Anda di halaman 1dari 6

MATA KULIAH EKSKLUSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL

Kelompok 3 :

Darwan NPM : 19063322443

Irfan Hudori NPM : 1906436160

Abdul Rafi Azhar NPM : 1906436040

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang


yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan
secara otodidak. Berdasarkan UUD 1945 alinea ke-4 “Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Fungsi negara untuk mencerdaskan generasi bangsa dan memberikan hak yang sama
dalam pendidikan.

Berdasarkan Education Index yang dikeluarkan oleh Human Development Reports, pada 2017,
Indonesia ada di posisi ketujuh di ASEAN dengan skor 0,622. Skor tertinggi diraih Singapura,
yaitu sebesar 0,832. Peringkat kedua ditempati oleh Malaysia (0,719) dan disusul oleh Brunei
Darussalam (0,704). Pada posisi keempat ada Thailand dan Filipina, keduanya sama-sama
memiliki skor 0,661.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan tahun 2019, beberapa di
antaranya untuk Program Indonesia Pintar, Bantuan Operasional Sekolah,
pembangunan/rehabilitasi fasilitas pendidikan, dan beasiswa bidik misi. Bila Indonesia mau
SDM-nya siap dalam menghadapi usia produktif, implementasi dan pemantauan dari alokasi
dana pendidikan ini sangat penting untuk jadi perhatian pemerintah dan seluruh elemen
masyarakat.

Begitupun anggaran pedidikan tirto.id - Alokasi anggaran pendidikan pada Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami kenaikkan dibandingkan 2018 lalu.
Total kenaikan anggaran yang telah disejuti presiden Joko Widodo sebesar Rp48,4 riliun.
Berdasarkan keterangan yang dilansir di laman resmi Sekretariat Kabinet, Presiden Joko Widodo
pada 29 November 2018 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 129 Tahun
2018 tentang Rincian APBN 2019. Dalam lampiran Perpres tersebut tercatat anggaran
pendidikan 2019 sebesar Rp492,555 triliun. Alokasi anggaran ini lebih besar dari tahun
sebelumnya. Dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian APBN 2018 alokasi sektor
pendidikan sebesar Rp444,131 triliun. Artinya anggaran sektor pendidikan pada 2019 mengalami
kenaikkan sebesar Rp48,4triliun.

Dari anggaran pendidikan dengan jumlah yang besar sebagai bentuk memajukan
pendidikan di Indonesia. Namun, regulasi pendidikan yang membuat orang-orang kaku untuk
bergerak memilih metode belajarnya. Alasan pemerintah untuk mengembang aspek pendidikan,
kurikulum yang sudah ditetapkan pemerintah menutup ruang bagi siswa untuk kreasi dan
inovatif. Salah satu aturan yang dikeluarkan pemerintah adalah sistem Zonasi, dimana anak yang
mau sekolah harus dekat dari jarak rumah sehingga oaring tua banyak yang protes atasan aturan
tersebut.

Berdasarkan peratuaran menteri pendidikan dan kebudayaan No 14 Tahun 2018 Pasal 14


(1) Seleksi calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA atau bentuk lain yang sederajat
mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai dengan daya tampung berdasarkan
ketentuan rombongan belajar sebagai berikut: a. jarak tempat tinggal ke Sekolah sesuai dengan
ketentuan zonasi; b. SHUN SMP atau bentuk lain yang sederajat; dan c. prestasi di bidang
akademik dan non-akademik yang diakui Sekolah. (2) Seleksi calon peserta didik baru kelas 10
(sepuluh) SMK atau bentuk lain yang sederajat mempertimbangkan kriteria dengan urutan
prioritas sesuai dengan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar sebagai berikut:
a. SHUN SMP atau bentuk lain yang sederajat; dan b. prestasi di bidang akademik dan non-
akademik yang diakui Sekolah. (3) Khusus calon peserta didik pada SMK atau bentuk lain yang
sederajat, selain mengikuti seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekolah dapat
melakukan seleksi bakat dan minat sesuai dengan bidang keahlian/program keahlian/kompetensi
keahlian yang dipilihnya dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan Sekolah dan institusi
pasangan/asosiasi profesi1

