Anda di halaman 1dari 4

Komiten

Menggagas Model Implementasi Pendidikan Holistik Multilevel Multidiensional


Berbantuan Ekosistem Pembelajaran Digital
Oleh Jaja Jamaludin

Komitmen saya untuk kemajuan pendidikan Nasional adalah akan mengimplementasikan hasil riset
dan studi saya selama menyelesaikan program doktor pendidikan. Riset disertasi saya berjudul, “
Model Pengembangan Penididikan Holistik Multilevel Multidimensional Berbantuan Ekosistem
Pembelajaran Digital. Hasil riset disertasi saya akan menjadi satu alternatif terobosan menciptakan
tata kelola pendidikan dan pembelajaran di tingkat satuan pendidikan terutama pendidikan dasar
dan menengah di seluruh Indonesia. Hal ini setidaknya ada 4 argumentasi yang dapat saya
sampaikan bahwa kontribusi hasil riset disertasi saya dapat memberikan lompatan dalam
pengelolaan proses pembelajaran dan proses pendidikan di tingkat pendidikan dasar di era distruptif
ini.

1. Hasil riset disertasi saya berpijak pada tataran paradigmatik. Paradigma pendidikan Holistik
multilevel multidimensional merupakan kerangka berpikir sangat fundamental tentang
bagaimana merekontruksi tata kelola pendidikan dan pembelajaran. Paradigma pendidikan
holistik memiliki tiga prinsip dasar yang bersifat fundamental. Ketiga prinsip ini merupakan
jati diri dari konsep pendidikan holistik yang eksistensinya niscaya. Adapun ketiga prinsip itu
pertama prinsip kesalingterhubungan (connectedness), kedua prinsip keutuhan (wholeness ),
ketiga prinsip menjadi (being) Prinsip-prinsip kesalingterhubungan ini menyadari bahwa
setiap realitas adalah kompleks, terhubung satu sama lain dan saling mempengaruhi secara
timbal balik. Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari
pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan
tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai
spiritual.
2. Hasil riset disertasi saya akan mudah dilakukan karena menggunakan pendekatan
kontekstual yang terjadi dalam keseharian tata kelola pembelajaran dan pendidikan di
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Salah satu fokus pendidikan dasar dan menengah
adalah membangun karakter ahlak mulya sebagai pembelajar pancasila dalam multidimensi
domain hasil belajar, mulai corporal /fisik, emosianal, kognitif, sosial, aestetika, dan spiritual.
Semua domain ini sangat kuat menjadi tagihan kurikulum yang berlaku yakni K13 yang
kemudian mengalami penyempurnaan.
3. Hasil riset disertasi saya berbasis pada data yang bersumber dari ekosistem sekolah.
Sehingga dalam mengektrapolasi model pendidikan ini tidak sulit, karena pada umumnya
stakeholder dalam ekosistem sekolah di indonesia hampir sama.
4. Hasil riset disertasi saya menyajikan model yang tingkat irisan dengan konsep kurikulum K13
dan program merdeka belajar sangat tinggi, karena sejumlah konsep dalam paradigma
pendidikan holistik berbasis pada prinsip kemerdekaan dan independensi pembelajar.
Pembelajar adalah subjek sentral dalam pendidikan dan pembelajaran dalam ekosistem
pendidikan holistik.

Keempat argumentasi di atas diperlukan untuk menjadi pertimbangan dalam melakukan


ekstrapolasi implementasi model pendidikan dan pembelajaran di setiap level pendidikan dasar
dan menengah. Saat ini pemikiran dan terobosan baru dan kreativitas pengelola sekolah seperti
kepala sekolah, guru dan pengawas sekolah sangat diperlukan. Hasil riset disertasi saya dapat
menjadi salah satu acuan atau referensi dalam mengembangkan tata kelola pendidikan dan
pembelajaran di sekolah dasar, menengah pertama dan atas (SD, SMP dan SMA).

Urgensi terobosan alternatif ini, menjadi lebih penting karena sekolah dihadapkan pada
tantangan yang tidak mudah. Pesatnya perkembangan dan dinamika teknologi digital, sangat
dominan dalam mempengaruhi peradaban masyarakat termasuk di dalamnya siswa siswi usia
SD, SMP dan SMA. Perkembangan teknologi digital, justru harus menjadi tulang punggung
terobosan baru dalam pengemnbangan tata kelola pendidikan di tingkat sekolah. Jadi, pada saat
paradigma pendidikan bergeser ke arah yang lebih holistik akan bertemu dan bersinergi dengan
perkembangan teknologi digital dalam dunia pendidikan dalam satu ekosistem pendidikan
digital. Oleh sebab itu, hasil riset disertasi saya akan sangat signifikan dan memiliki relevansi
yang tinggi dengan kebutuhan perubahan dan kreativitas pengembangan tata kelola pendidikan
di sekolah ke depan.

