Anda di halaman 1dari 15

STUDI SEMIOTIKA SERAGAM PELAJAR JENJANG SEKOLAH

MENENGAH ATAS DI INDONESIA


Abbiyah Kamilah 5118001
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, dan Ilmu Hukum, Universitas Serang Raya
Abbiyahkamilah20@gmail.com

ABSTRAK

Seragam sekolah merupakan salah satu jenis busana yang lazim dimiliki masyarakat
Indonesia yang menempuh bangku pendidikan formal. Pendidikan formal terdiri dari
beberapa jenjang pendidikan, salah satunya adalah jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dalam perkembangan pendidikan Indonesia, sudah lekat istilah putih abu-abu yang menjadi
identitas kelompok pelajar dari jenjang pendidikan tersebut. Putih ialah warna kemeja
sedangkan abu-abu ialah warna celana/rok. Penggunaan identitas putih abu-abu pada seragam
SMA dimulai pada pemerintahan Orde Baru hingga sampai sekarang. Identitas besar dalam
kelompok pelajar ini tentunya menghadirkan diskursus yang luas dari fungsi pengaturan
seragam di pendidikan formal sampai pemaknaan dari pemilihan warna putih abu-abu
tersebut. Pada jurnal ini, peneliti melakukan kajian ilmiah berupa studi pemaknaan seragam
pelajar jenjang sekolah menengah atas di Indonesia sebagai busana dengan menggunakan
teori semiotika. Selain itu, melalui jurnal ini juga peneliti membahas beberapa pandangan
kritis tentang pentingnya pengaturan seragam pada pendidikan formal dengan menggunakan
teori pendidikan kritis. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif deskriptif
dan studi kepustakaan.

