Anda di halaman 1dari 8

Implementasi Marhaenisme dalam Pendidikan Indonesia

IMPLEMENTASI MARHAENISME DALAM PENDIDIKAN INDONESIA


(Studi Pada Sekolah Rakyat Tunas Merdeka Kota Surabaya)

Syamsudin Duka
Program Studi S1-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
syamsudinduka@yahoo.co.id
Ali imron
Program Studi S1-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
aimron8883@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang SHQGLULDQ VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´
kota Surabaya, implementasi marhaenisme dalam sekolah rakyat, serta respon orang tua siswa terhadap
pendidikan Indonesia. Penelitian dilakukan di cabang GMNI kota Surabaya untuk menjelaskan fenomena
gerakan pendidikan yang dilakukan dengan mendirikan sekolah rakyat. Metode yang digunakan adalah
metode kualitatif dengan mengunakan pendekatan tiga kesadaran menurut Paulo Freire dan humanisme.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, pengamatan berpartisipatif, dan observasi
langsung atau survey, sedangkan teknis analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles dan
Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa ODWDU EHODNDQJ EHUGLULQ\D VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ NRWD
Surabaya yaitu sebagai bentuk keresahan kondisi pendidikan saat ini terhadap komersialisasi pendidikan,
sebagai wujud pengaktualisasian asas perjuangan marhaenisme, dan karena pendidikan yang belum
mampu membentuk masyarakat moralis. Proses implementasi marhaenisme GL VHNRODK UDN\DW ³7XQDV
0HUGHND´ meliputi empat tahapan yaitu mengatur jadwal kegiatan sekolah rakyat, melakukan pengkajian
mata pelajaran berdasarkan perspektif ideologi, memahami perilaku anak dengan melakukan suatu analisis
sosial, dan terakhir adalah penanaman budi pekerti. Respon orang tua siswa sekolah rakyat terhadap
pendidikan Indonesia saat ini didominasi oleh rasa kekecewaan terhadap sulitnya akses pendidikan bagi
masyarakDW NHFLO 2UDQJ WXD VLVZD VDQJDW PHQJDSUHVLDVL DGDQ\D VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ VHEDJDL
wujud pendidikan gratis yang dapat meringankan beban mereka dan menaruh harapan besar terhadap
organisasi-organisasi yang bervisi kerakyatan seperti GMNI.
Kata kunci: implementasi, marhaenisme, sekolah rakyat

Abstract
This study aims to describe the background of the founding from folk school "Tunas Merdeka" Surabaya,
implementation of marhaenism in the folk school and the parents' response to the education of Indonesia.
The research was conducted at GMNI branch of Surabaya city to explain the phenomenon of educational
movement which was done by establishing folk school. The method used is qualitative method by using
three consciousness approach according to Paulo Freire and humanism. Data collection techniques used
were interviews, participatory observation, and direct observation or survey, while data analysis techniques
used interactive analytical models of Miles and Huberman which included data reduction, data
presentation, and conclusion or verification. The result of this research reveals that the background of the
founding from the folk school "Tunas Merdeka" Surabaya is as a form of unrest in the current educational
condition towards the commercialization of education, as a form of actualization of Marhaenism's struggle
principle, and because education has not been able to form a moralist society. The process of implementing
marhaenism in the "Tunas Merdeka" folk school includes four stages: arranging the schedule of the folk
school, doing subjects based on ideological perspective, understanding the child's behavior by doing a
social analysis, and the last is the cultivation of manners. The SDUHQWV¶ response of folk school students to
Indonesian education is currently dominated by a sense of disappointment about the difficulty of access to
education for small communities. The parents really appreciate the existence of folk school "Tunas
Merdeka" as a form of free education that can ease their burden and also put great hopes on organizations
that have populist vision such as GMNI.
Keywords: implementation, marhaenisme, folk school

PENDAHULUAN pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama,


Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan pendidikan bisa dianggap sebagai sebuah proses yang
manusia yang tak pernah ditinggalkan. Sebagai sebuah terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara
proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai alamiah. Kedua, pendidikan dianggap sebagai proses