Sebagaimana kita ketahui, tujuan utama pendidikan adalah untuk memberi perubahan pada
kemungkinan-kemungkinan yang melekat pada pembangunan manusia. Sekolah harus menjadi
tempat yang memudahkan seluruh perkembangan semua peserta didik. Belajar harus
memperdalam hubungan ke dalam diri sendiri, keluarga dan anggota masyarakat, komunitas
global dan kosmos. Pendidikan di Indonesia, khususnya tiga dasawarsa terakhir telah bias dari
filosofi dasar pendidikan sendiri. Pada era 1980-an, Indonesia dengan jargon ―Pembangunan
telah secara tidak sadar mengalami bias orientasi pembangunan sumber daya manusia. Hingga
pendidikan pun menjadi sebuah mega proyek yang reduksionis dan berbau sainstisme. Padahal,
pendulum paradigma dunia saat awal abad ke-21 sudah menggeliat melakukan reoreintasi
paradigm keilmuan. Ini ditandai dengan revolusi keilmuan di bidang fisika baru (new physics),
yang salah satu pelopornya adalah Fitjrof Capra, seorang fisikawan yang kemudian memberi
kontribusi pada paradigma pendidikan holistik dunia. Sebagai negara berkembang, Indonesia
tidak cukup progresif melakukan perubahan-perubahan paradigmatik dalam dunia keilmuan.
Nyaris tidak ada upaya progresif oleh institusi keilmuan yang mendeklarasikan tentang
perubahan paradigma keilmuan ini. Perubahan cara pandang keilmuan dan implikasi
derivatifnya, justru terjadi karena revolusi industri telekomunikasi. Era baru internet telah
menggusur otoritatif keilmuan internal bangsa kita. Sebagaimana karakter dasar keilmuan dan
masifnya teknologi informasi, justru menampilkan kegagapan kedua, bangsa kita hanya menjadi
follower. Terlepas dari hal itu, perubahan paradigma keilmuan berimplikasi terhadap dunia
pendidikan dengan lahirnya gerakan pendidikan holistik. Interprestasi negara dalam konteks
merespon perubahan paradigma pendidikan holistik yang mendunia, perlahan dilakukan juga
oleh pemerintah melalui rekontruksi kurikulum 2006 ke Kurikulum 2013 (K13). Kurikulum inilah
yang notabene lahir dan mengadopsi paradigm pendidikan holistik. Secara konseptual, K13
sangat kentara menyajikan konsep aksi yang sarat dengan pemikiran pendidikan holistik.
Namun, sangat disayangkan, kemampuan negara mengelola perubahan paradigma pendidikan
ini nyaris tidak mulus. Hingga saat ini, kebijakan pemberlakukan K13 sangat ambigu atau tidak
jelas. Ditengah berkecamuknya fenomena sosial dan global dalam transformasi peradaban
Teknologi Informasi, negara seolah tampak kalah, bertarung dengan arus pemikiran lama dan
pemikiran infiltratif lainnya, seperti masalah politik kebijakan. Jadi, dalam hal agenda besar
pembangunan manusia, yang menjadi arus utama pendidikan holistik, di Indonesia faktanya
tidak dapat dilakukan dengan mulus. Tentu saja akan berakibat fatal pada kualitas transformasi
peradaban sosial kemasyakatan bangsa kita. Inilah ―ongkos sosial termahal dalam pertarungan
menegakkan prinsip-prinsip pendidikan holistik di Indonesia. Akibatnya seluruh sekolah dasar,
menengah dan tinggi, tidak cukup afirmatif melakukan perubahan paradigmatik.
Pada dasarnya setiap pembelajar memiliki kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Setiap
individu secara inheren kreatif, memiliki kebutuhan dan kemampuan fisik, emosional,
intelektual, dan spiritual yang unik, dan memiliki kapasitas tak terbatas untuk belajar. Hal ini
berarti ada perbedaan satu sama lain. Pembinaan pada setiap siswa diarahkan untuk memiliki
toleransi, rasa hormat, dan penghargaan terhadap keragaman manusia. Prinsip kedua
pendidikan holistik tiada lain adalah konsekuensi logis dari prinsip universal identitas. Tidak ada
dua invidu yang kongruen. Ini artinya, setiap siswa –meskipun ia lahir kembar— akan memiliki
identitas diri, karakter unik dan sifat-sifat unik dalam dirinya. Oleh karenanya, pendidikan
holistik menyadari betul bahwa fakta atas keniscayaan setiap individu itu unik. Konsekuensinya,
dalam proses pendidikan dan pembelajaran prinsip ini mengajarkan untuk melakukan
pembelajaran berorientasi pada siswa atau berpusat pada kebutuhan dan kondisi siswa. Fakta
selama ini yang terjadi adalah sebaliknya. Pembelajaran di sekolah-sekolah memperlakukan
semua siswa bersifat homogen. Oleh karenanya pembelajaran pun tidak ada perbedaan satu
sama lain, antara siswa yang berbeda karakter dan berbeda potensi diri. Akibatnya sangat fatal,
bukan saja siswa mengalami kejenuhan belajar tetapi lebih jauh dari itu, hak setiap siswa telah
diabaikan secara nyata. Prinsip pendidikan holistik mengedepankan pada keunikan dan
kebutuhan yang dimiliki dan diperlukan oleh siswa. Sekolah-sekolah yang memahami prinsip ini,
selalu melakukan diagnostik awal sebagai langkah pertama proses pendidikan di sekolah
tersebut untuk mendapatkan profil siswa beserta karakter-karakter dan potensi diri serta
proyeksi ekspektasi masa depan dari siswa tersebut. Dipastikan, setiap individu memiliki
karakter dan potensi yang berbeda, oleh karenanya ekspektasi masa depan merekapun akan
relatif berbeda pula. Disinilah sekolah dan pendidik, telah mengubah posisi dan fungsi selama
ini, seolah sebagai pencetak kesuksesan masa depan siswa. Dalam pendidikan holistik guru dan
sekolah tidak lebih hanya membantu dan menjadi katalisator bagi optimalisasi perkembangan
diri siswa untuk mampu mencapai ekspektasi masa depan mereka.