Aturan diatas sebagai syarat untuk masuk ke dunia pendidikan, melihat regulasi yang
diterbitkan pemrintah memunculkan permasalahan baru diantarnya: tidak memberikan kebebasan
regenerasi bangsa untuk memilih yang terbaik, tidak diberi kesempatan bersaing masuk sekolah
unggul, dan orang tua juga mulai tidak percaya di sekolah. padahal anggaran pendidikan

1
https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud_Tahun2018_Nomor14.pdf diakses pada tanggal 23/09/2019
pukul 10.12 wib
berjumlah besar untuk memberikan fasilitas bagi siswa dan juga memberikan kesempatan
masyarakat yang ingin sekolah. aneh rasanya ketika pendidikan tidak diperhatikan bagi
pemerintah sesuai kebutuhan masyareakat.

Kebijakan pendidikan Pendidikan telah menjadi situs yang penting untuk seluruh jajaran
debat, yang tidak hanya tentang apa yang terjadi di sekolah. Mereka berdebat tentang arah
masyarakat itu sendiri dan bagaimana kita bisa melengkapi dengan baik orang muda untuk hidup
semakin meningkat dunia modern yang terglobalisasi. Sosiolog punya terlibat dalam debat
tentang pendidikan sejak karya Emile Durkheim di akhir abad kesembilan belas dan ini di mana
kita mulai tinjauan teori pendidikan.

Kebijakan pendidikan Pendidikan sebagai sosialisasi Bagi Emile Durkheim, pendidikan


memainkan peranan penting peran penting dalam sosialisasi anak-anak karena, terutama dengan
belajar misalnya, anak-anak memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai umum dalam
masyarakat, menyatukan banyak yang terpisah individu. Nilai-nilai umum ini termasuk
keyakinan agama dan moral dan rasa disiplin diri. Durkheim berpendapat itu sekolah
memungkinkan anak untuk menginternalisasi aturan sosial yang berkontribusi pada fungsi
masyarakat. Durkheim adalah peserta Saya khawatir dengan menegakkan moral pedoman,
karena pada akhir abad kesembilan belas Perancis, individualisme yang meningkat sedang
berkembang yang mengancam sosial solidaritas. Durkheim melihat peran kunci sekolah dalam
mengajarkan tanggung jawab bersama dan nilai kebaikan kolektif. Sebagai 'masyarakat dalam
miniatur', sekolah juga mengajarkan disiplin dan menghormati otoritas.2

Dalam masyarakat industri, Durkheim berpendapat (1961 [1925]). pendidikan juga punya
yang lain fungsi sosialisasi: mengajarkan keterampilan dibutuhkan untuk melakukan peran dalam
semakin pekerjaan khusus. Dalam masyarakat tradisional, keterampilan kerja bisa dipelajari
dalam keluarga, tetapi sebagai kehidupan sosial menjadi lebih kompleks dan perluasan divisi
tenaga kerja muncul dalam produksi barang, sistem pendidikan dikembangkan yang bisa
meneruskan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengisi berbagai peran khusus, pekerjaan.

