Anda di halaman 1dari 11

Senin, 09 April 2012

Identifikasi Masalah Dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan, Faktor Penyebab, Dan Solusinya
Posted by Just RatHi S.Gz on 02.07

Pendidikan merupakan suatu diskursus yang terpenting dan menempati posisis sentral dalam bidang kajian sosiologi. Dalam sosiologi pendidikan inilah kemudian dibahas berbagai masalah tentang pendidikan dengan tujuan mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik (Nasution, 1983). Pendidikan bukan hanya terpusat pada instansi pendidikan saja melainkan juga pada tri pusat pendidikan yaitu pendidikan dalam keluarga, pendidikan dilembaga pendidikan formal (sekolah dan kampus/universitas) serta pendidikan dimasayarakat. Namun dalam paper ini saya lebih mengutamakan pengkajian lembaga pendidikan formal. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelebaran pokok pembahasan, selain itu pada umumnya lembaga pendidikan formal memiliki peran terbesar dalam pembentukan karakter pelajar hal ini disebabkan oleh banyaknya waktu yang dihabiskan pelajar dalam kehidupan sehari-harinya. Kenakalan remaja (jevenile delinquency) bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan pelajar atau siswa, melainkan kenakalan remaja muncul dari permasalah multidimensional dalam diri pendidikan itu sendiri. Asumsi dasarnya adalah individu merupakan representasi dari masyarakat, sebagaimana konsep fakta sosial Durkheim. Terdapat pelbagai penyebab munculnya masalah pendidikan yang mendasar didalam pendidikan indonesia antara lain: 1. Minimnya Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru, bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan di indonesia tidak terpenuhi sarana prasarananya. Dari data diatas menggabarkan bagaimana lembaga pendidikan kurang memfasilitasi bakat dan minat siswa dalam mengembangkan diri. Akibat tidak tersedianya fasilitas tersebut para pelajar mengalokasikan kelebihan energinya tersebut untuk hal-hal yang negatif. 2. Kontradiksi-Kontradiksi dan Kakunya Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan merupakan salah satu realisasi penjamin berjalannya mutu pendidikan. kurikulum merupakan program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar generasi dalam masyarakat. Maksud baik pemerintah ini ternyata kurang sesuai dengan kultur dan perkembangan zaman, dikarenakan kurikulum yang sekarang dijalankan masih berbasis pada langkah teoretis dan cenderung mengesampingkan nilai praksis pendidikan. Kurikulum yang sekarang digunakan dalam proses belajar tidak jauh berbeda dengan zaman penjajahan belanda, dimana proses pendidikannya hanyalah dalam langkah teoretis dan cenderung mencetak tenaga kerja. Standar pendidikan berupa Ujian Nasional (UN) dengan maksud menyamaratakan nilai kemajuan dari sabang sampai merauke ini justru menimbulkan ketidak adilan baru, di daerah timur Indonesia yang sangat jauh dari standar minimal itu dipaksa mengikuti standar jakarta ataupun jawa yang notabene lebih memiliki sarana pendidikan. 3. Pendeskreditan Moralitas

Dalam perjalanannya banyak kasus moralitas dalam pendidikan indonesia, kasus kekerasan iini tidak hanya dilakukan sesama murid ironisnya guru juga melakukan kekerasan secara fisik kepada murid sebaimana diberitakan dimedia massa. Tentunya kekerasan ini mengganggu perkembangan secara psikologis pelajar dan mendorong legalisasi kriminalitas dan kekerasan kepada siswa yang. Misalnya saja kasus IPDN, dengan alasan meningkatkan disiplin senior diberi kewenangan untuk menyiksa juniornya. Sehingga pendidikan moral, baik menggunakan instrumen agama ataupun sosialisasi moralitas seperti menanamkan sifat disiplin, jujur, kreatif, dan sebagainya secara partisipatif sangat diperlukan. 4. Liberalisasi Pendidikan Sebenarnya liberalisme merupakan tahap perkembangan lanjut dari penjajahan negara-negara maju kepada negara dunia ketiga. Ironisnya bukan hanya ekonomi saja yang mengalami liberalisasi, kesehatan bahkan pendidikan tidak luput dari liberalisasi yang menjurus pada komersialisasi pendidikan. Dengan landasan mengikuti Konsesus Washington pemerintah membiarkan dan melepas tanggung jawab sebagai penjamin hak memperoleh pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Liberalisasi pendidikan tanpa melihat kondisi objektif masyarakat indonesia yang sebagaian besar tidak miskin ini, justru menjerumuskan rakyat kepada kebodohan. Pendidikan tak ubahnya menjadi sarana mobilisasi dalam merebutkan kekayaan dan mempertahankan status quo bagi orang-orang yang kaya. Akibat liberalisasi pendidikan ini tentunya rakyat miskin tidak mampu membiyayai pendidikan, sehingga dapat dikatan

