Anda di halaman 1dari 28

Wrap Up

Skenario I

TEKANAN DARAH TINGGI DALAM KEHAMILAN

Kelompok B – 5

Ketua : Shifa Kaunan Nathasia 1102015223

Sekretaris : Siti Sarah Novianti Musthafa 1102015229

Rizkiyah Juniarti 1102012252

Yongki Cappala Bakurru 1102014287

Muhammad Bayhaqi Rachman 1102015143

Muhammad Hidayat 1102015147

Putri Indah Fauzani 1102015182

Raudina Fisabila Martadipura 1102015191

Samira 1102015215

Shabrina Radyaning Windria 1102015220


Skenario 1

TEKANAN DARAH TINGGI DALAM KEHAMILAN

Seorang pasien wanita usia 18 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama
kepala terasa sakit. Pasien ini dengan kehamilan pertama dan usia kehamilan 32
minggu jika dihitung dari haid pertama hari terakhirnya. Pasien melakukan ANC
ke Puskesmas sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol 1 minggu yang lalu.
Berdasarkan ANC sebelumnya diketahui pasien neniliki tekanan darah tinggu dan
sudah diberikan obat antihipertensi. Selama kehamilan pasien mengalami
kenaikan berat badan 20 kg dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal,
diabetes dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit
sedang, tekanan darah 180/120, nadi 92x/menit, nafas 22x/menit, suhu 36,3⁰ C.
Dari status obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 26 cm dan denyut jantung janin
154x/menit. Tanda – tanda persalinan tidak ada. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan penunjang USG dengan hasil janin hidup tunggal intra uterin
presentasi kepala dan hasil pemeriksaan laboratorium urin protein positif 3. Dari
hasil pemeriksaan darah didapatkan Hb 10,5 gr%, leukosit 12.000/mm3 , trombosit
95.000/mm3 .
Kata Sulit

1. ANC (Antenatal Care) = Pemeriksaan kehamilan dilakukan untuk


memeriksa keaadaan ibu dan janin secara berkala

Pertanyaan

1. Apa diagnosis sementara dari kasus ini ?


2. Apa faktor resiko dari kasus ini ?
3. Berapa kali ANC harus dilakukan ?
4. Mengapa terjadi proteinuria pada kasus diatas ?
5. Bagaimana tata laksana kasus ini ?
6. Apa etiologi dari skenario diatas ?
7. Apa saja klasifikasi hipertensi pada kehamilan ?
8. Mengapa terdapat trombositopenia dan leukositosis ?
9. Bagaimana manifestasi klinis dari hipertensi pada kehamilan ?
10. Bagaimana komplikasi dan prognosis untuk kasus ini ?

Jawaban

1. Preeklamsia berat karena tekanan darah diatas 160/110 mmhg, proteinuria


>2
2. Faktor Resiko
- Nullpara
- Usia ibu dibawah 18 dan diatas 35 tahun
- Genetik
- Kembar
- Obesitas > 35kg/m2
- Primigravida
- Ibu multipara dengan suami yang berbeda
- Riwayat kehamilan preeklamsi
3. ANC dilakukan sebanyak 4 kali, pada trimester pertama satu kali,
trimester kedua satu kali dan pada trimester ketiga sebanyak dua kali
4. Karena tekanan darah yang meningkat akan menekan ginjal menyebabkan
kerusakan glomerulus dan endotel sehingga terjadi proteinuria
5. HT kronis diberikan metildopa sebanyak 500 – 2000mg dibagi 2 – 4 dosis
per hari

