Anda di halaman 1dari 8

KONTRA SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM UNESCO PADA SUMBER DAYA

MANUSIA DI ERA GLOBALISASI


Muhammad Syahid Ridwan’
UNIDA Gontor
Muhammadsyahidridwan@mhs.unida.gontor.ac.id
Alwi Ahmad Faizin’
UNIDA Gontor
Alwiahmadfaizin@mhs.unida.gontor.ac.id
Rajendra Nur Pallasta’
UNIDA Gontor
Rajendranurpallasta@mhs.unida.gontor.ac.id
Gumilang Eka Fadhyla’
UNIDA Gontor
Gumilangekafadhyla@mhs.unida.gontor.ac.id

Abstrak
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Setiap orang
membutuhkan pendidikan kapan saja, dimana saja.Tanpa pendidikan, sulit berkembang, bahkan
membosankan. Melalui pendidikan harus benar-benar dibimbing untuk menghasilkan manusia
yang berkualitas dan berdaya
UNESCO adalah organisasi PBB yang bergerak dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan telah mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan, yang perlu
dikembangkan oleh seluruh lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan formal. Empat
pilar tersebut ialah: (1) learning to Know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar
untuk terampil melakukan sesuatu), (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4)
learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).
Perubahan model pendidikan yang dirasakan saat ini merupakan salah satu ciri era
globalisasi atau era keterbukaan, terbukti dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Era ini sering disebut sebagai abad 21, dan abad 21 lebih menekankan atau menuntut
lebih untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, tujuan dari
makalah ini adalah untuk mengkaji bidang pendidikan UNESCO dan relevansinya dengan
pengembangan kualitas sumber daya manusia di era globalisasi yang penuh tantangan persaingan
dan kebutuhan akan keahlian. 1) kreativitas dan inovasi, 2) berpikir kritis, 3) integrasi
pengetahuan, 4) kemudahan akses informasi, 5) komunikasi dan kolaborasi, 6) apresiasi terhadap
perbedaan pendapat, dan 7) pendidikan sepanjang hayat. Dari segi elemen abad 21: 1)
Membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, dan 2) Belajar sepanjang hayat. Sedangkan
dari segi relevansi kepemimpinan dalam mengembangkan sumber daya manusia SD/MI: 1)
Memanfaatkan teknologi untuk mencari sumber informasi, 2) Berkomunikasi dan berkerjasama,
3) Kreatif dalam proses pembelajaran, 4) Menanamkan literasi, 5) Menghargai pendapat dan
berfikir kritis, 6) Mengembangkan berbagai pembelajaran secara inovatif serta 7) Menjadi
manusia pembelajar sesuai dengan konsep pendidikan sepanjang hayat.
Keyword: pendidikan UNESCO, era globalisasi, sumber daya manusia.
2 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

Pendahuluan
Dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa, kita perlu meningkatkan kualitas
pendidikan. Namun, peningkatan kualitas pendidikan di suatu negara harus diprioritaskan.
Karena kualitas pendidikan itu penting karena hanya orang-orang yang berkualitas yang bisa
bertahan di masa depan. Manusia di era dimana dunia semakin intens, tingkat kemampuannya
adalah manusia yang berkualitas. Orang inilah yang diharapkan dapat berpartisipasi dalam
panggung dunia yang selalu berubah dan misterius bersama manusia lainnya. Memasuki era
globalisasi di abad 21, sistem pendidikan dunia membutuhkan paradigma baru untuk
mencerdaskan manusia dan menjaga persaudaraan. Ide ini telah direalisasikan oleh UNESCO
dan menyarankan bahwa "Empat Pilar Pembelajaran" akan memasuki era globalisasi.
Dalam upaya memajukan pendidikan, khususnya di Indonesia UNESCO
mengeluarkan empat pilar yang dapat menopang pendidikan tersebut. Keempat pilar tersebut
adalah learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dimana
Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui),
Guru/Pendidik/tenaga pendidik harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di
samping itu Guru/Pendidik dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog
bagi siswa/peserta didik/peserta didiknya dalam rangka mengembangkan penguasaan
pengetahuan dan sumber daya manusia.
Dalam pendidikan yang digagas UNESCO, keempat pilar tersebut terintegrasi dengan
tiga pilar pendidikan Islam yaitu tauhid, akhlak dan ibadah. Perpaduan kedua pilar tersebut
terletak pada substansinya, namun juga pada peran masing-masing pilar. Dengan semakin
kokohnya pilar pendidikan Islam, semoga menghasilkan generasi yang siap dan mampu
menghadapi tantangan zaman.1