Kata Kunci: Seragam, Identitas, Sekolah Menengah Atas

ABSTRACK
Keywords: Uniform, Identity, Senior High School
1. PENDAHULUAN maupun kegiatan formal yang dijalankan.
Dalam sistem pendidikan nasional, ada
Dalam masyarakat modern
tiga jenjang pendidikan utama dalam
Indonesia, sekolah masih menjadi pilihan
sekolah, yaitu Sekolah Dasar (SD),
utama bagi setiap orangtua untuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan
memberikan pendidikan bagi anaknya.
Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain
Sekolah menjadi wajah utama dari
itu, masing-masing dari jenjang tersebut
pendidikan formal di Indonesia. Kehadiran
juga memiliki jenjang yang sederajat,
sekolah sebagai insturmen pendidikan
seperti SMA dengan Sekolah Menengah
tentunya menghadirkan kelompok pelajar
Kejuruan (SMK).
sebagai bagian baru dalam masyarakat.
Kelompok pelajar inilah yang akan Jenjang SMA sendiri memiliki
mendapatkan posisi yang lumayan identitas yang sangat melekat di
dihormati karena kehadirannya diharapkan masyarakat, yaitu putih abu-abu. Putih
menciptakan inovasi dalam skala abu-abu ini sendiri merupakan warna
perubahan sosial masyarakat. pokok busana wajib jenjang SMA yang
ditetapkan sejak pemerintah Orde Baru.
Untuk mengidentifikasi kelompok
Hingga sampai sekarang, warna ini terus
pelajar di dalam masyarakat Indonesia
melekat dengan diperkuat Peraturan
tidak sesulit seperti masa pasca
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
kemerdekaan yang jumlahnya masih
nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian
sangat sedikit. Selain berbicara kuantitas,
Seragam Sekolah bagi Peserta Didik
tentunya aktivitas dan identitas tentu
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
menjadi poin tersendiri yang mendukung
indentifikasi tersebut. Contohnya, setiap Kehadiran seragam sekolah bagi
pagi pada hari kerja, banyak anak-anak kelompok pelajar di Indonesia tidak bisa
yang terlihat menggunakan seragam dipisahkan dari nilai-nilai kedisiplinan,
menuju sekolahnya. Seragam itu terlihat kerapian, dan keteraturan pelajar dalam
rapi dengan memasukkan bagian bawah melaksanakan pendidikan. Selain itu,
kemeja pada celana serta penggunaan dasi seragam juga diharapkan meningkatkan
menambahkan kesan intelektualnya. nasionalisme dari kelompok pelajar demi
kemajuan bangsa. Harapan lain
Seragam sekolah ini beragam
dimaksudkan agar menjadi pemersatu
jenisnya, tergantung jenjang pendidikan
perbedaan dari latar belakang setiap
yang ditempuh masing-masing individu
pelajar, baik latar belakang ekonomi Penulis berharap melalui kajian
maupun perbedaan suku, agama, ras, dan ilmiah ini dapat menganalisa seragam
antar golongan (SARA). Walaupun dalam pelajar jenjang sekolah menengah atas di
kenyataannya masih diberikan Indonesia melalui studi semiotika.
penyesuaian bagi pelajar dengan latar Penelitian ini akan mengkaji tanda-tanda
belakang tertentu, seperti pelajar yang tersimpan dalam seragam putih abu-
perempuan beragama Islam dapat abu dan fenomena sebagai bagian busana
menggunakan kemeja lengan panjang, rok dalam masyarakat yang menceritakan citra
panjang sampai mata kaki, dengan dan fungsi pemakainnya.
tambahan jilbab putih.
2. METODE PENELITIAN
Kehadiran seragam sekolah secara
Penelitian ini menggunakan
umum dan putih abu-abu secara khusus
pendekatan deskriptif kualitatif yang
pada jenjang SMA sejak tahun 1982
berlandaskan fenomena atau realita yang
bukannya tanpa pertentangan. Ada yang
terjadi di lapangan. Hal ini sesuai dengan
memiliki pandangan bahwa kehadiran
pembahasan pada penelitian ini yang akan
seragam sekolah sebagai identitas tidak
dideskripsikan secara terperinci
memiliki pengaruh yang jelas pada
berdasarkan fenomena busana sebagai
kedisiplinan, nasionalisme, maupun
strategi komunikasi. Dalam penelitian ini,
pemersatu perbedaan latar belakang.
data yang dianalisa adalah seragam
Kebanyakan pendapat yang tidak
sekolah dari jenjang Sekolah Menengah
menyetujui seragam sekolah ini
Atas di Indonesia.
beranggapan kalau penetapan seragam
sebagai busana wajib kelompok pelajar Dalam penelitian ini, semiotika
merupakan budaya militerisme dan digunakan sebagai alat analisis untuk
pembatasan kebebasan berekspresi. Belum mengungkap citra dan nilai yang ada
lagi muncul beberapa kasus praktik dibalik penetapan seragam putih abu-abu
komersialisasi seragam sekolah yang bagi pelajar SMA. Objek dalam penelitian
mengakibatkan banyak pelajar yang tidak ini adalah corak dan atribut seragam
mampu mengaksesnya dengan mudah. jenjang SMA serta akar sejarah hadirnya
Beberapa kasus penggunaan identitas busana ini di Indonesia..
sekolah dalam busana malah
memunculkan tindak kekerasan antar Teknik pengumpulan data dalam

pelajar. penelitian ini dilakukan dengan cara


observasi studi literatur. Adapun literature dan hubungannya dengan manusia yang
yang dimanfaatkan, yaitu buku, jurnal, menggunakan tanda tersebut.
media daring, Kamus Besar Bahasa 2. Kajian tentang kode, yakni
Indonesia, peraturan, dan pengamatan sistem yang membentuk atau
potret sejarah. mengorganisasikan tanda, serta bagaimana
kode terbentuk sehingga membuat
3. KAJIAN TEORI
berbagai macam variasi makna yang

Semiotika berkembang sesuai dengan kesepakatan


masyarakat.
Semiotika pada hakekatnya 3. Kajian tentang budaya, dimana
merupakan studi analisis tentang tanda kode dan tanda saling berhubungan dan
berikut fungsi-fungsinya dalam suatu digunakan oleh masyarakat budaya
sistem. Dalam Kamus Besar Bahasa tertentu.
Indonesia (KBBI), semiotika diartikan Semiotika pada dasarnya
sebagai ilmu (teori) tentang lambang dan memberikan kita pandangan lain dalam
tanda (dalam bahasa, lalu lintas, kode usaha kita mengidentifikasi serta
morse, dan lain sebagainya), keilmuan ini menginterpretasikan tanda-tanda di
diketahui sebagai semiologi. sekeliling kita. Hingga kita mampu
menangkap pesan, nilai, dan makna yang
Ferdinand de Saussure, yang
sedang dipertunjukkan kepada sosial.
dikenal sebagai bapak linguistik modern
dan semiotika menjelaskan bahwa Pendidikan Kritis
semiologi adalah sebuah ilmu umum
tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji Pada mulanya, muncul gagasan

