Anda di halaman 1dari 4

Nama : Julita Windayu Ustantik

NIM : 233125711934
Mata Kuliah : Filosofi Pendidikan Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. I Nengah Patra, S.Pd, M.Si

PERUBAHAN CARA PANDANG MASYARAKAT TERHADAP DUNIA


PENDIDIKAN YANG BERPOTENSI DESTRUKTIF

Pendidikan merupakan suatu hal yang dibutuhkan dan menjadi hal mendasar dalam
membentk karakteristik dan sikap manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia sebagai dasar dalam pembentukan karakter yang beretika dan sesuai
dengan cita-cita bangsa.[1]. Dalam hal ini, pendidikan menjadi kebutuhan manusia untuk
tumbuh berkembang dan berproses menjadi pribadi yang berkepribadian mulia dan luhur dalam
bermasyarakat. Oleh karena itu, pendidikan sangatlah penting untuk menjadi pedoman hidup
bermasyarakt dan memanusiakan manusia. Pendidikan tidak memiliki batas dalam prosesnya,
setiap individu memiliki hak untuk mengenyam pendidikan selama mampu dan bisa
melakukan prosesnya[2].
Menurut pandangan islam, pendidikan merupakan hal wajib diperoleh manusia,
pendidikan menjadi salah satu hak yang harus didapatkn oleh setiap manusia. Menurut Ali bin
Abi Tholib didiklah anakmu sesuai dengan zamanya [3]. Maka, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan haruss bersifat fleksibel atau tidak kaku yang mana pendidikan dapat disesuaikan
dengan zaman yang sedang berlangsung, sehingga pendidikan dapat berkembaang
sebagaimana mestinya dan pendidikan juga dapat adaptasi dengan perkembangan zaman yang
semakin pesat khususnya dalam dunia teknologi.
Sistem pendidikan di Indonesia berkembang dimulai pada masa Hindu Budha abad je-
5 M sampai dengan saat ini pada reformasi. Perkembang pendidikan di Indonesia berkembang
sangat pesat dimulai dari pendidikan yang sifatnya tutor sebaya, nasionalisme sampai pada
masa saat ini yang mana pendidikan bertujuan sebagai wadah mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretaif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab[4].
Pendidikan tidak lepas dari aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya [5]. Dari
perkembangan sistem pendidikan di Indonesia mulai terdapat kesadaran dari masyarakat
bahwasanya pendidikan adalah suatu yang penting dan wajib di miliki oleh setiap manusia.
Masyarakat mulai percaya akan sistem pendidikan di Indonesia yang mana pendidikan di
Indonesia memiliki tujuan yang jelas dalam prakteknya. Khusunya untuk pendidikan pada
kurikulum merdeka ini tujuan utama pendidikan adalah untuk menghasilkan lulusan yang
memiliki karakter [6]. Dari sinilah masyarakat mulai percaya bahwa pendidikan di sekolah
tidak hanya memberikan penjelasan dan pembelajaran yang sifatnya berbasis materi pelajaran
namun disekolah memberikan pengajaran dan pembelajaran tentang pendidikan karakter yang
berguna untuk membangun nilai sosial budaya yang mencerminkan budaya ketimuran.
Selepas penjelasan di atas, pendidikan tidak hanyaa membawa dampak positif bagi
peserta didik. Namun dalam prakteknya pendidikan zaman sekarang dapat berpotensi
membawa dampak destruktif (merusak) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Sekolah Tidak Kondusif
Lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran peserta didik baik
di sekolah maupun di lingkungan sekitar rumah. Namun pada kenyataannya lingkungan
sekolah tergolong tidak kondusif untuk beberapa sekolah di daerah pedesaan. faktor
Lingkungan sekolah yang tidak kondusif karena sarana prasarana sekolah yang tak
memadai, kondisi masyarakat yang cuek dengan keadaan remaja [7]. Lingkungan belajar
yang kondusif pada dasarnya dapat membantu meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Agar tercipnya lingkungan belajar yang kondusif dari pihak sekolah sendiri dapat
menciptakan lingkungan belajar yang aktif [8]. Lingkungan beljar yang aktif dimaksudkan
dengan peserta didik tidak terbebani secara individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran, tetapi mereka dapat saling bertanya dan berdiskusi sehingga
beban belajar bagi mereka tidak terjadi. Dengan strategi pembelajaran aktif ini diharapkan
dapat menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sehingga pada
akhirnya dapat mengoptimalkan hasil belajar peserta didik.
2. Kekerasan Dan Perilaku Bullying
Bullying merupakan suatu perilaku agresif dan atau manipulatif yang dilakukan dengan
sengaja dan secara sadar oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain atau kelompok
lain [9]. Perilaku bullying di sekolah terjadi oleh beberapa faktor diantarannya remaja
melakukan tindakan bulying meliputi ikut-ikutan teman, diajak teman, balas dendam,
menonton kekerasan di TV, pola pendidikan yang keras di sekolah, perilaku masyarakat
yang keras. Untuk mengurangi kasus kekerasan dan bullying disekolah dapat dilakukan
dengan cara melakukan layanan bimbingan kelompok di sekolah [10]. Layanan bimbingan
kelompok dapat berupa bimbingan konseling yang diadakan dissekolah minimal 2 minggu
sekali. Kekerasan dan kasus bullying disekolah menjadi tanggung jawa semua pihak
sekolah, mulai dari warga sekolah, guru, pegawai sekolah, dan kepala sekolah, selain itu
orang tua peserta didik juga berperan aktif untuk ikut serta mendukung progam sekolah
dalam masalah kekeran dan kasus bullying.
3. Manipulasi Proses Dan Hasil
Manipulasi proses dan hasil dalam dunia pendidikan sering terjadi, manipulasi hasil dan
proses yang sering terjadi di dunia pendidikan diantaranya adalah praktek menyontek
dikalangan pelajar yang tidak pernah usai, oknum guru yang melakukan tindakan tidak
terpuji dengan membantu peserta didik mengerjakan soal tes, oknum yang membocorkan
soal ujian [5]. Untuk menanggulangi masalah tersebut dengan cara tidak memberikannya
standar pendidikan yang terlalu tinggi untuk peserta didik, memberlakukan kegiatan
sekolah yang tidak hanya melihat hasil kognitifnya saja melainkan melihat segala aspek
mulai dari aspek kognitif, aspek proses, aspek pendidikan karakter. Sehingga dalam proses
pembelajaran peserta didik tidak merasa terbebani dengan beberapa standar sekolah yang
terlalu tinggi dan ketat terhadap hasil kognitif peserta didik.
4. Sistem Zonasi Pendidikan
Sistem zonasi dalam dunia pendidikan mulai diberlakukan pada tahun 2017, sistem zonasi
merupakan sistem baru yang mengehndaki calon peserta didik diterima bukan lagi karena
pertimbangan nilai ujian melainkan karena letak rumah tempat tinggal dengan dengan
sekolah. Sistem zonasi dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pemerataan pendidikan
dalam segala aspek terpenuhi, selain itu sistem zonasi diharapkan dapat menghilangkan
pemikiraan mengenai sekolah favorit dan non favorit. Sistem zonasi memiliki dampak
positif dan negatif. Dampak negatif dari sistem zonasi antara lain: sebagian guru mengeluh
dengan hasil belajar peserta didik yang dibawah KKM, daya juang peserta didik untuk
bersaing dalam dunia pendidikan berkurang, dirasa kurang adil bagi siswa yang memiliki
prestasi dan semanagt juang dalam pendidikan tinggi, terdapat manipulasi tempat tinggal
oleh oknum wali murid agar anaknya dapat sekolah negeri dengan fasilitas pendidikan
yang memadai, konsep sistem zonasi masih belum jelas [11]. Untuk menanggulangi hal
tersebut perlu diadakanya pemerataan fasilitas pendidikan yang merata untuk seluruh
kesatuan pendidikan daerah, pemerataan tenaga pendidik, melakukan ferivikasi data
secara menyeluruh tidak hanya berdasarkan data KK dan duscapil, pemerintah perlu
melakuan evaluasi terhadap sistem zonasi kedepanya untuk mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan.
REFERENSI
[1] K. Nurwahyuni and H. Hudaidah, “Sejarah Sistem Pendidikan di Indonesia dari Masa ke
Masa,” Berkala Ilmiah Pendidikan, vol. 1, no. 2, pp. 53–59, Apr. 2021, doi:
10.51214/bip.v1i2.91.

