Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari dua tahun
berdampak langsung pada dunia pendidikan. Salah satu dampak yang sangat
terasa adalah interaksi dalam proses pembelajaran. Peranan proses
pembelajaran saat ini tentunya sangat diperlukan untuk mengembangkan
manusia kearah yang lebih baik dan terus dapat bersaing untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia, dimana dalam
meningkatkan kecakapan dan kemampuan merupakan salah satu faktor
pendukung manusia untuk memperoleh prestasi sesuai bidang dan mampu
mengembangkan potensinya. Maka dari itu, untuk memperoleh prestasi dan
mengembangkan potensi diri peserta didik kegiatan pembelajaran di sekolah
sangatlah penting didalam pendidikan. Karena dengan kegiatan pembelajaran
tujuan pendidikan akan dicapai dalam membentuk perilaku peserta didik.
Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan, bergantung proses
belajar yang dilakukan peserta didik. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 3
tentang tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu tujuan pendidikan nasional, yaitu berupaya membentuk
individu yang mandiri. Terutama membangun kemandirian peserta didik dalam
belajarnya untuk menyelesaikan semua tugas-tugas sekolah dengan baik.
Kemandirian belajar juga salah satu aspek sikap terpenting dalam pendidikan
karakter.
Hal ini senada dengan pendapat Hakam (Budimansyah, 2012:85)
penyebab kegagalan pendidikan karakter karena sekolah masih terbatas pada
penyampaian moral knowing dan moral training, tetapi tidak menyentuh moral

1
bein yaitu membiasakan peserta didik untuk terus menerus melakukan
perbuatan moral. Oleh karena itu, penting kiranya bahwa sekolah harus
memiliki kebijakan yang tepat untuk mengimplementasikan pendidikan
karakter kemandirian, untuk dapat berperilaku terus menerus secara mandiri.
Menurut Desmita (2014:184) Perkembangan kemandirian dilakukan pada
peserta didik sejak dini merupakan masalah penting sepanjang rentang
kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dibutuhkan oleh
perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya
perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran logis
tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam
peran social berdasarkan pengasuhan orangtua dan aktivitas individu tersebut.
Secara spesifik, masalah kemandirian menuntut kesiapan untuk individu,
baik kesiapan fisik ataupun emosional untuk mengatur, mengurus dan
melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak
menggantungkan diri pada orang lain. Kemandirian muncul dan dapat
bermanfaat pada saat peserta didik menentukan dirinya pada posisi yang
menuntut harus percaya diri.
Menurut Steingberg (dalam Desmita, 2014:184), kemandiran berbeda
dengan tidak tergantung karena tidak tergantung merupakan bagian untuk
memperoleh kemandirian. Salah satu kemandirian yang dibutuhkan peserta
didik sebagai pelajar adalah kemandirian dalam belajar. Pemerintah dalam
peraturan menteri nomor 41 tahun 2007 menjelaskan sikap kemandirian belajar
suatu sikap yang dimiliki individu untuk belajar dengan inisiatif sendiri dalam
upaya mengintenalisasi pengetahuan tanpa bergantung atau mendapatkan
bimbingan langsung dari orang lain.
Apabila peserta didik memiliki kemandirian diharapkan mampu belajar
lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara
efektif, menghemat waktu secara efisien, mampu mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak bergantung
terhadap orang lain secara emosionalnya. Untuk mewujudkannya perlu
dukungan dari orang tua dan lingkungan. Mandiri dapat dilatih salah satunya di
lingkungan sekolah berupa belajar secara mandiri.

2
Hal ini sepadan dengan pendapat Sriyono (2017: 21) dapat disimpulkan,
yaitu peserta didik yang memiliki kemandirian belajar ia dapat menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan pelajarannya tanpa bergantung kepada
guru maupun teman sekelasnya, percaya akan kemapuannya sendiri, berupaya
untuk terbebas dari ketergantungan pada oranglain dalam menyesuaikan
permasalahan yang dihadapinya, yang dilandasi dengan watak kreatif dan
inovatif, merasa puas dan bangga apabila oleh diri sendiri tanpa bantuan atau
bergantung pada orang lain, dapat menentukan pilihan sendiri, serta
bertanggung jawab atas waktu belajarnya.
Permasalahan yang terjadi pada era ini adalah dari aspek kemandirian
belajar peserta didik. Padahal dalam pendidikan global yang telah dikenal
pembelajaran abad 21 menuntut peserta didik untuk semakin mandiri dalam
belajar dan berkembang menyesuaikan jamannya. Dalam pembelajaran abad
21, peserta didik dituntut untuk memiliki 21st century skill. Sehingga proses
pembelajaran diharapkan mampu mendorong terciptanya kemampuan tersebut
secara mandiri.
Menurut Desmita (2012:189) bahwa dalam konteks belajar, terlihat adanya
fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar, yang dapat
menimbulkan kebiasaan belajar yang kurang baik, seperti tidak betah belajar
lama atau belajar hanya menjelang ujian, membolos, mencontek, dan mencari
bocoran soal-soal ujian. Senada dengan pendapat tersebut, apabila kurangnya
kemandirian dalam belajar tidak diatasi dikhawatirkan prestasi belajarnya akan
menurun. Sehingga, peserta didik tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan
dan tidak memiliki keberhasilan dalam belajarnya.
Upaya untuk mencapai kemandirian belajar peserta didik memerlukan
bantuan dari pihak pendidik khususnya guru bimbingan dan konseling. Guru
bimbingan dan konseling dapat menggunakan layanan bimbingan dan
konseling agar peserta didik dapat memenuhi tugas perkembangan aspek
kemandirian belajar. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 111 tahun 2014 dijelaskan bahwa layanan dasar diartikan
sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan
penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang

3
dirancang dan dilakspeserta didikan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan
tahap dan tugas perkembangan yang dituangkan sebagai standar kompetensi
kemandirian.
Upaya guru bimbingan dan dan konseling untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik di sekolah dapat dilakukan melalui layanan dasar,
yang dirancang secara sistematis dan terstruktur. Layanan dasar dapat
dilakspeserta didikan dengan cara klasikal dan kelompok. Layanan bimbingan
klasikal menurut Agustin, M., Nurihsan, A. J. (2013: 34) merupakan layanan
dasar bimbingan untuk membantu seluruh peserta didik
mengembangkan prilaku efektif dan keterampilan hidupnya yang mengacu
kepada tugas perkembangan peserta didik, layanan ini ditujukan kepada
semua peserta didik”. Selaras dengan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
melalui layanan bimbingan klasikal guru bimbingan dan konseling dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik.
Layanan bimbingan klasikal merupakan bentuk kegiatan yang termasuk
kedalam komponen layanan dasar. Komponen layanan dasar bersifat sistematik
dan terstruktur untuk meningkatkan kompetensi belajar, pribadi, sosial dan
karir. Layanan bimbingan klasikal digunakan sebagai strategi pemberian
informasi yang bermanfaat bagi peserta didik. Bimbingan klasikal akan mampu
meningkatkan kemandirian belajar peserta didik, membuat peserta didik
mendapatkan pengetahuan baru tentang kemandiriaan belajar. Sehingga,
peserta didik dapat berpikir, mempunyai perasaan positif dan bertindak secara
dewasa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara mandiri.
Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, peserta didik harus dibekali
keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Salah satu
model pembelajaran yang berorientasi pada HOTS. Berdasarkan hasil
wawancara singkat dengan peserta didik, mereka malas dan bosan mengikuti
pembelajaran yang banyak dilakukan guru dengan cara metode ceramah. Selain
ceramah, metode yang selalu dilakukan guru adalah penugasan.
Sebagian peserta didik mengaku jenuh dengan tugas-tugas yang hanya
bersifat teoritis, tinggal menyalin dari buku teks. Apabila kegiatan layanan

4
bimbingan klasikal dilaksanakan dengan metode ceramah, tentunya hasilnya
kurang maksimal. Kegiatan layanan bimbingan klasikal akan sangat
membosankan.
Untuk itu bimbingan klasikal dilaksanakan dengan metode pembelajaran /
layanan STEAM maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan dalam
menangani peserta didik yang mengalami kemandirian belajar adalah membuat
suatu rencana pelaksanaan layanan atau RPL, sehingga RPL yang akan disusun
pun akan dibentuk dalam setting bimbingan klasikal. Lalu, apakah RPL yang
dibuat akan disusun sesuai dengan sintaks STEAM, Experiental Learning, PBL
(problem based learning) atau PJBL (Project based learning) yang sedang naik
daun dikalangan pendidik?
Pelaksanaan bimbingan klasikal tentunya akan mengikuti tahapan
bimbingan klasikal. Untuk sintaks STEAM akan digunakan pada tahapan inti
kegiatan pada bimbingan klasikal. Selain itu, tujuan layanan klasikal yang ada
di RPL BK berorientasi pada HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Setelah melaksanakan layanan bimbingan klasikal berbasis STEAM,
penulis menemukan bahwa pemahaman peserta didik tentang kemandirian
belajar meningkat. Praktik layanan yang berhasil baik ini penulis simpulkan
sebagai sebuah best practice (praktik baik) layanan berorientasi HOTS dengan
metode STEAM.

B. Tujuan dan Sasaran


Tujuan penulisan best practice ini adalah untuk mendeskripsikan kegiatan
pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkan layanan beorientasi higher
order thinking skills (HOTS).
Sasaran pelaksanaan best practice ini adalah peserta didik kelas X di
SMAN 1 Seputih Raman sebanyak 33 peserta didik.

C. Jenis Kegiatan
Kegiatan yang dilaporkan dalam laporan best practice ini adalah kegiatan
layanan bimbingan klasikal berbasis STEAM untuk kemandirian belajar pada
kelas X di SMAN 1 Seputih Raman.

5
D. Manfaat Kegiatan
1. Manfaat bagi peserta didik:
a. Memperoleh pengetahuan baru mengenai kemandirian belajar
b. Peserta didik memiliki kemandirian belajar.
c. Layanan bimbingan klasikal yang diterima menjadi bahan evaluasi diri
dalam menambah pemahaman diri dalam mencapai perkembangan yang
baik.
d. Peserta didik akan lebih semangat dan menambah kreativitas dalam
mengikuti pembelajaran.
e. Menciptakan suasana kelas yang kondusif dan dinamis pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
f. Meningkatkan perilaku yang positif.

2. Manfaat bagi guru


a. Memberikan informasi mengenai alternatif layanan dengan pelaksanaan
klasikal untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik.
b. Dapat melaksanakan layanan bimbingan klasikal untuk meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik.
c. Meningkatnya kompetensi profesional khususnya dalam layanan
bimbingan klasikal.
d. Memperbaiki kinerja guru bimbingan dan konseling dalarn proses
pelaksanaan layanan.

3. Manfaat bagi sekolah


a. Tercapainya keberhasilan pembelajaran dengan terbentuknya
kemandirian pada peserta didik.
b. Terbentuknya peserta didik yang berkarakter.
c. Meningkatnya peluang tercapainya visi dan misi sekolah.

Anda mungkin juga menyukai