Seorang pasien wanita usia 18 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama
kepala terasa sakit. Pasien ini dengan kehamilan pertama dan usia kehamilan 32
minggu jika dihitung dari hari pertama haid terakhirnya. Pasien melakukan ANC
ke Puskesmas sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol 1 minggu yang lalu.
Berdasarkan ANC sebelumnya diketahui pasien memiliki tekanan darah tinggi
dan sudah diberikan obat antihipertensi. Selama kehamilan pasien mengalami
kenaikan berat badan 20 kg dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita penyakit
jantung,ginjal,diabetes dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak sakit sedang, tekanan darah 180/120, nadi 92x/menit, nafas
22x/menit,suhu 36,3oC. Dari status obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 26cm
dan denyut jantung janin 154x/menit. Tanda tanda persalinan tidak ada.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang usg dengan hasil janin hidup
tunggal intra uterin presentasi kepala dan hasil pemeriksaan laboratorium urin
protein positif 3. Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan Hb 10.5 gr %, leukosit
12.000/mm3, trombosit 95.000/mm3.
Kata sulit:
1. (Karina) ANC: (Pasha) pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan
janin secara berkala
2. (Monika) Status Obstetri: (Rafly) Riwayat selama kehamilan atau selama persalinan
Brain Storming:
1. (Iqbal) kenapa pada pasien dapat terjadi proteinuria?
2. (Khadijah) Mengapa pasien merasa kepala terasa sakit?
3. (Monika) berapa kali antenatal care dilakukan selama kehamilan?
4. (Siva) Apa saja yang menyebabkan kasus ini termasuk kedalam gawat darurat?
5. (Hasna) Mengapa obat anti hipertensi tidak berefek apa apa pada pasien?
6. (Ori) Mengapa tinggi fundus uteri dan usia kehamilan berbeda?
7. (Karina) Apa saja factor resiko hipertensi pada kehamilan?
8. (Rafly) apa kemungkinan diagnosis dari kasus tersebut?
9. (Siva) Apa saja komplikasi yang dapat terjadi jika kasus ini tidak ditangani?
10. (Monika) Bagaimana manifestasi klinis dari hipertensi pada kehamilan?
11. (Siva) Bagaimana tatalaksana pada hipertensi kehamilan yang ada dikasus ini?
12. (Pasha) Berapa nilai tekanan darah yang masuk kedalam preeklampsia?
13. (Tyas) mengapa bisa terjadi trombositopenia dan leukositosis?
Jawaban:
7. hamil usia <20 tahun dan >40 tahun, memiliki penyakit ginjal, primigravida, hipertensi bawaan,
obesitas dan diabetes
1. karena tekanan darah meningkat, kerja ginjal semakin keras, menyebabkan kerusakan
glomerulus dan endotel, sehingga terjadi proteinuria.
3. pada usia 28 minggu dilakukan 1x, pada usia 28-36 minggu dilakukan 1x, dan >36 minggu
dilakukan 2x
2. karena hipertensi sehingga menyebabkan tekanan pada intracranial meningkat. Karena
hiperperfusi otak.
9. bayi lahir dengan berat badan rendah, bayu lahir premature, solusio placenta, dan melahirkan
harus melalui operasi cesar.
8. pre eclampsia berat dikarenakan TD diatas 160/110 dan terjadi proteinuria lebih dari +1,
trombosit <100.000
12. >140/90 masuk kedalam pre-eklampsia, dibagi menjadi
ringan : TD 140/90 proteinuria +1
berat: TD 160/110 preteinuria +2
11. tatalaksana: diberi obat seperti orang yang hipertesi, di rekomendasikan persalinan setelah
minggu ke-34 kalau TD terkontrol, direkomendasikan persalinan dalam waktu 24-48 jam.
6. karena hipertensi, pembuluh darah vasokonstriksi, nutrisi ke janin berkurang, janin tidak
berkembang dengan baik, tinggi fundus uteri tidak sesuai
4. pre-eklampsia masih termasuk kedalam kategori mortalitas tinggi pada ibu dan janin. Karena
nilai TD sudah terlalu tinggi sampai 180/120, karena ibu ada proteinuria, kemungkinan terjadi
gangguan pada cerebral, resiko kematian wanita dengan pre-eklampsia tinggi, komplikasi banyak
seperti resiko penyakit jantung iskemik dan stroke.