Apabila ada riwayat kejang diberikan MgSO4 sebanyak 2 mg 10 – 15
menit
Lalu Diazepam sebanyak 10 mg selama 2 menit
6. Adanya gangguan remodelling tropoblas menyebabkan pembuluh darah
tidak membesar lalu menyebabkan hipoksia jaringan dan plasenta akan
mengeluarkan molekul inflamasi yang menyerang sel – sel salah satunya
sel endotel, terjadi kontriksi endotel yang berarti terjadi vasokontriksi pada
pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas kapiler yang akan
menimbulkan udem, pada paru, eksremitas sampai otak
7. Ada 6 klasifikasi
- Hipertensi kronik = Ibu memiliki riwayat hipertensi sebelumnya,
Tekanan darah diatas 140/90 mmhg, tanpa proteinuria, kehamilan
dibawah 20 minggu
- Hipertensi Gestasional = Tekanan darah diatas 140/90 mmhg,tanpa
proteinuria dan ibu tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya
- Preeklamsia ringan = tekanan darah diatas 140/90 mmhg dan
proteinuria +1
- Preeklamsia berat = Tekanan darah diatas 160/110 mmhg dan
proteinuria +2
- Eklamsia = Preeklamsi dengan kejang
- Superimpose Preeklamsi = Ibu memiliki riwayat hipertensi
sebelumnya, dengan kehamilan diatas 20 minggu, proteinuria +1 dan
trombosit < 100.000
8. Trombositopenia terjadi karena adanya koagulasi mikrovaskular dari
kegagalan remodelling tropoblas, Leukositosis terjadi karena reaksi dari
molekul inflamasi dari plasenta
9. Manifestasi Klinis
- Meningkatnya SGOT SGPT
- Penglihatan kabur
- Oligohydramion
- Terhambat pertumbuhan janin
- Udem paru
- Gagal ginjal kongesti
- Oligogangglia
10. Prognosis tergantung dari bagaimana keadaan setelah tata laksana
Komplikasi beragam seperti, eklamsia, DIC, Stroke hemorragic dan
Solutio Placenta
Hipotesis

Nullpara , usia ibu dibawah 18 dan diatas 35 tahun, genetik, kembar,


obesitas > 35kg/m2, primigravida, ibu multipara dengan suami yang
berbeda, riwayat kehamilan preeklamsi adalah faktor resiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Adanya gangguan remodelling tropoblas
menyebabkan terjadinya preeklamsia dengan gejala seperti meningkatnya
SGOT SGPT, penglihatan kabur, oligohydramion, terhambat pertumbuhan
janin, udem paru, gagal ginjal kongesti, oligogangglia. Tata laksana yang
dapat dilakukan berupa pemberian metildopa, MgSO4 dan diazepam.
Apabila tidak ditangani dengan tepat bisa menyebabkan komplikasi
beragam seperti, eklamsia, dic, stroke hemorragic dan solutio placenta.
Sasaran Belajar

LI. I. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan


1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Etiologi
1.4 Klasifikasi
1.5 Patofisiologi
1.6 Manifestasi Klinis
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.8 Tata Laksana
1.9 Komplikasi
1.10 Pencegahan
1.11 Prognosis
LI. I. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

1.1 Definisi
Hipertensi didiagnosis secara empiris ketika tekanan darah sistolik dan
diastolik yang diukur secara tepat mencapai 140/90 mmHg atau lebih. Hipertensi
adalah masalah yang paling sering dalam kehamilan. Hipertensi merupakan 5-
10% komplikasi dalam kehamilan dan merupakan salah satu dari penyebab
kematian tersering selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan
kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Hipertensi adalah tekanan
darah sekurang - kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua
kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.

1.2 Epidemiologi

Hipertensi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada


kehamilan, dan dapat menimbulkan komplikasi pada 2-3% kehamilan. Penyakit
ini menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga
merupakan masalah kesehatan dalam masyarakat. Kejadian hipertensi pada
kehamilan sekitar 5-15% dan merupakan satu di antara 3 penyebab mortalitas dan
morbiditas ibu bersalin di samping infeksi dan perdarahan.

Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita tua. Telah dilaporkan
di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2008, bahwa wanita diatas 35 tahun
mengalami hipertensi dalam kehamilan dengan 29 kehamilan mengalami
preeklamsia berat, 22 preeklamsia ringan, 3 eklamsia, 7 superimpose preeklamsia,
11 hipertensi gestasional dan 4 hipertensi kronis.