kehidupan dan tanda-tanda di masyarakat” popular yang mengkritisi paradigma pada

(a science that studies the life if signs sosial masyarakat menuju paradigma yang

within society). Sentra pemikiran bernilai positif. Lewat paradigma inilah

Sausssure yaitu konsep dikotomi mengenai menciptakan teori kritis yang memberikan

bahasa/tuturan. (Rahmawati 2020:219) gagasan lebih menuju masa depan


sehingga mampu untuk mengkritisi segala
Semiotika mencakup tiga bidang ilmu baik ilmu alam ataupun ilmu filsafat
kajian utama, yaitu: (Hariana 2013:449) secara menyeluruh. (Lubis 2006:13)
1. Kajian tentang tanda, yakni
mencakup kajian perbedaan jenis-jenis Teori kritis inilah yang membawa

tanda serta bagaimana cara membawa arti perkembangan pada paradigma pendidikan
kritis. Seorang cendekiawan pendidikan budaya (cultural display) karena ia
dan Muslim Indonesia, Mansour Fakih, mengkomunikasikan aplikasi budaya kita.
mengartikan bahwa paradigma pendidikan
Erving Goffman yang mencetuskan
kritis merupakan sebuah ajaran yang
Pendekatan Dramaturgis, menjelaskan
berpendidikan yang mengacu pada
bahwa mempresentasikan diri kepada
anggapan kritis kepada ideologi dominan
khalayak luas dengan salah satu caranya
mengacu pada pemikiran yang
yaitu tampilan dapat dianggap sebagai
berhubungan dengan masyarakat. (Faqih
suatu ‘pertunjukan’. Hal inilah yang
2001:22)
menjadi perdebatan bahwa apakah
Dalam perkembangan pendidikan presentasi diri seseorang yang dilakukan
kritis, Lather di tahun 1986 menyatakan dengan tampilan busana pakaian yang
ada tiga sumber yang dijadikan rujukan dikenakannya benar mencerminkan dirinya
sebagai basis teori dan metodologi secara apa adanya atau hanyalah sebuah
pendidikan kritis, yaitu Teori Kritis panggung pertunjukan yang ingin
Frankfurt, Pemikiran Hegemoni Antonio dipertontonkan kepada khalayak luas.
Gramsci, dan Pendidikan Pembebasan (Angelina & Triputra 2015:167)
(Humanisasi) Paulo Fraire. (Nuryanto
Busana digambarkan sebagai objek
2011:11)
yang mencitrakan nilai dan gaya hidup
4. PEMBAHASAN individu maupun suatu kelompok.
Perkembangan makna dari busana itu
“Saya berbicara melalui pakaian
menjelaskan bahwa nilai guna (use value)
saya.” Itu merupakan sebuah pernyataan
bukan hanya satu-satunya yang ingin
yang terkenal dari Umberto Eco, seorang
dimanfaatkan, lebih daripada itu nilai
filsuf dan novelis terkenal dari Italia.
tanda (sign value) menjadi faktor lain yang
Melalu pernyataan itu, busana tidak hanya
ikut mendampingi penggunaanya.
dikenal sebagai pelindung tubuh ataupun
bentuk moral kesopanan seseorang, namun 4.1 Akar Sejarah Seragam Sekolah
juga sebagai suatu cara berkomunikasi. sebagai Busana di Indonesia
Dalam buku yang berjudul Manwatching:
Awal masuknya pendidikan dalam
A Field Guide to Human Behavior (1977)
manifetasi sekolah di Indonesia melalui
menjelaskan bahwa pakaian itu
kebijakan Politik Etis oleh Kolonial
menampilkan peran sebagai pajangan
Belanda. Politik Etis atau yang sering
dikenal Politik Balas Budi ialah tanggung memiliki perbedaan yang signifikan.
jawab moral penjajah dengan memberikan Seragam sekolah selain diartikan jenjang
kesejahteraan bagi bumiputera atau pendidikan yang ditempuh, namun juga
masyarakat local di Hindia Belanda. untuk mengidentifikasikan status sosial
Pendidikan merupakan salah satu dari tiga atau golongan pelajar tersebut. Seragam
politik etis, yaitu irigasi, imigrasi, dan yang dipakai oleh pelajar dari golongan
edukasi (pendidikan). Setalah berjalannya Belanda dan Eropa menggunakan kemeja
politik etis, sekolah-sekolah mulai putih khas Eropa dengan celana panjang
bermunculan di Hindia Belanda. putihnya. Sedangkan jenis seragam pelajar
golongan bumiputera terbagi dua, yaitu:
Di Jawa awal abad ke-20, pakaian
pertama, dengan baju surjan dan kain batik
sebagai media etika, estetika yang
wiru dengan tambahan blangkon, kedua
kemudian begeser menjadi status, dan
mulai mengikuti gaya busana khas Eropa
simbolis dapat terjadi karena kebijakan
yang serba putih namun kadang
yang diterapkan oleh pemerintah kolonial
dikombinasikan dengan sarung pengganti
Hindia-Belanda. Dalam seluruh lapangan
celana panjang ataupun blankon di kepala.
kehidupan masyarakat di Jawa (aktvitas
Munculnya gelombang busana bumiputera
sosial, aktivitas ekonomi, aktivitas religi,
yang mengombinasikan design Eropa dan
dan lain sebagainya), pemerintah kolonial
kedaerahan menunjukkan adanya
Hindia Belanda menyusun tata cara
keinginan dari mereka untuk
berpakaian bagi seluruh masyarakatnya
menyamaratakan posisi kelas yang selama
baik yang berasal dari luar (Eropa, China,
ini dirasa penuh diskriminasi.
Arab) dan masyarakat pribumi. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah kolonial
sebagai upaya untuk melakukan kontrol
terhadap kehidupan sosial di Jawa, selain
sebagai kontrol, kebijakan ini juga menjadi
pertanda antara penguasa dan orang-orang
yang dikuasainya (Margana 2010: 127).