10. adanya proteinuria, sakit kepala yang parah, perubahan penglihatan, nyeri pada perut bagian
atas biasanya dibawah tulang rusuk bagian kanan, urin dari BAK menurun, penurunan kadar
prombosit, gangguan pada fungsi hati, sesak nafas, kenaikan BB mendadak, dan edema
13.trombositopenia: terjadi karena adanya koagulasi mikrovaskular dari kegagalan remodelling
trophoblast
Leukositosis: terjadi karena reaksi molekul inflamasi dari plasenta
5. obat hipertensi tidak bisa mengobati hipertensi pada kehamilan, penelitian obat hipertensi pada
ibu hamil kurang banyak studinya, jadi belum diketahui banyak.
Hipotesis
Usia ibu saat kehamilan <20 tahun memiliki penyakit ginjal, primigravida, hipertensi bawaan,
obesitas dan diabetes merupakan faktor resiko dari pre-eklampsia. Yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah yaitu TD 140/90, proteinuria +1 (pre-eklampsia ringan) dan TD
160/110, preteinuria +2 (pre-eklampsia berat), sakit kepala yang parah, perubahan penglihatan,
nyeri pada perut bagian atas biasanya dibawah tulang rusuk bagian kanan, urin dari BAK menurun,
penurunan kadar trombosit, gangguan pada fungsi hati, sesak nafas, kenaikan BB mendadak. Pre-
eklampsia termasuk kedalam kasus gawat darurat karena masih termasuk kedalam kategori
mortalitas tinggi pada ibu dan janin dan resiko kematian wanita dengan pre-eklampsia tinggi.
Dapat ditangani dengan pemberian obat seperti orang yang hipertensi, di rekomendasikan
persalinan setelah minggu ke-34 kalau TD terkontrol, direkomendasikan persalinan dalam waktu
24-48 jam
SASBEL
1. Memahami dan Mempelajari Hipertensi dalam kehamilan
1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan. Tekanan
darah tinggi dalam kehamilan dapat merupakan tanda awal dari preeklampsia, dan dapat
bertahan dalam beberapa minggu setelah melahirkan. Diagnosa preeklampsia termasuk
peningkatan tekanan darah dan ditemukan adanya protein di dalam urine. Preeklampsia
muncul pada sekitar 5% kehamilan dan sebagai faktor penyebab dari sekitar 16% kematian
ibu secara global (Cunningham et al., 2010).
Preeklampsia juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua kali lipat.
Preeklampsia bahkan kadang tidak menunjukkan gejala dan dapat berkembang menjadi
kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia (Gibson, 2009).
Hipertensi dalam pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia
kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai
140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg
di atas nilai normal (Junaidi, 2010).
1.2 Etiologi
Kendati dasar teori terjadinya preeklampsia masih belum pasti, terdapat beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya preeklampsia Cunningham et al.,
2010).:
3. Keadaan-keadaan di mana ibu terpapar vili korealis dalam jumlah besar (kehamilan
kembar, mola hidatidosa, ukuran plasenta yang besar)
4. Ibu hamil dengan penyakit kardiovaskular (hipertensi kronis, penyakit ginjal)
5. Ibu dengan penyakit thyroid
Hingga saat ini, belum ada satu teori yang pasti, yang menjadi dasar terjadinya
preeklampsia. Namun dari sejumlah studi yang telah dilakukan, etiologi preeklampsia
mengarah pada plasenta. Hipotesis yang digunakan saat ini adalah preeklampsia merupakan
sindroma penyakit dengan 2 tahap (Cunningham et al., 2010). Tahap I merupakan keadaan
preklinis yang ditandai dengan gagalnya remodeling arteri spiralis oleh sel-sel trofoblas dan
menyebabkan hipoksia plasenta. Hal ini kemudian menyebabkan pasien masuk ke dalam
tahap II yang ditandai dengan respon inflamasi sistemik yang diperantarai oleh aktivasi
endotel.
Gambar 2.1 Gambar skematik preeklampsia sebagai sindrom penyakit dengan 2 tahap
(Cunningham et al., 2010).
