi dan oksigenasi akibat peningkatan tekanan
dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan
intracranial.
hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan
6. Pemeriksaan radiologis, yang berupa:
pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam
a. Foto Rontgen polos
pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian MRI
Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen
dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : membutuhkan
kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Film
waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat
diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi
monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat,
terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-
kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang
posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah
baik dalam penilaian fraktur, perdarahan subarachnoid
frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat
dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.
pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri,
d. Angiografi
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Angiografi untuk menunjukkan kelainan sirkulasi Tindakan hanya perawatan luka.
cerebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, Pemeriksaan radiologik hanya atas
perdarahan dan trauma. indikasi.Umumnya pasien SHI boleh pulang
Tatalaksana dengan nasihat dan keluarga diminta
Terapi non-operatif pada pasien cedera mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai
kranioserebral ditujukan untuk: kesadaran menurun saat diobservasi,
a. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit
mencegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi dibangunkan, pasien harus segera dibawa
intrakranial kembali ke rumah sakit. Penderita
b. Mencegah dan mengobati edema otak (cara mengalami penurunan kesadaran sesaat
hiperosmolar, diuretik) setelah trauma kranioserebral, dan saat
c. Minimalisasi kerusakan sekunder diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini
d. Mengobati simptom akibat trauma otak kemungkinan mengalami cedera
e. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, kranioserebral ringan (CKR).
misal kejang, infeksi (antikonvulsan dan antibiotik)
Tatalaksana pasien dengan penurunan kesadaran
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk Cedera kepala ringan (SKG = 13-15)
kasus: Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala,
1. Cedera kranioserebral tertutup istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai
Fraktur impresi (depressed fracture) dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis.
Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk
dengan volume perdarahan lebih dari 30mL/44mL menilai kemungkinan hematoma intrakranial,
dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala,
serta ada perburukan kondisi pasien muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-
Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis
dengan pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT
atau kompresi/obliterasi sisterna basalis scan.
Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan Cedera kepala sedang (SKG = 9-13)
progresivitas kelainan neurologik atau herniasi Urutan tindakan:
2. Pada cedera kranioserebral terbuka a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway),
Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation)
kulit, fraktur multipel, durameter yang robek disertai b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal
laserasi otak serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur
Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari tulang servikal dan atau tulang ekstremitas lakukan
fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau
Pneumoencephali
fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan
Corpus alienum
c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya
Luka tembak
d. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma
intrakranial
Tatalaksana pasien dalam keadaan sadar
e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit
(GCS=15)
fokal serebral lainnya.
Simple Head Injury (SHI)
Cedera kepala berat (SKG 3-8)
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat
Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera
penurunan kesadaran sama sekali dan tidak
multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera
ada defisit neurologik, dan tidakada muntah.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan Tujuan utama perawatan intensif ini adalah
ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk mencegah terjadinya cedera sekunder
pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera terhadap otak yang telah mengaalami cedera
kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat A. Cairan Intravena
dan dirawat di ICU. Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi
penderita agar tetap normovolemik Perlu
Tindakan di ruang unit gawat darurat: diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat
Breathing dan C = Circulation menyebabkan hyperglikemia yang berakibat buruk
a. Jalan napas (Airway) pada otak yangn cedera. Cairan yang dianjurkan
Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau Rl. Kadar
dengan posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang Natrium harus dipertahankan dalam batas normal,
pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan
muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, harus dicegah dan diobati secara agresig.
pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan B. Hyperventilasi
melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati,
muntahan. HV dapat menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan
b. Pernapasan (Breathing) vasokonstriksi pembuluh darah otak. HV yang lama
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi
sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh otak menurun. PCO2 < 25 mmHg , HV harus
depresi pernapasan yang ditandai dengan pola dicegah. Pertahankan level PCO2 pada 25 – 30
pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik mmHg bila TIK tinggi.
sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan C. Manitol
oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, Dosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma
atau infeksi. yang semula reaksi cahaya pupilnya normal,
Tata laksana: kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa
Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada
Cari dan atasi faktor penyebab penderita hypotensi karena akan memperberat
Kalau diperlukan gunakan ventilator hypovolemia.
c. Sirkulasi (Circulation) D. Furosemid
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan
dengan tekanan darah sistolik <90 mm Hg yang TIK dan akan meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 – 0,5
terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan mg/kg BB IV
risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan E. Barbiturat
terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa Bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh
hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut
dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/ resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan
pneumotoraks, atau syok septik. Tata laksananya tekanan darah.
dengan cara menghentikan sumber perdarahan, F. Anticonvulasan
perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang Penggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat
hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl untuk mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma.
0,9%. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase
akut hingga minggu ke I. Obat lain diazepam dan
Terapi Medikamentosa lorazepam.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Komplikasi e) Gangguan pendengaran
Komplikasi cedera kepala berat sebagai berikut: Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat
Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan biasanya disertai vertigo dan nistagmus karena ada
oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 hubungan yang erat antara koklea, vestibula dan saraf.
pasien dengan cedera kepala tertutup. 2. Disfasia
Fistel karotis kavernosus ditandai oleh trias gejala: kesulitan untuk memahami atau memproduksi bahasa
eksolftalmos, kemosis dan bruit orbital, dapat timbul disebabkan oleh penyakit system saraf pusat.
segera atau beberapa hari setelah cedera. 3. Hemiparesis
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi
traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan (kiri atau kanan) merupakan manifestasi klinik dari
penghentian sekresi hormon antideuretik. kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau
Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera
jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan herniasi transtentorial.
predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini 4. Sindrom pasca trauma kepala
menunjukan resiko meningkat untuk kejang lanjut dan Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional
pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. syndrome) merupakan kumpulan gejala yang kompleks
yang sering dijumpai pada penderita cedera kepala.
1. Kerusakan saraf cranial Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala, vertigo gugup,
a) Anosmia mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidur, dan
sensasi pembauan yang jika total disebut dengan gangguan fungsi seksual.
anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada 5. Fistula karotiko-kavernosus
pengobatan khusus bagi penderita anosmia. Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak
b) Gangguan penglihatan normal antara arteri karotis interna dengan sinus
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah kavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera pada
mengalami cedera (trauma). Biasanya disertai dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising pembuluh
hematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau
perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik pemeriksa dengan menggunakan stetoskop, proptosis
berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva,
dengan reaksi cahaya negative, atau hemianopia diplopia dan penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri
bitemporal. pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot penggerak bola
c) Oftalmoplegi mata.
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak 6. Epilepsi
bola mata, umumnya disertai proptosis dan pupil yang Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang
midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk muncul dalam minggu pertama pascatrauma (early
oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih
ortoptik dini. dari satu minggu pascatrauma (late posttraumatic
d) Paresis fasialis epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa pertama meskipun ada beberapa kasus yang
gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan
moncong, semuanya pada sisi yang mengalami dari perluasan hematoma intrakranial edema
kerusakan.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
serebral progresif dan herniasi otak, b. Pencegahan Sekunder
komplikasi dari cedera kepala adalah; Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat
1. Edema pulmonal peristiwa terjadi yang dirancang untuk mengurangi
Komplikasi yang serius adalah terjadinya atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama,
neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan yaitu :
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan 1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain
intrakranial meningkat tekanan darah sistematik merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera.
meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran Guna menghindari gangguan tersebut penanganan
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah
menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi yang lainnya. Beberapa kematian karena masalah
berkurang, tekanan darah semakin meningkat. airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali
2. Peningkatan TIK masalah airway yang tersumbat baik oleh karena
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi
peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah Pada pasien dengan penurunan kesadaran
yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan
perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing,
dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal
gagal jantung serta kematian. lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran
3. Kejang udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat 2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau nafas tidak ada hambatan adalah membantu
jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
peralatan penghisap. gangguan pernafasan dan membantu pernafasan
4. Kebocoran cairan serebrospinalis akan dapat menimbulkan kematian
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat 3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi
bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek tekanan pada tempat yang berdarah sehingga
meninges, sehingga CSS akan keluar. pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut
5. Infeksi dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi
Pencegahan dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu
a. Pencegahan Primer dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah. Syok
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan biasanya disebabkan karena penderita kehilangan
sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas banyak darah
seperti untuk mencegah faktor-faktor yang c. Pencegahan Tertier
menunjang terjadinya cedera seperti pengatur Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi
lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan terjadinya komplikasi yang lebih berat, penanganan
memakai helm. yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini Prognosis setelah cedera kepala sering
penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit
psikologis bagi penderita. memiliki nilai prognostik yang besar. Skor pasien 3-4
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera memungkinkan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi
kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau
melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi lebih kemungkinan meninggal hanya 5-10%. Sindrom
psikologis dan sosial. pasca konkusi berhubungan dengan sindrom kronis
Prognosis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan
berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian
yang banyak berkembang pada pasien cedera kepala.
2. Fraktur Basis Cranii mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban inersia
Definisi tersebut kemudian meyebabkan ring fracture.
Trauma pada dasar tengkorak atau basis kranii Epidemiologi
bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung, Klasifikasi
sehingga ada beberapa fraktur basis kranii yang terjadi Terdapat tiga jenis fraktur basis kranii antara lain:
sebagai akibat jejas lokal. Trauma langsung biasanya - fraktur fossa anterior
terjadi di daerah oksipital, mastoid, supraorbital, Pada fraktur fossa anterior rhinorrhea paling
sedangkan yang tidak langsung biasanya terjadi pada sering disebabkan oleh fraktur tulang frontal,
wajah yang selanjutnya kekuataan tenaganya dihantarkan ethmoid, dan sphenoid, duramater melekat
melalui tulang-tulang wajah atau rahang bawah. pada tulang tipis di lantai fossa anterior.
Kebocoran cairan serebro spinal menandakan adanya Daerah yang paling sering menyebabkan
duramater yang robek, namun sebaliknya tidak semua rhinorrhea adalah adanya fraktur di daerah
stula atau dura yang robek menimbulkan kebocoran cairan cribiform/ ethmoid junction dan ethmoid.
serebro spinal Fistula pada regio tersebut secara langsung
Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture akan berhubungan dengan kavitas nasal atau
(BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada melalui ethmoid air cell.
daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, - fraktur fossa media
supraorbita). Patah Tulang Kepala yang meliputi salah - fraktur fossa posterior.
satu dari tulang dasar kepala: lamina cribiformis dari Os Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada
Ethmoid, Pars orbita dari Os Frontal, pars Petrosus dan calvarium (atap tengkorak), disebut fraktur calvarium
skuamus Os Temporalis, Os Sphenoid dan Os Occipital. dan fraktur pada basis cranium (dasar tengkorak),
Etiologi disebut fraktur basis cranium
Fraktur basis cranii telah dikaitkan dengan FRAKTUR BASIS TENGKORAK
berbagai mekanisme termasuk benturan dari arah Fraktur atap orbita
mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat Fraktur akan merobek dura mater dan
beban inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS)
whiplash). Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk ke
dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak rongga orbita; dari luar disekitar mata tampak kelopak
akibat mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya mata berwarna kebiru biruan . Bila satu mata disebut
pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami Monocle Hematoma, bila dua mata disebut Brill
percepatan gerakan namun pada area medulla oblongata Hematoma / Raccoon’s eyes.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Fraktur melintas Lamina Cribrosa kebiru biruan dibelakang telinga , disebut Battle’s
Fraktur akan menyebabkan rusaknya serabut Sign.
serabut saraf penciuman (Nervus Olfactorius) Fraktur melintas Foramen Magnum
sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai Di Foramen Magnum terdapat Medula
berkurangnya penciuman (hyposmia) sampai hilangnya Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak
penciuman (anosmia). Fraktur juga merobek dura Medula Oblongata , menyebabkan kematian seketika.
