BAGIAN PERTAMA
BAB 1
PARADIGMA PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
Paradigma diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang seseorang
terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif),
bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang
realitas kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Paradigma ilmu dirumuskan oleh Kuhn sebagai kerangka teoritis, atau suatu cara
memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh komunitas ilmuwan
sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi sebagai lensa, sehingga
melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan memahami masalah-masalah ilmiah
dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah
tersebut.
Terdapat dua hal yang sangat urgen dalam mendinamisir ilmu pengetahuan; yaitu
pemahaman ilmu yang sudah ada dan menciptakan pengetahuan baru. Jika proses transfer
pengetahuan yang sudah ada ini terus dilakukan tanpa ada perbaruan, maka makna
pendidikan sebagai ikhtiar pembudayaan yang melatari sejarah perkembangan peradaban
sulit untuk dicapai.
Jika masyarakat terdidik tidak sekedar mengetahui pengetahuan yang sudah ada,
tetapi juga mampu mengembangkan dan menciptakan pengetahuan baru. Jika kondisi
ideal
tersebut dapat dicapai maka pendidikan akan bisa mengambil peranan yang
cukup besar dalam pembangunan.
Sudah banyak diketahui bahwa ternyata potensi otak yang dimiliki manusia itu
sungguh luar biasa. Namun, sebagian besar manusia belum bisa menggunakan dan
memanfaatkan potensi hebat yang dimilikinya. Metode dan suasana pembelajaran di
sekolah-sekolah yang telah diajarkan oleh sebagian besar guru tampaknya relatif
menghambat daripada memotivasi potensi pada otak kita. Oleh karena itu, perlu adanya
proses kreativitas dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan juga perlu berdiskusi dan
menciptakan paradigma dan visi pendidikan. Perubahan paradigma teaching (mengajar)
dan learning (belajar) ini sangat cocok bagi tantangan zaman sekarang. Dengan
perubahan ini, proses pendidikan menjadi “proses bagaimana belajar bersama antara guru
dan peserta didik”. Pada konteks ini guru juga termasuk dalam proses belajar.
Ketiga, learning to live together (belajar hidup bersama). Disini pendidikan akan
dijelaskan pada pembentukan seorang peserta didik yang mempunyai kesadaran bahwa
hidup dalam sebuah dunia yang global dan bersama banyak manusia dari berbagai
bahasa, dengan latar belakang etnik, agama, dan budaya. Sehingga pendidikan akan nilai-
nilai perdamaian, penghormatan HAM, pelestarian lingkungan hidup, dan toleransi
menjadi aspek utama yang harus memasuki atau paham dalam kesadaran.
Pendidikan akan efisien dan efektif, jika pendidikan telah diorganisir dalam suatu
struktur manajemen yang sentralistik agar nudah dikontrol, kurikulum juga telah
ditentukan dengan baik dari pusat, dan evaluasi akhir.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dihasilkan oleh sistem pendidikannya. Oleh
karena itu, perananan peningkatan pendidikan di dalam mewujudkan suatu masyarakat
Indonesia baru merupakan perwujudan gerakan reformasi masyarakat dan bangsa
Indonesia. Masyarakat Indonesia baru yang akan dibangun bersama ialah masyarakat
madani Indonesia.
Masyarakat madani Indonesia yang bhineka ini tidak terlepas dari terbentuknya
masyarakat kelas menengah. Kelas menengah adalah kelompok masyarakat yang terdidik
dan sudah memiliki suatu pandangan yang luas. Perwujudan dari masyarakat madani
Indonesia yaitu dengan sistem politik berkedaulatan rakyat. Sistem ekonomi yang
bertumpu pada kekuatan ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi dan bertumpu
pada pasar domestik maupun pasar internasional dengan memanfaarkan keunggulan
sumber daya domestik.
Bukan hanya sekedar untuk transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan lebih
pada menanamkan dan membangun kebudayaan hingga akan terbangun masyarakat
terdidik, masyarakat yang mempunyai pola piker cerdas dan berbudaya. Macam-macam
paradigm juga dijelaskan sebagai berikut;
1. Paradigma Sistemik-Organik
Dalam skema diatas dapat dijelaskan bahwa setiap komponen yang ada diatas
memiliki andil yang sama besar dalam mempengaruhi terciptanya pendidikan
sistemik-organik. Disini managemen sekolah mempunyai wewenang atau tugas
mengelola organisasi sekolah, harus jeli melihat proses pembelajaran yang sedang
berlangsung di sekolah, disamping itu juga, mempunyai tugas melihat kultur sekolah
yang sedang berkembang di lingkungan sekolah. Sehingga managemen sekolah dapat
menemukan arah kebijakan dengan memperhatikan sekaligus melibatkan dua
komponen.