Berdasarkan penelitian analisis lanjut riset kesehatan dasar (Riskesdas)


2007 yang dilakukan terhadap seluruh rumah tangga di Indonesia, dengan sampel
perempuan berusia 15-54 tahun, sudah menikah dan sedang hamil, ditemukan
sebanyak 8.341 kasus (1.51%) ibu hamil dari semua sampel perempuan yang
berusia 15-54 tahun. Diantaranya, didapatkan prevalensi hipertensi pada ibu hamil
sebesar 1.062 kasus (12.7%). Dari 1.062 kasus ibu hamil dengan hipertensi,
ditemukan 125 kasus (11.8%) yang pernah didiagnosis menderita hipertensi oleh
petugas kesehatan.

1.3 Etiologi
Preeklampsia seringkali menyerang wanita berusia muda yang merupakan
primigravida dan primipaternitas. Namun wanita yang berusia tua berisiko lebih
besar untuk terkena hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia. Selain
itu, insidensi dari hipertensi dalam kehamilan ini juga dipengaruhi oleh ras dan
etnis tertentu yang berarti ditentukan oleh faktor predisposisi genetik. Faktor
lainnya termasuk riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga, kehamilan
ganda, usia ekstrim (lebih dari 35 tahun), penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi
yang sudah ada sebelum hamil, obesitas, faktor lingkungan, sosioekonomik, dan
juga pengaruh musim.

1.4 Klasifikasi
Hipertensi adalah masalah medis yang paling umum ditemui selama
kehamilan, yang menyulitkan hingga 10% kehamilan. Gangguan hipertensi
selama kehamilan dikelompokkan menjadi 4 kategori, seperti yang
direkomendasikan oleh National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy:
 Hipertensi kronis
 Preeklamsia-eklampsia
 Preeklamsia ditumpangkan pada hipertensi kronis
 Hipertensi gestasional (hipertensi sementara kehamilan atau hipertensi kronis
yang diidentifikasi pada paruh akhir kehamilan). Terminologi ini lebih disukai
daripada istilah "pregnancy-induced hypertension" (PIH) yang lebih tua namun
banyak digunakan karena lebih tepat.

a) Hipertensi Kronik
Hipertensi kronis adalah gangguan utama pada 90-95% kasus dan mungkin
penting (90%) atau sekunder akibat kelainan mendasar yang dapat
diidentifikasi, seperti penyakit parenkim ginjal (misalnya, ginjal polikistik,
penyakit glomerulus atau interstisial), penyakit vaskular ginjal (misalnya,
stenosis arteri renalis, displasia fibromuskular), kelainan endokrin (misalnya
kelebihan adrenokortikosteroid atau mineralokortikoid, pheochromocytoma,
hipertiroidisme atau hipotiroidisme, kelebihan hormon pertumbuhan,
hiperparatiroidisme), koarktasio aorta, atau penggunaan kontrasepsi oral.
Sekitar 20-25% wanita dengan hipertensi kronis mengalami preeklampsia
selama kehamilan. Hipertensi kronis terjadi pada 22% wanita usia subur,
dengan prevalensi bervariasi menurut usia, ras, dan indeks massa tubuh (IMT).
Data berbasis populasi menunjukkan bahwa sekitar 1% kehamilan diperumit
oleh hipertensi kronis, 5-6% oleh hipertensi gestasional (tanpa proteinuria), dan
3-6% oleh preeklampsia.

b) Preeklampsia
Meskipun mekanisme patofisiologis yang tepat tidak dipahami secara jelas,
preeklamsia terutama merupakan gangguan disfungsi plasenta yang
menyebabkan sindrom disfungsi endotel dengan vasospasme terkait. Dalam
kebanyakan kasus, evaluasi patologi menunjukkan bukti kekurangan
insufisiensi plasenta dengan kelainan terkait seperti trombosis plasenta difus,
vaskularisasi vaskulopati plasenta inflamasi, dan / atau invasi trofoblastik
abnormal pada endometrium. Temuan ini mendukung perkembangan plasenta
yang tidak normal atau kerusakan plasenta dari mikrothrombosis yang
menyebar sebagai pusat perkembangan gangguan ini. Ada juga bukti untuk
menunjukkan respons kekebalan ibu yang berubah terhadap jaringan janin /
plasenta dapat berkontribusi pada perkembangan preeklampsia.

c) Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional mengacu pada hipertensi dengan onset pada bagian
akhir kehamilan (> gestasi 20 minggu) tanpa ciri preeklamsia lainnya, dan
diikuti oleh normalisasi tekanan darah pascapersalinan. Dari wanita yang
awalnya hadir dengan hipertensi gestasional yang jelas, sekitar sepertiganya
mengembangkan sindrom preeklamsia. Dengan demikian, pasien ini harus
diobservasi dengan seksama untuk kemajuan ini. Patofisiologi hipertensi
gestasional tidak diketahui, namun bila tidak ada ciri preeklampsia, hasil ibu
dan janin biasanya normal. Hipertensi gestasional mungkin, bagaimanapun,
menjadi pertanda hipertensi kronis di kemudian hari.
Meskipun tekanan darah diastolik ibu (DBP) lebih besar dari 110 mmHg
dikaitkan dengan peningkatan risiko abrupsio plasenta dan pembatasan
pertumbuhan janin, kelainan preeklamsia yang dilapiskan menyebabkan
sebagian besar morbiditas karena hipertensi kronis selama kehamilan

1.5 Patofisiologi

1. Invasi trofoblas yang abnormal

Pada proses implantasi normal, arteria spiralis mengalami proses


remodeling akibat terinvasi oleh trofoblas. Invasi trofoblas ini menyebabkan
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis
akan menurunkan tekanan darah, menurunkan resistensi vaskular, dan
meningkatkan aliran dara huteroplasenta. Dengan begitu, aliran darah ke janin
menjadi adekuat dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga pertumbuhan
janin terjamin dengan baik. Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi
sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.
Lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras, tidak memungkinkan mengalami
distensi serta vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, mengalami kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, menyebabkan terjadinya hipoksia dan iskemia
plasenta. Hal ini memicu pengeluaran debris plasenta yang merupakan pencetus
terjadinya respon inflamasi sistemik.

2. Intoleransi imunologik antara janin dan ibu


Beberapa studi menghasilkan fakta- fakta yang menunjukkan bahwa faktor
imunologik turut berperan terhadap hipertensi dalam kehamilan. Risiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan pada primigravida lebih besar dibandingkan dengan
multigravida. Ibu multipara yang menikah lagi juga mempunyai risiko lebih besar
terkena hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya. Pada wanita yang hamil normal, terdapat human leukocyte antigen
protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respons imun sehingga
tidak terjadi penolakan hasil konsepsi (plasenta). HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. HLA-G juga
akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.Pada
hipertensi dalam kehamilan, plasenta mengalami penurunan ekspresi HLA-G,
sehingga menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Selain itu, pada
kehamilan normal, sel limfosit T-helper (Th) diproduksi dengan perbandingan
aktivitas Th2 lebih tinggi dibanding Th1.
Namun pada hipertensi dalam kehamilan, di awal trimester kedua, terjadi
perubahan perbandingan antara aktivitas Th1 dan Th2, dimana Th1 menjadi lebih
tinggi dari Th2.

3. Aktivasi sel endotel


Akibat iskemia pada plasenta karena kegagalan invasi trofoblas, maka
plasenta akan menghasilkan oksidan. Oksidan adalah penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
contohnya adalah radikal hidroksil yang bersifat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran
sel, mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak yang merusak
membran sel, nukleus, dan protein sel endotel. Kerusakan sel endotel akan
mengakibatkan disfungsi sel endotel sehingga terjadi:
(1) gangguan metabolisme prostaglandin yaitu menurunnya produksi prostasiklin,
suatu vasodilator kuat;
(2) agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan
sehingga memproduksi tromboksan, suatu vasokonstriktor kuat yang memicu
terjadinya kenaikan tekanan darah;
(3) perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus;
(4) peningkatan permeabilitas kapiler;
(5) peningkatan produksi bahan vaspresor yaitu endotelin yang merupakan
vasokonstriktor;
(6) peningkatan faktor koagulasi.