mater dan arachnoid sehingga LCS bercampur darah Jenis fraktur basis cranii :
akan keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea). Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua
Fraktur Os Petrossum fraktur basis cranii. Terdapat 3 suptipe dari fraktur
Puncak (Apex) os. petrosum sangat rapuh temporal berupa longitudinal, transversal dan
sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga mixed. Tipe transversal dari fraktur temporal dan
telinga tengah dan memecahkan membrana tympani; type longitudinal fraktur temporal ditunjukkan di
dari telinga keluar LCS bercampur darah (otorrhoea). bawah ini. (A)Transverse temporal bone fracture
Fraktur Sella Tursica and (B)Longitudinal temporal bone fracture
Di atas sella tursica terdapat kelenjar (courtesy of Adam Flanders, MD, Thomas
Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dan Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania)
pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella
tursica yg biasa terganggu adalah pars posterior
sehingga terjadi gangguan sekresi ADH (Anti Diuretic
Hormone) yang menyebabkan Diabetes Insipidus.
Sinus Cavernosus Syndrome.
Syndrome ini adalah akibat fraktur basis
tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri
Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus
sehingga terjadi hubungan langsung arteri – vena
(disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis
Interna dan Sinus Cavernsus –> Carotid – Cavernous
Fistula).
Mata tampak akan membengkak dan
menonjol, terasa sakit, conjunctiva berwarna merah.
Bila membran stetoskop diletakkan diatas kelopak
mata atau pelipis akan terdengar suara seperti air
mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit
( dibaca BRUI ).
Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis
Interna didalam Sinus Cavernosus , yang terdiri atas : Fraktur longitudinal terjadi pada regio
mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa
yang terbendung (berwarna merah) serta terdengar pada os temporal, dinding superior dari canalis
bruit , disebut Sinus Cavernosus Syndrom. acusticus externus dan tegmen timpani. Tipe
Fraktur melintas os petrosum fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian
fraktur biasanya melintas bagian posterior anterior atau posterior menuju cochlea dan
apex os petrossum sampai os mastoid, menyebabkan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii
LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan media dekat foramen spinosum atau pada mastoid
berada diatas mastoid sehingga dari luar tampak warna air cells. Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari
kedua fraktur longitudinal dan transversal.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Namun sistem lain untuk klasifikasi fraktur os misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor berhenti
temporal telah diusulkan. Sistem ini membagi secara mendadak akibat mengalami benturan dengan
fraktur os temporal kedalam petrous fraktur dan sebuah objek misalnya pagar. Kepala kemudian secara
nonpetrous fraktur, yang terakhir termasuk fraktur tiba tiba mengalami percepatan gerakan namun pada area
yang melibatkan mastoid air cells.Fraktur tersebut medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen
tidak disertai dengan deficit nervus cranialis. magnum, beban inersia tersebut kemudian meyebabkan
Fraktur condylar occipital, adalah hasil dari trauma ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi akibat ruda
tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial, paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari
lateral bending, atau cedera rotational pada pada inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda
ligamentum Alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 paksa dari arah superior kemudian diteruskan ke arah
jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme occiput atau mandibula.
cedera. Klasifikasi alternative membagi fraktur ini Manifestasi klinis
menjadi displaced dan stable, yaitu, dengan dan Bloody otorrhea.
tanpa cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder Bloody rhinorrhea
akibat kompresi aksial yang mengakibatkan Liquorrhea
kombinasi dari kondilus oksipital. Ini merupakan Brill Hematom
jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan Batle’s sign
dari pukulan langsung meskipun fraktur
Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan
basioccipital lebih luas, fraktur tipe II
N VIII
diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena
fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea
ligament alar dan membrane tectorial tidak
dan memar pada mastoids (battle sign). Presentasi
mengalami kerusakan.Tipe III adalah cedera avulsi
dengan fraktur basis cranii fossa anterior adalah
sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal
dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra
ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.
(raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow
Fraktur clivus, digambarkan sebagai akibat ruda
Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi
paksa energi tinggi dalam kecelakaan kendaraan
patologis intracranial 4.
nbermotor. Longitudinal, transversal, dan tipe
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada
oblique telah dideskripsikan dalam literatur.
terganggunya tulang pendengaran dan ketulian
Fraktur longitudinal memiliki prognosis terburuk,
konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang
terutama bila melibatkan sistem vertebrobasilar.
berlangsung lebih dari 6-7 minggu. tuli sementara yang
Defisit pada nervus cranial VI dan VII biasanya
akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu
dijumpai pada fraktur tipe ini.
disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa
Patofisiologi di fossa tympany. Facial palsy, nystagmus, dan facial
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan
benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang nervus cranialis V, VI, VII.
tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf
energy yang berasal dari benturan pada wajah atau cranialis VIII dan labirin, sehingga menyebabkan
mandibula; atau efek “remote‟ dari benturan pada kepala nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran
(gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan permanen (permanent neural hearing loss) 4.
atau perubahan bentuk tengkorak). Fraktur basis cranii Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang
telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk sangat langka dan serius12. Sebagian besar pasien
benturan dari arah mandibula atau wajah dan kubah dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan
tengkorak, atau akibat beban inersia pada kepala (sering tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera
disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya beban inersia, tulang belakang servikalis. Pasien ini juga
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan Diperlukan foto posisi AP, lateral,
hemiplegia atau guadriplegia. Towne’s view dan tangensial terhadap bagian
Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah yang mengalami benturan untuk menunjukkan
keterlibatan nervus cranialis IX, X, dan XI akibat suatu fraktur depresi. Foto polos cranium dapat
fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi menunjukkan adanya fraktur, lesi osteolitik
dan aspirasi dan paralysis ipsilateral dari pita suara, atau osteoblastik, atau pneumosefal. Foto
palatum mole (curtain sign), superior pharyngeal polos tulang belakang digunakan untuk
constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet- menilai adanya fraktur, pembengkakan
Sicard sindrom adalah fraktur condylar os oksipital jaringan lunak, deformitas tulang belakang,
dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan XII. dan proses-proses osteolitik atau osteoblastik.
Diagnosis dan Diagnosis Banding 2) CT-Scan
Diagnosis CT-Scan adalah kriteria modalitas
standar untuk menunjang diagnosa fraktur
Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pada cranium. Potongan slice tipis pada bone
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan diagnostik. Selama windows hingga ketebalan 1-1,5 mm, dengan
pemeriksaan, bisa didapatkan riwayat medis yang rekonstruksi sagital berguna dalam menilai
lengkap dan mekanisme trauma. Trauma pada kepala cedera yang terjadi. CT scan Helical sangat
dapat menyebabkan gangguan neurologis dan mungkin membantu untuk penilaian fraktur condylar
memerlukan tindak lanjut medis yang lebih jauh. occipital, tetapi biasanya rekonstruksi tiga
Alasan kecurigaan adanya suatu fraktur cranium atau dimensi tidak diperlukan.
cedera penetrasi antara lain : 3) MRI (Magnetic Resonance Angiography)
Bernilai sebagai pemeriksaan
a) Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung penunjang tambahan terutama untuk
b) Keluar darah atau cairan jernih dari telinga kecurigaan adanya cedera ligamentum dan
c) Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa vaskular. Cedera pada tulang jauh lebih baik
adanya trauma pada mata (panda eyes) diperiksa dengan menggunakan CT scan. MRI
d) Adanya luka memar di belakang telinga (Battle’s memberikan pencitraan jaringan lunak yang
sign) lebih baik dibanding CT scan.
e) Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi
f) Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang C. Pemeriksaan Lainnya
tengkorak. Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus
Pemeriksaan Penunjang dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat
dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu
A. Pemeriksaan Laboratorium tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada
Sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan kertas tisu, maka akan menunjukkan gambaran
neurologis lengkap, pemeriksaan darah rutin, dan seperti cincin yang jelas yang melingkari darah,
pemberian tetanus toxoid (yang sesuai seperti pada maka disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran
fraktur terbuka tulang tengkorak), pemeriksaan dari CSF juga dapat dibuktikan dengan
yang paling menunjang untuk diagnosa satu fraktur menganalisa kadar glukosa dan dengan mengukur
adalah pemeriksaan radiologi. transferrin.