- Implantasi plasenta dengan invasi abnormal dari sel-sel trophoblas ke arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, arteri spiralis akan mengalami remodeling sebagai akibat
dari invasi sel-sel sitotrophoblas. Sel-sel sitotrophoblas akan menggantikan endotel pada
arteri spiralis beserta tunika medianya. Remodeling ini menyebabkan lumen arteri spiralis
menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan memiliki tahanan yang lebih kecil, sehingga
memungkinkan terjadinya perfusi yang lebih baik pada plasenta (Lindheimer et al., 2009 ;
Cunningham et al., 2010).
Namun hal ini rupanya tidak terjadi pada kasus preeklampsia. Remodeling yang
terjadi pada preeklampsia ternyata hanya sebatas pada pembuluh darah di desidua, tidak
mencapai pembuluh darah di miometrium. Ini dikenal dengan Incomplete Trophoblastic
Invasion. Diameter lumen arteri spiralis tidak sebesar pada kehamilan normal. Ini
menyebabkan kondisi hipoksia pada plasenta yang pada akhirnya menyebabkan
terlepasnya debris-debris plasenta, masuk ke dalam sirkulasi ibu, dan menimbulkan respon
inflamasi sistemik pada ibu (Cunningham et al., 2010).
- Maladaptasi dari respon imun ibu terhadap jaringan ayah (plasenta) dan jaringan
janin.
Secara fungsional, respon imun manusia terbagi menjadi 2, yaitu innate immune response
atau respon imun bawaan dan adaptive immune response atau respon imun adaptif/yang
didapat. Respon imun adaptif ini yang banyak berperan dalam hal diterima atau tidaknya
hasil konsepsi.
Disebutkan bahwa uterus (desidua) adalah suatu jaringan yang unik, yang berbeda
dengan jaringan lain dalam hal imunitas. Selama fase luteal, desidua akan diinfiltrasi oleh
leukosit, dimana 75% dari leukosit tersebut adalah Natural Killer Cells. Natural Killer Cells
yang ada di uterus (uNK) membawa receptor yang nantinya akan berinteraksi dengan HLA
yang diekspresikan oleh sel-sel sitotrofoblas. HLA-C adalah ligand untuk Killer
Immunoglobulin-like Receptors (KIR) yang diekspresikan oleh uNK sendiri. HLA-G akan
berikatan dengan Inhibitory Leucocyte Immunoglobulin-like Receptors (LIR-1 dan LIR-2)
yang diekspresikan oleh monosit, NK-sel, sel T, dan makrofag.
Redman et al (2009) meneliti kemungkinan peran maladaptasi dari respon imun ibu dalam
patofisiologi preeklamsia. Pada awal kehamilan yang ditakdirkan untuk menjadi
preeklampsia, sel-sel trofoblas mengekpresikan HLA-G dalam jumlah yang lebih kecil
daripada kehamilan normal. Hal ini berkontribusi terhadap remodeling arteri spirales yang
kurang baik.
- Sel endotel adalah adalah sel yang melapisi pembuluh darah, terletak di antara otot
polos pembuluh darah dan darah yang bersirkulasi di dalamnya. Sel endotel mampu
mengeluarkan berbagai molekul-molekul signal yang langsung masuk ke dalam
sirkulasi dan menyebar ke seluruh organ. Sel endotel berfungsi mengatur tonus
vaskular, permeabilitas vaskular, koagulasi, dan sebagai target dari sel-sel imun. Tonus
vaskular dipertahankan oleh endotel di bawah pengaruh dari vasokonstriktor (seperti
endothelin dan tromboxan A2) dan vasodilator (seperti Nitric Oxide, prostacyclin),
sementara fungsi koagulasi terjadi sebagai akibat dari keseimbangan antara pro-
koagulan dan antikoagulan, dan permeabilitas vaskular dipertahankan oleh sel endotel
dengan adanya endothelial tight junction. Disfungsi endotel maternal dipercaya
menyebabkan vasospasme, microtrombosis, dan peningkatan permeabilitas vaskular
yang nantinya akan menjadi tanda dan gejala dari ibu dengan preeklampsia. (Taylor et
el., 2009).