[2] Suparno, M. Hastin, N. K. Sumiartini, D. P. Lestari, A. R. Vanchopo, and S. Mokodenseho,


“Presepsi Masyarakat Terhadap Pentingnya Pendidikan Tinggi Untuk Kaum Peremppuan,”
Jurnal on Education, vol. 06, no. 01, pp. 3635–3634, 2023.

[3] M. Ihsan, “Arti dan Tujuan Pendidikan menurut Pakar,” Unjkita.Com.

[4] PRESIEN REPUBLIK INDONESIA, UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG
PENDIDIKAN NASIONAL. INDDONESIA, 2003.

[5] M. Ishaq, T. Prodi, P. Pancasila, K. Stkip, and M. Sorong, “Problematika Pendidikan di


Indonesia (Telaah Aspek Budaya),” Jurnal Pendidikan, vol. 1, no. 2, 2013, [Online]. Available:
www.sociologyonline.co.uk/Global

[6] Fitra Ramadani, Neviyarni, and Desyandri, “Analisis Tujuan Pendidikan terhadadp Kurikulum
Merdeka Belajar dalam Menghadapi Tantangan Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0,” Jurnal
Ilmiah Pendidikan Dasar, vol. 8, no. 1, 2023.

[7] A. Enteding, “FAKTOR-FAKTOR KENAKALAN REMAJA DI DESA KAWALO KECAMATAN TALIABU


BARAT KABUPATEN PULAU TALIABU,” Linear : Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 5, no. 2, 2021, doi:
10.53090/jlinear.v5i2.198.

[8] Aulia Dini Hanipah, Titan Nurul Amalia, and Dede Indra Setiabudi, “URGENSI LINGKUNGAN
BELAJAR YANG KONDUSIF DALAM MENDORONG SISWA BELAJAR AKTIF,” Education : Jurnal
Sosial Humaniora dan Pendidikan, vol. 2, no. 1, 2022, doi: 10.51903/education.v2i1.148.

[9] E. Suartini, P. Suhanda, and S. Wasliyah, “Hubungan pola asuh keluarga terhadap kenakalan
remaja (pelaku bullying),” Jurnal Kesehatan, vol. 1, no. 11, 2013.

[10] N. Yelisma, “EFEKTIFITAS BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGURANGI PERILAKU BULLYING


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BIMBINGAN DAN KONSELING,” Jurnal Counseling Care, vol. 2,
no. 2, 2019, doi: 10.22202/jcc.2018.v2i2.2951.

[11] D. M. Ula and I. Lestari, “Dampak Sistem Zonasi Bagi Sekolah Menengah Pertama,” Briliant:
Jurnal Riset dan Konseptual, vol. 5, no. 1, 2020, doi: 10.28926/briliant.v5i1.375.

Anda mungkin juga menyukai