Pendidikan adalah masalah pengalaman dan belajar. Belajar itu aktif, multisensory. Keterlibatan
antara individu dan dunia, sebuah kontak timbal balik yang memberdayakan pelajar dan
mengungkapkan keberanian yang mendunia. Pengalaman itu dinamis dan terus berkembang.
Tujuan pendidikan harus dipelihara secara alami, tumbuh sehat melalui pengalaman, dan tidak
menyajikan "kurikulum" yang terbatas dan terfragmentasi jalan menuju pengetahuan dan
kebijaksanaan belaka. Pepatah klasik yang relevan dengan prinsip ketiga pendidikan holistik ini
adalah pengalaman guru paling utama‖. Pengalaman sebagai pengalamanku seseorang adalah
ekspresi natural yang bersifat optimal dari setiap momentum yang dialaminya.

Oleh karenanya, entitas pengalaman seseorang sangat memiliki nilai tinggi bagi diri seseorang.
Pengalaman memiliki arti penting dalam perkembangan peradaban individu seseorang yang
secara dialektis akan berinteraksi dengan lingkungannya. Itulah sebabnya pengalaman menjadi
perolehan yang berarti atau menjadi milestone bagi perjalanan hidup seseorang. Disinilah dapat
difahami mengapa pendidikan holistik menempatkan prinsip ke-3 yang substansinya adalah
penghargaan atas entitas pengalaman. Dalam pendidikan holistik, penghargaan atas
pengalaman belajar seseorang sering dinyatakan dengan portfolio hasil belajar. Ini tidak lain
merupakan upaya melakukan rekam jejak dokumentatif atas pengalaman belajar. Diharapkan
dengan menggunakan sejumlah dokumen hasil belajar menjadikan pengalaman sebagai portfolio
hasil belajar. Dengan demikian pemaknaan proses dan hasil belajar lebih monumental dalam
proses perkembangan diri siswa. Kita sering mendengar istilah penilaian berbasis portfolio dalam
pembelajaran yang menggunakan K13. Hal ini tidak lain merupakan pengejawantahan atas
prinsip pendidikan holisitik ke-3 yakni perpusat pada pengalaman.
4. Pendidikan Utuh Konsep keutuhan harus menjadi inti proses pendidikan. Keutuhan
menyiratkan bahwa setiap disiplin akademik hanya memberikan perspektif yang berbeda
mengenai fenomena kehidupan yang kompleks. Pendidikan Holistik membuat konstruksi
berkembang tentang cara pandang alternatif tentang realitas dan menjadi memiliki banyak cara
yang penuh arti. Bukan hanya aspek intelektual dalam pembangunan manusia yang
membutuhkan bimbingan dan pengasuhan, tapi juga aspek fisik, sosial, moral, estetika, kreatif,
dan - dalam pengertian nonsektarian – aspek spiritual. Pandangan ini sungguh bukan sebuah
pemikiran deduktif logis saja, melainkan banyak fakta yang menunjukkan dan mengkonfirmasi
atas kebenaran paradigma pemikiran pendidikan holistik ini. Kini para penggiat pendidikan dan
praktisi sekolah sudah saatnya memahami dan menerapkan prinsip-prinsip pendidikan holistik di
ruang-ruang kelas serta di dalam semua aktifitas pembelajaran dan pendidikan. Pendidikan
holistik bukan sebuah teori yang memerlukan pengujian tetapi sebuah proposisi yang sejatinya
bertumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika zaman. Argumentasi logis atas
ketidakmungkinan membantah atau menolak pendidikan holistik oleh karena paradigma
pendidikan holistik berakar pada falsafah dasar naturalitas logika alamiah dalam diri, komunitas,
wilayah sosial serta global. Identitas dan sifat dasar kemanusiaan siswa adalah mutlak untuk
dipahami dan ditumbuhkembangkan.

Anda mungkin juga menyukai