1
Paradigma. Volume 05 Nomer 03 Tahun 2017

yang terjadi secara sengaja dan diorganisasi berdasarkan ditawarkan sungguh mencengangkan. Sebagai contoh
aturan yang berlaku, terutama perundang-undangan yang misalnya, untuk setiap semester pada tahun ajaran
dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat 2016/2017, LBB Primagama untuk siswa SD (kelas 3, 4,
(nialovita.wordpress.com).
5), siswa SMP (kelas 7, 8,), siswa SMA (kelas 10, 11)
Tujuan dan pengorganisasian pendidikan mengikuti
ditentukan biayanya sebesar Rp.4.250.000-
arah perkembangan sosial-ekonomi yang berjalan. Jadi,
Rp.5.250.000 untuk satu kali program semester.
ada aspek material yang menjelaskan bagaimana arah
Sedangkan bagi siswa SD kelas 6, siswa SMP kelas 9,
pendidikan didesain berdasarkan siapa yang paling
atau siswa SMA kelas 12 biayanya Rp.7.500.000-
berkuasa dalam masyarakat tersebut. Seperti halnya
Rp.12.250.000. Hal tersebut berbeda lagi dengan LBB
analisis diskursus yang dikembangkan oleh Foucault
Ganesha Operation, bagi siswa SD dan SMP kisaran
bahwa kekuasaan selalu menentukan arah pengetahuan
biaya yang ditawarkan antara Rp. 4.350.000-Rp.
masyarakat. Bagi Foucault, pengetahuan bukanlah
7.350.000, sedangkan untuk siswa SMA Rp. 5.700.000-
sesuatu yang ada tanpa berhubungan dengan kekuasaan
Rp. 18.250.000. Untuk LBB Sony Sugema College,
yang sedang dijalankan dan pengetahuan menjadi tidak
biaya bagi siswa SD Rp. 3857.000-Rp.5.488.000, siswa
bebas nilai. Justru pengetahuan adalah peredaran negara
SMP Rp. 2.314.000- Rp.13.853.000, dan siswa SMA
dan perusahan multinasional yang dalam kerangka ini
Rp.4.074.000-Rp. 13.986.000. Biaya program reguler
tentu saja memajukan kapitalisme (Susetyo, 2005: 108).
yang begitu fantastis belum seberapa jika dibandingkan
Pendidikan merupakan sektor vital dalam
dengan biaya program jaminan yang banyak ditawarkan
pembangunan negara. Oleh karena itu, negara
LBB-LBB profesional tersebut hingga mencapai Rp.
berkewajiban untuk meningkatkan kualitas pendidikan
25.000.000 untuk sekali program.
bagi masyarakat. Seperti diatur dalam UUD 1945 pasal
Meskipun Lembaga Bimbingan Belajar (LBB)
31, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
merupakan lembaga pendidikan penunjang di luar
mendapatkan pendidikan. Pendidikan diasumsikan
lembaga formal sekolah, namun tetap saja mahalnya
berfungsi meningkatkan kualitas sumber daya manusia
biaya menjadikan pendidikan tidak lagi dapat diakses
yang merupakan salah satu unsur penting pembangunan.
secara adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat,
Namun, kondisi saat ini terlihat aparatur negara berusaha
khususnya masyarakat menengah ke bawah. Sistem
melepaskan tanggung jawab dalam isu pendidikan.
pengelolaan pendidikan oleh lembaga profesional telah
Penelitian Edi Subkhan memperkuat hipotesis ini.
mengarah ke industrialisasi dan kapitalisasi. Salah satu
Penelitian dengan judul ³Narasi Kapitalisme Global
contoh, LBB yang dikelola oleh mahasiswa Fakultas
Pendidikan Tinggi´, menggambarkan etika kampus
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
negeri tata kelolanya tidak berbeda dengan kampus
UNESA angkatan tahun 2012. Mahasiswa tersebut
swasta, terutama dalam aspek pendanaan. Negara
memungut biaya LBB kepada siswanya disesuaikan
kemudian memiliki alasan untuk tidak mendanai secara
dengan jenjang pendidikan siswanya. Misalnya, SMP
penuh biaya pendidikan bagi warga negaranya dan
sebesar Rp.30.000-Rp.50.000 per pertemuan; dan SMA
menyerahkan pendidikan tinggi kepada mekanisme
Rp.50.000- Rp.75.000.
pasar. Pada konteks ini, prinsip-prinsip kapitalisme dan
Masyarakat melihat mahasiswa seperti ini adalah
liberalisme berjalan dalam praktik pendidikan tinggi
mahasiswa yang mandiri, tidak membebankan orangtua.
(Subkhan, 2012: 14).
Namun, terlepas dari hal tersebut, perlu ditinjau kembali
Kapitalisasi pendidikan merupakan bukti nyata
hakikat dari seorang mahasiswa yang berfilosofi Tri
keberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang
Dharma Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah
semakin jauh. Kapitalisasi pendidikan mengakibatkan
³3HQJDEGLDQ .HSDGD 0DV\DUNDW´ :DODXSXQ GHPLNLDQ
lembaga-lembaga pendidikan berubah menjadi sebuah
mahasiswa tersebut tidak dapat disalahkan, sebab sistem
industri bukan lagi sebuah institusi yang menjadikan
pendidikan saat inilah yang membentunya seperti itu.
peserta didik hanya sebagai konsumen semata. Salah
Lembaga bimbingan belajar yang diharapkan menjadi
satu bentuk kapitalisasi pendidikan dalam koridor
penunjang kualitas pendidikan siswa, hari ini hanya
mekanisme pasar adalah menjamurnya Lembaga
dapat diakses oleh masyarakat dengan ekonomi
Bimbingan Belajar (LBB). Biaya LBB yang sangat
menengah ke atas. Sedangkan golongan menengah ke
mahal merupakan salah satu contoh pengakumulasi
bawah tidak bisa menikmati akses tersebut karena
modal bagi kaum-kaum kapitalis sehingga hanya
kesulitan dalam hal pembiayaan. Kondisi inilah yang
golongan tertentu saja yang dapat menikmatinya.
mendorong organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional
LBB ternama seperti Primagama, Ganesha
Indonesia (GMNI) cabang Surabaya berinisiatif
Operation, dan Sony Sugema College (SSC). Hasil
mendirikan sekolah rakyat agar masyarakat menengah
observasi menunjukkan bahwa biaya bimbingan yang
Implementasi Marhaenisme dalam Pendidikan Indonesia

