Anda di halaman 1dari 7

A.

Masalah Relevansi Pendidikan

Masalah Relevansi Pendidikan adalah suatu masalah yang telihat darilingkup lulusan
seolah dengan kebutuhan dengan pasar insudtri serta pembangunan yang mana lulusan
sekolah tersebut belum memnuhi dan bisa membantu untuk beronstrbusi dalam
pembangunan nasional. Relevansi dapat dilihat dari perbandingan antara lulusan yang
dihasilkan suatu Lembaga Pendidikan yang diharapkan dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja
di banyak pasar industry. Yang mana masih banyak hasi lulusan di banyak Lembaga belum siap
secara mental dan skill untuk masuk kedalam dunia kerja arena kurangnya pengetahuan,
keterampilan dan sikap dalam kesiapan untuk terjun langsung ke kehidupan masyarakat. Selian
itu juga dari Lembaga Pendidikan seperti SMK dan perguruan tinggi yang tidak siap secara
kemampuan untuk melanjutkan kesatuan Pendidikan diatasnya.

Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan


pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan
teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah
relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan
pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi
yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Wahjoetomo.
1993

Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan


kualitas hidup seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan
mutlak. Karena itu pendidikan harus dilakukan secara sadar melalui
sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir dengan baik.
Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga
dengan sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana
penunjang pendidikan yang lain. (T. Raka Joni, 2005).

Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang


dimiliki seseorang. Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa
besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam sebuah pendidikan. Dan
bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung
dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang
biasanya ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan
yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada
kesulitan orang lain. Rela berkorban untuk kepentingan bersama, tidak
mementingkan golongan,  tapi kepentingan bersama yang lebih besar.
Jika orang itu menjadi leader atau pemimpin, maka karyawan yang
dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.  (Ngalim Purwanto,
2006:7)

Pendidikan di Indonesia
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Yang mana
Indonesia diarahkan untuk menghasilkan SDM yang sesuai dengan kriteria yang terdapat
di Undang-undang tersebut.
Menurut Ngalim Purwanto (2006) . Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka
tujuan ini bukanlah hal yang mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya
peningkatan pendidikan ini. Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan
bangsa di berbagai kancah internasional

Namun, dengan adanya Landasan UU dan APBN tidak menutup


kemungkinan munculnya faktor-faktor yang membuat peningkatan
prestasi menurun, dan masih banyaknya tujuan yang belum dicapai.
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah.
Berdasarkan survei dari United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO).

Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi tiga yaitu faktor rumah/keluarga,


faktor sekolah, dan siswa. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan erat.
Faktor keluarga seperti pelajar yang kurang mendapat dukungan dan
perhatian dari orang tuanya serta finansial yang tidak mendukung.
Faktor sekolah dan pelajar adalah faktor yang paling memberi
dampak pada prestasi Pendidikan di Indonesia seperti banyaknya
kerusakan moral di kalangan pelajar, seperti beredarnya video-video
porno yang bisa diakses melalui ponsel. Ini akibat dari bebasnya
pengawasan dan akses informasi yang masuk kepada masyarakat, tanpa
ada kontrol dari pihak yang terkait. Korupsi dan kolusi serta nepotisme
masih banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga
menimbulkan konflik dikalangan internal dan berpotensi untuk
menimbulkan konflik perpecahan. Pendidikan juga masih banyak yang
kita lihat belum berpihak pada rakyat umum. Di kalangan masyarakat
mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih untuk memenuhi
kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan.

Belum tercapainya tujuan pendidikan diakibatkan oleh:

1. Belum terintegrasinya pendidikan moral (agama) dengan


pendidikan lainnya. Ada sebagian anggapan bahwa pendidikan
agama hanya dilakukan di pesantren, padahal di sekolah umum
pendidikan agama juga diajarkan hanya saja porsinya masih sedikit,
sehingga belum maksimal.

2. Pendidikan etika hanya terbatas pada pengetahuan. Pendidikan Etika di


lingkungan pelajar sangatlah minim, banyak dari para pelajar bukan peserta didik
yang terpelajar, dalam maksud pelajar masih memiliki keberanian dalam
menyangkal dan tidak patuh terhadap pendidik

0. Minimnya keteladanan.contoh kecil seperti adanya trend rok span atau


kerudung yang tidak rapih bahkan kemeja yang di potong pendek adalah contoh kecil
minimnya keteladanan pelajar.

0. Sikap hidup yang semakin materialis dan hedonis. Sikap hidup yang
mengutamakan materi untuk menuju kebahagiaan.

Untuk meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa


dilakukan, antara lain, perbaikan kurikulum pendidikan secara
menyeluruh, misalnya dengan melakukan pendidikan alternatif
tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem pengajaran dan
pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam
kehidupan. (Ngalim Purwanto, 2006: 8)

Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan

Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor


diantaranya:

1. Lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan di Indonesia kualitasnya bermacam-macam, lebih tepatnya
tidak merata. Ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar Jawa dan
luar Jawa mengakibatkan mutu pendidikan yang kurang berkualitas bagi daerah-
daerah terluar dan terdepan. Dilihat dari sarana dan prasarana dalam Pendidikan
seperti rusaknya Gedung, kepemillikan yang tidak jelas, media belajar yang
kurang bermutu, buku perpustaaan yang tdak lengkap bahkan teknologi
informasi yang kuang memadai serta tidak tersedianya laboratorium atau ruang
praktek. Anggaran - anggaran yang digunakan tidak sesuai dengan Pendidikan
tersebut.

