Anda di halaman 1dari 15

EFEKTIVITAS TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM

MENINGKATKAN KARAKTER PRIBADI MUSLIM PADA SISWA MI


NURUL ATHAR CLURING TAHUN 2022

Proposal Skripsi

Diajukan kepada
Sekolah Tinggi Islam Blambangan (STIB) Banyuwangi

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam


Menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Islam

OLEH
ROBI TAUFIK
NIM : 201899260172

SEKOLAH TINGGI ISLAM BLAMBANGAN BANYUWANGI


JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang pasti akan dialami oleh setiap makhluk

yang ada di bumi. Hampir semua orang dikenai pendidikan dan melaksanakan

pendidikan, sebab pendidikan tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Akan

tetapi apakah pendidikan yang ada kali ini sudah berhasil dalam mencapai tujuan dari

suatu pendidikan itu sendiri?. Ini menjadi tanda tanya besar bagi kita sebagai

komponen yang ada dalam pendidikan, dan mempunyai tanggung jawab besar

terhadap kemajuan dan perkembangan pendidikan.

Pendidikan adalah suatu proses yang dialami manusia yakni proses pembentukan

kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya fikir (inteletual)

maupun daya perasaan (emosional), menuju kearah tabiat manusia dan manusia

biasa.1 Ada pula seorang ahli dalam bidang pendidikan di barat mengartikan sebuah

pendidikan itu adalah proses, yaitu Mortimer J. Adler memaknai pendidikan adalah

proses manusia dengan segala kemampuan dan bakat yang diperolehnya dengan

segala yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, dan dikembangkan dengan

kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang artistik dibuat dan digunakan

siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.2 Pendidikan secara sederhana dapat diartikan

sebagai suatu usaha manusia untuk membina sesuai dengan nilai-nilai yang ada di

masyarakat dan kebudayaan. Bagaimanapun sederhananya peradaban dalam

masyarakat, didalamnya pasti terjadi suatu proses pendidikan. Karena itulah

pendidikan sudah terjadi selama peradaban umat manusia.

Penyelenggaraan pendidikan salah satunya melalui jalur penndidikan sekolah

atau madrasah. Dalam keseluruhan proses pendidikan yang ada di sekolah kegiatan

1
Jhon Dewey, Democracy and Education, h. 383.
2
Mortimer J. Adler, Philosophies of Education, h. 209.
belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Belajar tidak bisa

dipisahkan dari mengajar, belajar adalah tugas peserta didik dan mengajar adalah

tugas seorang pendidik atau guru. Salah satu faktor dalam mengoptimalkan kegiatan

pembelajaran adalah memperbaiki pola pembelajaran yang inovatif dan relefan, hal

ini tentu menjadi peran dari seorang guru. Pada negara-negara berkembang maupun

negara maju, pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat. Karena hal

yang pasti ingin dicapai dalam suatu pendidikan adalah tujuan yang membawa

perubahan yang baik terhadap masa depan negara.

Khususnya di Negara Indonesia, pendidikan mempunyai tujuan yang tertera

dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem

pendidikan nasional, menegaskan bahwa:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang

demokratis dan bertanggungjawab”.3

Belajar bisa diibaratkan seperti bayi yang sedang mencoba untuk duduk,

berjalan, makan, dan lain sebagainya. Secara naluriyah bayi akan bisa melakukan

aktivitas-aktivitas seperti itu dengan diperlukannya orang tua atau orang lain untuk

mengajarkan atau membimbing agar aktivitas tersebut dilakukan dengan baik.