ke bawah bisa memperoleh akses pendidikan secara ada pembatasan dari negara bagi warga negaranya guna
gratis. memiliki properti pribadi sehingga dimungkinkan
Hal ini sesuai dengan ideologi marhaenisme sebagai terjadinya akumulasi modal pada perorangan. Watak
ideologi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dasar kapitalisme adalah persaingan bebas dan
(GMNI) merupakan organisasi perjuangan yang lahir keuntungan material. Kapitalisme bersumber dari
dari keadaan masyarakat Indonesia karena berideologi liberalisme.
marhaenisme. Bung karno menyatakan bahwa pergaulan Liberalisme adalah paham yang menyatakan bahwa
hidup marhaenis adalah pergaulan hidup yang sebagian negara tidak boleh ikut campur tangan dalam berbagai
besar terdiri dari petani kecil, buruh kecil, pedagang sendi kehidupan warga negaranya, sehingga negara
kecil, pelajar kecil, kaum marhaen adalah semuanya hanya dibatasi kepada menjaga ketertiban umum dan
kaum kecil (Kasenda, 2014: 38-39). Maka dalam setiap penegakan hukum. Kapitalisme mempengaruhi dunia
kader GMNI melekat jiwa, roh dan semangat sebagai pendidikan karena prinsip kapitalisme digunakan
pejuang. GMNI mengutamakan perjuangan yang sebagai paradigma pendidikan.
terogarnisir dan sebagai mahasiswa marhaenis yang Penerapan sistem kapitalis dalam dunia pendidikan
progresif dan revolusioner. menimbulkan dampak buruk bagi negara. Salah satu
GMNI yang mempunyai moto pejuang pemikir ± dampak yang paling mendasar adalah biaya pendidikan
pemikir pejuang dalam artian kader GMNI harus bisa semakin mahal yang menyebabkan tidak semua
menciptakan ide-ide revolusioner untuk pembebasan masyarakat bisa mengakses pendidikan, sehingga akan
rakyat kecil, dibarengi dengan pengimplementasian semakin sedikit kesempatan bagi warga yang kurang
yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Salah satu mampu dalam memperoleh pendidikan. Akibatnya,
bentuk pembebasan rakyat kecil adalah dengan pemerataan pendidikan tidak akan bisa berjalan, karena
membentuk sekolah rakyat untuk golongan bawah masih banyak warga yang tidak mendapatkan
sebagai solusi pada dunia pendidikan. Isu tentang kesempatan untuk menempuh jenjang pendidikan
liberalisasi pendidikan dan kapitalisasi pendidikan (Samrin, 2015: 144).
pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya. Penelitian Moh. Sedangkan untuk penelitian Eroby Jawi Fahmi
Taufik (2014) tentang ³Resistensi Gerakan Mahasiswa (2008 WHQWDQJ ³3HQGLGLNDQ %HUEDVLV 0DV\DUDNDW 6WXGL
Terhadap Kapitalisasi Pendidikan: Studi Organisasi Tentang Rumah Pengetahuan Amartya, Bantul´,
(NVWHUQDO .DPSXV GL 8QHVD´, menjelaskan berbagai menjelaskan bahwa pendidkan berbasis masyarakat di
bentuk resistensi gerakan mahasiswa terhadap Rumah Pengetahuan Amartya (RPA) lahir dengan ide
kapitalisme pendidikan. Praktik kapitalisasi pendidikan besar untuk menghilangkan diskriminasi dalam
yang menjadikan pendidikan berorientasi pada pendidikan, menyamaratakan kesempatan memperoleh
keuntungan atau profit semakin menggejolak, sehingga pendidikan bagi kalangan miskin dan mendekatkan
mengakibatkan peserta didik menjadi korban dari sistem proses pendidikan dalam realitas kehidupan. Tujuan
tersebut. pendidikan berbasis masyarakat di RPA adalah untuk
Kondisi pendidikan secara nasional dapat dipahami menyediakan akses memperoleh pendidikan bagi
dari isu liberalisasi pendidikan yang merupakan masyarakat miskin secara gratis, menumbuh
konsekuensi dari keikutsertaan negara dalam mekanisme kembangkan pemahaman dan kesadaran akan realitas
pasar bebas melalui lembaga perdagangan dunia WTO sosial, politik dan ekonomi dengan melibatkan mereka
(World Trade Organization) pada tahun 1994, yang pada proses pendidikan, diharapkan kelak masyarakat
mensepekati liberalisasi dunia pendidikan dalam mengambil alih, mengolola dan menciptakan
kesepakatan GATS (General Agreement on Trade in komunitasnya sendiri (Fahmi, 2008: 80).
Services), sehingga terbentuklah otonomi kampus agar Sejauh mana kesamaan hasil penelitian yang telah
bisa mandiri untuk mencari dana. dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain bahwa,
Komersialisasi pendidikan terlihat jelas ketika kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan adalah sistem
muncul kebijakan dari kampus untuk menaikan biaya yang menindas bagi rakyat kecil dan instrumentasi
pendidikan, seperti kebijakan BPKP (Biaya Peningkatan perjuangan GMNI adalah ideologi yang lahir dan
Kualitas Pendidikan) pada tahun 2011 dan muncul berjuang bagi rakyat kecil, yaitu Marhaenisme. Sehingga
kebijakan UKT (Uang Kuliah Tunggal) pada tahun 2013 pada kenyataannya pemerintah telah menyalahi undang-
(Taufik, 2014: 6-7). undang dasar 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa
Senada dengan Moh. Taufik, kajian yang dilakukan seluruh warga negara berhak untuk mendapatkan
Samrin (2015) tentang ³Kapitalisme dan Pendidikan pendidikan. Sekolah rakyat merupakan bentuk
Liberal-Kapitalistik´, yang menjelaskan bahwa perjuangan GMNI untuk mengembalikan hakekat
kapitalisme adalah paham yang menyatakan bahwa tidak pendidikan seutuhnya yaitu memanusiakan manusia.

