Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah investasi yang memerlukan usaha dan dana yang

cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi

kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia

menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan

bangsa ini.

Menurut Fuad Ihsan (2005: 1) menjelaskan bahwa dalam pengertian

yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai “Usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani

maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan

kebudayaan”. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan

norma-norma tersebut serta mewariskan kepada generasi berikutnya untuk

dikembangkan dalam kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan

sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.

Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia

Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mullia serta menguasai ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju,

adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang – Undang Dasar

Negara Republik Indonesia ( Susi Indah Permata Sari, 2011:1 ).

Hal tersebut sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang

tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yaitu : “ Pendidikan

1
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pendidikan agama dalam hal ini adalah pendidikan Islam,

merupakan segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah

manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan

norma Islam (Achmadi, 2010:31). Dari pengalaman dimasa kecil apabila jauh

dari pendidikan agama Islam , maka kepribadian itu juga akan jauh dari nilai-

nilai agama, sehingga ia akan mudah terpengaruh oleh hal hal yang negatif,

tapi sebaliknya apabila semasa kecilnya dibekali dengan pendidikan agama

maka kepribadiannya akan tertanam sifat-sifat yang baik.

Pendidikan agama Islam adalah upaya yang dilakukan secara sadar

dan sudah terencana oleh seorang pendidik untuk menyiapkan peserta didik

agar meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan yang sudah ditentukan untuk

menggapai tujuan. Untuk itu pendidikan agama Islam bertujuan untuk

menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik tentang ajaran

agama islam sehingga diharapkan menjadi manusia yang terus berkembang

keimanan dan ketakwaannya (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2005:132-

135). Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam penguasaan

metodologi pembelajaran merupakan hal yang paling penting bagi seorang

guru, karena metodologi yang baik akan mampu mewujudkan tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran pendidikan Agama Islam tidak hanya

2
sekedar menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik, namun

pembelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan mengarahkan peserta didik

agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Oleh sebab itu, dalam

pembelajaran seorang guru hendaknya tidak hanya membangun aspek kognitif,

namun aspek afektif dan psikomotor peserta didik juga harus dikembangkan.

Tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat diamati dari

dua sisi, yaitu tingkat pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan oleh

guru. Pemahaman seorang siswa berhubungan dengan daya serap seorang

siswa dalam pembelajaran. Daya serap siswa adalah kemampuan atau kekuatan

untuk melakukan sesuatu, untuk bertindak dalam menyerap pelajaran oleh

setiap siswa. Salah satu kendala dalam proses pembelajaran di sekolah adalah

adanya perbedaan daya serap individual diantara anak yang satu dengan anak

yang lainnya walaupun dalam lingkungan dengan umur yang sama dan kelas

yang sama. Dalam dunia pendidikan, guru, peserta didik dan kurikulum

merupakan tiga komponen utama didalamnya. Guru merupakan komponen

utama yang paling penting, karena dia yang mengelola dan melaksanakan

poses belajar mengajar. Melalui proses belajar mengajar inilah peserta didik

akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. Agar hal tersebut

dapat terwujud maka proses belajar mengajar yang kondusif bagi peserta didik

dalam melampaui tahapan – tahapan belajar secara efektif sehingga menjadi

pribadi yang percaya diri, inovatif, dan kreatif.

Pada masa sekarang masih banyak guru yang menerapkan metode

ceramah pada siswanya. Siswa dianggap memiliki pemahaman seperti guru.

Bahkan guru tidak mempunyai konsep pembelajaran, yang penting target

3
pembelajaran dan deadline terpenuhi. Supaya mempercepat pembelajaran guru

mengajar hanya dengan ceramah dan siswa hanya mendengarkan saja, tidak

memperdulikan apakah siswa dapat mengerti atau tidak. Hal ini mengakibatkan

terjadi kejenuhan pada siswa. Apalagi memerlukan waktu yang lama 2 sampai

3 jam per mata pelajaran. Yang akibatnya hanya sedikit ingatan tentang

pelajaran yang didapat (Ariesta Shintawati, 2008:1 )

Sejauh ini, ada sebuah fenomena yang tidak bisa diabaikan oleh para

guru, dimana banyak peserta didik yang merasa sekolah ibarat penjara, sekolah

merupakan candu, sekolah tidak bisa menimbulkan semangat belajar bahkan.

Bahkan lebih parah, banyak peserta didik yang paling suka bila sang guru

absen, tanpa merasa kehilangan sesuatu. Boleh jadi, fenomena tersebut

disebabkan selama ini peserta didik hanya diposisikan sebagai objek atau robot

yang harus dijejali beragam materi sehingga membuat peserta didik tidak betah

di kelas. Sedangkan, pengajaran yang baik yaitu ketika para peserta didik

bukan sebagai objek tapi sebagai subjek. Jadi siswa akan menjadi aktif tidak

pasif, dengan begitu peserta didik akan merasa betah dan paham terhadap

penjelasan guru. Untuk mengejawantahkan hal ini dibutuhkan kejelian dan

kreatifitas guru dengan cara mendesain model pembelajaran yang bisa

mengena terhadap gaya belajar setiap peserta didik. Sehingga semua peserta

didik merasa enjoy dan pas atas sajian yang disampaikan oleh guru, tanpa

merasa bosan dan terkekang.

Jika pendidik menginginkan tujuan pendidikan tercapai secara

efektif dan efisien, maka penguasaan materi saja tidaklah cukup. Ia harus

menguasai berbagai teknik atau metode penyampaian yang tepat dalam proses

4
belajar mengajar. Ia juga dapat mempergunakan metode mengajar secara

bervariasi, sebab masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan.

Sehingga dalam penggunaannya pendidik harus menyesuaikan dengan materi

yang diajarkan dan kemampuan peserta didik. Pemilihan teknik dan metode

yang tepat memerlukan keahlian tersendiri, sehingga pendidik harus pandai

memilih dan menerapkannya.