Dalam sebuah tulisan hasil


Gambar 1. Potret Pelajar Bumiputera
reportase Jacinda Nuurun Addunyaa di
Sumber: AyoKeSekolah.com
media online Tempo.co, seragam pelajar
dari golongan bumiputera dengan Eropa
kewajiban bagi pelajar. Ini dimaksudkan
untuk memupuk kedisplinan dan
kepatuhan anak-anak Indonesia. Metode
pendidikan ini dipilih oleh kolonial Jepang
dalam menunjang program indoktrinasinya
untuk mempersiapkan anak muda
Gambar 2. Potret Pelajar Eropa dan Indonesia untuk Perang Asia Raya.
Keturunan Campuran
Program pendidikan lebih ditonjolkan
Sumber: VOI.id
dengan rutinnya baris berbaris, upacara
Ada sebuah catatan yang dituliskan bendera setiap hari Senin, senam pagi,
oleh Niel yang menunjukkan diskriminasi sampai kerja bakti.
penggunaan busana pada kelompok pelajar
Seragam sekolah memang barang
pada masa penjajahan. “Banyak dokter-
wajib bagi pelajar, namun seragam
dokter muda pada tahun 1914, merasa
tersebut belum memiliki karkateristik yang
sakit hati dan tersinggung oleh perlakuan
menonjol. Gambaran besar dari seragam di
yang mereka terima sewaktu menjadi
masa ini adalah menekankan pada
mahasiswa STOVIA. Peraturan STOVIA
keseragaman bentuk. Kemeja lengan
yang mengharuskan semua orang Jawa dan
pendek putih dengan celana pendek putih
Sumatera yang bukan Kristen, memakai
tampak mendominasi busana para pelajar
pakaian pribumi bila sedang berada di
dari jenjang pendidikan. Design busana
sekolah. Dengan demikian, ini tentu saja
yang sangat sederhana ini mungkin
memaksa dokter-dokter muda ini tetap
ditujukan untuk memudahkan proses
berada dalam lingkungan masyarakat asli
pendidikan militeristime dalam sekolah
mereka, ataupun suatu usaha membuat
yang sering menggunakan fisik di luar
mereka puas dengan gaji yang agak kecil.
kelas dibandingkan mengasah otak di
Apapun alasannya sejumlah besar
dalam kelas. Seluruh pelajar diwajibkan
mahasiswa pribumi STOVIA menjadi
mencukur habis rambut sehingga tampak
tidak puas dengan perlakuan ini dan
seperti prajurit dibandingkan pelajar.
menganggap hal ini sebagai tanda
rendahnya kedudukan mereka di mata
orang Eropa”. (Niel 2009:87)