3
Paradigma. Volume 05 Nomer 03 Tahun 2017

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, Massa Aksi


penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar Massa aksi adalah suatu massa aksi yang didasari
belakang pendirian sekolah rakyat, mendeskripsikan pada kesadaran bersama atas tujuan perjuangan, massa
implementasi marhaenisme dalam sekolah rakyat Tunas aksi bukanlan gerakan yang harus dengan jumlah besar,
Merdeka Surabaya, dan mendeskripsikan respon tetapi setiap tindakan yang dapat melahirkan kesadaran
orangtua siswa terhadap pendidikan Indonesia. rakyat untuk menimbukan gerakan yang radikal-
revolusioner.
KAJIAN PUSTAKA Self Help dan Self Reliance
Marhaen, Marhaenis, dan Marhaenisme Self help adalah suatu gerakan yang tidak bergantung
Marhaen adalah kaum yang dimelaratkan oleh kepada kekuatan sesuatu pihak melainkan harus
sistem. Jadi, dia hanya mempunyai alat-alat produksi berdasarkan kekuatan sendiri. Dengan menggantungkan
yang serba minim, seperti cangkul, sawah sepetak, dan diri pada pihak lain maka dapat membuka peluang
seterusnya. Ini jauh berbeda dengan terminologi proletar. terhadap pihak lawan untuk mengkooptasi (membelokan
Proletar hanya menjual jasa, dan tidak punya alat gerakan dengan niat buruk) gerakan. Dengan dasar self
produksi. Proletar adalah basis untuk gerakan help, suatu gerakan akan memiliki self reliance
komunisme. Komunisme menggunakan teori (kepercayaan diri).
klassenstrijd (pertentangan kelas). Sedangkan
marhaenisme adalah asas pergerakan dan perjuangan Ideologi Pendidikan Menurut William F. Oneil
guna mengangkat kaum marhaen. Marhaenis adalah Ideologi pendidikan konservatif
kaum yang memperjuangkan rakyat kecil atau si Ideologi pendidikan konservatif terdiri dari tiga
marhaen guna mengangkat derajatnya. Marhaenisme tradisi pokok yaitu fundamentalisme pendidikan,
mengetengahkan klassen bewust (kesadaran kelas si intelektualisme pendidikan, dan konservatisme
miskin dan si kaya bersama berjuang menuju sosialisme pendidikan. Ketiga jenis ideologi pendidikan tersebut
atau masyarakat adil makmur berkesejahteraan) (www. memiliki perbedaan atau rentang mulai dari yang
kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id). mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif
tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau
Konsep Marhaenisme konsensus sosial yang sudah mapan.
Radikal-revolusioner Ideologi pendidikan liberal
Radikal-revolusioner adalah cara perjuangan untuk Ideologi pendidikan liberal seperti konservatif terdiri
melakukan perubahan secara mendasar dan cepat. dari tiga tradisi yaitu liberalisme pendidikan,
Radikal revolusioner tidak ada hubungannya dengan liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan
kekerasan, amuk-amukan, apalagi bunuh-bunuhan, tetapi ideologi-ideologi tersebut dari ungkapan yang kurang
cara perjuangan yang tidak hanya tambal sulam. Hal liberal, yakni liberalisme pendidikan hingga posisi yang
mendasar dari radikal-revolusioner adalah non- paling radikal adalah anarkisme pendidikan.
kooperatif.
Nonkooperatif Pendidikan Humanisme (Paulo Freire)
Nonkooperatif adalah perjuangan dengan tidak Humanisasi adalah fitrah manusia. Oleh karena itu,
melalui jalan kompromi, bukan perjuangan meminta- humanisasi adalah hak yang perlu diperjuangkan. Fitrah
minta, dan non-kooperasi ditujukan terhadap sistem ini yang seringkali diingkari, namun demikian dia justru
yang melakukan pemerasan dan penindasan, terhadap diakui dari pengingkaran tersebut. Pemikiran Freire
sistem yang menistakan kemerdekaan individu dan tentang humanisasi yang dilatarbelakangi oleh situasi
keadilan sosial. Terhadap system yang mendatangkan ketertimpangan di tempat asalnya memicu semangatnya
kesengsaraan dan penderitaan itulah non-kooperasi untuk membangkitkan upaya panyadaran terhadap
diarahkan. masyarakat agar dapat melihat sumber penyebab
Machtsvorming dan Machtsaanwending tarjadinya ketimpangan itu.
Machtsvorming adalah perhimpunan kekuatan yang Freire mengelompokkan masyarakat sebagai bagian
dilandasi satu kesatuan semangat dan cita-cita, satu dari penerima pendidikan atau dapat disebut sebagai
penyusunan kekuatan berdasarkan mental ideologi, dan peserta didik dalam konteks kemasyarakatan kedalam 3
merupakan sumber dalam menggunakan kekuatan bagian :
(machtsaanwending) dan bukan hanya himpunan orang 1. Peserta didik berkesadaran magis (semi transitif)
dalam jumlah yang banyak, bukan juga himpunan yang adalah konsep pendidikan ketika masyarakat
sifatnya lahiriah. menganggap bahwa nasib yang menimpa dirinya
adalah takdir yang sudah diatur tuhan Sang Pencipta.
Implementasi Marhaenisme dalam Pendidikan Indonesia

