DI ERA GLOBALISASI
Makalah
OLEH
SUPANDI, SE.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sekolah kita, mulai dari lulusan sekolah dasar sampai lulusan perguruan
tinggi. Mutu lulusan kita bahkan kalah dengan mutu lulusan sekolah di
Vietnam. Dengan kasat mata, kita juga bisa mengamati kebanyakan anak-
anak muda yang bermental lemah. Dalam arti, dalam mengerjakan segala
sesuatu mereka lebih suka mengambil jalan pintas atau cara instant.
hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq
Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia
2
untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan suatu proses yang
usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya
suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang
sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap
3
dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi
aspek/potensi anak didik yang utuh dan bulat (aspek fisik–non fisik : emosi–
adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia yang
apapun juga.
ukur dari kemajuan sebuah bangsa dan negara. Mutu pendidikan yang
sebuah negara.
oleh kesalahan pendidikan itu sendiri, selain oleh terpaan budaya global
4
tentunya. Tulisan ini akan lebih memfokuskan pada faktor-faktor yang ada
dalam dunia pendidikan. Ditinjau dari sisi bidang pendidikan, secara garis
besar, faktor-faktor itu bisa diklasifikasikan menjadi dua sisi, yakni sisi
B. Rumusan Masalah
adalah:
manusia?
global?
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Pendidikan
muda untuk bisa survive di tengah masyarakat luas. Karena itu, bentuknya
oleh para orang tua dengan cara yang tidak sistematis, maka seiring dengan
nyentrik.
6
Pada saat itu, paradigma pendidikan mulai mengalami pergeseran.
orang lain yang dianggap lebih memiliki kompetensi. Tapi, pola pendidikan
kelembagaan yang sekarang dikenal dengan nama sekolah, yang salah satu
nilai, tradisi, maupun budaya yang berlaku saat itu. Hal ini mengandaikan
7
Faham demikian sempat sangat dominan, sehingga sisa-sisanya
merupakan yang paling sering terjadi, sehingga peserta didik nyaris tak
peningkatan tehnologi. Yang justru sangat esensial nyaris tak terusik, yakni
potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku dan seginya. Menurut Ki
yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun
Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang
menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main
8
(Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk
kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus
diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
Menurut Tilaar (2000 : 16) ada tiga hal yang perlu di kaji kembali
9
fleksibel, baik didalam pendidikan formal, non formal dan informal. Ketiga,
pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih
proses hominisasi dan humanisasi yang berakar pada nilai-nilai moral dan
industrial, atau abad informasi. Ciri utama abad ini adalah perkembangan
hasil riset dan pengembangan di dalam tiga puluh tahun terakhir mengalami
multiplikasi yang luar biasa, yang setiap 5-7 tahun, menunjukkan adanya
ledakan informasi baru. Misalnya, 90% dari semua informasi ilmiah dan
lebih dari 6 juta buah per tahun, atau 17.000 setiap hari. Perkembangan luar
bisa ini diperumit lagi oleh semakin pendeknya jarak antara penemuan
10
ilmiah dan penerapan industrialnya. Kalau dulu, menurut Dr. Soedjatmoko,
jarak itu sekitar 20-30 tahun, sekarang ini beberapa tahun saja.
pengembangan IPTEK ini akan berpengaruh pada sifat kerja, tempat kerja,
dan mengolah sejumlah besar informasi dengan cara yang logis dan multi-
disipliner.
Dari sana mereka mengembangkan sains dan tehnologi yang terkait dengan
martabat bangsa sendiri, harus kita akui bahwa kita terbiasa mentransfer
11
produk dari proses epistemologi tersebut, tanpa mau memahami
karakteristik dasar serta proses epistemologi yang menjadi basis produk itu.