Pada masa penjajahan Jepang,


penggunaan seragam sekolah menjadi
Gambar 3. Potret Pelajar pada
Masa Kolonial Jepang
Gambar 4. Sketsa Penetapan Seragam
Sumber: GoodnewsfromIndonesia.id
Pelajar Jenjang SMA

4.2 Seragam Sekolah dengan Citra, Sumber: SK DITJEN Pendidikan Dasar dan
Menengah 1982
Makna, dam Tujuan Pemakaiannya

Seragam sekolah yang dipakai Dijelaskan dalam surat ketetapan

kelompok pelajar di Indonesia merupakan tersebut bahwa yang dimaksud dengan

hasil keputusan di masa Orde Baru. Lewat pakaian seragam sekolah adalah pakaian

gagasan Idik Sulaeman Nataatmadja untuk digunakan saat belajar di sekolah

sebagai Direktur Pembinaan Kesiswaan di yang diseragamkan dan pakaian yang

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan diatur bentuk/model, warna, tambahan

Menengah (1979-1983), disahkanlah Surat atribut serta cara penggunaannya (Pasal 1

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan ayat 2a dan 2b). Penjelasan lanjut alasan

Dasar dan Menengah nomor 052/C/Kep/D penyeragaman busana pelajar terdapat

82 tentang Pedoman Pakaian Seragam pada lanjutan Pasal 1 ayat 3, yaitu:

Sekolah Siswa Taman Kanak-Kanak, a. Menumbuhkan rasa persatuan

Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah dan kesatuan antar siswa, memperkuat

Tingkat Pertama, Sekolah Menengah jiwa korsa, juga rasa persaudaraan di

Tingkat Atas. antara mereka;


b. Memperkecil rasa kebanggaan
yang berlebih-lebihan dan mengembalikan
ke rasa bangga yang wajar terhadap
sekolahnya masing-masing;
c. Memperkecil perbedaan status
sosial dan keluarga dari mana murid/siswa
berasal.
Penetapan warna putih dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
corak abu-abu yang menonjol pada busana nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian
pelajar jenjang SMA memiliki makna Seragam Sekolah bagi Peserta Didik
kedewasaan dan ketenangan. Hal-hal yang Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
diatur dalam penggunaan seragam pelajar Dalam peraturan baru ini, dibuat tujuan
jenjang SMA ialah sebagai berikut: baru dari penetapan penyeragaman busana
1. Seragam harian perempuan, pelajar, yaitu:
mengenakan blus berwarna putih lengan 1. menanamkan dan menumbuhkan
pendek (lengan panjang bagi pelajar rasa nasionalisme, kebersamaan, serta
beragama Islam), rok berwarna abu-abu memperkuat persaudaraan sehingga dapat
pendek di bawah lutut (panjang di bawah menumbuhkan semangat kesatuan dan
mata kaki bagi pelajar beragama Islam), persatuan di kalangan peserta didik;
ikat pinggang, kaos kaki berwarna putih, 2. meningkatkan rasa kesetaraan
dan sepatu model putri bentuk rendah tanpa memandang kesenjangan sosial
berwarna hitam; ekonomi orangtua/wali peserta didik;
2. Seragam harian laki-laki, 3. meningkatkan disiplin dan
mengenakan kemeja berwarna putih tanggung jawab peserta didik serta
lengan pendek, celana berwarna putih kepatuhan terhadap peraturan yang
panjang sampai mata kaki, ikat pinggang, berlaku;
kaos kaki berwarna putih, dan sepatu 4. menjadi acuan bagi sekolah
model putra bentuk rendah berwarna dalam menyusun tata tertib dan disiplin
hitam; peserta didik khususnya yang mengatur
3. Tambahan lainnya, topi warna pakaian seragam sekolah.
abu-abu putih, dasi warna abu-abu, badge
OSIS SMA di saku depan blus/kemeja,
tanda lokasi-tertulis nama sekolah, nomor,
dan Kota/Kabupaten pada lengan
blus/kemeja bagian kanan, dan tanda nama
pada bagian depan kanan dada
blus/kemeja.