Guna memenuhi kebutuhan tersebut, pengajaran harus bersifat

multisensori dan penuh variasi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara beragam

dalam semua mata pelajaran. Guru dalam menyampaikan mata pelajaran bukan

hanya dengan metode ceramah atau auditori-guru berbicara murid

mendengarkan tanpa ada feedback (umpan balik) namun guru harus

menggabungkan ranah visual dan kinestetik. Misalnya dalam pelajaran agama

Islam tentang shalat. Guru atau ustadz tidak hanya menjelaskan secara verbal

tentang apa itu salat dan kaifiyat (tata cara) salat dari A sampai Z, namun juga

bisa menggunakan media visual berupa VCD pembelajaran salat, selain lebih

efektif dan efisien, hal ini bisa membuat peserta didik menikmati dan tidak

jenuh lantaran merasa ikut aktif dalam proses belajar. Setelah itu, untuk

menyentuh aspek kinestetiknya, peserta didik diajak untuk mempraktikkanya

satu persatu atau bisa secara kolektif. Hal ini dapat menghindari

ketidakpahaman para peserta didik dan peserta didik akan menjadi aktif dan

tidak jenuh dalam mengikuti proses belajar di kelas. Dalam mata pelajaran

Fiqih untuk siswa di MTs Negeri 8 Ciamis selama ini, guru menggunakan

metode pembelajaran ceramah. Dengan metode tersebut, siswa dituntut untuk

duduk dengan tenang, mendengarkan dan melihat guru mengajar selama

5
berjam-jam. Gaya guru yang statis dapat menimbulkan kejenuhan siswa dalam

mengikuti pelajaran, yaitu adanya sikap kurang perhatian terhadap materi,

gelisah dan bosan. Untuk menghindari keadaan tersebut maka perlu

dikembangkan metode pengajaran yang dapat memacu sikap aktif siswa dalam

belajar sehingga siswa dapat belajar dengan lebih menyenangkan.

MTs Negeri 8 Ciamis adalah salah satu lembaga pendidikan lanjutan

menengah Pertama berciri khas agama Islam yang menjadi sekolah unggulan

didaerah setempat dan dapat dikatakan memiliki kualitas sekolah yang baik,

karena berdasarkan opini yang berkembang dimasyarakat. Mts Negeri 8

Ciamis diakui sebagai salah satu sekolah Negeri favorit di Ciamis. Pendapat

ini dapat dibuktikan dengan banyaknya jumlah siswa yang ada di sana dan

setiap tahun jumlah peminat selalu meningkat.

Jika dilihat dari proses pembelajaran mata pelajaran Fiqih yang

terjadi pada tahun lalu untuk materi toharoh peserta didik kelas VII MTs Negeri

8 Ciamis, hasil belajar fiqih rata – rata kelasnya masih rendah, yaitu 66.61 di

bawah KKM 70. Sedangkan ketuntasan klasikalnya adalah 64.82 % dan 35.18

% peserta didik nilainya yang belum tuntas disebabkan karena masih

menggunakan metode ceramah.

Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam meningkatkan upaya hasil

belajar salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam

menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan hasil belajar siswa.

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa metode dalam kegiatan belajar

mengajar khususnya pembelajaran Fiqih adalah faktor yang penting, sehingga

berbagai metode dapat digunakan dalam menyampaikan materi Fiqih, karena

6
pada hakikatnya siswa lebih menyukai suatu pembelajaran yang

menyenangkan atau melalui aktivitas-aktivitas dalam kelas.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengaktifkan

pembelajaran dalam kelas adalah dengan metode Talking Stick. Dengan

mengajarkan mata pelajaran Fikih dengan metode pembelajaran Talking Stick

diharapkan dalam pembelajaran Fikih itu sendiri tidak monoton dimonopoli

oleh peran guru yang memberikan pelajaran, namun juga siswa dapat aktif

dalam kelas sehingga harapan dari pendidikan era globalisasi saat ini dapat

tercapai yakni siswa menjadi subyek belajar, bukan obyek seperti yang selama

ini terjadi di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti terdorong untuk melakukan

penelitian dengan judul: “ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Fiqih Materi Toharoh Melalui Metode Talking Stick Kelas VII Mts

Negeri 8 Ciamis Tahun ajaran 2018/2019”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang dipakai sekarang masih dalam bentuk student

oriented.

2. Guru hanya menggunakan metode ceramah.

3. Perlunya dikembangkan metode pembelajaran yang dapat memacu sikap

aktif siswa pada mata pelajaran Fiqih.

C. Perumusan Masalah

7
Rumusan masalah ini dimaksudkan agar penelitian tidak melebar

permasalahannya, sehingga mudah untuk memahami hasilnya. Berdasarkan

latar belakang yang telah penulis uraikan diatas dapat dirumuskan sebagai

berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan metode Talking Stick dalam pembelajaran PAI di

MTs Negeri 8 Ciamis?

2. Bagaimana prestasi belajar PAI kelas VII MTs Negeri 8 Ciamis setelah

menggunakan model pembelajaan Talking Stick ?

D. Pemecahan Masalah

Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini

yaitu metode pembelajaran kooperatif Talking Stick. Dengan metode ini

diharapkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran Fiqih materi

Toharoh akan meningkat.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah dengan di terapkan metode Talking

Stick dapat meningkatkan hasil bekajar peserta didik dalam memahami mata

pelajaran Fiqih tentang Toharoh di kelas VII di Mts Negeri 8 Ciamis.

F. Tujuan Penelitian

Sesuai permasalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

8
1. Mengetahui Peningkatan hasil belajar mata pelajaran Fiqih materi Toharoh

melalui penerapan metode Talking Stick pada siswa kelas VII di Mts Negeri

Ciamis tahun pelajaran 2018/2019

2. Mengetahui pengaruh metode Talking Stick terhadap upaya meningkatkan

hasil belajar siswa.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Bagi peserta didik : Proses belajar mengajar dapat menjadi menarik dan

menyenangkan, serta meningkatkan hasil belajar.