liberalisasi dan sahamisasi pendidikan ini adalah suatu bentuk kebijakan pembodohan massal terhadap rakyat. Lalu mau dikemanakan masyarakat miskin jika pendidikan semakin mahal?. Solusi dari berbagai masalah tersebut antara lain : 1. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dalam rangka meningkatkan output pendidikan tentunya kita harus menaikan cost (harga), menaikkan harga disini maksudnya adalah meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Adapun sarana tersebut meliputi sarana fisik dan non fisik. Sarana fisik Pemenuhan sarana fisik sekolahan ini meliputi pembanguan gedung sekolahan, laboratorium, perpustakaan, sarana-sarana olah raga, dan fsilitas pendukung lainnya. Dalam hal ini tentunya pemerintah memegang tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan ini, karena pemerintah berkepentingan dalam memajukan pembangunan nasiaonal. Jika sarana belajar ini telah terpenuhi tentunya akan semakin memudahkan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sarana non fisik Sarana non fisik ini diibaratkan soft ware dalam komputer, jika soft ware ini dapat mengoprasikan perangkat komputer dengan baik maka pekerjaan akan cepat selesai. Begitu juga dalam pendidikan jika sistem dan pengajarnya bermutu maka akan mempercepat pembangunan nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: Peningkatan kualitas guru Kualitas guru harus ditekankan demi berjalannya pendidikan itu sendiri, tugas guru adalah merangsang kreativitas dan memberi pengajaran secara fleksibel, artinya berkedudukan seperti siswa yang belajar tidak ada patron client. Peningkatan mutu ini bukan hanya pada intelektual guru saja, melainkan juga mengembangkan psikologis guru itu sendiri misalnya dengan memahami karakteristik siswa, psikologi perkembangan dan sebagainya. Pembentukan lembaga studi mandiri Pembentukan lembaga studi mandiri ini berfungsi sebagai wadah pengembangan kpribadian siswa. Di kampus UIN misalnya jurun sosiologi belum memiliki lembaga penelitian dan lembaga diskusi mahasiswa, adapun lembaga diskusi resminya telah lama mati karena tidak adanya regenerasi yang baik. Jika lembaga studi ini dapat dibentuk tentunnya akan memperbaiki kualitas fakultas maupun menambah pengalaman mahasiswa. Reformasi Kurikulum Pendidikan Kurikulum merupakan jiwa dari lembaga pendidikan, jika dalam kurikulum terdapat banyak penyimpangan dan kontradiksi-kontradiksi tentunya akan merusak citra pendidikan

itu sendiri. Pengembangan kurikulum diharuskan sesuai dengan kultur masyarakat artinya tidak begitu saja menelan mentah-mentah teori pendidikan barat kedalam pendidikan indonesia. Negeri jepang misalnya walaupun mempelajari bahan ajaran Barat namun mereka menyesuaikan dengan kultur dalam masyarakat. Selain itu pendidikan juga harus lebih mengutamakan langkah praksis dengan mencetak generasi muda yang mandiri dan dapat mengolah sumberdaya alam serta memproduksi lapangan kerja bukan hanya mencetak mental pekerja. Kesadaran sosial generasi muda juga perlu ditingkatkan sebagai wujud pengabdian pendidikan terhadap masyarakat. Mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia bukanlah mimpi, jika dilakukan secara kontinyu dan intensif.

Hal ini disebabkan karena banyaknya masalah pendidikan di Indonesia yang masih sangat sulit untuk diatasi. Adapun beberapa masalah utama pendidikan di Indonesia adalah : 1.Rendahnya Kualitas Sarana dan prasarana pendidikan Kita tentu sudah banyak mendengar berita tentang sekolah roboh, atau sekolah rusak karena bangunanya yang sudah lapuk namun tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Inilah salah satu bukti betapa Rendahnya Kualitas Sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia. 2. Kurangnya Pemerataan Pendidikan di Indonesia Bagi sebagian orang, pendidikan adalah hal yang biasa, namun bagi banyak orang yang berada di wilayah terpencil, pendidikan adalah barang mewah dan sangat berharga. Kenapa? karena memang di negara yang menganut paham desentralisasi ioni, pendidikan lebih difokuskan di wilayah-wilayah pokok yang lebih potensial. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kurangnay pemerataan dan menjadikan kesenjangan dalam pendidikan. 3. Masih rendahnya kesejahteraan Guru Salah satu acuan yang bisa diukur untuk menentukan Keberhasilan pendidikan adalah tingkat kesejahteraan para Guru. Namun apa bisa dikata, Di Indonesia masih banyak guru yang dibayar dengan upah yang kurang layak atau bahkan tidak layak. Walaupun banyak orang beranggapan bahwa guru itu adalah profesi yang mewah, namun tetap saja masih banyak guru yang belum bisa menerima hasil jerih payahnya secara adil. 4. Mahalnya Biaya pendidikan Inilah masalah utama pendidikan di Negeri ini, yaitu mahalnya biaya pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Hal inilah yang kemudian banyak memunculkan fenomena putus sekolah di kalangan anak-anak Indonesia yang kurang mampu. Jangankan untuk sekolah Swasta, Untuk sekolah negeri pun, biaya pendidikanya tetap tinggi. Opsi bantuan BOS yang diberikan oleh pemerintah pun masih belum bisa mengatasi masalah mahalnya biaya pendidikan ini. 5. Rendahnya Prestasi Siswa Dari penelitian Balitbang, Daya tangkap materi siswa di Indonesia hanya sekitar 30% dari semua materi yang diajarkan. hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kurangnya kepedulian dalam dunia pendidikan dan juga masih kurangnya pengetahuan para siswa tentang arti sebuah pendidikan.

Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya

Hingga saat ini masalah pendidikan masih menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69 dari 127 negara dan merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).
Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.

Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.

Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi. Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar.

Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun 2013 yang akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok pada Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik beberapa bulan sebelumnya.

Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama.

Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum

menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai. Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898. Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia. Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah dan pihak terkait. Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat. Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.

Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil. Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.

Masalah Pendidikan Di Indonesia


Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: (1). Rendahnya sarana fisik, (2). Rendahnya kualitas guru, (3). Rendahnya kesejahteraan guru, (4). Rendahnya prestasi siswa, (5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, (6). Mahalnya biaya pendidikan. * Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. * Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.* Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta

rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel. * Rendahnya Prestasi Siswa Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anakanak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. * Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut. * Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.

Anda mungkin juga menyukai