Hingga sekarang, penggunaan


Gambar 4. Sketsa Penetapan Seragam
corak putih abu-abu ini masih digunakan Pelajar Jenjang SMA
hingga sekarang dengan dasar Peraturan Sumber: Permendikbud 2014
Dalam penetepan yang diatur kemampuan intelektual yang lebih tinggi
dalam penggunaan seragam pelajar jenjang daripada masyarakat pada umumnya.
SMA pada masa sekarang, tidak memiliki
Di sisi lain, pembedaan busana
perbedaan yang jauh dengan masa Orde
yang dipakai pada pelajar Eropa dengan
Baru. Hanya perubahan pemakaian blus
Bumiputera untuk mengidentifikasikan
pada perempuan menjadi kemeja.
status sosial atau golongan pelajar
Kemudian diberikan juga penambahan
tersebut. Inilah kebijakan yang menjadi
badge merah putih di atas saku kemeja.
pertanda antara penguasa dan orang-orang
Hal ini untuk memberikan tanda citra
yang dikuasainya
nasionalisme pada kelompok pelajar di
Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang,
penggunaan busana pelajar yang
4.3 Penggunaan Seragam pada Pelajar
diseragamkan merupakan indoktrinasi
dalam Perspektif Teori Pendidikan
militeristime. Pendudukan Jepang di
Kritis
Indonesia bertujuan untuk meraup sumber
Jika ditarik ke belakang, daya alam bagi pasokan perang dan
munculnya penetapan seragam pada pembangunan Jepang serta sumber daya
pelajar di Indonesia setiap masanya manusia yang akan dijadikan tenaga di
memiliki citra, makna, dam tujuan yang masa Perang Dunia II. Design yang dipilih
berbeda. Riset ini membagi tiga masa cenderung sederhana, dengan kemeja dan
kemunculan seragam sekolah, yaitu masa celana biasa tanpa corak atau atribut yang
penjajahan Belanda, masa penjajah menonjol.
Jepang, hingga Orde Baru.
Hal ini dimaksudkan kolonial
Pada masa penjajahan Belanda, Jepang agar penggunaan busana tersebut
penggunaan seragam hanyalah memudahkan latihan-latihan fisik yang
kepanjangan dari aturan yang sudah ditempa pada pelajar Indonesia. Adanya
berlaku di Eropa sana. Sekolah-sekolah di semangat disiplin yang ditanamkan pada
Eropa, terkhususnya Belanda, mewajibkan keseragaman ini menunjukkan sistem
pelajarnya dengan seragamnya yang pendidikan yang pada saat itu terbelenggu
bercorak putih-putih dengan kemeja dan kepentingan militerisme Jepang
celana/rok. Penggunaan busana jenis ini
Pada masa Orde Baru, mulai
tampak jelas menunjukkan citra kaum
ditetapkan pemberian corak yang
pelajar yang memiliki moral beradab dan
menonjol pada masing-masing jenjang beberapa masalah dan juga penetangan
pendidikan. Putih merah pada Sekolah dari segelintir pemikir. F. Wawan Setyadi,
Dasar yang mencitrakan energi dan seorang Jesuit dan penulis karya-karya
keberanian pada anak-anak yang punya filsafat pernah menuturkan di bukunya
semangat untuk belajar hal yang baru, yang berjudul Menjadi Manusia Bebas,
putih biru pada Sekolah Menengah “melihat semua siswa berseragam rapi
Pertama yang mencitrakan komunikasi dan mungkin terasa lebih mudah dan
percaya diri pada remaja yang mulai menyenangkan daripada membiarkan anak
meningkatkan sosialisasi kehidupan yang didik memilih sendiri pakaian yang hendak
lebih luas, serta putih abu-abu pada mereka kenakan saat bersekolah. Namun,
Sekolah Menengah Atas yang mencitrakan dengan penyeragaman tidak ada yang
kedewasaan dan ketenangan bagi remaja dapat dipertanggungjawabkan. Cuma
munuju masa dewasanya. orang yang bebas yang dapat dimintai
pertanggungjawaban.”
Selain untuk memberikan citra
yang berbeda pada setiap jenjang Penuturan beliau bisa dibuktikan
pendidikan, hal ini sebenarnya ditetapkan secara objektif di mana tempatnya sempat
agar muncul rasa kebanggaan pada bangsa mengajar. SMA Swasta Kolese de Britto di
dan negara sendiri. Pemilihan corak ini Yogyakarta, terkenal dengan aturannya
murni dipikirkan menjadi ciri khas busana yang tidak mewajibkan pelajarnya untuk
pelajar di Indonesia yang tidak dimiliki menggunakan seragam, terkecuali pada
pelajar di negara lain. hari Senin dan ketika upacara bendera.
Selain itu, pelajar di sana juga tidak terikat
Sayangnya penetapan seragam ini
dengan aturan memotong rambut sehingga
tidak memberikan tujuan yang berbeda
tidak asing melihat mereka berambut
dari penetapan seragam pada masa
gondrong. Penetapan kebebasan memilih
Penjajahan Belanda. Berbicara anti
busana di sekolah merupakan wujud
diskriminasi, nasionalisme, kedisiplinan,
penegakan kebebasan ekspresi di ranah
dan kepatuhan pada negara. Tujuan-tujuan
pendidikan menengah. Tentunya dengan
yang hingga hari ini tidak ada pembuktian
beberapa batasan dalam aturan sekolah
objektif, yang tentunya bermuara pada
yang membuat kebebasan itu masih dalam
sumber daya manusianya.
batas wajar dan tidak mengganggu