2. Bagi Guru : Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan guru dalan

mengajarkan materiini dan menggunakan metode Talking Stick.

3. Bagi Lembaga : Meningkatkan mutu sekolah melalui pengkatan hasil

belajar peserta didik pada materi pelajaran Fiqih.

9
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.

Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar peserta didik pada

hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam

pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil

belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.

Dari sisi peserta didik, hasilbelajar merupakan berakhirnya pengajaran dari

puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-

27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah

dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan

fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang

hal yang dipelajari.

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan

prinsip.

10
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-

bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya

kemampuan menyusun suatu program.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa

hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil

ulangan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik

setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut

mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat

melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian

yang akan menunjukkan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencapai

tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah

hasil belajar kognitif IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan

(C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Instrumen yang digunakan untuk

mengukur hasil belajar peserta didik pada aspek kognitif adalah tes.

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan

pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:

11
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar antara lain faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal

meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

peserta didik yaitu:

1) Faktor internal meliputi dua aspek yaitu:

a) Aspek fisiologis

b) Aspek psikologis

2) Faktor eksternal meliputi:

a) Faktor lingkungan sosial

b) Faktor lingkungan nonsosial

Faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik antara

lain:

1) Faktor internal yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani peserta didik.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi

lingkungan di sekitar peserta didik misalnya faktor lingkungan.

3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar peserta didikyang

meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan

kegiatan mempelajari materi-materi pembelajaran (Muhibin Syah,

2011:132).

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya faktor jasmani

dan rohani peserta didik, hal ini berkaitan dengan masalah kesehatan

12
peserta didik baik kondisi fisiknya secara umum, sedangkan faktor

lingkungan juga sangat mempengaruhi. Hasil belajar peserta didik di

madrasah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan peserta didikdan 30 %

dipengaruhi oleh lingkungan (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2001: 39).

Menurut Chalijah Hasan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

aktivitas belajar antara lain:

1) Faktor yang terjadi pada diri organisme itu sendiri disebut dengan

faktor individual adalah faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan,

latihan, motivasi dan faktor pribadi.

2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut dengan faktor sosial,

faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya,

alat-alat yang digunakan atau media pengajaran yang digunakan dalam

proses pembelajaran, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan

motivasi sosial ( Chalijah Hasan, 1994:94).

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas,

peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif Talking Stick.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif ini menuntut keterlibatan

peserta didik secara aktif dalam pembelajaran PAI.

c. Manfaat Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku

seseorang yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor

setelah mengikuti suatu proses belajar mengajar tertentu (Nana Sudjana

dan Ibrahim, 2009:3).

13
Pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-

perubahan yang tampak pada peserta didik merupakan akibat dari proses

belajar mengajar yang dialaminya yaitu proses yang ditempuhnya melalui

program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam

proses pengajarannya. Berdasarkan hasil belajar peserta didik, dapat

diketahui kemampuan dan perkembangan sekaligus tingkat keberhasilan

pendidikan.Hasil belajar harus menunjukkan perubahan keadaan menjadi

lebih baik, sehingga bermanfaat untuk:

a. Menambah pengetahuan,

b. Lebih memahami sesuatu yang belum dipahami sebelumnya,

c. Lebih mengembangkan keterampilannya,

d. Memiliki pandangan yang baru atas sesuatu hal,

e. Lebih menghargai sesuatu daripada sebelumnya.

Dapat disimpulkan bahwa istilah hasil belajar merupakan perubahan

dari peserta didiksehingga terdapat perubahan dari segi pegetahuan, sikap,

dan keterampilan.Berdasarkan pemaparan kajian teori diatas, peneliti

dalam hal ini sangat tertarik dengan judul tesis ini dikarenakan peneliti akan

mencoba meneliti strategi dan metode pembelajaran tersebut. Peneliti

berpendapat bahwa apakah strategi pembelajaran information searchdan

metode resitasi ini sangat cocok dengan pembelajaran AlquranHadisdan

apakah hasil belajar dapat meningkat.

2. Pembelajaran Fiqih Melalui Metode Talking Stick

a. Pengertian Pembelajaran Fiqih

14
Untuk memahami secara mendalam tentang pelajaran fiqih, perlu di

ulas mengenai arti fiqih itu sendiri. Arti fiqih menurut bahasa arab yaitu

paham atau pngertian, sedangkan menurut istilah yaitu ilmu untuk

mengetahui hukum –hukum syara’ yang pada perbuatan anggauta, di ambil

dari dalil – dalilnya yang tafshili (terperinci) ( Rasjid Sulaiman, 1978 :

xxviii).

Fiqih atau fiqh adalah salah satu bidang ilmu dalam syriat Islam

yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai

aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun

kehidupan manusia dengan tuhan.

Beberapa ulama Fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan

Fiqih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajibannya dan

haknya sebagai hamba Allah SWT.

Mempelajari fiqih mempunyai dua hukum. Fardhu ain dan fardhu

kifayah. Fardhu ain (wajib bagi setiap individu) yaitu mempelajari hal-hal

yang dibebankan kepada setiap muslim. Seperti mempelajari tatacara

bersuci, shalat, puasa, dan lain – lain. Sedangkan fardhu kifayah (wajib bagi

sebuah komunitas muslim, yang jika sebagian sudah melaksanakannya,

maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tetapi jika tidak ada

satupun yang melaksanakannya maka keseluruhan anggota komunitas

tersebut menanggung dosa), seperti mempelajari tata cara pengurusan

jenazah, fiqih politik, dan lain – lain.