Disamping itu, pandangan lain juga tidak bisa dipungkiri bahwa managemen
sekolah sangat dipengaruhi oleh dua komponen lainnya. Komponen masing-masing
ini memliki andil yang besar dalam hubungan saling mempengaruhi paradigma
pendidikan. Managemen sekolah yang solid, teroganisir secara sistematis tetapi tidak
meninggalkan peranan aspek-aspek yang lain akan tercipta proses pembelajaran dan
kultur sekolah yang baik dan cerdas.
2. Paradigma Holistik-Intergralistik
Paradigma pada hakikatnya adalah asumsi-asumsi dasar dan teori yang umum
sehingga merupakan sumber nilai, hukum, metode penerapan dalam pendidikan
karakter. Sementara hakikat holistik-intergralistik disini dijelaskan yaitu dengan arti
menyeluruh, utuh, saling mempunyai keterkaitan dan hubungan antara satu dengan
yang lain sehingga membentuk satu sistem terpadu.
3. Paradigma Humanistik
Oleh karena itu, humanistik dalam dunia pendidikan dituntut memiliki proses
pendidikan yang bisa memperhatikan berkembangnya kreativitas yang ada didalam
pribadi anak sebagai inti dari kehidupan demokratis yang sangat menghormati nilai-
nilai kemanusiaan (H.A.R. Tilaar, 2001, 4-5). Jadi, gerakan humanistik tersebut
dalam dunia pendidikan merupakan sebuah usaha yang lebih mengedepankan nilai-
nilai kemanusiaan dalam proses pendidikan.
5. Paradigma Multikulturalisme
BAGIAN KEDUA
BAB 1
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DALAM ISLAM
Dari definisi kedua yaitu pendidikan dan pengajaran diatas, terlihat antara
keduanya memiliki fokus yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu dengan
yang lain. Pendidikan lebih mengacu kepada kepribadian dan kesadaran peserta
didik, sementara pengajaran lebih kepada transfer ilmu pengetahuan kepada
peserta didik.
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau selesai.
Karena pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-
tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan
pendidikan bukanlah sesuatu benda yang berbentuk tetap. Tetapi merupakan
sesuatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, dan berhubungan dengan seluruh
aspek kehidupannya.
Peserta didik yang telah mencapai tujuan pendidikan agama islam dapat
digambarkan sebagai sosok individu yang telah siap menerima tanpa keraguan
sedikit pun akan kebenaran ajaran Islam. Berperilaku dan memperlakukan objek
keagamaan secara positif dan sosial kegamaan yang telah sesuai dengan ajaran
Islam.
Islam merupakan suatu agama yang diturunkan Allah SWT yang berwujud ajaran
dan prinsip-prinsip atau pokok-pokok yang disesuaikan menurut lokasi atau
keadaan umatnya. Prinsip dan pokok tersebut disesuaikan dengan kebutuhan umat
manusia secara keseluruhan, yang dapat berlaku pada segala masa dan tempat.
Dengan demikian, bahwa ajaran yang diturunkan melalui Nabi Muhammad itu
merupakan ajaran yang melengkapi dan disempurnakan oleh nabi-nabi
sebelumnya.
Ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT berisi
pedoman hidup pokok yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,
dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya, dengan makhluk yang
bernyawa lain, dengan benda mati, dan alam semesta. Ajaran Islam diyakini
sebagai ajaran yang diturunkan Allah SWT untuk kesejahteraan hidup manusia di
dunia ini dan di akhirat nanti.
Setiap materi ajar selalu mempunyai karakteristik yang berkaitan erat dengan
tujuan pengajaran, tidak terkecuali mata ajar Pendidikan Agafria Islam. Adapun
karakteristik pendidikan agama Islam antara lain:
Karakter pendidikan agama Islam seperti disebutkan diatas harus dipahami dan
diterapkan kepada anak didik. Di samping itu, harus mencerminkan setidaknya empat
nilai pokok, yaitu: nilai material,nilai formal, nilai fungsional, dan nilai esensial.