Penetapan penyeragaman busana kebebasan individu yang lain. Soal

pada pelajar ini sudah menimbulkan pertanggungjawaban, SMA swasta ini


mendapatkan predikat skor sekolah swasta proses pencarian. Tidaklah mengherankan
terbaik di Yogyakarta berdasarkan skor jika konsep pendidikan gaya bank
UTBK dari LTMPT tahun ini. Belum lagi memandang manusia sebagai makhluk
dengan sederet prestasi akademik dan non- yang dapat di samakan dengan sebuah
akademik pelajarnya tanpa meninggalkan benda dan gampang di atur.” (Freire
nila-nilai tanggung jawab dan anti 2008:53)
diskriminasi.
Pandangan kritis terhadap disiplin
George Carlin, seorang comedian dan aturan yang membelenggu kebebasan
cerdas peraih Grammy Award pernah pelajar seharusnya memantik revolusi
mengecam sekolah dengan pernyataan ini, sistem pendidikan, terkhususnya sistem
“(Pada seragam sekolah) Bukankah pendidikan di Indonesia. Kondisi busana
sekolah-sekolah ini cukup merusak yangs seragam hanya membentuk
sehingga membuat semua anak berpikiran paradigma yang terkungkung dalam
hal yang sama, sekarang mereka harus penjara aturan. Berbicara efektifitas,
membuatnya terlihat mirip juga?” kedisiplinan tampak berhenti pada
Kecaman ini cukup menampar sistem lingkungan sekolah dan saat pelajar sudah
pendidikan yang masih menggunakan di lingkungan yang berbeda, tidak ada
cara-cara kuno untuk mendisiplinkan jaminan kedisiplinan itu masih bertahan.
pelajar. Bahkan di lingkungan sekolah sekalipun
masih muncul perilaku-perilaku tidak
Paulo Freire memberikan kritik
disiplin yang masif dipraktekkan pelajar.
pada konsep pendidikan gaya bank,
pendidikan yang menyamaratakan dan Padahal membangun kedisiplinan
mengatur kepada pelajar layaknya kepada bisa dimulai lewat etos gotong royong
suatu benda. “pengetahuan adalah pelajar saat berada di dalam ataupun luar
merupakan sebuah anugerah yang di kelas maupun juga pemberian tanggung
hibahkan oleh mereka yang menganggap jawab yang dikerjakan secara berkala
diri berpengetahuan kepada mereka yang lewat proses belajar mengajar. Jika mereka
di anggap tidak memiliki pengetahuan apa- diberikan kebebasan dengan beberapa hal
apa. Menganggap bodoh secara mutlak yang menjadi batasan, bisa berarti sekolah
pada orang lain, sebuah ciri dari ideologi sedang mengajarkan pelajar di Indonesia
penindasan, berarti mengingkari untuk bertanggung jawab secara kolektif.
pendidikan dan pengetahuan sebagai
Tujuan untuk menghapuskan SMA sebagai insan intelektual yang sangat
diskriminasi perekonomian pun menjadi dihormati di sosial masyarakat, terutama
tidak terbukti melihat masih harapannya dalam membangun peradaban
dikomersialisasikannya busana pelajar di Indonesia.
yang diseragamkan itu. Jika pelajar itu
Kondisi penyeragaman busana
tumbuh dalam keluarga yang bercukupan
pelajar bukannya tanpa kritik sosial.
sudah barang tentu dia dengan mudah
Terlebih dalam populernya teori
