Anda di halaman 1dari 7

Seragam Masih Menjadi Hal yang Esensial di Dunia Pendidikan

Leksy zalnito (2301137386)

Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Riau

Seragam telah menjadi identitas sekolah di Indonesia, terutama pada jenjang

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Seragam juga telah berperan penting

sebagai sarana pemersatu di antara pelajar-pelajar di Indonesia yang masih

digunakan hingga saat ini. Namun terjadi beberapa perbedaan pendapat tentang

pentingnya seragam dalam pendidikan, terutama pendidikan dasar hingga tinggi.

Ada yang berpendapat bahwa seragam harus dihapuskan dengan alasan-alasan

tertentu yang mendukungnya, sebagian lagi berpendapat bahwa seragam harus tetap

diberlakukan dengan alasan-alasan yang mendukung pula. Menurut pendapat saya

seragam masih dan sangat penting dalam dunia pendidikan, dapat kita lihat bahwa

seragam begitu memberikan dampak besar dalam pendidikan terutama dari sekolah

dasar, menengah, hingga tinggi. Hal pertama yang membuat seragam masih

dibutuhkan ialah seragam mengurangi kesenjangan sosial yang pasti terjadi jika

seragam ditiadakan, yang kedua meningkatkan kedisiplinan siswa dan siswi sejak

pendidikan dasar yang menjadi bekal untuk masa depannya kelak, dan yang terakhir

sebagai identitas yang nantinya menjadi pembeda atau jenjang hierarkis antar

tingkatan pendidikan.
Dengan adanya seragam maka siswa-siswa akan lebih berfokus terhadap

kesamaan antar sesama, tidak adanya perbedaan di antara siswa dalam hal

berpakaian. Siswa tidak akan menjadi orang yang hedon ketika pergi ke sekolah

dengan menggunakan pakaian dengan desainer mahal (Daniels, 1987). Tidak

adanya perbedaan ini tentu juga turut mengurangi tindak kejahatan di kalangan

siswa, seperti perundungan dan perkelahian. Sebagai bukti empiris penurunan

tindak kejahatan di sekolah yang mewajibkan seragam ialah penerapan di Long

Beach Unified School District, ada penurunan sekitar 51% akan tindak kejahatan

perkelahian di antara siswa sekolah dasar dan menengah sejak 2 tahun aturan

seragam diberlakukan di sekolah tersebut (Schachter, 2005). Dari data tersebut

dapat kita lihat bahwa betapa berpengaruhnya seragam dalam dunia pendidikan,

perundungan dan kejahatan tidak dapat dilihat dengan mata kanan yang tertutup

maupun kiri, kejahatan dalam pendidikan akan mempengaruhi mental anak untuk

masa depannya. Anak yang telah mengalami perundungan akan terkena trauma

untuk menjalani aktivitas sosialnya terutama dalam pendidikan, tentunya ini akan

berpengaruh terhadap perkembangan SDM suatu negara. Kita tahu sendiri bahwa

budaya geng dalam sekolah adalah suatu hal yang sering kita dapati. Budaya geng

merupakan suatu prevelensi atau aktivitas siswa yang mengasosiasikan dirinya

dengan geng atau aktivitas kelompok (Nash, N & Bhattacharya, K, 2009).

Selain mengurangi kesenjangan sosial, seperti yang telah dikatakan

sebelumnya seragam juga berperan sebagai bentuk kedisiplinan siswa dan siswi

dalam berpendidikan. Kewajiban berseragam sendiri yaitu untuk mendidik siswa


agar dapat menerapkan kedisiplinan dalam kesehariannya (Wasono, 2019). Hal ini

tentunya mendidik siswa agar lebih disiplin dengan cara beretika, sebab etika

sendiri secara etimologi adalah sesuatu yang timbul dari kebiasaan. Maka dengan

membiasakan kedisiplinan sejak sekolah dasar akan berimplikasi kepada masa

depan siswa kelak, terutama dalam dunia pekerjaan (ibid). Ketika siswa telah biasa

menggunakan seragam yang dituntut dalam kerapian maka di dunia kerja mereka

akan terbiasa dengan hal tersebut. Berpakaian bebas akan membuat siswa tidak

terbiasa dengan adanya aturan, dengan berseragam maka siswa secara tidak

langsung telah melakukan atau tunduk terhadap suatu aturan, ini sangat berguna

dalam pendidikan dasar yang membekali dan menjadi dasar dalam pembentukan

karakter setiap siswa. Ini semacam pengendalian umum bagi otoritas, kebijakan

seragam yang dituntut untuk diberlakukan setiap hari tanpa disadari siswa telah

patuh terhadap kebijakan otoritas yang ada (Bourdieu 1977). Dengan tidak adanya

seragam maka siswa tidak terbiasa dengan adanya aturan terutama berpakaian,

terlebih lagi dalam dunia pekerjaan , terutama instansi yang setiap harinya memakai

seragam.

Disiplin berpakaian dalam seragam tidak hanya terbatas dalam baju dan

celana, aksesoris pelengkap seragam juga dapat diatur dalam hal berpakaian seperti,

ikat pinggang, sepatu, dan kaus kaki. Bahkan di Jepang sendiri dari data yang

diambil dalam Jurnal Fashion Theory, Wearing Ideology: How Uniforms Discipline

Minds and Bodies in Japan oleh Brian McVeigh jumlah lipatan rok juga dihitung

dalam hal berpakaian. Jumlah lipatan yang harus dimiliki rok yakni 24 hingga 28
lipatan (McVeigh, 2017). Di Indonesia sendiri hal-hal yang terperinci yang sering

diatur ialah sepatu, biasanya sekolah membuat aturan wajib bersepatu hitam, begitu

juga dengan tali sepatu. Namun beberapa sekolah seperti yang saya teliti yakni

SMKN 4 Pekanbaru, meringankan siswa dengan adanya regulasi sepatu hanya dari

hari Senin-Kamis, pada hari Jumat siswa bebas dari aturan sepatu tersebut. Juga ada

regulasi kaus kaki yang saya amati di SMPN 40 Pekanbaru yang menetapkan wajib

berkaus putih polos. Hal ini saya amati pada tahun 2017-2018 lalu.

Hal yang terakhir sebagai pendukung akan esensialnya seragam adalah

identitas, yang merupakan peran nyata dan tampak secara jelas dari seragam.

Seragam merupakan simbol yang menunjukkan bahwa siswa tersebut adalah

seorang pelajar (Wasono, 2019). Dapat dilihat di setiap seragam akan ada identitas

sekolah siswa yang bersangkutan dan juga adanya perbedaan tingkatan dalam

pendidikan. Dengan adanya seragam di sekolah maka menunjukkan bahwa siswa

tersebut adalah seseorang yang sedang menuntut ilmu atau menempuh pendidikan,

dapat ditarik pernyataan ini dari kontemplasinya di Jepang, bahwa orang-orang di

Jepang mengenakan pakaian sesuai dengan perannya (Buruma 1983, 70). Dengan

begitu maka ketika siswa berseragam itu merupakan simbol identitas bahwa siswa

tersebut sedang menempuh pendidikan, dengan begitu siswa tersebut lebih terlihat

formal. Identitas dan pemisah jenjang sangat berperan penting dalam keamanan,

ketika terjadi sesuatu maka kita dapat mengetahui identitas siswa tersebut dengan

cepat. Begitu juga dengan keamanan sekolah, tidak sembarang orang yang dapat

masuk ke pekarangan sekolah, seragam memudahkan kita dalam menentukan siapa


warga sekolah dan siapa yang tidak warga sekolah. Dan juga sebagai pemisah

tingkatan demi pengenalan secara visual. Ada beberapa sekolah yang terdiri atas 3

jenjang pendidikan, dengan adanya perbedaan seragam maka ini dapat dengan

mudah mengenali jenjang pendidikan seorang siswa, sebab regulasi dari pendidikan

dasar hingga tinggi akan berbeda.

Terlepas dari aspek pendukung wajibnya penerapan seragam ini, tentu ada

beberapa kelompok yang kontra terhadap pemberlakuannya. Ada beberapa alasan

yang menjadi landasan kontra wajib seragam, salah satu landasan utamanya ialah

kebebasan. Banyak murid yang merasa terkekang atas peraturan wajib seragam

dengan alasan cara murid merefleksikan diri mereka, seharusnya hal tersebut di luar

dari kekuasaan sekolah. DeMitchell & Fossey (2015, hlm. 228) mengatakan bahwa

“Benar, Jelas bahwa banyak orang merasa bahwa pakaian pribadi berada di luar

wewenang sekolah. Dia adalah masalah kebebasan pribadi…”. Walaupun

demikian, alasan-alasan kebebasan adalah alasan yang bersifat pribadi (egosentris).

Alasan lain adalah masalah biaya, banyak orang tua murid yang mengeluh akan

biaya seragam yang harus dibeli. Jawaban dari permasalahan ini adalah bahwa tidak

ada kewajiban murid atau orang tua membeli seragam dari sekolah, siswa hanya

diwajibkan mengenakan seragam dalam berpakaian, namun tidak wajib

membelinya disekolah yang bersangkut. Akan tetapi, penghapusan seragam jika

dilihat secara keseluruhan tanpa mengaitkan kepentingan pribadi justru lebih

banyak memberikan dampak negatif daripada positif. Oleh karena itu,


bagaimanapun kebijakan wajib seragam adalah hal yang paling tepat untuk

diberlakukan.

Esai ini telah menunjukkan bahwa wajib seragam memiliki argumen yang

lebih kuat dan pantas untuk dipertahankan. Alasan terkait kebebasan merupakan

alasan yang mengedepankan kepentingan pribadi, mereka yang mengatakan bahwa

seragam mengekang kepentingan mereka adalah mereka yang ingin merefleksikan

diri mereka melalui aspek visual, tepatnya pakaian. Mereka mengesampingkan

implikasi dari penghapusan seragam tersebut. Esai ini telah membahas bagaimana

akibat yang diberikan dengan adanya penghapusan seragam, seperti perundungan,

ketimpangan sosial, dan hedonisme. Sekolah merupakan tempat murid menuntut

ilmu, kebebasan berpakaian bisa didapatkan oleh murid di luar sekolah. Mengapa

kebebasan berpakaian harus diterapkan disekolah? Apakah hal tersebut

meningkatkan kemampuan akademik siswa maupun siswi? Tentunya hal itu tidak

berdampak signifikan dalam akademik murid. Justru seragamlah yang dapat

melatih murid menjadi pribadi yang lebih disiplin, berkarakter, dan memupuk rasa

persatuan di antara murid.


Daftar Pustaka

Brobeck, E. (2018, August 1). School Uniform Requirements: Effects On Student

Academic Performance. https://digitalcommons.hamline.edu/hse_all/4438

McCarty, J. M. (1999, August 1). The Effects of School Uniforms on Student

Behavior and Perceptions in an Urban Middle School.

https://digitalcommons.odu.edu/urbanservices_education_etds/40

McVeigh, B. (2017). Wearing Ideology: How Uniform Discipline Minds and

Bodies in Japan. Fashion Theory, 2(1), 189-214.

Nash, N. W., & Bhattacharya, K. (2009). Urban Middle School Principals’

Perceptions of a School Uniform Policy. Research and Practice in Social

Sciences , 2(4).

Wasono, M. P. J. (2019). Peningkatan Disiplin Berseragam Siswa Melalui

Bimbingan Kelompok. Prakarsa Paedagogia, 1(2), 54-64.

Anda mungkin juga menyukai