1. Nilai Material
Nilai material disini dijelaskan yaitu jumlah pengetahuan agama Islam yang
diajarkan. Jika anak didik semakin lama belajar maka semakin bertambah ilmu
pengetahuan agamanya. Pertambahan pengetahuan agama pada anak didik tersebut
berlangsung melalui proses pembelajaran tingkat demi tingkat dalam suatu jenjang
pendidikan. Jika dikaitkan dengan sisi aspek pengajaran pada setiap aspeknya.
2. Nilai Formal
Nilai formal merupakan nilai sebagai pembentuk yang berhubungan dengan daya
serap anak didik atas segala bahan yang telah diterimanya. Dengan itu, sejauh
manakah daya anak didik dalam membangun kepribadian yang kokoh, utuh, dan
tahan uji. Semuanya itu merupakan kerja mental sebagai reaksi atas pengaruh yang
diterimanya.
3. Nilai Fungsional
Sesuai dengan pengertian fungsional yaitu “dilihat dari segi fungsi”, yang
dimaksud dengan fungsional dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah
penyajian materi pendidikan islam dengan menekankan pada segi kemanfaatannya
bagi anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Sementara Ramayulis menambahkan
fungsional adalah usaha memberikan materi agama menekankan kepada segi
kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari sesuai pengembannya.
Nilai fungsional juga dijelaskan yaitu relevansi bahan ajar dengan kehidupan
sehari-hari. Jika bahan itu mengandung kegunaan dan dapat dipakai atau berfungsi
dalam kehidupan keseharian, maka itu berarti mempunyai nilai fungsional.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa nilai fungsional dalam Pendidikan
Agama Islam adalah nilai pendekatan yang mencoba mengkaji materi pelajaran
agama Islam dari segi kemanfaatannya bagi anak didik dalam kehidupan
kesehariannya disesuaikan dengan perkembangan anak didik itu sendiri.
4. Nilai Esensial
Nilai esensial ialah nilai hakiki. Agama mengajarkan bahwa kehidupan hakiki
atau hidup yang sebenar-benar hidup itu berlangsung dialam baqa. Jadi kehidupan itu
tidak berhenti hingga di dunia saja, melainkan kehidupan itu berlangsung terus di
alam akhirat. Kematian merupakan permulaan kehidupan hakiki itu, sebagai pembeda
antara dua kehidupan yang merupakan suatu keseluruhan hidup dan tidak terpisahkan.
Pergantiannya laksana pengertian siang dan malam dalam suatu kesatuan hari.
Begitu pentingnya nilai hakiki ini, maka pengajaran agama itu seharusnya
diupayakan dapat bermuara pada nilai hakiki tersebut. Nilai-nilai hakiki dapat berupa:
Dian R. (2016), Pergeseran Paradigma Pembelajaran Pada Pendidikan Tinggi. Retriveid from
https://journal.institutpendidikan.ac.id/index.php/petik/article/view/60
BSNP (2010), Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI, Retrivied from
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://akhmadsudrajat.files.wordpre
ss.com/2013/06/paradigma-pendidikan-nasional-abad-xxi.pdf&ved=2ahUKEwj-
rMnh__HyAhWUFLcAHW7RBFAQFnoECA8QAQ&usg=AOvVaw2eI3A3KvkYLjOaYINVD
3oS
Tim PGSD UHAMKA. (2015), Paradigma Pendidikan. Retrivied from
http://perspektifglobal5o.blogspot.com/2015/11/paradigma-pendidikan-babii-
pembahasan_30.html?m=1
Zuki Iriani. (2013), Pendidikan Sistem Organik. Retrivied from
https://www.academia.edu/5505286/PENDIDIKAN_SISTEMIK_ORGANIK
Imam S. (2016), Pendidikan dan Pengajaran dalam Islam. Retrivied from
https://tammimsyafii.blogspot.com/2016/12/pendidikan-dan-pengajaran-dalam-islam.html?m=1
Fitriana H. (2014), Formulasi Tujuan Pendidikan Islam. Retrivied from
http://fitrianahadi.blogspot.com/2014/12/formulasi-tujuan-pendidikan-islam.html?m=1