Klasifikasi
Perdarahan Perdarahan Perdarahan Perdarahan
Perdarahan Epidural
Subdural Subarachnoid Intraserebral Intraventrikular
Perdarhana primer
intraventrikuler hanya
Perdarahan yang terjadi Perdarahan yang
Perdarahan dalam system
antara tabula interna dan terjadi antara Pecahnya pembuluh
parenkim otak, ventrikuler dan
duramater. Fraktur tulang duramater dan darah diruang yang
disebabkan karena perdarahan sekunder
kepala dapat merobek arachnoid, akibat berada dibawah
pecahnya arteri akbibat pecahnya
pembuluh darah, terutama robeknya bridging arackhnoid
intraserebral mono pembuluh darah
arteri meningea media atau vein. (subarachnoid).
atau multiple intraserebral dalam
sinus venosus.
dan jauh dari
periventrikular
Gejala: Kaku Sakit kepala,
Gejala: Lucid interval +, kuduk, nyeri muntah, pusing
Gejala: Sakit kepala
Kesadaran makin menurun, kepala, bisa (vertigo),
mendadak, kaku
Hemiparese kontralateral Gejala: Sakit kepala didapatkan gangguan
kuduk, muntah, letargi,
lesi, pupil anisokor, refleks dan kesadaran +/- gangguan kesadaran kesadaran.
dan penurunan
Babinski + kontralateral dan refleks Defisit neurologis,
kesadaran.
lesi, fraktur daerah temporal Babinski positif tergantung lokasi
bilateral perdarahan.
Patofisiologi
Tatalaksana
Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga agar CPP > 60 - 70 mmHg.
Peningkatan progresif dari batas ini atau TIK yang terus menerus >20 mmHg, disarankan untuk melakukan pemeriksaan
dan penanganan. Peningkatan progresif dari TIK dapat mengindikasikan memburuknya hemoragik/hematom, edema,
hidrosefalus, atau kombinasinya dan merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan CT-scan. Peningkatan terus menerus
TIK akan memperparah resiko terjadinya cedera sekunder (komplikasi) berupa iskemik dan herniasi.
Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah:
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki venous return
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral,
sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan
edema dan peningkatan TIK.
3. Mencegah dan mengatasi kejang
4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC
6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit.
7. Hindari kondisi hiperglikemia
8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65
mmHg harus segera dikoreksi.
9. Atasi hipoksia
10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan
lendir pernafasan yang berlebihan.
Tyas Mantari
1102017236
Skenario 2 Trauma Kepala
BLOK EMERGENCY 2020/2021
Daftar Pustaka
Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995,
1014-1016.
Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006, 359-366
Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC, Jakarta, 2004, 818-819
Mc.Donald D., Epidural Hematoma, http://www.emedicine.com
Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2005, 314
Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta,
2003, 254-259
Price D., Epidural Hematoma, http://www.emedicine.com
Adam Boies. 2002. Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.
American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United States of America: Firs Impression
Bernath, David. 2009. Head Injury, www.e-medicine.com
Hafid A. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah: Edisi Kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Haryo, Ariwibowo et all. 2008. Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of
Yogyakarta
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-ciptowatig-5193-2-bab2.pdf
http://eprints.undip.ac.id/29403/3/Bab_2.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapter%20II.pdf
http://www.primarytraumacare.org/wp-content/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf
Japardi, Iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif. Sumatra Utara: USU Press.
Longo, Dan L, dkk. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition. USA: Mc Graw Hill
Companies, Inc.
Malueka, Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah. Vol 2. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat, R dan De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta : EGC.