- Faktor-faktor genetic
Preeklampsia adalah suatu penyakit multifaktorial dan poligenik. Review yang
dilakukan oleh Ward dan Lindheimer pada tahun 2009 menyatakan bahwa risiko insiden
preeklampsia pada seorang putri dari ibu yang mengalami preeklampsia adalah 20-40
persen; risiko seorang wanita mengalami preeklampsia yang saudarinya mengalami
preeklampsia adalah 11-37 persen; dan 22-47 persen pada wanita kembar yang saudari
kembarnya mengalami preeklampsia. Ward dan Lindheimer pada tahun 2009 juga
menemukan ada sekitar 70 gen yang berperan dalam terjadinya preeklampsia
(Cunningham et al., 2010).
1.3 Epidemiologi
Preeklampsia mengkomplikasi sekitar 5-7% kehamilan di dunia (Decherney et al,
2007). Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2009-2010,
didapatkan prevalensi preeklampsia ringan sebesar 1,36%; preeklampsia berat sebesar
4,79%; superimposed preeklampsia sebesar 0,43%; dan eklampsia sebesar 0,82% (Sutopo
dan Surya, 2011).
Hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7-10%
seluruh kehamilan. Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama hamil,
setengah sampai dua pertiganya didiagnosis mengalami preeklampsi atau eklampsi
(Bobak, 2005).
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP (2000) dibagi
menjadi 4 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestasional
Diagnosis Hipertensi Gestasional ditegakkan bila didapatkan tekanan darah ≥
140/90 mmHg pada usia kehamilan ≥ 20 minggu, tanpa disertai adanya proteinuria. Kendati
demikian, apabila didapatkan peningkatan tekanan darah yang signifikan, maka diperlukan
pengawasan yang lebih ketat, karena kejadian eklampsia dapat mendahului proteinuria.
Tekanan darah pada kasus gestasional hipertensi berangsur normal dalam 12 minggu
setelah persalinan (Cunningham et al., 2010).
3. Hipertensi kronis
The Guideline Development Group (GDG) membagi definisi hipertensi menjadi ringan, sedang
dan berat untuk membantu dalam penerapan definisi sebagai berikut:
Hipertensi ringan: tekanan diastolik 90 – 99 mmHg, tekanan sistolik 140 – 149 mmHg
Hipertensi sedang: tekanan diastolik 100 – 109 mmHg, tekanan sistolik 150 – 159 mmHg
Hipertensi berat: tekanan diastolik lebih besar sama dengan 110 mmHg, tekanan sistolik
lebih besar sama dengan 160 mmHg.3
Berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
1) Hipertensi gestaional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa disertai dengan proteinuria.1,2
2) Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi setelah umur
kehamilan diatas 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Bila proteinuria negatif:
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
Hemolisis mikroangiopatik
Tanda – tanda preeklampsia disertai tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥
110 mmHg pada 2 x pemeriksaan 6 jam setelah pasien dalam keadaan istirahat.4
3) Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)
Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20 minggu
o Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20
minggu
o Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat hipertensi
terkontrol
o Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten, skotoma atau nyeri ulu
hati juga dapat disebut dengan superimposed preeclampsia.
4) HELLP syndrome (ada 2 kriteria)
(1) Hemolisis, lactate dehydrogenase > 600 U/L, atau total bilirubin
1.5 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada
satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
( Prawirohardjo, 2013) :
Gambar 1. Remodeling pembuluh darah pada kehamilan normal dan hipertensi dalam kehamilan
(Powe CE, et al., 2014)
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi,
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam
kehamilan selanjutnya.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada teori
invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal bebas dalam darah, maka hipertensi
dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak
jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan
merusak nukleus dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang
kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
1) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah memproduksi
prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar protasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar
prostasiklin (vasodilator). Pada preeklampsi kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, maka terjadi kenaikan tekana darah.
3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
4) Peningkatan permeabilitas kapiler.