membeli perlengkapan sekolahnya
pendidikan kritis, belum terlihat secara
tersebut. Sedangkan untuk pelajar yang
objektif, seragam menurut citranya dapat
lahir dari keluarga yang miskin, sulit untuk
menghadirkan pelajar yang nasionalis,
berharap mereka dapat mengakses
disiplin, dan anti diskriminasi. Belajar dari
perlengkapan sekolah dengan kualitas dan
penetapan seragam yang sering
kualitas yang sama. Kesenjangan materi
menggunakan motif politik, rasanya
masih tampak jelas dalam ruang-ruang
pemerintah Indonesia dan stakeholder
kelas pelajar di Indonesia.
yang berkepentingan mulai merembukkan
5. KESIMPULAN guna ketetapan busana ini. Apalagi melihat
masih adanya bukti objektif kalau
Seragam sekolah merupakan
kedisiplinan bukan dibangun melalui
busana yang ditetapkan dalam sosial
aturan yang mengikat, namun kebebasan
masyarakat. Lahirnya seragam sekolah
yang bertanggungjawab.
pada setiap masa di Indonesia memiliki
citra dan tujuan yang berbeda-beda. DAFTAR PUSTAKA
Tergantung pada aktor negara yang
Angelina, M.S & Triputra, P. 2015.
merumuskan sistem pendidikannya.
Analisis Semiotik Fashion Ines
Dimulai dari masa penjajahan Belanda,
Ariani Sebagai Bentuk
masa penjajahan Jepang, sama masa Orde
Presentasi Diri. Jurnal
Baru.
Komunikasi. Vol. 7, No. 2.
Corak pada seragam sekolah
Fakih, Mansour. 2001. Pendidikan
jenjang pendidikan SMA berwarna putih
Popular: Membangun Kesadaran
abu-abu itu memiliki citra yang baik saat
Kritis. Yogyakarta: Insist
ditetapkan, yaitu kedewasaan dan
ketenangan. Design yang sederhana namun Freire, Paulo. 2008. Pendidikan Kaum
rapi tersebut menampilkan identitas pelajar Tertindas, Jakarta: LP3ES
Hariana. 2013. Kajian Semiotika Fashion Menengah nomor 052/C/Kep/D
Dengan Objek Desain Busana 82 tentang Pedoman Pakaian
Tradisional. Jurnal Ilmiah Seragam Sekolah Siswa Taman
Pendidikan Tata Boga FT UNY. Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
Vol. 8, No. 1. dan Sekolah Menengah Tingkat
Pertama, Sekolah Menengah
Lubis, Akhyar Yusuf. 2006. Deskontruksi
Tingkat Atas.
Epistemologi Modern. Jakarta:
Pustaka Indonesia Satu Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 45 tahun
Margana, Sri. 2010. Kota-Kota di Jawa:
2014 tentang Pakaian Seragam
Identitas Gaya Hidup dan
Sekolah bagi Peserta Didik
Permasalahan Sosial.
Jenjang Pendidikan Dasar dan
Yogyakarta: Ombak
Menengah

Niel, van. Robert. 2009. Munculnya Elite


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Modern Indonesia. Jakarta:
Pustaka Jaya

Nuryanto, M. A. 2011. Mazhab


Pendidikan Kritis Menyingkap
Relasi Pengetahuan Politik dan
Kekuasaan. Yogyakarta: Resist
Book

Rahmawati, N. M. 2020. Fashion Sebagai


Komunikasi: Analisa Semiotika
Roland Barthes Pada Fashion
Agus Harimurti Yudhoyono
(AHY): Dalam Pemilihan
Gubernur Jakarta. Jurnal Ilmiah
Bahasa dan Sastra. Vol. 4, No.
1.

Surat Keputusan Direktur Jenderal


Pendidikan Dasar dan

Anda mungkin juga menyukai