Dengan bantuan manusia lain maka bayi akan memaksimalkan kepandaiannya yang

akan bermanfaat bagi kehidupannya di kemudian hari. Belajar dalam dunia

pendidikan merupakan konsep pengetahuan yang banyak dilakukan oleh pendidik

atau pengajar. Guru yang berperan sebagai pendidik atau pengajar akan

menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya dengan sungguh-sungguh


3
Republik Indonesia, “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional,” (Jogjakarta: Laksana, 2012), h. 15.
dan giat. Satu hal yang perlu diketahui dari proses belajar mengajar adalah ilmu

pengetahuan yang didapat dan bertambahnya ilmu pengetahuan hanya salah satu

bagian kecil dari kegiatan untuk membentuk kepribadian seutuhnya. Dalam proses

belajar ada yang namanya teori belajar. Teori belajar adalah suatu langkah-langkah

yang dapat membantu guru atau pendidik untuk mendidik dan mengajarkan ilmu

pengetahuan kepada murid atau peserta didik. Namun, ada beberapa guru yang lebih

nyaman mengajar berdasarkan pengalaman saat belajar. Maksudnya, dalam beberapa

kasus yang terjadi, guru sudah mempunyai atau menemukan cara jitu untuk mendidik

dan mengajarkan ilmu pengetahuan tanpa mengetahui teori-teori belajar.

Pada dasarnya teori bealajar sangatlah banyak, tetapi teori belajar yang sering

digunakan oleh guru atau pendidik ada empat, yaitu teori belajar behavioristik, teori

belajar kognitivistik, teori belajar konstruktivistik, dan teori belajar humanistik. Akan

tetapi, karena salah satu objek penelitian kali ini adalah perubahan suatu tingkah laku

peserta didik dalam proses pembelajaran, maka peneliti terfokus dalam pembahasan

teori belajar behavioristik yang mempengaruhi perubahan pola prilaku murid atau

peserta didik dalam proses belajar mengajar. Dalam pandangan teori belajar

behaviorisme sendiri belajar dapat diartikan suatu perubahan prilaku yang dapat

diamati, diukur, dan dinilai secara kongkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan

(stimulans) yang menimbulkan hubungan prilaku reaktif (respons) berdasarkan

hukum-hukum mekanistik. Stimulans adalah lingkungan belajar manusia, baik yang

internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah

dampak atau efek berupa reaksi fisik yang disebabkan stimulan. Gage dan Berliner

menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil

pengalaman. Senada dengan pengertian belajar dalam konsep teori behavioristik

yaitu, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, seseorang bisa dikatakan belajar

bila terjadi suatu perubahan tingkah laku tertentu.


Di era pasca pandemi, yang terjadi pada pola tingkah laku peserta didik begitu

mengalami perubahan yang signifikan. Salah satunya ialah penurunan nilai afektif

siswa atau peserta didik, tak lain dan tak bukan adalah sistem pendidikan yang

dipengaruhi akibat dari pandemi. Sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah yang

mengharuskan lembaga pendidikan untuk menerapkan model pembelajaran online

(daring) sebagaimana upaya pemerintah dalam pembatasan kegiatan masyarakat

dalam meminimalisir penularan virus covid 19 yang sedang menjadi wabah skala

internasional kala itu. Karena model pembelajaran online (daring) ini dianggap hal

yang baru diterapkan didalam model pembelajaran di dunia pendidikan, maka

banyak yang masih beranggapan model pembelajaran online (daring) kurang begitu

efektif untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Mungkin ada beberapa

kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran tersebut, tapi yang sangat

terlihat kekurangan dari model pembelajaran ini adalah kurangnya kontroling

pendidik atau pengajar terhadap peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Hal

ini menyebabkan kebebasan pola belajar peserta didik menjadi kurang terkontrol dan

kurang sesuai dengan tujuan dari kegiatan belajar mengajar yang sudah direncanakan

oleh seorang pengajar atau pendidik.

Dengan budaya atau kebiasaan-kebiasaan baik yang menunjukkan pribadi

muslim menjadi salah satu strategi pendidik atau pengajar dalam meningkatkan

karakter religius peserta didik. Salah satu pembiasaan dalam lingkungan pendidikan

ialah pembiasaan kegiatan rutin sholat dhuha, istighosah, tahlil bersama, membaca

dan menyimak Al-Qur’an, membaca asmaul husna dan doa, dan lain sebagainya.