Jadi pelajaran fiqih adalah salah satu dari mata pelajaran pendidikan

agama islam yang membahas secara khusus mengenai persoalan hukum

15
yang mengenai persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan

manusia. Mata pelajaran ini diberikan sejak dasar sampai dengan

pendidikan tinggi di madrasah – madrasah.

b. Thaharah

1. Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut

istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu

thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan

shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis (H.

Moch. Anwar, 1987: 9).

Thaharah secara umum, dapat dilakukan dengan empat cara berikut:

1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang

ada dalam badan.

2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.

3. Membersihkan hati dari akhlak tercela.

4. Membersihkan hati dari selain Allah.

Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis

tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh

seseorang. Bila najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka

cukup dengan membersihkan dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika

hadas atau najis itu tergolong besar atau berat maka ia harus

membersihkannya dengan cara mandi janabat, atau bahkan harus

membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di antaranya dengan debu.

Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting untuk beribadah,

16
karena kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah (sarana)

untuk meraih kesucian batin.

2. Pengertian Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan,

sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara

yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan nanah), setiap

perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani. Untuk

melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis, terlebih dahulu akan

diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian:

1. Najis Mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena

najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya

hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.

2. Najis Mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang

belum memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja (Tasman,

2010:22). Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai

dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir.

Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa

selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air

mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan

sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

3. Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain daripada

kedua macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian:

17
a. Najis hukmiahyaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata

zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama

kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis

ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.

b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan

baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar

menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini

hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.

3. Pengertian Hadast

Hadast berasal dari Bahasa Arab yang artinya suatu

peristiwa, sesuatu yang terjadi, sesuatu yang tidak berlaku. Sedangkan

menurut istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga

menjadikannya tidak sah dalam melakukan ibadah ( Yuli Supatmi,

2014:3 ).

Macam – macam Hadast dan cara bersuci :

1. Hadast Kecil

Hadast kecil adalah suatu keadaan seseorang yang tidak suci,

supaya ia menjadi suci maka ia harus berwudhu, dan apabila tidak

ada air diganti dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan

seseorang behadast kecil ialah:

a. Karena keluar sesuatu dari dua lubang, yaitu qubul dan dubur.

b. Karena hilang akalnya, yang disebabkan mabuk, gila atau sebab

lainnya seperti tidur.

18
c. Persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang

bukan mahramnya tanpa ada batas yang menghalanginya.

d. Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan sendiri maupun

kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari.

2. Hadast besar

Hadast besar adalah adalah suatu keadaan seseorang yang tidak

suci, dan upaya ia menjadi suci maka ia harus mandi besar. Apabila

tidak ada air maka diganti dengan tayamum.

a. Karena bertemunya dua kelamin laki – laki dan perempuan

(jima’ atau bersetubuh), baik keluar mani ataupun tidak.

b. Karena keluar mani, baik karena bermimpi atau sebab lain.

c. Karena haid, yaitu darah yang keluar dari perempuan sehat yang

telah dewasa pada setiap bulannya.

d. Karena nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis

melahirkan

e. Karena wiladah, yaitu darah yang keluar ketika melahirkan

f. Karena meninggal dunia, kecuali yang meninggal dunia dalam

perah membela agama Allah, maka dia tidak dimandikan.

c. Alat – Alat Bersuci dan Macam – Macam Air

Alat – alat yang dipergunakan dalam bersuci terdiri dari dua macam yaitu

air dan bukan air, seperti batu. Dilihat dari segi hukumnya, air terbagi

menjadi 5 (lima) macam yaitu:

1. Air mutlak atau Tahir Mutahir (Suci Mensucikan)

19
Air mutlak atau yahir mutahir yaitu air yang masih asli belum

tercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis. Air mutlak

ini hukumnya suci dan dapat mensucikan. Air yang termasuk air mutlak

ini terdiri dari tujuh , yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air

salju (es), air embun, dan air dari mata air

2. Air makruh (Air Musyamas)

Air makruh (air musyamas) yaitu air yang dipanaskan pada terik

matahari falam logam yang dibuat dari besi, baja, tembaga, alumunium

yang masing-masing benda logam itu berkarat. Air musyamas seperti

ini hukumnya makruh, karena dikhawatirkan menimbulkan suatu

penyakit.

3. Air Tahir Gairu Mutahir (suci tidak mensucikan)

Air ini hukumnya suci tetapi tidak mensucikan. Ada dua macam air

yang termasuk jenis ini, yaitu:

a. Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu

tidak berubah salah satu sifatnya (warna, baau atau rasa). Contoh

air kopi, air teh, dan sebagainya.

b. Air buah – buahan atau air yang ada di dalam pohon, misalnya

pohon bambu, pohon pisang, dan sebagainya.

4. Air Musta’mal

Air musta’mal yaitu air suci sedikit yang kurang dari kulla dan sudah

dipergunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya, atau air

suci yang cukup dua kulla yang sudah dipergunakan untuk bersuci dan

telah berubah sifatnya.

20
5. Air Mutanajis (air bernajis)

Air mutanajis yaitu air yang tadinya suci kurang dari du akulla tetapi

kena najis dan telah berubah salah satu sifatnya (bau, rasa, atau

warnanya) .

d. Tata Cara Bersuci

Ada beberapa cara bersuci :

1. Wudhu

2. Mandi

3. Istinja’

e. Fungsi Thaharah Dalam Kehidupan

1. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal

2. Menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah

3. Menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah

4. Menjaga kebersihan tempat umum (Yuli Supatmi, 2014:4-8).

3. Strategi Pembelajaran

a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah rangkaian kegiatan dalam proses

pembelajaran yang terkait dengan pengelolaan peserta didik, pengelolaan

guru, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar,

pengelolaan sumber belajar dan penilaian (assessment) agar pembelajaran

lebih efektif dan efesien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

ditetapkan. Strategi pembelajaran pada hakikatnya terkait dengan

perencanaan atau kebijakan yang dirancang di dalam mengelola

21
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang di inginkan

(Hariyanto Suyono, 2011:20).