4. Faktor genetik
Hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu penyakit multifaktorial dan bersifat
poligenik. Suatu studi menyatakan bahwa risiko penurunan preeklampsia dari ibu
yang mengalami preeklampsia kepada anak perempuannya yaitu sebesar 20-40%,
dan 22-47% antara saudara kembar. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan secara familial, jika dibandingkan dengan genotipe
janin.
5. Faktor nutrisi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak
hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia karena mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil juga akan meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Patofisiologi
 Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna
(hipervolemia), untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.
Peningkatan tertinggi volume plasma terjadi pada usia kehamilan 32-34
minggu. Namun pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan
volume plasma antara 30-40% dibanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.

 Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting dalam penegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi
perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung.
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma,
resistensi perifer, dan viskositas darah. Hipertensi dapat terjadi akibat
vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥140/90 mmHg
selang 6 jam.

 Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal terjadi akibat menurunnya aliran darah ke ginjal
akibat hipovolemia, sehingga terjadi oliguria, bahkan anuria; kerusakan sel
glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria; terjadi
pembengkakan disertai deposit fibril sehingga menyebabkan adanya
endoteliosis kapiler glomerulus; gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus
ginjal; serta adanya kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah.

 Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada hipertensi
dalam kehamilan, elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila
diberi diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam, atau pemberian cairan
oksitosin yang bersifat antidiuretik. Preeklampsia berat yang mengalami
hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Kejang
pada eklampsia menyebabkan kadar bikarbonat menurun akibat adanya
asidosis laktat dan kompensasi hilangnya karbon dioksida.

 Tekanan Osmotik Koloid Plasma/Tekanan Onkotik


Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada usia kehamilan 8
minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.

 Koagulasi dan Fibrinolisis


Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia yang
pada umumnya bersifat ringan namun sering dijumpai. Pada preeklampsia
terjadi peningkatan Fibrin Degradation Products (FDP), penurunan
antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.

 Viskositas Darah
Komponen yang menentukan viskositas darah adalah volume plasma,
molekul makro: fibrinogen dan hematokrit. Pada hipertensi dalam
kehamilan, terjadi peningkatan viskositas darah yang meningkatkan
resistensi perifer serta menurunkan aliran darah ke organ.

 Hematokrit
Pada kehamilan fisiologis, terjadi penurunan hematokrit karena
hipervolemia, kemudian meningkat lagi pada trimester III akibat
peningkatan produksi urin. Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi
peningkatan hematokrit karena hipovolemia.

 Edema
Edema seringkali dijumpai pada kehamilan, 40% edema terjadi pada hamil
normal, 60% pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% pada kehamilan
dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi akibat hipoalbuminemia
atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang bersifat patologik adalah
edema yang nonedependen pada muka dan tangan, atau edema
generalisata, dan disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

 Hematologik
Perubahan hematologik terjadi oleh karena adanya hipovolemia akibat
vasospasme, hipoalbuminemia, hemolisis mikroangiopatik akibat spasme
arteriol dan hemolisis akibat kerusakan endotel. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan hematokrit. Terkadang pada hipertensi kehamilan dapat
terjadi penurunan trombosit <100.000 sel/ml yang disebut dengan
trombositopenia, yang dapat mengarah kepada hemolisis dan destruksi
eritrosit.
 Hepar
Hepar mengalami perubahan akibat adanya vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Perdarahan pada periportal lobus perifer akan menyebabkan
nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat
meluas hingga di bawah kapsula hepar (subkapsular hematoma) yang
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menyebabkan
ruptur hepar, sehingga perlu dilakukan pembedahan.

 Neurologik
Perubahan neurologik yang terjadi pada hipertensi dalam kehamilan yaitu
nyeri kepala akibat edema vasogenik oleh karena hiperperfusi otak;
gangguan visus karena spasme arteri retina dan edema retina;
hiperrefleksia; kejang eklamptik; dan perdarahan intrakranial yang dapat
terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

 Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan afterload akibat
hipertensi dan penurunan preload akibat hipovolemia.

 Paru
Penderita preeklampsia berat berisiko mengalami edema paru akibat payah
jantung kiri, kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru, dan
menurunnya diuresis.

 Janin
Preeklampsia dan eklampsia umumnya menyebabkan penurunan perfusi
utero plasenta, hipovolemia, vasospasme dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta. Oleh sebab itu seringkali dijumpai janin
mengalami intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion,
kelahiran prematur, yang berarti meningkatkan morbiditas dan mortalitas
janin.
1.6 Manifestasi Klinis
1. Hipertensi Gestasional
Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan ketika tekanan darah mencapai
140/90 mmHg atau lebih saat pertama kali setelah kehamilan 20 minggu,
tanpa adanya proteinuria. Sekitar setengah dari kelompok ini akan
berkembang menjadi preeklampsia, dengan gejala seperti proteinuria,
trombositopenia, nyeri kepala, dan nyeri epigastrium. Hipertensi gestasional
akan mengalami reklasifikasi menjadi hipertensi transien apabila terbukti tidak
ada tanda-tanda preeklampsia dan tekanan darah kembali normal setelah 12
minggu pasca persalinan.2
2. Preeklampsia
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang bersifat akut dan dapat
terjadi ante, intra, dan postpartum. Melalui gejala-gejala klinik preeklampsia
dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Preeklampsia ringan
adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Preeklampsia berat adalah suatu preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria
lebih 5 g/24 jam.
Manifestasi preeklamsia ringan:
 Tekanan darah ≥ 140 mmHg/ 90 mmHg
 Proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1 + dipstik
 Edema

Manifestasi preeklamsia berat:


 Tekanan darah ≥ 160 mmHg/ ≥ 110 mmHg
 Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 +
 Oliguria
 Gangguan visus dan serebral
 Nyeri epigastirum
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat
 Gangguan fungsi hepar
 Pertumbuhan janin intrauterin terhambat
 Sindrom HELLP
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis hipertensi kronik:


 Tekanan darah ≥140/90 mmHg
 Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi
pada usia kehamilan <20 minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin

Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi


disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
 Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140 mmHg/ 90 mmHg
 Proteinuria: ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1 + dipstik
 Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan bila menemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat
di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, produksi urin < 500 cc/ 24 jam
 Kenaikan kadar kreatinin plasma
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
dan pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium, atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat: trombosit < 100.000 sel/mm³ atau penurunan
trombosit dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin
aspartate aminotransferase
 Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
 Sindrom HELLP

Diagnosis eklamsia:
 Didahului oleh gejala preeklamsia.
 Disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang tersebut dapat terjadi pada saat
sebelum, selama dan setelah persalinan.
 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis)
Kriteria Diagnosis Preeklampsia Ringan dan Berat

Abnormalitas Ringan Berat


TD diastolic <110 mmHg ≥110 mmHg
TD sistolik <160 mmHg ≥160 mmHg
Proteinuria ≤2+ ≥3+
Nyeri kepala Tidak ada Ada
Gangguan penglihatan Tidak ada Ada
Nyeri epigastrium Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada
Serum kreatinin Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Serum transaminase Minimal Signifikan
Restriksi pertumbuhan janin Tidak ada Jelas
Edema paru Tidak ada Ada

Diagnosis hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia:


 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu)
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria > + 1 atau trombosit < 100.000 sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu

Diagnosis hipertensi gestasional:


 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
 Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu.
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
 Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati di
trombositopenia.
 Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.

Diagnosis banding:
Antiphospholipid Antibody Syndrome and Pregnancy
Antithrombin Deficiency
Aortic Coarctation
Autoimmune Thyroid Disease and Pregnancy
1.8 Tata Laksana

A. Pencegahan dan tatalaksana terhadap kejang


 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena).
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan
kejang).
 Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas
ventilator tekanan positif.
B. Tatalaksana terhadap hipertensi
 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi.
 Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan :

Nama Obat Dosis Keterangan


Antihipertensi Nifedipin 10-20 mg per oral Diulang setelah 30 menit;
lini pertama maksimum 120 mg dalam
24 jam.
Tidak boleh diberikan
sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat
sehingga hanya boleh
diberikan peroral.
Anti hipertensi Sodium 0,25 μg i.v./kg /menit Infus ditingkatkan 0,25 μg
lini kedua nitroprusside i.v./kg /5 menit.
Diazokside 30-60 mg i.v./ 5 menit; atau
i.v. infus 10 mg/ menit/
ditirasi.
 Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB
(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.
 Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan
untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
 Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.

Pemeriksaan penunjang tambahan


 Hitung darah perifer lengkap (DPL)
 Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
 Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
 Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
 USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin
terhambat)

C. Tatalaksana sikap terhadap kehamilannya


Bedasar William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi:

1. Aktif (Agressive Management): Berarti kehamilannya segera diakhiri /


diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (Ekspektatif): Berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

1. Perawatan aktif (agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.


Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan satu atau lebih keadaan dibawah
ini:
Pada ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paids mengambil batasan
umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklamsia ringan dan umur
kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklamsia berat.
 Adanya tanda-tanda gejala Impending Eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawtan konservatif, yaitu: keadaan klinis dan
laboratorik memburuk.
 Diduga terjadi solusio plasenta.
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, aatu perdarahan.
Pada janin
 Adanya tanda-tanda fetal distress (gawat janin)
 Adanya tanda-tanda Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion
Pada laboratorium
 Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.

2. Perawatan konservatif (ekspektatif): bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu


tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin
baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif.

1.9 Komplikasi

Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri, sindrom HELLP


(Hemolysis, Elevated Liver Enzimens, Low Platelet Count), ablasi retina, DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation), gagal ginjal, perdarahan otak, edema
paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Sedangkan pada janin
berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya
pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.

 Definisi Sindrom HELLP


Adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai timbulnya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzym
LP : Low Platelets Counts

Diagnosis Sindrom HELLP


• Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semuanya ini mirip gejala infeksi virus).
• Adanya tanda dan gejala preeclampsia
• Tanda-tanda heolisis intravaskular (kenaikan LDH, AST, dan bilirubin
indirek.
• Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatoit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH)
• Trombositopenia (trombosit ≤ 150.000/ml)
• Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada daerah kuadran atas
abdomen, tanpa memandang ada tidaknya gejala preeclampsia harus
dipertimbangkan syndroma HELLP.

Penatalaksanaan Sindroma HELLP


Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan
melakukan monitoring trombosit setiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau
danya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Pemberian dexamethasone rescue,
pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone (double
dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000-
150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan dexametason 10mg i.v. tiap 12 jam. Pada postpartum
deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg i.v.
tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexametason dihentikan bila terjadi perbaikan
laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan
tanda dan gejala klonik preklamsia-eklampisa. Dapat dipertimbangkan pemberian
transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.

 Perdarahan

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan.


Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda
sering dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss.
Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah
melewati trimester III disebut perdarahan antepartum.
 Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang
letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan
normal ari-ari terletak dibagian atas rahim.
 Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari tempat
perlekatannya yang normal pada rahim sebelum janin dilahirkan.
 Vasa previa adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin
melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) .
Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput ketuban ( tidak terlindung
dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput
ketuban pecah.

Tata Laksana Perdarahan

Tatalaksana plasenta previa:


1. Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan
ini tetap dilakukan.·Tujuan seksio sesarea:
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan.
 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisai sehingga serviks
uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas
tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi
dan keseimbangan cairan masuk-keluar.

2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan
> 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan
mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi
uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infuse oksitosin.
Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton hicks ialah mengadakan temponade plasenta
dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton hicks tidak dilakukan pada janin
yang masih hidup.
Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya
sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta
dan sering kali menyebabkan perdarahan pada kulit kepela. Tindakan ini biasanya
dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.

Tatalaksana solusio plasenta:


1) Terapi Konservatif
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan kemudian persalinan
berlangsung spontan. Sambil menunggu berhentinya perdarahan kita berikan
suntikan morfin subkutan, stimulasi kardiotonika seperti coramine, cardizol dan
pentazol serta transfusi darah.
2) Terapi aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera
dilahirkan dan pedarahan berhenti.
Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat
bersalin secara normal.
Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila, janin hidup dan pembukaan
belum lengkap, gawat janin tetapi persalinan normal tidak dapat dilaksanakan
dengan segera, persiapan untuk seksio sesarea, hematoma miometrium tidak
mengganggu kontraksi rahim dan observasi ketat kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang.
Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup, gawat janin, pembukaan
lengkap dan bagian terendah didasar panggul, janin telah meninggal dan
pembukaan > 2 cm

Tatalaksana vasa previa:


Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin,
tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan
pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin
hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin
sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.