Konstelasi kekuasaan dalam pendidikan


21
Giddens Antony. Sociology. USA: Polity Press. 2009. hlm. 830
Konstelasi yang terikat dalam jaringan yang tidak sekadar fungsional ini ternyata
menampilkan fenomena bagaimana kekuasaan berpengarauh dalam jaringan tersebut.
Persoalannya adalah bagaimana cara melihat atau perspektif mana yang hendak digunakan untuk
melihat kekuasaan tersebut. Kekuasaan disini tidak diartikan sebagai milik salah satu pihak,
melainkan bagaimana kekuasaan berpengaruh dalam jaringan konstelasi proses
pendidikan.pelaku, pihak-pihak yang terkait dan berwenang dalam proses pendidikan,
ditampilkan dalam sistem dan mekanisme konstelasi.
Negara melalui kurikulum nasional berusaha untuk mewujudkan suatu bentuk pendidikan yang
berlaku secara seragam. Romop Mangun, melalui SDKE Mangunan, seakan ingin menunjukkan
bahwa gagasan pendidikan tidak dapat diberlakukan secara seragam. Pembelajaran melalui
sekolah merupakan salah satu proses pembentukan pengetahuan. Negara melalui kurikulum
nasional seakan berdiri disisi lain dalam proses pembentukan pengetahuan. Anak-anak, orang
tua, guru, peer groups, lingkungan, lembaga nonpemerintah, dan media berada disisi lain dalam
konstelasi kekuasaan pembentukan pengetahuan.
Dari paparan tentang hegemoni negara lewat control terhadap pendidikan, sementara
pendidikan adalah proses kultural, maka masuk akal unruyk mendiskusikan kekuasaan dan
kebudayaan dalam pendidikan. Kompentensi pertamma yang dikembangkan di SDKE
Mangunan yakni kemampuan komunikasi pada anak menyiratkan persoalan betapa kontrol
menjadi sulit dilakukan ketika kompentensi komunikasi berkembang. Kompetensi keduayang
dikembangkan meliputi kemampuan eksploratif, kreatif, dan integral menyiratkan persoalan
kemandirian melawan kontrol berlebihan. “Belajar Sejati” dengan suasana merdeka dalam
belajar adalah jati diri pendidikan; dan ini tidak berhasil ketika kontrol yang dilakukan negara
tidak mempertimbangkan hal tersebut. Kebijakan pemereintah dengan dengan sostem yang
seragam lewat pembakuan kurikulum, lengkap dengan sanksi yang ketat tanpa dibarengi dengan
keterbukaan pada keluasan wacana jati diri pendidikan akan menimbulkan benturan yang keras
dalam konstelasi kekuasaan.
Pendidikan adalah persoalan publik, maka segala peraturan dan sistem yang
menyelenggarakan pendidikan meski bersentuhan dengan publik. Itulah sebabnya kurikulum
sebagai manifestasi negara yang hegemonic berkenaan dengan pendidikan, bersentuhan dengan
persoalan kekuasaan.
“dalam bukunya, Envisioning power, Wolf selanjutnya mengusung tema bahwa bentuk-
bentuk kebudayaan selalu secara instrinsik dihubungkan pada wilayah kekuasaan publik. Dan
cara hala tersebut diekspresikan melalui negara dan birokrasi-birokrasi yang selanjutnya
merupakan basis dari berbagai struktur sosial. Dengan demikian, relasi-relasi kekuasaan ada
dalam seluruh kelompok dan di antara kelompok- melampaui ruang dan waktu.”
Dalam dunia pendidikan, konstelasi relasi kekuasaan semakin sulit diakumauasikan pada
satu sosok absolut tertentu karena dalam dunia pendidikan konstelasi relasi kekuasaan menjadi
demikian kuat jaringannya. Kalaupun kebijakan negara lewat kurikulum atau sistem pendidikan
yang diundang-undangkan dijadikan alat untuk menguasai dan mengontrol secara hegemonik;
tetap saja muncul jalinan konstelasi relasi kekuasaan lewat turunan peraturan, regulasi dan
normalisasi dari kebijakan itu sendiri.
Bertens mengatakan bahwa kekuasaan memang terutama bekerja ‘melalui normalisasi
dan regulasi, dan tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi. Normalisasi diartikan
sebagai penyesuaian dengan norma, mengadakan norma-norma; sementara regulasi diartikan
sebagai penyesuaian dengan aturan-aturan, mengadakan aturan-aturan. Hanya saja disini Bertens
mengaskan bahwa kedua proses tersebut tidak boleh ditafsirkan subjektif dalam arti seolah-olah
berasal dari subject atau instansi tertentu. Keduanya harus dimengerti sebagai anonim.3

Daftar Pustaka / Referensi


- Giddens Antony. Sociology. USA: Policy Press. 2009
- Pradipto, Deddy. Awas anak sekolah. Yogyakarta: Kanisius. 2007
- https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud_Tahun2018_Nomor14

3
Pradipto, Deddy. Awas anak sekolah. Yogyakarta: Kanisius. 2007. hlm. 226

Anda mungkin juga menyukai