Pada masa mendatang, kalau hal ini tidak segera kita sadari, barangkali
tidak perlu ditangisi jika pada era pasar global kelak, tenaga-tenaga kerja
kita akan tergilas habis oleh tenaga-tenaga kerja asing. Karena, pada masa
maka tak lama lagi kita akan mendapati dengan hati gundah bahwa lulusan-
lulusan kita akan dicap “kurang memadai” untuk diterjunkan di bursa dunia
kerja. Output institusi kita barangkali akan gagap atau mengalami cultural
12
Kalau sudah demikian, tentu tak lama lagi apresiasi masyarakat
tentang institusi pendidikan akan turun. Oleh sebab itu, pembenahan dan
perubahan dalam segala segi, terutama tentang visi dan misi pengajaran
yang dilakukan, menjadi prasyarat mutlak bagi strategi survival of the fights
mendatang.
C. Inovasi Kurikulum
merupakan hal yang “haram” dalam dunia pendidikan kita. Karena sifatnya
13
khususnya inovasi pada kurikulum. Namun demikian, masih ada ruang bagi
kurikulum empat bagian yang ditawarkan oleh Jeannette Vos. Empat bagian
dimaksud learn how to think adalah mempelajari cara kerja otak, cara
berarti mempelajari cara berfikir yang mudah. Di dunia ini sudah ada
14
4. Kurikulum isi. Berisi tema-tema sebagaimana dipraktekkan dewasa ini.
sebagaimana dipahami saat ini. Barangkali bisa saja isi tidak berubah,
tentang belajar cara belajar. Dengan cara ini, kapan pun kita bisa
15
kesempatan siswa mengemukakan gagasan-gagasannya. Banyak pengajar
yang tidak bisa menerima gagasan peserta didik yang berlainan dengan yang
mereke ajarkan. Hal ini karena mereka tidak mau mengakui bahwa para
sumber pengetahuan bagi peserta didik. Pembelajaran seperti ini sudah tidak
buku, para praktisi, dan lain-lain. Dalam konteks ini pengajar harus benar-
benar meyakini bahwa setiap peserta didik telah dianugerahi talenta untuk
belajar. Peran utama pengajar adalah membantu peserta didik belajar dengan
16
benar-benar tidak siap dan tidak tahu harus berbuat apa. Mereka baru
bekerja jika sudah diberitahu apa saja yang harus dilakukan. Padahal dalam
fungsi belajar adalah menata pola pikir siswa sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan tuntutan paradigma ilmiah. Selain itu, pengajar juga harus
dipelajarinya.
17
tersebut secara maksimal. Jika pengajar tidak memahami hal ini, dia akan
atau mendebat. Di akhir sesi, tampak jelas bahwa informasi yang mereka
dapat jauh lebih kaya dan bervariasi. Dan karena mereka terlibat dalam
baik.
18
Dengan aktivitas seperti itu bisa dilihat bahwa tugas pengajar
tugasnya.
kompleks. Dalam keadaan seperti ini, pendidik diharapkan terus mau belajar
yang masuk dalam dunia pendidikan. Pendidik perlu kreatif dan terbuka
terhadap segala perubahan dan kemajuan yang ada untuk memajukan siswa.
sudah tidak tepat. Sekarang ini dibutuhkan pendidik yang bersikap sebagai
seorang intelektual, artinya yang terus mau berkembang dan belajar seumur
19
hidup, tidak pernah puas dengan yang dimengerti, mau membawa
20
BAB III
KESIMPULAN
serta konsep pendidikan terbaik dimasa yang akan datang dapat diambil
dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat
alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi
namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman.
21
manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan. Menurut
Tilaar (2000: 16) ada tiga hal yang perlu di kaji kembali dalam
ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting
penciptaannya
22
proses pendidikan; mengurangi metode konvensional (ceramah) dalam
ketrampilan komputer.
23
d) Kurikulum isi. Berisi tema-tema sebagaimana dipraktekkan dewasa
Dengan cara ini, kapan pun kita bisa melakukan inovasi tanpa
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002.
26