Dalam melaksanakan tugasnya, SDM dituntut mengaktualisasikan kemampuannya,


baik daya fikir maupun daya fisik secara terintagrasi. Namun demikian, kedua kemampuan
tersebut saja tidak cukup, melainkan harus diimbangi dengan kecerdasan emosional
(Emotional Intellegence). Manakala kita memandang duni pekerjaan adalah sebagai suatu
masyarakat, maka kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk mengenal dan memahami
diri sendiri serta rekan kerja. Menurut Goleman (1996), kecerdasan emosional memiliki
keunggulan dibandingkan kecerdasan intelektual, jika dasar penentunya adalah keberhasilan
hidup di tengah masyarakat. Dalam upaya pengembangan SDM hendaknya berdasarkan
kepada prinsip peningkatan kualitas dan kemampuan kerja. Terdapat beberapa tujuan
pengembangan SDM, di antaranya adalah: meningkatkan kompetensi secara konseptual dan
tehnikal, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan efisiensi dan efektivitas,
meningkatkan status dan karier kerja, meningkatkan pelayanan terhadap klient, meningkatkan
moral-etis; dan meningkatkan kesejahteraan.2

1
Sigit Dwi Laksana, ‘INTEGRASI EMPAT PILAR PENDIDIKAN (UNESCO) DAN TIGA PILAR
PENDIDIKAN ISLAM’, Al-Idarah : Jurnal Kependidikan Islam, 6.1 (2016), p. 59
<https://doi.org/10.24042/alidarah.v6i1.789>.
2
Ika Ruhana, ‘PENGEMBANGAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA VS DAYA SAING
GLOBAL’, 4 (p. 55).
3 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

Metode
`Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode atau pendekatan
kepustakaan (Library Research). Menurut Zed 2004, penelitian kepustakaan memiliki cir-ciri
khusus antara lain; pertama, penelitian ini berhadapan langsung dengan teks atau data angka
bukan dengan lapangan atau saksi mata (eyewitness), berpa kejadian, orang atau benda-benda
lain. Kedua, data bersifat siap pakain (readymade) artinya penelitia berhadapan langsung
dengan data yang sudah ada di perpustakaan. Ketga, data di perpustakaan adalah umumnya
sumber data sekunder dalam arti bahwa peneliti memperoleh data dari tangan kedua bukan
asli dari tangan pertama di lapangan. Keempat, kondisi data di perpustakaan tidak di bagi
oleh ruang dan waktu.Pengumpulan data dalam tulisan ini diperoleh dengan cara
mengeksplor yang meliputi membaca, megkaji, mempelajari, dan mencatat literatur dari
beberapa jurnal atau artikel, buku, maupun sumber yang berasal dari media massa baik cetak
maupun elektronik yang dianggap relevan terkait materi yang dikaji dalam tulisan ini.