Pembelajaran merupakan bagian dari sebuah proses pendidikan,

dimana kegiatan yang dilakukan adalah “Proses penciptaan lingkungan

yang menjadikan seorang individu dapat melakukan aktivitas belajar, yang

dengan belajar itu akan dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari

tidak baik menjadi baik, dari tidak terampil menjadi terampil (Saiful

Akhyar Lubis (Ed), 2010:112). Karena itu di dalam sebuah proses

pendidikan diberikan latihan – latihan secara terus – menerus untuk peserta

didik agar ilmu pengetahuan yang dipelajari dapat menetap dalam memori

pikirannya. Proses belajar atau pembelajaran adalah fokus utama dalam

psikologi pendidikan.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Talking Stick

Untuk memaksimalkan diterimanya suatu pengetahuan kepada

peserta didik, maka diperlukan suatu cara, langkah, atau juga seni dalam

menyampaikan pelajaran. Seni menyampaikan pelajaran atau pengetahuan

dalam pendidikan ini biasa disebut dengan seni mengajar. Karena dalam

mengajar membutuhkan seni, maka keterampilan dan keahlian seperti

berbicara, dan atau menggunakan segala media untuk menyampaikan

pengetahuan mutlak diperlukan. Dalam ilmu pendidikan, apa yang disebut

dengan seni dan cara mengajar atau mendidik ini biasa disebut dengan metode

atau juga model belajar-mengajar yang didalamnya memuat tentang teknik

mengajar, tujuan, dan manfaat strateg yang didapatkan. Apa yang diinginkan

dari teknik pembelajaran ini sebenarnya tidak jauh dari upaya pengembangan

22
potensi peserta didik. Dalam konsep kompetensi yang kemudian melahirkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) beberapa tahun lalu, kita menemukan

rumusan konseptual kompetensi, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan

(knowledge), pengertian (understanding), keterampilan (skills), nilai (value),

dan minat (interest). Lima muatan pengajaran dengan konsep kompetensi ini

dimaksudkan untuk mengembangkan tiga potensi pendidikan di dalam diri

manusia yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik ( Abdul Majid dan Dian

andayani, 2005:51-52). Dari titik pandang diataslah metode pembelajaran

penting adanya, termasuk metode Talking Stick. Agar lebih terfokus dan

terarah, maka penulis jelaskan tentang metode talking stick yang secara

sistematis sebagai berikut:

5. Pengertian Metode Talking Stick

Agar lebih rinci, maka disini perlu pula diketahui pengertian dua kata kunci,

yaitu metode dan talking stick.

a. Metode

Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat atau

media untuk mencapai suatu tujuan (Winarno Surakhman, 1984:96). Hal ini

berlaku bagi pendidik (metode mengajar) maupun kepada peserta didik

(metode belajar). Karena metode merupakan cara yang dalam pendidikan

bertujuan untuk tercapainya tujuan pembelajaran, maka semakin baik metode

mengajar yang dipakai pendidik dan metode belajar yang diterapkan kepada

peserta didik, maka semakin efektif suatu usaha mencapai tujuan-tujuan

pendidikan.

b. Talking Stick

23
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara

atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku),

sebagaimana dikemukakan Carol Locust berikut ini.

Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku

– suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat

berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuska siapa yang

mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan

membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan

pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan

cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika

orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua

mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke

ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking

Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang

diberikan secara bergiliran/bergantian.

Talking Stick termasuk salah satu metode pembelajaran kooperatif.

menurut Kauchack dan Eggen dalam Azizah (1998), pembelajaran kooperatif

merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk bekerja

secara kolaboratif dalam mencapai tujuan ( Isjoni, 2010:18 ).

Kolaboratif sendiri di artikan sebagai falsafah mengenai tanggung

jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik bertanggung jawab

atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk

24
menjawab pertanyaan – pertanyaan yang dihadapkan pada mereka dan

pendidik yang bertindak sebagai fasilitator.

Menurut Maufur (2009:88), talking stick merupakan sebuah model

pembelajaran yang berguna untuk melatih keberanian peserta didik dalam

menjawab dan berbicara kepada orang lain. Sedangkan penggunaan tongkat

secara bergiliran sebagai mediaa untuk merangsang peserta didik bertindak

cepat dan tepat sekaligus untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam

memahami materi.

Adapun metode ini memberikan pengalaman belajar yang

menyenangkan, meningkatkan motivasi, kepercayaan diri dan life skill yang

mana pendekatan tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap

positif dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada kecerdasan otak.

Jadi, Metode Talking Stick ini adalah sebuah metode pendidikan

yang dilaksanakan dengan cara memberi kebebasan kepada peserta didik untuk

bergerak dan bertindak dengan leluasa sejauh mungkin menghindari unsur –

unsur perintah dan keharus paksaan sepanjang tidak merugikan peserta didik

dengan maksud mengembangkan rasa percaya diri.

c. Langkah – Langkah Metode Pembelajaran Talking Stick

Langkah – langkah metode pembelajaran tipe talking stick adalah sebagai

berikut :

1. pendidik membentuk kelompok yang terdiri atas 4 orang.

2. Pendidik menyiapkan sebuah tongkat sepanjang 20cm.

3. pendidik menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari.

25
4. Memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari

materi pelajaran.

5. Peserta didik berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam

wacana.

6. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari

isinya, pendidik mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup

bacaan.

7. Pendidik mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota

kelompok, setelah itu pendidik memberi pertanyaan dan anggota kelompok

yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian

seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk

menjawab setiap pertanyaan dari pendidik.

8. Peserta didik lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota

kelompoknya tidak bisa menjawa pertanyaan.

9. Ketika stick bergulir dari kelompok ke kelompok lainnya sebaiknya di

iringi musik atau lagu.

10. Pendidik melakukan kesimpulan.

11. Pendidik melakukan evaluasi / penilaian, baik secara kelompok maupun

individu.

12. Pendidik menutup pembelajarannya (Kurniasih dan Sani : 2015).

d. Kelebihan dan Kelemahan Metode Talking Stick

Pembelajaran dengan model Talking stick ini sangat cocok

diterapkan bagi peserta didik SD, SMP, dan SMA/ SMK. Selain untuk melatih

26
kemampuan berbicara, pembelajaran ini juga akan menciptakan suasana yang

menyenangkan dan membuat peserta didik aktif pada pembelajaran.

a. Kelebihan Metode Pembelajaran Talking Stick

1. Menguji kesiapan dari peserta didik dalam pembelajaran

2. Melatih para peserta didik memahami materi dengan cepat

3. Memacu agar para peserta didik lebih giat belajar (belajar dahulu

sebelum pelajaran dimulai)

4. Membuat peserta didik berani untuk mengemukakan pendapat.

5. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain atau peseta didik

lain yang dirasakan lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi, kepercayaan diri yang mana pendekatan

tersebut ditujukan untuk memunculkan emosi dan sikap positif belajar

dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada peningkatan

kecerdasan otak.

b. Kelemahan Metode Pembelajaran Talking Stick

1. Membuat senam jantung peserta didik.

2. Membuat para peserta didik tegang, ketakutan akan pertanyaan yang

akan diberikan oleh guru.

3. Peserta didik cenderung individu.

4. Peserta didik yang lebih pandai lebih mudah menerima materi,

sedangkan peserta didik yang kurang pandai kesulitan menerima

materi.

5. Ketenangan kelas kurang terjaga ( Muh.Husni kurniaji, 2016:11 ).

27
e. Tujuan Metode Talking Stick

Setiap kegiatan belajar, tidak terlepas dari suatu tujuan yang dicapai.

Pada dasarnya pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh kemampuan

pendidik, karena faktor pendidik sangat besar perannya. Sekiranya pendidik

itu baik, maka hasil pendidikannya akan lebih baik pula. Dan sebaliknya,

pendidik yang belum siap mengajar tidak akan berhasil di dalam

pelaksanaan pengajaran dan pendidikan (Mansyur, 1998:48). Dengan

demikian, seorang pendidik pada saat melakukan proses mengajar harus

memperhatikan tujuan intruksional khusus yang ingin dicapai oleh peserta

didik. Sebab, pencapaian pembelajaran khusus erat sekali kaitannya dengan

tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler, dan tujuan pendidikan nasional.

Karenanya, metode ceramah sebagaimana dilaksanakan sejak dulu di

tinggalkan. Pada metode ini, partisipasi pendidik di nomor satukan.

Tujuannya adalah memandirikan peserta didik dalam berfikir dan

memperoleh pengetahuan, serta mengolahnya. Sehingga peserta didik benar

– benar paham terhadap materi pelajaran yang di ajarkan.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain:

Hasil penelitian Ramlan (2012), skripsi yang berjudul “Penerapan Metode

Talking Stick Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Pendidikan Agama Islam

Pada Peserta Didik Kelas VI Sekolah Dasar Swasta 007 Pasir Panjang Meral

Karimun”. Menunjukkan bahwa hasil belajar peserta didik model pembelajaran

Talking Stick lebih baik daripada dengan menggunakan model pembelajaran

resitasi (penugasan). Persamaan penelitian di atas dengan skripsi penulis yaitu,

28
menerapkan model pembelajaran Talking Stick dan mengaktifkan siswa

melalui diskusi (bertukar pikiran). Perbedaan penilian di atas membandingkan

penerapan model pembelajaran Talking Stick dengan model pembelajaran

ceramah. Penelitian Ramlan mengukur keaktivan peserta didik, sedangkan

penelliti mengukur hasil belajar peserta didik.

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Pembelajaran Fiqih dilakukan dengan metode ceramah, tanya

jawab, dan penugasan baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran

Fiqih tersebut bersifat membosankan, tidak menarik, dan menyebabkan peserta

didik mengantuk, tidak berminat untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Perserta didik malas bertanya, malas mengerjakan tugas, dan malas

mendengarkan penjelasan pendidik. Penugasan untuk dikerjakan di rumah juga

banyak yang tidak diselesaikan sendiri. Selama proses pembelajaran peserta

didik lebih banyak pasif. Kondisi tersebut menunjukkan peserta didik kurang

berminat dalam mengikuti pembelajaran fiqih. Oleh karena itu diperlukan

perubahan proses pembelajaran untuk lebih meningkatkan hasil belajar peserta

didik dan mengurangi keengganan peserta didik dalam belajar fiqih.

Pembelajaran Fiqih dapat dilakukan dengan menerapkan model kooperative

Talking Stick. Proses ini lebih menyenangkan dan lebih menarik minat peserta

didik untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam proses

pembelajaran. Peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, peserta

didik lebih banyak berpartisipasi dalam proses pembelajaran, mendiskusikan

materi dengan kelompok, dan bisa membuat kesimpulan. Pada akhirnya hal

tersebut dapat meningkatkan hasil belajar fiqih. Berdasarkan uraian di atas,

29
maka kerangka berpikir dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan

sebagai berikut :

GURU FIQIH

Menurunnya Hasil Belajar


Peserta Didik Pasif

Pembelajaran Fiqih Materi


Thaharah
Penerapan Metode
Talking Stick

Hasil Belajar Meningkat


Peserta Didik Menjadi Aktif

30
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

1. Penelitian Tindakan Kelas

a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan

classroom action research sejak lama berkembang di negara-negara maju

seperti Inggris. Australia dan Amerika. Ahli-ahli pendidikan di negara tersebut

menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Mengapa demikian?

Karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk

memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme dalam proses belajar

mengajar di kelas dengan melihat indikator keberhasilan proses pembelajaran.

Dalam hal ini McNift (1992:1) seperti dikutip Suyanto (1997:2) memandang

PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri dan

hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengembangkan kurikulum,

sekolah, dan pengembangan dalam proses belajar mengajar dll. Dalam PTK

guru dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran yang dilakukan di

kelas. Dengan PTK, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dari

berbagai aspek selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui penelitian

tindakan kelas ini guru dapat melakukan penelitian terhadap proses atau hasil

yang diperoleh secara reflektif di kelas, sehingga hasil penelitian dapat

diapakai untuk memperbaiki praktek pembelajarannya.

31
Penelitian Tindakan Kelas juga dapat menjebatani kesenjangan

antara teori dan praktek pendidikan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan setelah

seseorang melakukan penelitian terhadap kegiatannya sendiri, di kelasnya

sendiri, dengan melibatkan siswanya sendiri, melalui suatu tindakan yang

direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi, guru tersebut akan memperoleh

umpan balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini selalu dilakukan

dalam kegiatan pembelajarannya. Dengan demikian guru dapat membuktikan

apakah suatu teori pembelajaran dapat diterapkan dengan baik di kelas yang

dimilikinya. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi

kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk

kepentingan proses atau produk pembelajaran yang lebih efektif. Dari uraian

di atas dapat didefinisikan pengertian Penelitian Tindakan Kelas secara lebih

tegas.

Secara singkat Penelitian Tindakan Kelas didefinisikan sebagai

suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-

tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek

pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Sebagai contoh jika guru

merasa bahwa minat siswa terhadap mata pelajaran sejarah rendah, keadaan

ini sangat menghambat pencapaian tujuan pembelajaran, maka guru dapat

melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan minat belajar

sejarah siswa. Dalam penelitian tindakan kelasnya guru dapat mencoba

tindakan-tindakan tertentu misalnya memanfaatkan media gambar, radio,

televisi, menggunakan metode-metode inovatif yang mampu membangkitkan

minat belajar. Dengan tindakan-tindakan tersebut guru akan memperoleh

32
umpan balik yang lebih berarti dan dapat digunakan untuk meningkatkan

kinerjanya.

Menurut Suharni Arikunto (2006), menjelaskan Penelitian Tindakan

Kelas sebagai suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa

sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas

secara bersamaan. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu kegiatan ilmiah

terdiri penelitian tindakan kelas.

1. Penelitian merupakan kegiatan mencermati obyek dengan dengan

menggunakan aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi

yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat

dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan

tujuan tertentu yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.

3. Kelas merupakan sekelompok peserta didik yang sama dan menerima

pelajaran yang sama dari seorang pendidik.

Jadi, Penelitian Tindakan Kelas yaitu suat kegiatan penelitian yang

dilakukan didalam kelas dari pendidik kepada peserta didik yang bertujuan

untuk memperbaiki sistem pembelajaran dan meningkatkan kualitas

pembelajaran didalam kelas.

b. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Tujuan penelitian tindakan kelas terkait erat dengan keinginan

seseorang untuk meningkatkan dan atau memperbaiki praktek pembelajaran

di kelas. Penelitian ini seharusnya dilakukan oleh para peserta didik, karena

peserta didik adalah orang yang secara langsung berhadapan dengan

33
permasalahan-permasalahan yang ada di kelasnya. Penelitian tindakan kelas

merupakan cara strategis bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran

di kelas. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc.Niff (1992) dalam Suyanto

(1997: 5) yang menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya

penelitian tindakan kelas adalah perbaikan. Perbaikan di sini terkait dan

memiliki konteks dengan proses pembelajaran.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan 2 (dua) siklus. Rancangan pada

penelitian ini hendaknya dirinci dari perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi dan evaluasi. Untuk dapat membantu menyusun rencana dan

prosedur penelitian, sebaiknya terlebih dahulu menuliskan pokok-pokok

rencana kegiatan dalam tabel sebagaimana contoh berikut:

Siklus 1 Perencanaan :

1. Identifikasi masalah dan 1. Merencanakan pembelajaran yang akan

penetapan diterapkan dalam PBM

2. alternatif pemecahan masalah 2. Menentukan KD dan Materi pokok

3. Mengembangkan RPP

4. Menyusun LKM

5. Menyiapkan sumber belajar

6. Mengembangkan format evaluasi

7. Mengembangkan format observasi

pembelajaran

34
Tindakan Menerapkan tindakan mengacu pada RPP

dan LKM

Pengamatan Melakukan observasi dengan memakai

format observasi •Menilai hasil tindakan

dengan menggunakan format LKM

Refleksi 1. Melakukan evaluasi tindakan yang

telah dilakukan yang meliputi evaluasi

mutu, jumlah dan waktu dari setiap

macam tindakan.

2. Melakukan pertemuan untuk membahas

hasil evaluasi tentang RPP, LKM dll.

3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan

sesuai hasil evaluasi untuk digunakan

pada siklus berikutnya.

4. Evaluasi tindakan 1

Siklus II Perencanaan 1. Identifikasi masalah dan penetapan

alternatif pemecahan masalah.

2. Pengembangan program tindakan II

Tindakan Pelaksanaan program tindakan II

Pengamatan Pengumpulan data tindakan II

Refleksi Evaluasi tindakan II

Tabel 2 : Rancangan Penelitian

35
C. Langkah – Langkah Penelitian

Melaksanakan suatu penelitian tindakan kelas, peneliti harus mengikuti

prosedur tertentu yang membimbing peneliti untuk melakukan kegiatan

penelitian secara runtut/sistematik.

Langkah yang umum dalam penelitian tindakan kelas yang dapat

dipakai sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi masalah

2. Menganalisis masalah dan menentukan faktor-faktor yang diduga sebagai

penyebab.

3. Merumuskan gagasan-gagasan pemecahan masalah bagi faktor penyebab

utama yang gawat dengan mengumpulkan data dan menafsirkannya untuk

mempertajam gagasan tersebut dan untuk merumuskan hipotesis tindakan

sebagai pemecahan.

4. Kelayakan solusi atau pilihan tindakan pemecahan masalah.

D. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MTs Negeri 8 Ciamis

untuk mata pelajaran Fiqih. Sebagai subjek penelitian ini adalah kelas VII

Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa sebanyak 35 orang, terdiri

dari 15 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Lokasi sekolah ini berada di

JL. Puskesmas, Desa Sukanagara Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis.

E. Instrument Penelitian

Instrument penelitian atau alat – alat yang membanyu mempermudah

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Rpp

36
2. Test Praktek

3. Lembar Observasi peserta pendidik

4. Lembar observasi pendidik

5. Silabus

6. Materi

F. Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi tersebut antara lain:

1. Kolaborasi

Istilah kolaborasi biasanya digunakan untuk menjelaskan praktik

dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dan melibatkan proses

kerja masing – masing maupun kerja sama dalam mencapai tujuan bersama

tersebut. Dalam penelitian tindakan kelas kolaborasi dilakukan oleh

pendidik dan peneliti.

2. Observasi

Observasi yaitu kegiatan yang dilakukan penulis dengan cara

malakukan pengamatan langsung terhadap objek yang penulisteliti. Dalam

penelitan ini teknik observasi digunakan untuk memperkuat data.

3. Tindakan

Tindakan yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan secara

sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktek yang cermat dan

bijaksana. Sehubungan dengan hal itu, praktek diakui sebagai gagasan

dalam tindakan, dan tindakan itu digunakan sebagai pijakan bagi

pengembangan tindakan-tindakan berikutnya, yaitu tindakan yang disertai

niat untuk memperbaiki keadaan.

37
Tindakan dituntun oleh perencanaan dalam arti bahwa rencana

hendaknya diacu dalam hal dasar pemikirannya, namun demikian perlu

diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana.

Tindakan itu secara mendasar mengandung resiko karena terjadi dalam

situasi nyata dan berhadapan dengan kendala-kendala di kelas maupun

lingkungannya, yang secara tiba-tiba dan tak terduga. Oleh karena itu,

rencana tindakan harus selalu bersifat tentatif dan sementara, fleksibel dan

siap diubah sesuai dengan keadaan yang ada. Salah satu perbedaan antara

penelitian tindakan dan tindakan biasa adalah bahwa penelitian tindakan

diamati. Pelakunya bertujuan mengumpulkan bukti tentang tindakan

mereka agar dapat sepenuhnya menilainya. Untuk mempersiapkan

evaluasi, sebelum bertindak mereka memikirkan jenis bukti yang akan

diperlukan untuk mengevaluasi tindakannya secara kritis.

4. Wawancara

Wawancara yaitu kegiatan yang penulis lakukan dengan cara tanya

jawab secara langsung dengan pihak yang berkaitan dengan objek yang

diteliti. Pertanyaan yang diajukan bersipat bebas dan terbuka serta

responden yang dipilih adalah orang-orang yang mempunyai wewenang

dan mampu untuk menjelaskan serta memberi jawaban atas pertanyaan

yang diajukan. Wawancara dilakukan dengan dua bentuk,yaitu wawancara

terstruktur (dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan

sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti). Sedang wawancara yang

tak tersetruktur (wawancara dilakukan apabila adanya jawaban yang

38
berkembang diluar pertanyaan-pertanyaan terstruktur namun tidak terlepas

dari permasalahan penelitian ).

5. Refleksi

Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu

tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi

berusaha memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata

dalam tindakan strategi.

6. Dokumentasi

Pada penelitian ini dokumentasi dilakukan dengan cara

mengumpulkan RPP, video, poto-poto selama pembelajaran berlangsung,

dan menyertakan hasil penilaian pembelajaran memahami struktur dan

kaidah teks anekdot yang dibuat oleh pendidik. Dokumentasi pada

penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan proses pembelajaran yang

dilakukan dan sebagai bukti bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan

oleh guru memang benar adanya sesuai atau tidak sesuai denganpenjelasan

yang dipaparkan oleh peneliti pada bab hasil dan pembahasan.

G. Analisis Data

Menurut Sugiyobo (2010:335) analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

ke unit – unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri dan juga orang lain.

39
40
DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, Nana . Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya,2009).

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT Rineke Cipta,

2006)

Sugihartono, dkk,. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pers, 2007)

Abin Syamsuddin Makmun. (2004). Psikologi Kependidikan.Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

Sri Rumini, dkk., (1995).

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 132.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran (Bandung: Sinar Baru, 2001),

h. 39

Chalijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan (Surabaya: Al-Ikhlas,

1994), h.94

Hariyanto Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 20.

Saiful Akhyar Lubis (Ed), Profesi Keguruan (Bandung: Citapustaka Media

Perintis, 2010), h. 112.

Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM .

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009).

41
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif,

1987), hal.9

Maufur, Hasan Fauzu. 2009. Sejuta Jurus Mengajar Mengasyikkan. Semarang:

Sindur Press.

Mansyur, strategi belajar mengajar modul. (Jakarta: Direktorat jenderal

pembinaan kelembagaan agama islam, 1998)h. 48.

Tasman, Skripsi “Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh Bagi

Peserta didik Kelas XI MAN Lampa Polman”, (Makassar: UIN Alauddin, 2010),

hal. 22

Supatmi, Yuli. Fiqih Pendekatan Sainfik Kurikulum.(Jakarta: CV Grafika Dua

Tujuh, 2014)

42

Anda mungkin juga menyukai