Karakter peserta didik dengan tipologi seperti ini mengetahui masalah-salah dalam penelitian (Wirjoko dan
ditandai dengan sikap menerima dan melarikan diri Ansori, 2009: 10).
dari kenyataan yang brutal dan penindasan yang Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
kejam. metode wawancara, angket, dan observasi partisipatif,
2. Sementara pendidikan naif dialami oleh mereka yang dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat pasif,
telah melihat dan memahami penyebab carut marut melainkan juga mengambil peran dalam situasi dan
dalam kehidupannya, namun mereka belum memiliki berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan
kesadaran untuk bangkit dan menggugat dan diteliti.
berusaha memperjuangkan hak-hak mereka. Teknis analisis data dalam penelitian ini
3. Lain halnya dengan pendidikan kritis yang ingin menggunakan model analisis interaktif Miles dan
diserukan Freire, pendidikan kritis mendidik manusia Huberman yang meliputi reduksi data, penyaian data, dan
untuk peka terhadap realita dan masalah di penarikan kesimpulan/verifikasi.
sekitarnya. Manusia berkesadaran magis pada
umumn\D KDQ\D GDSDW ³PHQ\HVXDLNDQ´ GLUL GHQJDQ HASIL DAN PEMBAHASAN
OLQJNXQJDQ VHGDQJ PDQXVLD EHUNHVDGDUDQ ³QDLI´ A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Rakyat
hanya berusaha memperbaharui, tapi berbeda dengan ³7XQDV 0HUGHND´ 6XUDED\D
keduanya, manusia berkesadaran kritis akan 1. Keresahan pendidikan saat ini terhadap
VHQDQWLDVD EHUILNLU EDJDLPDQD ³PHQJXEDK´ NHDGDDQ komersialisasi pendidikan
yang terjadi menuju keadaan yang lebih baik. Berdasarkan temuan data dari hasil observasi dan
Bagi Freire, manusia bebas adalah manusia sejati, wawancara dengan dua tokoh penggagas berdirinya
yaitu manusia merdeka yang mampu menjadi subjek sekolah rakyat ³7XQDV 0HUGHND´ GDSDW GLNHWDKXL EDKZD
bukan hanya menjadi objek yang hanya menerima VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ \DQJ EHUDGD GLEDZDK
sebuah perlakuan dari pihak lain. naungan PUSMIRA Surabaya berdiri sebagai bentuk
keprihatinan terhadap fenomena pendidikan saat ini yang
METODE cenderung mengkomersialkan pendidikan sehingga
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menjadi sulit untuk diakses oleh masyarakat yang berasal
menggunakan pendekatan tiga kesadaran menurut Paulo dari golongan ekonomi rendah.
Freire dan humanisme. Tiga kesadarannya yaitu Pemikiran yang menggagas berdirinya sekolah rakyat
kesadaran magis, kesadaran naïf, dan kesadaran kritis. ³7XQDV 0HGHND´ VHMDODQ GHQJDQ SHPLNLUDQ 3DXOR )UHLUH
Humanisme merupakan paham pemerdayaan masyarakat tentang pendidikan humanisme. Freire menganggap
melalui ilmu pengetahuan artinya proses memanusiakan bahwa pendidikan diperlukan untuk memecahkan
manusia atau membebasakan masyarakat (Freire, 2007: kontradiksi penindas-tertindas, sehingga kaum-kaum
191). tertindas yang dalam hal ini adalah masyarakat dari
Metode ini akan melibatkan peneliti dalam meneliti golongan ekonomi bawah harus dapat mengentaskan
yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh dirinya dari kondisi ketertindasan melalui pendidikan
terhadap perilaku individu atau kelompok. Di samping (Freire, 2008: 48). Kaitannya dengan hal tersebut, Freire
itu, pendekatan penelitian tersebut dapat mengantarkan mengelompokkan tiga jenis kesadaran masyarakat akan
peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti pendidikan ke dalam kesadaran magis, kesadaran naïf,
perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai unit dan kesadaran kritis. Ketiga kesadaran tersebut
soial lainnya karena peneliti menjadi salah satu partisipan menentukan seberapa jauh individu atau masyarakat
dalam penelitian ini. dalam mewujudkan pembebasan dirinya melalui
Penelitin ini dilakukan di GMNI cabang Surabaya, pendidikan.
Jln. Pucang Adi No. 62 Kota Surabaya, untuk 2. Asas perjuangan marhaenisme
menjelaskan fenomena gerakan pendidikan yang Berdasarkan data wawancara yang didapatkan
dilakukan oleh cabang GMNI Kota Surabaya dengan sebelumnya, penggagas sekolah rakyat menjelaskan
mendirikan sekolah rakyat. Informan dalam penelitian ini bahwa dalam marhaenisme terdapat enam asas yang
adalah penggagas sekolah rakyat, tenaga pembimbing salah satunya adalah self-reline atau asas menolong
atau kader GMNI cabang Surabaya, dan orangtua siswa sesama. Dalam asas tersebut diajarkan bahwa inti dari
sekolah rakyat. Teknik yang digunakan dalam pemilihan menolong sesama tersebut adalah meringankan beban
informan yaitu dengan teknik purposive. Teknik kaum marhaen. Hal itulah yang kemudian menjadi salah
purposive adalah pemilihan informan dalam penelitian satu faktor yang melatarbelakangi berdirinya sekolah
ditetapkan berdasarkan seleksi yaitu orang-orang yang rakyat.