0. Sistempendidikan

Di indonesia yang ada ialah siap berkembang. Indonesia memiliki


mutu pendidikan  yang rendah, kurangnya kualitas pendidikan di tanah
air karena pembelajaran hanya pada buku paket kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) yang berlaku di Indonesia yang kini berubah menjadi
kurikulum tingkat satuan pendidikan(KTSP) lalu diganti menjadi
Kurikulum 2013 (KURTILAS). Sistem yang berlaku pada saat sekarang
ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan
pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
0. Prosespendidikan

Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban


menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas
siswa untuk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat
sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk
melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
Suparian Suhartono. 2008. Kurikulum hanya sebatas pengetahuan
pemerintah tanpa memperhatikan apa yang dibuthkan
masyarakat.serta Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan
proses pembelajaran yang berkualitas proses pelaksanaan pendidikan
baik dan nyaman untuk pelajar. Lalu Tenaga pengajar yang kurang
handal, bila dibandingkan dengan tenaga pengajar negara lain.Juga
banyak tenaga pelajar khususnya PAUD yang belum memiliki ilmu linear
yag memadai dalam menjalankan tugasnya.

0. Hasilpendidikan

Dengan keadaan Lembaga, sistem, dan proses Pendidikan tidak aneh


jika didikan yang dihasilkan dari sistem ini kurang inovatif pola
pikirnya.  Keterampilannya kurang berkualitas. Menurut Lamhot
Basani Sihombing, Model Pendidikan seperti ini dibuat hanya
untuk lulusan yang bisa mengikuti perkembangan zaman dan
memenuhi kebutuhan pembangunan. Bukan bersikap kritis
terhadap zaman.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia


kerja ini disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional
terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki
dunia kerja.

Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia

Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia dapat dilihat


dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996)
yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar
24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan
pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup
tinggi untuk masing- masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%,
14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap
tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan
kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang
funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik
memasuki dunia kerja. (Sarwoto, 1998:47)

Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang


serius. Bukti untuk hal itu dapat disimak dari peringkat Human
Development Index (HDI) yang dipantau oleh UNDP yang
menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun 1996
bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat
105 dari 174 negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara
dan dalam prestasi belajar yang dipantau oleh IAEA (International
Association for the Evaluation of Educational Achievement) di
bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia berada pada
urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SLTP
berada di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa
SLTP berada pada urutan ke 32 dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).

Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia

Relevansi Pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan


relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap
lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan
tenaga kerja). Jika hal ini tidak terjadi maka hal inilah yang
menimbulkan dampak yang di sebut dampak tidak relevannya
pendidikan, yaitu:

1. Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan


dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya,
karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti
yangdiharapkan.

2. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak


siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan
ke satuan pendidikan di atasnya.

3. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu


sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan
tidak siap untukbekerja.

4. Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.


Wahjoetomo. 1993
Upaya Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan

Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran


maupun lulusan- lulusan baru yang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Membuka pelatihan-pelatihan baik pelatihan keterampilan
maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat melakukan
kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali kurikulum
berdasarkan kebutuhan manusia ketika akan memasuli dunia
kerja. Memperluas dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang
menjadi kebutuhan manusia. Dapat di rinci penanggulangan relevansi
pendidikan ini antara lain:

1. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua


warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu
satuanpendidikan.

2. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan,


pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan
yang telahdirumuskan.

3. Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secaraterprogram.

0. Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan


dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai
akhir ataupunkelulusa.

1. Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa


melalui keragaman jenis program studi

2. Memberiperhatianterhadaptenagakependidikan(prajabatandanjabatan).
Suhartono, Suparian. 2008

Solusi agar terwujudnya relevansi pendidikan

1. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Diperlukan proses


seleksi yang ketat dan tepat agar memperoleh tenaga pendidik
yang benar-benar berkualitas tinggi. Pendidik yang berkualitas
tinggi membantu tercetaknya peserta didik yang berkualitaspula.

2. Sarana dan prasarana pendidikan yang cukup. Semua lembaga


pendidikan harus dicukupi sarana dan prasarananya agar proses
pendidikan berjalan dengan lancar danbaik.
3. Sistem pendidikan yang tepat. Kurikulum 2013 yang sedang
berlangsung di beberapa sekolah harus dilanjutkan dan
dikembangkan lagi. Seluruh sekolah di Indonesia harus
menggunakan kurikulum 2013 karena di kurikulum 2013 antara
kognitif dan afektif diseimbangkan. Hal ini akan membantu
meningkatkan kualitas pesertadidik.

0. Tujuan dari pendidikan yaitu menghasilkan lulusan yang sesuai


dengan kebutuhan masyarakat diganti dengan menghasilkan lulusan
yang sesuai dengan perkembangan zaman danpembangunan.

1. Agar semua solusi ini dapat terwujud, tentunya diperlukan


pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa, jangan lupa berdo‟a. Juga
bantuan dari pemerintah yang nyata. Dan kontribusi dari seluruh
masyarakat Indonesia. Mahardika, Timur.2001

Anda mungkin juga menyukai