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan dengan fakta
sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya
periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh
natural killer cell (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kadalam jaringan desidua
ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan dengan fakta
sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya
periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh
natural killer cell (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kadalam jaringan desidua
ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu
disamping untuk menghadapi sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan HLA-G. Berkurngnya HLA-G di desidua didaerah plasenta, menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak, dan gembur sehingga mepermudah terjadinya reaksi inflamasi kemungkinan
terjadi immune-maladaptation pada preeklampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi
preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi sel yang lebih rendah di banding pada normotensif.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor,
dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi
peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada
trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat
dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Manifestasi Klinis
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit teoritis, sehingga
a) Preeklamsia
ditegakkan jika terjadi hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau edema
jam atau 30 mg/dl (+1 dipstik) secara menetap pada sampel acak urin
Derajat Preeklampsi
Ringan Berat
1. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg 1. Hipertensi ≥ 160/110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam 2. Proteinuria ≥ 500 mg/24 jam
atau ≥ +1 dipstik atau > +3 disptik
3. Oliguria kurang dari 500
ml/24 jam
4. Gangguan penglihatan dan
serebral
5. Edema paru dan sianosis
6. Nyeri epigastrium atau
kuadran kanan atas
7. Trombositopenia
8. Pertumbuhan janin terganggu
b) Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia yang
tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal atau tonik-klonik
generalisata dan mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan. Eklampsia
paling sering terjadi pada trimester akhir dan menjadi sering mendekati aterm. Pada
umumnya kejang dimulai dari makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala
nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan
hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu (Prawirohardjo, 2013) :
1) Tingkat awal atau aura
sampai 40 C.
bersifat irreversible.
P, 2010).
menahun
a. Hipertensi kronik
secara pasti atau idiopatik. Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari
penyakit ginjal,
b. Superimposed preeclampsia
3. Hipertensi gestasional
≥140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan tetapi
A. Penanganan Aktif
Beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34
minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah
progresifitas PEB.
Dalam ACOG Practice Bulletin mencatat terminasi sebagai terapi untuk PEB. Akan tetapi,
keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya. Sementara Nowitz ER dkk
membuat ketentuan penanganan PEB dengan terminasi kehamilan dilakukan ketika diagnosis
PEB ditegakkan. Hasil penelitian juga menyebutkan tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk
melanjutkan kehamilan jika diagnosis PEB telah ditegakkan.11
B. Penanganan Ekspektatif
Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm mungkin
sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Berdasarkan
luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien PEB yang timbul dengan usia
kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih diutamakan untuk menghindari
komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada
pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34 minggu, penanganan ekspektatif lebih
disarankan.10
Penanganan lini primer diharapkan bidan maupun petugas puskesmas dapat mendeteksi
dini adanya hipertensi pada saat dilakukannya antenatal care. Pasien dilakukan pemeriksaan
tekann darah rutin dan bila adanya tekanan darah tinggi yang muncul pada saat kehamilan dan
timbul diatas usia 20 minggu dapat diakukan screening dengan melakukan tes protein urine.
Bila diketahui adanya preeclampsia diharapkan pelayanan primer dapat melakukan rujukan ke
rumah sakit untuk penanganan yang lebih lanjut.12
Hipertensi kronis adalah hipetensi yang terjadi pada usia kehamian sebelum 20
minggu atau pada wanita yang sudah mengkonsumsi obat antihipertensi sebelumnya. Wanita
dengan hipertensi kronis diberikan penanganan hipertensi menurut NICE. Pada pasien yang
sudah mendapat pengobatan ACE inhibitors, ARB atau Hidroklorotiazid sebelum hamil
segera dihentikan setelah mengetahui dirinya hamil karena dapat menyebabkan kelainan
kongenital. Wanita hamil dengan hipertensi kronis tetap disarankan untuk diet rendah garam
dengan mengurangi asupan garam. Prinsip pengobatan hipertensi kronis tanpa komplikasi
pada wanita hamil adalah mempertahankan tekanan darah kurang dari 150/00 mmHg. Jangan
memberikan pengobatan hingga tekanan darah diastolic kurang dari 80 mmHg. Pada wanita
hamil dengan gangguan target organ karena hipetensi kronis harus mempertahankan tekanan
darah kurang dari 140/90 mmHg.3
Terminasi kehamilan dilakukan pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dengan atau pun
tanpa pengobatan antihipertensi sebelumnya. Pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
diharapkan terminasi kehamilan setelah pemberian kortikosteroid selesai.3
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis