Anda di halaman 1dari 3

1.

Pengertian cara pandangan filosofis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat
pendidikan dalam kehidupan manusia. Cara pandang psikologis-pedagogis adalah cara
melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam pengembangan potensi
individu sesuai dengan karakteristik psikologis peserta didik. Pandangan filosofis dan
psikologis-pedagogis mewakili cara pandang pakar dalam bidang filsafat,psikologi, dan
pedagogik/ilmu mendidik terhadap keniscayaan proses pendidikan. Sedangkan cara
pandang sosiologis- antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses
prndidikan dasar dalam sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, dan proses enkulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada peserta
didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan. Dilihat secara sosiologis dan
antropologis masyarakat dan bangsa Indonesia sangatlah heterogen dalam segala apeknya.
2. Landasan ideologis dan yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik
Negara Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif
konstitusional yang mencerminkan bagaimana sistem pendidikan nasional dibangun dan
diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. etika bangsa
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dan
ditetapkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 dan terpilihnya Soekarno dan Hatta
sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pertama, maka secara yuridis seluruh pengaturan
tentang sistem pendidikan nasional berada di bawah kekuasaan Pemerintah RI. Oleh karena
itu, secara ideologis dan yuridis ditetapkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional.
(Pasal 2 UU 20 Tahun 2003). Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional,
termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita,
nilai, konsep dan moral yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu,
pendidikan di SD/MI bukanlah pendidikan sekuler tetapi pendidikan yang berjiwa
Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Pendidikan Agama
Akhlak Mulia sebagai salah satu Mata Pelajaran wajib dalam Kurikulum pendidikan dasar
dan menengah (UU 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 27 beserta Penjelasannya, dan
PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang SNP dalam Pasal 6). Indonesia sebelum merdeka berlanjut
menjadi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia, maka apa yang telah
dirintis dan dikembangkan dalam rangka pendidikan Hindia Belanda dan Jepang sebelum
kemerdekaan itu menjadi modal dasar bagi sistem pendidikan nasional Indonesia, termasuk
di dalamnya sistem pendidikan yang berkenaan dengan pendidikan Sekolah Dasar.
3. Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta
memebrikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuanm dan kecakapan membaca, menulis,
dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan
menengah dan atau untuk hidup di masyarakat, sejalan dengan pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif,
mandiri,percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Dengan demikian maka pendidikan SD mengemban dua fungsi, yakni fungsi
pengembangan potensi peserta didik secara psikologis dan pemberian landasan yang kuat
untuk pendidikan SMP dan seterusnya. Sedangkan tujuannya secara substantif merujuk pada
tujuan pendidikan nasional.
4. Untuk memenuhi kewajiban belajar pada jenjang Sekolah Dasar, pendidikan SD dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan
formal mencakup SD/MI, SDLB/ SD Unggulan atau Sekolah Nasional Plus dan SD Inklusi.
Sedangkan pendidikan non formal mencakup Paket A dan Sekolah Rumah. SDLB
diperuntukkan khusus bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena
kelainan fisik atau mental yang dialaminya, sedangkan SD Inklusi adalah SD biasa yang
juga menerima anak-anak yang mempunyai kelainan, sehingga terjadi pambauran antara
anak normal dengan anak berkelainan. Sementara itu, SD Unggulan atau Sekolah Nasional
Plus adalah SD yang mempunyai keunggulan dalam aspek tertentu, seperti penggabungan
bahasa asing yang menggunakan Kurikulum Internasional. Paket A adalah pendidikan
nonformal jenjang SD yang diperuntukkan bagi warga Negara yang berusia 14 – 45 tahun
yang belum menyelesaikan pendidikan SD. Sekolah rumah atau home schooling adalah
sekolah yang diselenggarakan di rumah melalui layangan pendidikan yang secara sadar,
teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain,
dengan proses belajar yang kondusif sehingga potensi anak yang unik dapat berkembang
secara optimal.
5. Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah
kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan
akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial.
Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi
muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke
tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan
ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap
sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang
merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan. Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat,
yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara,
termasuk dalam bidang pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang
menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-
betul dibuka dan tidak ada yang mendikte peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan
politik sektoral tertentu untuk menjadikan pendidikan sebagai alat negara maupun kaum
dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata: “…sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-
tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru
yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam
jiwa sang anak,” Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama
menaruh perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui
pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala,
karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak
dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola
pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang
banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-
faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Pemerintah orde baru
yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia Indonesia
seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan ditujukkan
untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa sebagai
peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai
alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka
demi hasrat kepentingan penguasa.
Perbedaan yang mencolok pendidikan SD di era orde baru dan era reformasi adalah
terletak pada Kurikulum yang digunakan, yang mana kurikulum pada era reformasi lebih
kontekstual dan mudah digunakan sesuai dengan tujuan dalam pendidikan. Selain iu, di era
reformasi ini terdapat visi dan misi nasional yang bertujuan agar terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu
dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Pada era reformasi ini juga
waktu berlangsungnya pendidikan Cuma di pagi hari saja tidakseperti di era orde baru, dan
juga untuk jumlah jam mengajar tingkat SD yaitu 24 jam dalam seminggu.

SAVYRA SANIYA RACHMAH


858740504

Anda mungkin juga menyukai