1.10 Pencegahan

Usaha pencegahan preeklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan,


telah banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok
bahan-bahan non-farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam,
vitamin C, α tocopherol (Vit. E), beta karoten, minyak ikan (eicosapen tanoic
acid), zink, magnesium, diuretik, antihipertensi, aspirin dosis rendah dan kalsium
untuk mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia.
Prediksi preeklampsia dan eklampsia pada awal kehamilan atau selama
kehamilan dengan menggunakan berbagai macam markers yang terlibat dalam
patofisiologi terjadinya preeklampsia saat ini sedang dalam pengembangan.
Beberapa upaya deteksi dini sedang dikembangkan untuk mengidentifikasi
marker terhadap plasentasi yang abnormal, gangguan perfusi plasenta, aktivasi
dan disfungsi sel endotel, serta aktivasi koagulasi. Berikut adalah faktor- faktor
prediktif yang dapat dievaluasi untuk memprediksikan preeklampsia dan
eklampsia.
A. Provocative Pressor Tests
Pemeriksaan ini akan mengevaluasi peningkatan tekanan darah sebagai respons
terhadap stimulus. Pemeriksaan yang pertama adalah roll-over test yang
mengukur respons hipertensif pada wanita dengan kehamilan 28-32 minggu yang
awalnya berada dalam posisi miring kiri, kemudian digulingkan sampai posisinya
menjadi terlentang. Pemeriksaan kedua yaitu isometric exercise test, dengan
melakukan gerakan yang menganut prinsip kontraksi otot statis tanpa adanya
gerakan pada sudut sendi, contohnya adalah meremas bola tangan. Pemeriksaan
ketiga adalah angiotensin II infusion test yang mengukur respons hipertensif
terhadap pemberian IV yang perlahan- lahan ditingkatkan.

B. Velosimetri Doppler Arteri Uterina


Gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis menyebabkan penurunan perfusi
plasenta dan peningkatan resistensi arteri uterina. Adanya peningkatan velosimetri
arteri uterina yang ditentukan dengan pemeriksaan Doppler pada trimester
pertama atau kedua merupakan suatu tanda prediktif untuk preeklampsia.
Peningkatan resistensi aliran arteri uterina akan menghasilkan suatu pola
gelombang yang abnormal, yaitu dalam bentuk peningkatan resistensi, atau indeks
pulsasi, atau diastolic notch persisten baik unilateral maupun bilateral. Doppler
arteri uterina lebih baik dalam memprediksi preeklampsia dini.

1.11 Prognosis

Prognosis pada hipertensi dalam kehamilan sangat bergantung terhadap


tata laksana dan early diagnosis yang dilakukan Kehamilan bisa tetap baik dan
normal seperti kehamilan pada umumnya. Namun juga tidak menutup resiko
terjadinya penyakit koagulopati (DIC), hemoragi intrakranial, gagal ginjal,
gangguan retinal, edema paru, ruptur hepar, abrupsio plasenta dan kematian.
Resiko terjadinya perdarahan juga bisa terjadi oleh karena itu tata laksana yang
cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Angka kematian perinatal (PNMR) akan
meningkat seiring dengan keparahan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, et al. 2014. Williams Obstetrics. 24th
ed. United States: McGraw-Hill.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pusaka.

Roberts JM, Phyllis AA, George B, et al. 2013. Hypertension in Pregnancy.


Washington: The American College of Obstetricians and Gynecologists.

Roeshadi, R.H. 2007. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian
Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia*. Medan: Universitas Sumatera
Utara

Saiffudin AB, Gulardi HW, Biran A, et al. 2014. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Wantania, John J.E. Hipertensi Dalam Kehamilan. Manado: UNSTRAT

World Health Organization. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 1st ed. Jakarta: WHO Indonesia.

www.litbang.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai