ABSTRAK
Seragam sekolah merupakan salah satu jenis busana yang lazim dimiliki masyarakat
Indonesia yang menempuh bangku pendidikan formal. Pendidikan formal terdiri dari
beberapa jenjang pendidikan, salah satunya adalah jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dalam perkembangan pendidikan Indonesia, sudah lekat istilah putih abu-abu yang menjadi
identitas kelompok pelajar dari jenjang pendidikan tersebut. Putih ialah warna kemeja
sedangkan abu-abu ialah warna celana/rok. Penggunaan identitas putih abu-abu pada seragam
SMA dimulai pada pemerintahan Orde Baru hingga sampai sekarang. Identitas besar dalam
kelompok pelajar ini tentunya menghadirkan diskursus yang luas dari fungsi pengaturan
seragam di pendidikan formal sampai pemaknaan dari pemilihan warna putih abu-abu
tersebut. Pada jurnal ini, peneliti melakukan kajian ilmiah berupa studi pemaknaan seragam
pelajar jenjang sekolah menengah atas di Indonesia sebagai busana dengan menggunakan
teori semiotika. Selain itu, melalui jurnal ini juga peneliti membahas beberapa pandangan
kritis tentang pentingnya pengaturan seragam pada pendidikan formal dengan menggunakan
teori pendidikan kritis. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif deskriptif
dan studi kepustakaan.
ABSTRACK
Keywords: Uniform, Identity, Senior High School
1. PENDAHULUAN maupun kegiatan formal yang dijalankan.
Dalam sistem pendidikan nasional, ada
Dalam masyarakat modern
tiga jenjang pendidikan utama dalam
Indonesia, sekolah masih menjadi pilihan
sekolah, yaitu Sekolah Dasar (SD),
utama bagi setiap orangtua untuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan
memberikan pendidikan bagi anaknya.
Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain
Sekolah menjadi wajah utama dari
itu, masing-masing dari jenjang tersebut
pendidikan formal di Indonesia. Kehadiran
juga memiliki jenjang yang sederajat,
sekolah sebagai insturmen pendidikan
seperti SMA dengan Sekolah Menengah
tentunya menghadirkan kelompok pelajar
Kejuruan (SMK).
sebagai bagian baru dalam masyarakat.
Kelompok pelajar inilah yang akan Jenjang SMA sendiri memiliki
mendapatkan posisi yang lumayan identitas yang sangat melekat di
dihormati karena kehadirannya diharapkan masyarakat, yaitu putih abu-abu. Putih
menciptakan inovasi dalam skala abu-abu ini sendiri merupakan warna
perubahan sosial masyarakat. pokok busana wajib jenjang SMA yang
ditetapkan sejak pemerintah Orde Baru.
Untuk mengidentifikasi kelompok
Hingga sampai sekarang, warna ini terus
pelajar di dalam masyarakat Indonesia
melekat dengan diperkuat Peraturan
tidak sesulit seperti masa pasca
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
kemerdekaan yang jumlahnya masih
nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian
sangat sedikit. Selain berbicara kuantitas,
Seragam Sekolah bagi Peserta Didik
tentunya aktivitas dan identitas tentu
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
menjadi poin tersendiri yang mendukung
indentifikasi tersebut. Contohnya, setiap Kehadiran seragam sekolah bagi
pagi pada hari kerja, banyak anak-anak kelompok pelajar di Indonesia tidak bisa
yang terlihat menggunakan seragam dipisahkan dari nilai-nilai kedisiplinan,
menuju sekolahnya. Seragam itu terlihat kerapian, dan keteraturan pelajar dalam
rapi dengan memasukkan bagian bawah melaksanakan pendidikan. Selain itu,
kemeja pada celana serta penggunaan dasi seragam juga diharapkan meningkatkan
menambahkan kesan intelektualnya. nasionalisme dari kelompok pelajar demi
kemajuan bangsa. Harapan lain
Seragam sekolah ini beragam
dimaksudkan agar menjadi pemersatu
jenisnya, tergantung jenjang pendidikan
perbedaan dari latar belakang setiap
yang ditempuh masing-masing individu
pelajar, baik latar belakang ekonomi Penulis berharap melalui kajian
maupun perbedaan suku, agama, ras, dan ilmiah ini dapat menganalisa seragam
antar golongan (SARA). Walaupun dalam pelajar jenjang sekolah menengah atas di
kenyataannya masih diberikan Indonesia melalui studi semiotika.