Kegiatan tersebut diyakini membantu dalam memberikan suatu kebiasaan baik dalam

keseharian peserta didik, sehingga harapannya adalah dengan kegiatan pembiasaan

semacam itu menjadi kebiasaan baik pula saat peserta didik berada dirumah ataupun

saat dilingkungan masyarakat luas lainnya. Hal ini menjadi pembelajaran yang
berharga bagi peserta didik dalam mempersiapkan masa yang akan dialaminya nanti,

yaitu cara berinteraksi dan beradaptasi dalam lingkungan masyarakatnya.

Dari semua yang sudah diuraikan diatas, maka hal ini peneliti ingin lebih jauh

memahami efektivitas teori belajar behavioristik dalam meningkatkan karakter siswa,

maka dengan pertimbangan diatas peneliti mengambil judul “Efektivitas teori

belajar behavioristik dalam meningkatkan karakter pribadi muslim pada siswa

MI Nurul Athar Cluring tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian kali ini yaitu:

1. Bagaimanakah contoh penerapan teori belajar behavioristik pada siswa MI Nurul

Athar Cluring tahun 2022?

2. Bagaimana bentuk karakter pribadi muslim pada siswa MI Nurul Athar Cluring

tahun 2022?

3. Sejauh mana efektivitas teori belajar behavioristik dalam meningkatkan pribadi

muslim siswa MI Nurul Athar Cluring tahun 2022?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian kali ini yang berdasarkan rumusan masalah yang sudah

dirumuskan, yaitu:

1. Mendeskripsikan contoh penerapan teori belajar behavioristik pada siswa MI

Nurul Athar Cluring tahun 2022

2. Mendeskripsikan bentuk karakter pribadi muslim pada siswa MI Nurul Athar

Cluring tahun 2022

3. Mendeskripsikan sejauh mana efektivitas teori belajar behavioristik dalam

meningkatkan pribadi muslim siswa MI Nurul Athar Cluring Tahun 2022


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi wawasan pengetahuan

bagi pembaca dan penulis mengenai efektifitas teori belajar behavioristik dalam

meningkatkan karakter pribadi muslim pada siswa MI Nurul Athar Cluring tahun

2022

2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari penilitian kali ini adalah:

a. Bagi peneliti

Sebagai pengalaman atau pembelajaran peneliti dalam proses penulisan

karya ilmiah

b. Bagi tenaga pendidikan

Sebagai refrensi pendidik atau pengajar dalam mengaplikasikan kegiatan

pembiasaan yang inovatif dan kreatif dalam lembaga pendidikan islam

khususnya

c. Bagi Lembaga

Sebagai informasi Lembaga Pendidikan MI Nururl Athar Cluring atau

lembaga pendidikan umun lainnya untuk mampu meningkatkan dan

mengembangkan pola sistem kegiatan belajar mengajar yang memperhatikan

peubahan tingkah laku atau prilaku peserta didik menjadi lebih baik atau

sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.

d. Bagi Sekolah Tinggi Islam Blambangan Banyuwangi

Dapat dijadikan suatu karya tulis ilmiah yang bermanfaat dan menjadi

rujukan suatu pengetahuan dan wawasan bagi civitas akademik Sekolah

Tinggi Islam Blambangan Banyuwangi


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pendidikan

Jhon Dewey pernah menyatakan bahwa: Education is the process without

end, “Pendidikan itu adalah suatu proses tanpa akhir”. Sejalan dengan konsep

strategi pendidikan yang secara universal ditetapkan Perserikatan Bangsa-

Bangsa sebagai Life long Education “Pendidikan sepanjang hayat”. Dengan

demikian, tugas dan fungsi pendidikan berlangsung secara kontinu dan

berkesinambungan bagaikan spiral yang sambung-menyambung dari satu

jenjang ke jenjang lainnya yang bersifat progresif mengikuti kebutuhan manusia

dalam hidup bermasyarakat lsecara luas.

Dalam pengertian yang sederhana pendidikan adalah sebagai usaha manusia

untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik

jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat

dan kebudayaan.4

Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan prilaku manusia;

aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh

karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi

perkembangan /pertumbuhan, baru dapat tercapai melalui proses-proses yang

bertahap menuju bagian akhir dari tujuan perkembangan/pertumbuhan.