Empat pillar Pendidikan UNESCO


Empat Pilar Pendidikan yang dicanangkan UNESCO dapat kita artikan sebagai
konsep pendidikan yang mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menjalankan perannya di
lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan holistik yang
bertujuan memunculkan individu yang memiliki pribadi utuh dan menyeluruh (intelektual,
emosional, fisik, sosial, estetik, dan spiritual).
1. Learning to know
Learning to know merupakan bahwa belajar adalah untuk mengatahui
maupun memahami Prinsip pembelajaran ini harus dikondisikan agar siswa aktif
dan menciptakan suasana untuk selalu ingin mengetahui dan memahami sesuatu
yang baru. Dengan demikian pembelajaran hendaknya menciptakan sikap
‘penasaran’ pada murid, sehingga murid selalu ingin belajar lebih jauh dan
dianjurkan peserta didik untuk mencari dan mendapatkan pengatahuan sebanyak-
banyaknya melalui pengalaman-pengalaman.
Pilar pertama ini merupakan pintu gerbang pertama masuknya ilmu
pengetahuan, maka keaktifan siswa sangatlah penting. Hal ini juga merupakan
suatu hal mendasar dalam keberhasilan proses pembelajaran. Metode yang menarik
dan inovatif dapat digunakan oleh pendidik untuk memberikan stimulus agar siswa
aktif untuk mencari informasi-informasi baru.
2. Learning To do
Ciri abad 21 menurut Hernawan (dalam Hidayat dan Patras) 2 adalah
meningkatnya interaksi antar warga dunia baik secara langsung maupun tidak
langsung, semakin banyaknya informasi yang tersedia dan dapat diperoleh,
meluasnya cakrawala intelektual, munculnya arus keterbukaan dan demokkratisasi
baik dalam politik maupun ekonomi, memanjangnya jarak budaya antara generasi
tua dan generasi muda, meningkatnya kepedulian akan perlunya dijaga
keseimbangan dunia, meningkatnya kesadaran akan saling ketergantungan
4 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

ekonomis, dan mengaburnya batas kedaulatan budaya tertentu karena tidak


terbendungnya informasi.
3. Learning to be
Pilar ketiga ini bahwasanya pendidik itu sangat penting dan melatih peserta
didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan mewujudkan apa yang peserta didik
impikan dan cita-citanya.Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skilldan
hard skill) merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be).
Menjadi diri sendiri dapat diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan
dan jati diri. Belajar untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah
yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
4. Learning to live together
Pilar terkahir ini artinya menanamkan kesadaran para peserta didik bahwa
mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. Jadi, meerka harus mampu hidup
Bersama. Pada pilar keempat ini kebiasaan hidup Bersama, saling menghargai,
terbuka, memberi dan menerima perlu di kembangkan disekolah. Dengan
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dan proses
pembelajaran dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam
lingkungan dimanapun mereka berada.
1th century readiness merupakan kesiapan dalam menyambut abad 21. UNESCO
telah membuat 4 (empat) pilar pendidikan untuk menyongsong abad 21, yaitu:
1. Learning to how (belajar untuk mengetahui)
2. Learning to do (belajar untuk melakukan)
3. Learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu
mandiri yang berkepribadian)
4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
5. Pendidikan yang membangun kompetensi “partnership 21st Century
Learning” yaitu framework pembelajaran abad 21 yang menuntut peserta didik
memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi,
media dan informasi, keterampilan pembelajaran, inovasi, keterampilan
hidup.3

Berdasarkan proposisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan memiliki


beberapa karakteristik diantaranya: kreatif dan inovatif (creative and innovative), sifat
berfikir kritis (the nature of critical thinking), pengintegrasian ilmu (integration of science),
mudah mendapatkaninformasi (easy to get knowledge), berjiwa komunikatif dan
kolaboratif(communicative and collaborative spirit), menghargai perbedaan pendapat(respect
differences of opinion) dan pendidikan sepanjang hayat (longlife education).4

3
‘Pendidikan Abad 21’, Pendidikan Guru Sekolah Dasar
<https://pgsd.binus.ac.id/2017/08/08/pendidikan-abad-21/> [accessed 20 July 2022].
4
Wikanti iffah Juliani and Hendro Widodo, ‘INTEGRASI EMPAT PILAR PENDIDIKAN (UNESCO)
MELALUI PENDIDIKAN HOLISTIK BERBASIS KARAKTER DI SMP MUHAMMADIYAH 1
PRAMBANAN’, Jurnal Pendidikan Islam, 10.2 (2019), 65–74 (pp. 68–69)
<https://doi.org/10.22236/jpi.v10i2.3678>.
5 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

Pengembangan Era Globalisasi


Globalisasi telah membawa serangkaian perubahan besar pada seluruh tatanan dunia
menyeluruh. Era ini ditandai dengan kemajuan kehidupan global, kemajuan ilmu
pengetahuanPengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transformasi dan komunikasi
dan kegiatan lintas budaya. perubahan yang dibawa oleh globalisasi Pengalaman guru sebagai
praktisi dalam pendidikan. Tantangannya adalahGuru di era global sedang menghadapi,
seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan mendasar, krisis
moral, krisis sosial dan krisis identitas nasional yang berdampak pada bangsa dan negara.
Semua ini jelas menuntut Calon guru yang profesional dan berkualitas. Program Pendidikan
Guru Harus Mampu memberikan layanan yang berkualitas kepada siswa, memungkinkan
mereka untukMengembangkan guru yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan ini
akanMempromosikan kepercayaan publik sehingga akan terus ada di masa depan.5

Indonesia selalu menawarkan kesempatan untuk bekerjasama dengan negara lain dan
organisasi internasional, seperti UNESCO yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan, budaya
dan komunikasi. Kerjasama ini juga didukung oleh kemajuan teknologi informasi,
komunikasi dan transportasi di era globalisasi. Kerjasama tersebut menunjukkan gejala
globalisasi di bidang politik atau pendidikan. Salah satu dampak negatif dari perubahan sosial
budaya adalah perbedaan tingkat kemajuan antara berbagai bagian budaya, ada yang
berkembang pesat dan ada yang lambat. Kondisi ini disebut antisosial.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan
memajukan pendidikan melalui upaya tersebut. Sumber daya manusia dapat bersaing di era
globalisasi, yang sejalan dengan upaya masyarakat menghadapi globalisasi, yaitu membekali
diri dengan pengetahuan dan beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
ataupun Pendidikan.6

Pendidikan agama Islam di era globalisasi menghadapi banyak permasalahan


tantangan. Pertama, krisis moral. Krisis moral ini disebabkan oleh adanya Peristiwa di media
elektronik dan media massa lainnya yang menampilkan pergaulan bebas, seks bebas, miras
dan narkotika, perselingkuhan, Seks bebas, minuman keras, pornografi dan kekerasan. ini
akan menyebabkan Tentang perilaku buruk generasi muda, seperti berkelahi, pemerkosaan,
kehamilan tidak sah, perampokan, pencopetan, perampokan, pembunuhan, kemalasan Tidak
ada integritas dan krisis moral dalam belajar. Kedua, krisis kepribadian. Dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, memberikan kemudahan, Kesenangan dan kemewahan
dapat merayu kepribadian seseorang. Pecahan Kejujuran, kesederhanaan, kesopanan,
kepedulian sosial akan terkikis. Untuk Memberikan pendidikan agama mutlak diperlukan
agar kelak dewasa Jangan menjadi orang yang rendah hati.
Sementara itu, pendidikan agama yang diharapakan mampu memberikan solusi dan
diajadikan sebagai basis penanaman nilai-nilai moral malah mengalami kondisi yang
5
Fitri Oviyanti, ‘Tantangan Pengembangan Pendidikan Keguruan di Era Global’, Nadwa: Jurnal
Pendidikan Islam, 7.2 (2016), 267–82 (pp. 2–3) <https://doi.org/10.21580/nw.2013.7.2.562>.
6
Agustinus Hermino S Putra, ‘PENDIDIKAN TINGGI DI ERA GLOBALISASI’, 18 (p. 8).
6 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

menyedihkan. Pendidikan agama sebagai satu sub sistem pendidikan nasional tidak lebih
hanya sebagai pelengkap yang bersifat marginal dan tetrkesan terpisah dari keilmuan yang
lain. Sepanjang sejarahnya, pendidikan agama tidak pernah mengalami sentuhan yang serius
untuk dikembangkan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan yang selalu berkembang
dan berjalan maju. Ia hanya diajarkan untuk memenuhi tuntutan kondisi sehingga nyaris tidak
mengalami perubahan yang begitu signifikan. Sehingga wajar dalam pelaksanaan pendidikan
agama syarat dengan kelemahan-kelemahan.7

Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu
institusi, dimana pengolahan dan pendayagunaan sumberdaya yang ada adalah manusia
sebagai individu pengerak kemajuan organisasi. Komponen manajem SDM yaitu tenaga
pendidik, peserta didik masyarakat. Menjalin kerjasama antara Lembaga pendidikan dan
masyarakat merupakan hal yang harus dilakukan baik secara lngsung maupun tidak. Bantuan
dan dukungan yang diberikan oleh pihak masyarakat dalam hal ini baikorang tua, pemangku
kepentingan agar tujuan dapat dicapai secara optimal, walaupun seluruh lapisan belum
memberiakan sumbangsih yang nyata tetapi sosialisasi dan aktifitas yang dilakukan tetap
diinformasikan kepada masyarakat luas. Tenaga pendidik merupakan komponen mikro
penentu dominan dari mutu pendidikan, tenaga pendidik memiliki peran strategis pada proses
pembelajaran.8 Khusunya di era new normal seperti saat ini ada 2 elemen pokok yaitu,
sharing dan caring. Perubahan paradigma dalam mengelola lembaga pendidikan di era tang
unpredictable serta kompleks dengan 2 pendekatan yaitu:
a. Pendekatan Proatif, pimpinan memberikan reaksi terhadap peruabahan-perubahan
yang terjadi dilapangan.
b. Pendekatan perubahan program, yaitu melakukan perunahan terhadap program yang
direncanakan, merumuskan Kembali kebjikan, dan tujuan baru agar bisa adavtif
dengan situasi saat ini.
Dengan adanya perubahan proses pembelajaran menjadi tantangan khusunya bagi
tenaga pendidi agar mampu mengatasi permasalah-permasalahan selama pembelajaran
daring. Oleh karena itu pimpinan harus proaktif dalam membuat solusi permasalahan baik
dengan merubah kebijakan maupun program kerja. Untuk mengembangkan
kemapuan tenaga pendidik melalui KASAH (Knowledge, Ability, Skill, Attitude, Habit) yang
dijelaskan sebagai berikut:
1. Knowledge, peningkatan pengetahuan mutlak dilakukan secara berkala dan terus
menerus, perubahan kondisi yang saat ini terjadi dimana adanya pandemi
menyebabkan tenaga pendidik tidak hanya memahami cara teknik mengajar tetapi
juga teknologi pendukung pembelajaran dimana sekarang pembelajaran dilakukan
dengan sistem blanded (daring dan luring).

7
Abdul Khobir, ‘PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA GLOBALISASI’, 11 (pp. 5–7).
8
Ramdani & Siti Qomariyah, Tarbiyah wa Ta’lim: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran.
Juli, 2022. Vol. 9, No.2. hal. 113-114.
7 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

2. Ability, kemampuan terdiri dari dua unsur yaitu yang bisa dipelajari dan bakat.
Besarnya keinginan sebanding dengan prestasi yang dihasilkan.
3. Skill, keahlian yang berguna. Keahlian merupakan pengetahuan dan kemampuan
yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahn. Untuk tenaga pendidik harus
memilikinya dalam mengajar dan juga menjalankan perannya di kelas sebaga
motivator, pengajar, evaluator dan ain-lain.
4. Attitude, kepribadian individu merupaan hasil interaksi sejak lahir dengan situasi
lingkungan yang terlihat dari tidakan dan perbuatan serta rekasi psikolagis dari
setiap rangsangan dari lingkungan.
5. Habit, suatu kebiasaan yang dilakukan terus menerus sehingga tertanam di dalam
akal pikiran.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui peningkatan
mutu pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga UNESCO (United Nations,
Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan,
pengetahuan dan budaya mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: a) learning to Know,
b) learning to do c) learning to be, dan d) learning to live together.

Kesimpulan
Empat Pilar Pendidikan yang dicanangkan UNESCO dapat kita artikan sebagai
konsep pendidikan yang mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menjalankan perannya di
lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan holistik yang
bertujuan memunculkan individu yang memiliki pribadi utuh dan menyeluruh (intelektual,
emosional, fisik, sosial, estetik, dan spiritual).
1. Learning to how (belajar untuk mengetahui)
2. Learning to do (belajar untuk melakukan)
3. Learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri
yang berkepribadian)
4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan
memajukan pendidikan melalui upaya tersebut. Sumber daya manusia dapat bersaing di era
globalisasi, yang sejalan dengan upaya masyarakat menghadapi globalisasi, yaitu membekali
diri dengan pengetahuan dan beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
ataupun Pendidikan. Pendidikan agama Islam di era globalisasi menghadapi banyak
permasalahan tantangan. Pertama, krisis moral. Krisis moral ini disebabkan oleh adanya
Peristiwa di media elektronik dan media massa lainnya yang menampilkan pergaulan bebas,
seks bebas, miras dan narkotika, perselingkuhan, Seks bebas, minuman keras. Sementara itu,
pendidikan agama yang diharapakan mampu memberikan solusi dan diajadikan sebagai basis
penanaman nilai-nilai moral malah mengalami kondisi yang menyedihkan.

Daftar Pustaka
8 | Syahid,Alwi,Rajendra,Gumilang

Juliani, Wikanti iffah, and Hendro Widodo, ‘INTEGRASI EMPAT PILAR PENDIDIKAN
(UNESCO) MELALUI PENDIDIKAN HOLISTIK BERBASIS KARAKTER DI
SMP MUHAMMADIYAH 1 PRAMBANAN’, Jurnal Pendidikan Islam, 10.2 (2019),
65–74 <https://doi.org/10.22236/jpi.v10i2.3678>
Khobir, Abdul, ‘PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA GLOBALISASI’, 11
Laksana, Sigit Dwi, ‘INTEGRASI EMPAT PILAR PENDIDIKAN (UNESCO) DAN TIGA
PILAR PENDIDIKAN ISLAM’, Al-Idarah : Jurnal Kependidikan Islam, 6.1 (2016)
<https://doi.org/10.24042/alidarah.v6i1.789>
Oviyanti, Fitri, ‘Tantangan Pengembangan Pendidikan Keguruan di Era Global’, Nadwa:
Jurnal Pendidikan Islam, 7.2 (2016), 267–82
<https://doi.org/10.21580/nw.2013.7.2.562>
‘Pendidikan Abad 21’, Pendidikan Guru Sekolah Dasar
<https://pgsd.binus.ac.id/2017/08/08/pendidikan-abad-21/> [accessed 20 July 2022]
Putra, Agustinus Hermino S, ‘PENDIDIKAN TINGGI DI ERA GLOBALISASI’, 18
Ruhana, Ika, ‘PENGEMBANGAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA VS DAYA
SAING GLOBAL’, 4
Ramdani & Siti Qomariyah. 2022, Tarbiyah wa Ta’lim: Jurnal Penelitian Pendidikan dan
Pembelajaran. Juli, 2022.

Anda mungkin juga menyukai