penyesuaian bagi pelajar dengan latar Penelitian ini akan mengkaji tanda-tanda
belakang tertentu, seperti pelajar yang tersimpan dalam seragam putih abu-
perempuan beragama Islam dapat abu dan fenomena sebagai bagian busana
menggunakan kemeja lengan panjang, rok dalam masyarakat yang menceritakan citra
panjang sampai mata kaki, dengan dan fungsi pemakainnya.
tambahan jilbab putih.
2. METODE PENELITIAN
Kehadiran seragam sekolah secara
Penelitian ini menggunakan
umum dan putih abu-abu secara khusus
pendekatan deskriptif kualitatif yang
pada jenjang SMA sejak tahun 1982
berlandaskan fenomena atau realita yang
bukannya tanpa pertentangan. Ada yang
terjadi di lapangan. Hal ini sesuai dengan
memiliki pandangan bahwa kehadiran
pembahasan pada penelitian ini yang akan
seragam sekolah sebagai identitas tidak
dideskripsikan secara terperinci
memiliki pengaruh yang jelas pada
berdasarkan fenomena busana sebagai
kedisiplinan, nasionalisme, maupun
strategi komunikasi. Dalam penelitian ini,
pemersatu perbedaan latar belakang.
data yang dianalisa adalah seragam
Kebanyakan pendapat yang tidak
sekolah dari jenjang Sekolah Menengah
menyetujui seragam sekolah ini
Atas di Indonesia.
beranggapan kalau penetapan seragam
sebagai busana wajib kelompok pelajar Dalam penelitian ini, semiotika
merupakan budaya militerisme dan digunakan sebagai alat analisis untuk
pembatasan kebebasan berekspresi. Belum mengungkap citra dan nilai yang ada
lagi muncul beberapa kasus praktik dibalik penetapan seragam putih abu-abu
komersialisasi seragam sekolah yang bagi pelajar SMA. Objek dalam penelitian
mengakibatkan banyak pelajar yang tidak ini adalah corak dan atribut seragam
mampu mengaksesnya dengan mudah. jenjang SMA serta akar sejarah hadirnya
Beberapa kasus penggunaan identitas busana ini di Indonesia..
sekolah dalam busana malah
memunculkan tindak kekerasan antar Teknik pengumpulan data dalam
(a science that studies the life if signs sosial masyarakat menuju paradigma yang
Sausssure yaitu konsep dikotomi mengenai menciptakan teori kritis yang memberikan
tanda serta bagaimana cara membawa arti perkembangan pada paradigma pendidikan
kritis. Seorang cendekiawan pendidikan budaya (cultural display) karena ia
dan Muslim Indonesia, Mansour Fakih, mengkomunikasikan aplikasi budaya kita.
mengartikan bahwa paradigma pendidikan
Erving Goffman yang mencetuskan
kritis merupakan sebuah ajaran yang
Pendekatan Dramaturgis, menjelaskan
berpendidikan yang mengacu pada
bahwa mempresentasikan diri kepada
anggapan kritis kepada ideologi dominan
khalayak luas dengan salah satu caranya
mengacu pada pemikiran yang
yaitu tampilan dapat dianggap sebagai
berhubungan dengan masyarakat. (Faqih
suatu ‘pertunjukan’. Hal inilah yang
2001:22)
menjadi perdebatan bahwa apakah
Dalam perkembangan pendidikan presentasi diri seseorang yang dilakukan
kritis, Lather di tahun 1986 menyatakan dengan tampilan busana pakaian yang
ada tiga sumber yang dijadikan rujukan dikenakannya benar mencerminkan dirinya
sebagai basis teori dan metodologi secara apa adanya atau hanyalah sebuah
pendidikan kritis, yaitu Teori Kritis panggung pertunjukan yang ingin
Frankfurt, Pemikiran Hegemoni Antonio dipertontonkan kepada khalayak luas.
Gramsci, dan Pendidikan Pembebasan (Angelina & Triputra 2015:167)
(Humanisasi) Paulo Fraire. (Nuryanto
Busana digambarkan sebagai objek
2011:11)
yang mencitrakan nilai dan gaya hidup
4. PEMBAHASAN individu maupun suatu kelompok.
Perkembangan makna dari busana itu
“Saya berbicara melalui pakaian
menjelaskan bahwa nilai guna (use value)
saya.” Itu merupakan sebuah pernyataan
bukan hanya satu-satunya yang ingin
yang terkenal dari Umberto Eco, seorang
dimanfaatkan, lebih daripada itu nilai
filsuf dan novelis terkenal dari Italia.
tanda (sign value) menjadi faktor lain yang
Melalu pernyataan itu, busana tidak hanya
ikut mendampingi penggunaanya.
dikenal sebagai pelindung tubuh ataupun
bentuk moral kesopanan seseorang, namun 4.1 Akar Sejarah Seragam Sekolah
juga sebagai suatu cara berkomunikasi. sebagai Busana di Indonesia
Dalam buku yang berjudul Manwatching:
Awal masuknya pendidikan dalam
A Field Guide to Human Behavior (1977)
manifetasi sekolah di Indonesia melalui
menjelaskan bahwa pakaian itu
kebijakan Politik Etis oleh Kolonial
menampilkan peran sebagai pajangan
Belanda. Politik Etis atau yang sering
dikenal Politik Balas Budi ialah tanggung memiliki perbedaan yang signifikan.
jawab moral penjajah dengan memberikan Seragam sekolah selain diartikan jenjang
kesejahteraan bagi bumiputera atau pendidikan yang ditempuh, namun juga
masyarakat local di Hindia Belanda. untuk mengidentifikasikan status sosial
Pendidikan merupakan salah satu dari tiga atau golongan pelajar tersebut. Seragam
politik etis, yaitu irigasi, imigrasi, dan yang dipakai oleh pelajar dari golongan
edukasi (pendidikan). Setalah berjalannya Belanda dan Eropa menggunakan kemeja
politik etis, sekolah-sekolah mulai putih khas Eropa dengan celana panjang
bermunculan di Hindia Belanda. putihnya. Sedangkan jenis seragam pelajar
golongan bumiputera terbagi dua, yaitu:
Di Jawa awal abad ke-20, pakaian
pertama, dengan baju surjan dan kain batik
sebagai media etika, estetika yang
wiru dengan tambahan blangkon, kedua
kemudian begeser menjadi status, dan
mulai mengikuti gaya busana khas Eropa
simbolis dapat terjadi karena kebijakan
yang serba putih namun kadang
yang diterapkan oleh pemerintah kolonial
dikombinasikan dengan sarung pengganti
Hindia-Belanda. Dalam seluruh lapangan
celana panjang ataupun blankon di kepala.
kehidupan masyarakat di Jawa (aktvitas
Munculnya gelombang busana bumiputera
sosial, aktivitas ekonomi, aktivitas religi,
yang mengombinasikan design Eropa dan
dan lain sebagainya), pemerintah kolonial
kedaerahan menunjukkan adanya
Hindia Belanda menyusun tata cara
keinginan dari mereka untuk
berpakaian bagi seluruh masyarakatnya
menyamaratakan posisi kelas yang selama
baik yang berasal dari luar (Eropa, China,
ini dirasa penuh diskriminasi.
Arab) dan masyarakat pribumi. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah kolonial
sebagai upaya untuk melakukan kontrol
terhadap kehidupan sosial di Jawa, selain
sebagai kontrol, kebijakan ini juga menjadi
pertanda antara penguasa dan orang-orang
yang dikuasainya (Margana 2010: 127).
4.2 Seragam Sekolah dengan Citra, Sumber: SK DITJEN Pendidikan Dasar dan
Menengah 1982
Makna, dam Tujuan Pemakaiannya
hasil keputusan di masa Orde Baru. Lewat pakaian seragam sekolah adalah pakaian
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan ayat 2a dan 2b). Penjelasan lanjut alasan
Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah dan kesatuan antar siswa, memperkuat