5
Paradigma. Volume 05 Nomer 03 Tahun 2017

Semangat tersebut sejalan dengan pemikiran Paulo Proses internalisasi marhaenisme selanjutnya yaitu
Freire dimana dalam humanisme pendidikan, manusia harmonisasi ideologi dengan akademis. Harmonisasi
sejati dikatakan dapat bebas atau merdeka ketika mereka dapat diartikan sebagai penyesuaian atau penyelarasan,
mampu menjadi subjek bukan sebagai objek yang hanya yang meliputi dua hal yaitu mengasah pola pikir
menerima sebuah perlakuan dari pihak lain. Dalam kasus berdasarkan pelajaran, dengan cara mendalami bidang
sekolah rakyat ini, masyarakat dari golongan tertindas keilmuan masing-masing dan menjadikan ideologi
atau dari ekonomi yang lemah diharapkan untuk bisa sebagai landasan dalam mengkaji realita bedasarkan
bangkit dari kondisi mereka. Untuk dapat menuju cita- keilmuan.
cita tersebut, pertama-tama mereka haruslah menyadari Setelah proses internalisasi, maka selanjutnya barulah
kondisi dan posisi mereka, selanjutnya adalah berusaha dilakukan proses eksternalisasi atau implementasi
memanfaatkan segala pikiran dan tenaga untuk menjadi marhaenisme kepada masyarakat khususnya para peserta
kekuatan penggerak bagi dirinya sendiri. Hal seperti didik sekolah rakyat. Proses implementasi tersebut
itulah yang dimaksud dengan humanisasi. dilakukan melalui empat cara. Pertama yaitu mengatur
MDGZDO NHJLDWDQ \DQJ DGD GL VHNRODK UDN\DW ³7XQDV
3. Pendidikan yang belum mampu membentuk 0HUGHND´ Pengaturan jadwal tersebut dilakukan untuk
masyarakat moralis menyesuaikan waktu yang paling tepat bagi anak-anak
Pendidikan yang belum mampu membentuk untuk belajar diluar sekolah. Contoh pengaplikasian
masyarakat yang moralis, artinya pendidikan saat ini implementasi marhaenisme dengan memperhatikan
dianggap hanya dapat menciptakan pekerja. Pemikiran- waktu pengaturan jadwal adalah adanya kegiatan diluar
SHPLNLUDQ NULWLV SDUD SHQJJDJDV VHNRODK UDN\DW ³7XQDV seperti kungjungan ke museum, outbond, dan
0HUGHND´ WHUKDGDS VHNRODK UDN\DW GDQ SHQGLGLNDQ VDDW keikutsertaan lomba pada hari-hari besar bersejarah.
ini tergolong merupakan pemikiran liberalisme Proses implementasi marhaenisme yang kedua yaitu
pendidikan, sebab mempunyai semangat untuk dengan melakukan pengkajian mata pelajaran
memperbaiki tatanan sosial dengan cara mendidik dan berdasarkan perspektif ideologi. Pengkajian tersebut
membuka kesadaran para siswa bagaimana untuk bertujuan agar semangat yang terkandung dalam
menghadapi persoalan-persoalan sosial saat ini. Seperti marhaenisme dapat diimplementasikan di dalam mata
WHRUL :LOOLDP ) 2¶1HLO WHQWDQJ LGHRORJL SHQGLGLNDQ pelajaran yang peserta didik pelajari di sekolah rakyat.
liberal yang menyatakan bahwa pendidikan seharusnya Terakhir, proses implementasi dilakukan dengan
merupakan alat untuk memperbaiki tatanan sosial penanaman budi pekerti yang baik sesuai dengan
masyarakat (2¶QHLO, 2002: 106). semangat marhaenisme. Penanaman budi pekerti yang
baik tentu saja dilakukan dengan membiasakan
B. Implementasi Marhaenisme dalam Sekolah kebiasaan-kebiasaan yang terpuji kepada peserta didik
5DN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ dimanapun berada. Kebiasaan-kebiasaan yang selalu
Proses implementasi marhaenisme dilakukan dengan dilakukan oleh para peserta didik bersama dengan
pembiasaan perilaku peserta didik dan metode-metode SHQJDMDU GL VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ PLVDOQ\D
pengajaran yang dilakukan oleh para pengajar. Proses adalah berdoa sebelum dan setelah kegiatan belajar,
LPSOHPHQWDVL PDUKDHQLVPH GDODP VHNRODK UDN\DW ³7XQDV menyanyikan lagu Indonesia Raya setelah pembelajaran,
0HUGHND´ GLDZDOL GHQJDQ LQWHUQDOLVDVL PDUKDHQLVPH sholat berjamaah, dan kebiasaan lainnya. Aktivitas-
terlebih dahulu dalam diri kader atau pengajar sekolah aktivitas tersebut walaupun terlihat sederhana namun
rakyat. apabila dilakukan terus menerus maka akan menjadi
Dari penuturan pengajar-pengajar sekolah rakyat suatu sikap yang positif dan dapat mempererat
³7XQDV 0HUGHND´ \DQJ WHODK GLPLQWDL LQIRUPDVL nasionalisme.
diketahui bahwa proses internalisasi marhaenisme dalam Jika dilihat dari konteks kesadaran menurut Freire,
diri mereka meliputi penanaman integritas dan peserta didik sekolah rakyat yang mayoritas berasal dari
harmonisasi ideologi secara akademis. Nilai integritas kelompok masyarakat golongan menengah ke bawah
meliputi kejujuran, social sense, serta gotong royong. dapat dikategorikan masih memiliki kesadaran magis dan
Kejujuran dilakukan dengan menjadi pribadi yang apa naif. Peserta didik dengan kesadaran magis mayoritas
adanya serta jujur dalam setiap perbuatan mulai dari adalah anak tingkat sekolah dasar awal dimana mereka
dalam pikiran. Memiliki sosial sense berarti peka menganggap bahwa nasib yang menimpa dirinya adalah
terhadap kondisi dan realita sosial yang terjadi di takdir yang sudah diatur Tuhan Sang Pencipta. Hal
masyarakat. Sedangkan gotong royong memiliki makna tersebut sangatlah wajar sebab anak-anak usia tersebut
saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. masih belum cukup memahami penyebab dari kondisi
yang mereka alami.
Implementasi Marhaenisme dalam Pendidikan Indonesia

Karakter peserta didik dengan tipologi seperti ini untuk mengembalikan hakekat pendidikan seutuhnya
ditandai dengan sikap menerima dan melarikan diri dari yaitu memanusiakan manusia.
kenyataan yang brutal dan penindasan yang kejam.
Sedangkan kesadaran naïf rata-rata sudah dimiliki oleh PENUTUP
peserta didik dengan jenjang pendidikan yang lebih Simpulan
tinggi mulai dari kelas 5 atau 6 SD hingga peserta didik Berdasarkan hasil penelitian implementasi
tingkat SMP. Mereka sudah mampu melihat dan PDUKDHQLVPH GDODP VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´
memahami penyebab segala sesuatu dalam Kota Surabaya dapat disimpulkan beberapa hal yaitu (1)
kehidupannya namun belum memiliki kesadaran untuk LDWDU EHODNDQJ EHUGLULQ\D VHNRODK UDN\DW ³7XQDV
bangkit dan menggugat serta memperjuangkan hak-hak 0HUGHND´ NRWD 6XUDED\D \DLWX VHEDJDL EHQWXN NHUHVDKDQ
mereka. kondisi pendidikan saat ini terhadap komersialisasi
Maka, disinilah peran dari adanya sekolah rakyat pendidikan, sebagai wujud pengaktualisasian asas
yang memiliki fungsi untuk mengubah pola pikir para perjuangan marhaenisme, dan karena pendidikan yang
pemuda bangsa agar dapat melihat dan menyikapi realita belum mampu membentuk masyarakat moralis; (2)
sosial secara kritis. Kesadaran magis dan naïf tersebut Iimplementasi marhaenisme dalam sekolah rakyat
secara perlahan dapat berubah menjadi suatu kesadaran ³7XQDV 0HUGHND´ NRWD 6XUDED\D GLODNXNDQ PHODOXL VXDWX
yang kritis melalui suatu pendidikan. Dalam hal inilah tahapan yang diawali dengan proses internalisasi terlebih
marhaenisme diimplementasikan secara perlahan melalui dahulu. Proses internalisasi meliputi penanaman
bimbingan belajar di sekolah rakyat. integritas dan harmonisasi ideologi secara akademis.
Sedangkan proses implementasi meliputi empat tahapan
C. 5HVSRQ 2UDQJWXD 6LVZD 6HNRODK 5DN\DW ³7XQDV yaitu mengatur jadwal kegiatan sekolah rakyat,
0HUGHND´ WHUKDGDS 3HQGLGLNDQ ,QGRQHVLD VDDW melakukan pengkajian mata pelajaran berdasarkan
ini perspektif ideologi, memahami perilaku anak dengan
1. Perspektif orangtua siswa dengan adanya melakukan suatu analisis social, dan terakhir adalah
VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ penanaman budi pekerti; (3) Respon orang tua siswa
Berdasarkan data hasil wawancara dengan orang tua VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ WHUKDGDS SHQGLGLNDQ
VLVZD VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ VHPXD VHSDNDW Indonesia saat ini didominasi oleh rasa kekecewaan
bahwa adanya sekolah rakyat adalah suatu hal yang terhadap sulitnya akses pendidikan bagi masyarakat
positif karena dapat meringankan beban mereka. kecil. Orang tua siswa sangat mengapresiasi adanya
Walaupun tanpa adanya pungutan biaya atau gratis, VHNRODK UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ VHEDJDL ZXMXG
namun para orang tua siswa mengaku bahwa ada pendidikan gratis yang dapat meringankan beban
perubahan yang terlihat pada anak mereka ketika mereka. Orang tua siswa juga menaruh harapan yang
bergabung di sekolah rakyat daripada sebelumnya. besar terhadap organisasi-organisasi yang bervisi
Peningkatan yang terlihat dalam bidang akademik kerakyatan seperti GMNI agar selalu memihak dan peka
walaupun tidak terlalu signifikan, namun peningkatan terhadap realitas sosial terutama pada rakyat kecil
dalam bersikap yang baik jauh lebih terlihat.
Saran
2. Harapan orangtua siswa kepada sekolah rakyat
Perlu adanya peningkatan kualitas pengajar di sekolah
³7XQDV 0HUGHND´
UDN\DW ³7XQDV 0HUGHND´ NRWD 6XUDED\D PHODOXL berbagai
Apa yang diharapkan oleh para orang tua siswa
pelatihan pedagogi sehingga akan dihasilkan pengajar-
meliputi peningkatan fasilitas di sekolah rakyat dalam
pengajar yang berkualitas. 6HNRODK UDN\DW ³7XQDV
rangka untuk mengimbangi perkembangan teknologi di
0HUGHND´ SHUOX PHPEDQJXQ NHPLWUDDQ EHUVDPD stage
dunia pendidikan. Selain itu, mereka juga menaruh
holder atau para pemandu kepentingan seperti dinas
harapan yang besar pada organisasi-organisasi yang
pendidikan, dewan pendidikan, dan LSM yang bergerak
peduli terhadap nasib rakyat kecil seperti GMNI.
di bidang pendidikan guna untuk meningkatkan kualitas
Apa yang diharapkan orang tua siswa tersebut
dan kemajuan sekolah rakyat dalam masyarakat.
menggambarkan bahwa masyarakat kecil menaruh
harapan yang besar terhadap pihak-pihak yang peduli
terhadap kepentingan mereka, pihak yang pro terhadap DAFTAR PUSTAKA
rakyat. Disinilah fungsi organisasi kerakyatan seperti )DKPL -DZL (URE\ ³Pendidikan Berbasis
GMNI sesungguhnya, yaitu sebagai sebuah organisasi Masyarakat: Studi Tentang Rumah Pengetahuan
dengan ideologi yang lahir dan berjuang bagi rakyat $PDUW\D %DQWXO´ Skripsi Tidak Dipublikasikan.
kecil. Dalam usaha melaksanakan fungsi tersebut, maka Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
sekolah rakyat merupakan bentuk perjuangan GMNI Kalijaga.