Tidak ada satu pun makhluk ciptaan Allah swt di muka bumi ini yang dapat

mencapai kesempurnaan/kematangan hidup tanpa berlangsungnya suatu proses

dalam kehidupan.

Akan tetapi, suatu proses yang diinginkan dalam proses kependidikan

adalah proses yang terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didikkepada

titik optimal kemampuan anak didik tersebut. Sedangkan tujuan yang hendak
4
Djumberansyah Indar, Filsafat Pendidikan, Surabaya, Karya Abditama, 1994, h. 16.
dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia

yang individuali dan sosial serta hamba Allah swt yang mengabdikan diri

kepada-Nya.

Berdasarkan pemikiran diatas, banyak ahli dalam bidang filsafat pendidikan

berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses bukan sebagai suatu seni

atau teknik. Berikut penjelasan beberapa tokoh ahli pendidikan dari Barat yang

memberikan arti pendidikan adalah suatu proses, antara lain sebagai berikut.

a. Mortimer J. Adler mengartikan: pendidikan adalah proses dengan mana

semua kemampuan manusia (bakat dna kemampuan yang diperoleh)

yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan

kebiasaan-kebiasaan baik melalui sarana seacara artistik dibuat dan

dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain maupun dirinnya

sendiri untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan

yang baik.5

Definisi diatas dapat dibuktikan kebenarannya oleh filsafat pendidikan,

terutama yang menyangkut permasalahan hidup manusiadengan

kemampuan-kemampuan asli dan yang diperoleh atau tentang

bagaimana proses mempengaruhi perkembangannya yang harus

dilakukan.

Akan tetapi, yang jelas ialah bahwa mendefinisikan problem filsafat

pendidikan tidak akan dapat dilakukan bilamana tidak dapat

mendefinisikan arti pendidikan itu sendiri. Suatu pandangan atau

pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek pembahasan

adalah menjadi pola dasar yang memberi corak berfikir ahli fikir yang

bersangkutan. Bahkan arahnya pun dapat dikenali juga.

5
Motimer J. Adler, Philosophies of education, h. 209.
b. Herman H. Horne berpendapat: pendidikan harus dipandang sebagai

suatu proses penyesuaian manusia secara timbal balik dengan alam

sekitar, dengan sesama manusia, dan dengan tabiat tertinggi dari

kosmos.6

Dalam pengertian alamiah yang luas, proses kependidikan tersebut

menyangkut proses diri manusia secara timbal balik dengan alam

sekitarnya. Sedangkan dalam pengertian yang lebih dangkal (sempit)

dunia sekitarnya pun melakukan proses penyesuaian dengan dirinya. Dia

belajar untuk mengetahui cara-cara jalannya alam dan dalam batas-batas

tertentu ia harus dapat mengontrol alam sekitar itu sendiri. Dia juga

belajar apa saja yang dibutuhkan dengan sesama manusia terhadap

dirinya dan bagaimana ia harus bekerjasama dengan orang lain, serta

bagaimana mempengaruhinya. Ia juga harus belajar mengetahui dan

merasakan keadaan dirinya dengan alam sekitar lingkungan hidupnya,

agar dirinya merasa betah berada di alam raya ini, tidak merasa asing

hidup didunianya sendiri.

c. William Mc Gucken, S.J. berpendapat: bahwa pendidikan diartikan oleh

ahli sklastik, sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari

kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual, maupu

jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan

individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang

bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhir.7

Dalam pengertian ini sudah jelas bahwa pendidikan harus mampu

mengarahkan dari dalam diri manusia menjadi kegiatan hidup manusia

yang berhubungan dengan Tuhan (Penciptanya), baik kegiatan pribadi

maupun kegiatan sosial.


6
Herman H. Horne, Philosophies of Education, h. 140.
7
William Mc Gucken, op.cit., h. 255.
Jadi poko yang terkandung dalam definisi tersebut adalah bahwa proses

kependidikan itu mengandung pengarahan kearah tujuan tertentu.

Dalam hubungan ini dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak hanya

menumbuhkan saja, melainkan juga mengembangkan suatu tujuan akhir

tertentu. Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung,

melainkan suatu proses yangberlangsung kearaha sasaran tertentu.

Dalam pengertian analisis, pendidikan pada hakikatnya adalah

“membentuk” kemanusiaan dalam citra Tuhan.8

Bilamana definisis-definisi yang dijelaskana diatas jika dikaitkan dengan

pengertian pendidikan Islam, akan kita ketahui bahwa, pendidikan Islam lebih

menekankan pada keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup manusia

sebagai berikut:

a. Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al-Syaebani, diartikan

sebagai “usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan

pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam

alam sekitarnya melalui proses kependidikan...”.9

Jelaslah bahwa proses kependidikan adalah rangkaian usaha

membimbing , mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa

kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehinga

terjadilah perubahan manusia dalam kehidupan individual dan sosial

serta dalam hubunganya dengan alam sekitar dimana ia hidup. Proses

tersebut senantiasa dalam nilai-nilai islami, yaitu nilai-nilai yang

membentuk norma-norma syariah dan akhlak al-karimah.

b. Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun !960,

memberikan pengertian pendidikan Islam: “Sebagai bimbingan terhadap

8
Herman H. Horne, loc.cit
9
Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al-Syaebani, Filsafat Pendidikan Islam, terjemahan Dr. Hasan
Langgulung, h. 399.
pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah

mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi

berlakunya semua ajaran Islam.”10

Istilah membimbing, mengarahkan, mengasuh, mengajarkan atau

melatih mengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa anak peserta

didik melalui proses setingkat demi setingkat dalam menuju tujuan yang

ditargetkan, yaitu “menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan

kebenaran sehingga terbentuknya manusia yang berpribadi dan berbudi

luhur sesuai ajaran Islam.”11

c. Selanjutnya Al-Syaibani dalam Jalaluddin menjelaskan dalan pengertian

yang sederhana bahwa tujuan Pendidikan Islam adalah untuk

mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al-

karimah.12

Dengan demikian Pendidikan Islam merupakan upaya membentuk

pribadi muslim yang senantiasa mendasarkan hidup, sikap dan tingkah

lakunya pada ajaran Islam atau pembinaan moral yang berdasarkan

Alquran dan hadis Nabi Muhammad saw, dengan senantiasa

berpedoman pada seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi

maupun ukhrawi demi mencapai predikat muttaqin.

2. Metode Penerapan Teori Belajar Behavioristik


Metode adalah cara yang di pakai untuk mempermudah suatu usaha

mencapai tujuan yang akan di capai dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Contohnya dalam pembelajaran di sekolah, guru mengharapkan agar siswa dapat

10
Keputusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung, Bogor, tanggal 7-11 Mei 1960.
11
Ibid
12
Jalaluddin, Psikologi Agama (Cet. V; Jakarta: Rajawali Pres, 2003), h. 56.
memahami semua materi pelajaran dengan baik, maka guru harus menggunakan

cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Teori belajar behavioristik merupakan teori yang didasarkan pada perubahan

tingkah laku yang biasa diamati. Behaviorisme memfokuskan diri pada sebuah

pola prilaku yang diulangi sampai prilaku tersebut menjadi otomatis atau

membudaya. Teori behaviorisme menkonsentrasikan pada kajian tentag prilaku

nyata yang biasa diteliti dan diukur. Menurut Hardianto, teori behavioristik

memandang pikiran sebagai sebuah kotak hitam.13 Artinya, respon terhadap

stimulus bisa diamati secara kuantitatif, apa yang ada dalam pikiran menjadi

diabaikan karena proses pemikiran tidak bisa diamati secara jelas perubahan

prilakunya. Respon yang dikemukakan oleh seseorang tidak dapat diamati secara

langsung.