7
Paradigma. Volume 05 Nomer 03 Tahun 2017

Freire, Paulo. 2007. Politik Pendidikan Kebudayaan,


Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
------------------. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas.
Jakarta: Pustaka LP3ES.
Kasenda, Peter. 2014. Sukarno, Marxisme dan Leninisme.
Jakarta: Kali Malang-Pondok Gede.
Lovita, Nia. 2012. Pendidikan Karakter. (Online).
("https://nialovita.wordpress.com/2012/%2001/1
6/makalah-pendidikan-karakter". Diakses 15
Januari 2016).
2¶QHLO. F, William. 2002. Idologi-ideologi Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
6DPULQ ³.DSLWDOLVPH GDQ 3HQGLGLNDQ /LEHUDO-
.DSLWDOLVWLN´ 6KDXWXW 7DUEL\DK 1R 7K ;;,
November 2015.
(Online).( "http://ejournal.iainkendari.ac.id/").
6RHNDUQRSXWUL 5DFKPDZDWL ³6RHNDUQRLVP LV WR
.LOO 6RHNDUQR´ 2QOLQH "http://kepustakaan-
presiden.perpusnas.go.id/". Diakses 11 April
2016).
6XENKDQ (GL ³1DUDVL .DSLWDOLVPH *OREDO
3HQGLGLNDQ7LQJJL´ -XUQDO Sosiologi Pendidikan.
Vol. 1, No. 1, Agustus 2012.
Susetyo, Benny. 2005. Politik Pendidikan Penguasa.
Yogyakarta: LKiS.
7DXILN ³5HVLVWHQVL *HUDNDQ 0DKDVLVZD 7HUKDGDS
.DSLWDOLVDVL 3HQGLGLNDQ´ -XUQDO Paradigma. Vol.
2.No. 3.
(Online).(http://ejournal.unesa.ac.id/. Diakses.21
Januari 2016.
Wirjoko, Iskandar dan Soemardji Ansori. 2009. Metode
penelitian kualitatif, Bidang Ilmu-ilmu Sosial
Humaniora. Surabaya: Unesa University Press.

Anda mungkin juga menyukai