Menurut Morrison, Ross, dan Kemp, teori belajar behavioris menempatkan

penekanan pada efek dari kondisi esternal seperti imbalan dan hukuman yang

menentukan perilaku masa depan peserta didik. Pendapat ini dapat dipahami

bahwa teori belajar ini cenderung menerapkan sistem pemberian hukuman atau

imbalan pada pelaksanaannya. Teori belajar behavioris difokuskan terutama

pada obyektif perilaku yang dapat diamati saja, akibatnya, mengabaikan

kegiatan mental. Pendekatan ini menekankan terbentuknya perilaku baru. 14 Teori

ini mendalilkan bahwa belajar tidak ada hubungannya dengan pikiran. Hal ini

dapat dimaknai belajar hanya dapat diamati saja dan tidak ada kaitannya dengan

kegiatan mental(berpikir).

Menurut Wegaar dan Pacis, Behavioris percaya bahwa semua perilaku

merupakan hasil dari respon individu terhadapat rangsangan eksternal (operant).

Dengan kata lain, behavioris percaya bahwa llingkungan eksternal berkontribusi


13
Hardianto D. “Paradigma Teori Behavioristik dalam Pengembangan Multimedia Pembelajaran.”
2010
14
Wegaar M. A. & Pacis D. “A Comparison of Two Theories of Learnig – Behaviorsm and
contructivism as aplied to face-to-face and online learning.” 2012.
dalam pembentukan perilaku individu. Behavioris juga meyakini, bahwa

lingkungan memicu timbulnya prilaku tertentu, dan apakah perilaku tersebut

terjadi lagi tergantung pada bagaimana seorang individu dipengaruhi oleh

perilaku. Menurut pandangan behaviorisme, imbalan berupa 2 hal yaitu imbalan

positif dan negatif. Jika suatu ketika peserta didik mendapatkan imbalan mampu

merubah menjadi semakin baik maka akan dihargai, jika peserta didik

mendapatkan imbalan semakin buruk atau tidak berubah maka akan diberikan

hukuman.15 Dari pengertian ini mengindikasikan bahwa perilaku peserta didik

dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Sehingga pada prakteknya jika peserta

didik mendapatkan prestasi akan diberi imbalan atau hadiah begitupun

sebaliknya, jika peserta didik gagal dalam belajar maka wajib diberi hukuman.

Menurut Uno (2006:7), teori behavioristik merupakan teori dengan

pandangan tentang belajar adalah perubahan tingkah laku dari akibat adanya

interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah suatu

perubahan yang dialamai peserta didik dalam hal kemampuan bertingkah laku

dengan cara yang baru akibat interaksi antara stimulus dan respon.

Berdasarkan penjelasan diatan teori belajar behavioristik adalah perubahan

perilaku. Perubahan perilaku tersebut haruslah yang dapat diamati secara

langsung dan dapat diukur secara pasti, tidak melibatkan langsung kegiatan

mental. Perubahan perilaku tersebut diakibatkan karena adanya ransangan dari

lingkungan eksternal. Lingkungan peserta didik dapat berupa alam, lingkungan

tempat tinggal, teman sebaya dan, kehidupan bermasyarakat. Sebagai salah satu

warga masyarakat peserta didik akan dapat terpengaruh oleh lingkungan

sekitarnya.

Ivan Patrovich Pavlov (1848 – 1936) adalah seorang ahli behavioristik

terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus – respon dan hal ini

15
Fayardi Q. Psikologi pendidikan. 2007.
dikenang darinya hingga saat ini. Clasic conditioning (pengkondisian atau

persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaan

terhadap anjing.dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus

bersyarat secara berulang-ulang hingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan rangsangan-rangsangan tertentu,

prilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan.16

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap anjing menghasilkan

hukum-hukum belajar diantaranya

a. Law of respondent conditioning, yaitu hukum pembiasaan yang dituntut,

jika dua stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya

berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan

meningkat.

16
Oktaviani, P. P. Teori Belajar Ivan Patrvich Pavlov.
https://oktavianipratama.wordpress.com/makalah-makalah/teori-belajar-ivan-petrovich-pavlov/ .
2013.

Anda mungkin juga menyukai