Anda di halaman 1dari 4

BAB I

KONSEP PENDIDIKAN

1. Pengertian Pendidikan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Terdapat beberapa hal yang sangat penting untuk kita kritisi dari konsep
pendidikan menurut bunyi undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah usaha
sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang
dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan
sehingga segala sesuatu yang dilakkan guru dan siswa diarahkn pada pencapaian tujuan.
Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan
suasanabelajar dan proses pembelajaran, halini berarti pendidikan tidak boleh
mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk
mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses yang
terjadi pada diri anak. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil
belajar harus berjalan seimbang. Pendidikan yang hanya mementingkan salah satu di
antaranya tidak akan dapat membentuk manusia yang berkembang secara utuh.
Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diartikan agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi
pada siswa (student active learning). Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi
anak didik. Dengan demikian, anak harus dipandang sebagai organisme yang sedang
berkembang dan memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi
yang dimiliki anak didik, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar anak
dapat menghafal data dan fakta.
Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan
spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini berarti
proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan
atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai kebutuhan. Ketiga aspek
ini (sikap, pengetahuan dan keterampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus
diupayakan. Dengan demikian, ketika kita memberikan pelajaran fisika, maka seharusnya
kita berpikir bagaimana mata pelajaran fisika dapat membentuk anak yang memiliki
sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan. Jika ini sudah
terbentuk, maka semua guru, mata pelajaran apapun yang diberikan akan mengarah
pada tujuan yang sama, yaitu pembentukan sikap, kecerdasan dan keterampilan bagi
setiap anak didik agar mereka berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
2. Dasar, fungsi dan tujuan pendidikan
Dasar yang dimaksud disini adalah dasar pelaksanaan, yang mempunyai peranan penting
untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah atau lembaga-
lembaga pendidikan lainnya. Adapun dasar pendidikan di Indonesia secara yuridis formal
telah dirumuskan antara lain sebagai berikut:
a. Undang-undang No 4 Tahun 1950 tentang Pendidikan dan Pengajaran, Nomor 2
Tahun 1945, Bab II Pasal 4 yang berbunyi: Pendidikan dan Pengajaran berdasarkan
atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-undang Dasar RI dan
Kebudayaan bangsa Indonesia,
b. Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: Dasar
pendidikan adalah falsafah negara Pancasila
c. Dalam GBHN Tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1984 dan GBHN 1988 Bab IV bagian
Pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila
d. Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dalam Bab IV bagian pendidikan yang
berbunyi: Pendidikan Nasional (yang berakar kan pada kebudayaan bangsa Indonesia
dan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945)
e. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
f. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

Fungsi dan tujuan dari Pendidikan Nasional dituangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Persoalan dasar dan tujuan pendidikan merupakan masalah yang sangat
fundamental dalam pelaksanaan pendidikan karena dasar pendidikan itu menentukan
corak dan isi pendidikan. Tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana anak didik
dibawa. Pada pasal 1 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 1989, telah menegaskan bahwa
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, maka pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari
system pendidikan yang telah ada sebelumnya yang merupakan warisan budaya bangsa
secara turun temurun.

3. Tugas, hak dan kewajiban tenaga pendidik


Guru bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
4. Sejarah Profesi Guru di Indonesia
Pekerjaan guru ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Sepanjang
sejarah kehidupan manusia itu, guru selalu ada di tengah masyarakatnya. Ia mengajarkan
berbagai ilmu dan pengetahuan untuk mempermudah manusia menjalankan kehidupannya. Atau
kadang, hanya mengajarkan kebenaran.

Dalam lintasan sejarah Indonesia pekerjaan guru ternyata berkembang seiring dengan
perkembangan zaman. Mulai dari zaman kerajaan Hindu-Budha, kesultanan Islam hingga masa
Reformasi. Pada zaman dahulu, sebelum agama masuk Indonesia, seseorang yang ingin belajar
harus mengunjungi seorang petapa.

Pada masa kerajaan Budha atau Hindu di Indonesia orang belajar di Bihara. Biksu yang mengajar
membaca serta menulis huruf sansekerta di Bihara tersebut disebut guru. Dalam agama Buddha,
guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru
memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva

Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan
juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual atau kejiwaan murid-muridnya. Pada
masa ini guru berasal dari kasta Brahmana. Mereka mengajarkan segala hal yang berhubungan
dengan agama dan kitab suci. Mereka mengajarkan filsafat, sastra, hukum, beladiri, dan lain
sebagainya. Guru mendapatkan posisi yang terhormat di masyarakat. Dalam agama Sikh, guru
mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting
lagi dikarenakan salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran sepuluh
guru Sikh. Hanya ada sepuluh guru dalam agama Sikh

Setelah agama Islam masuk di Indonesia orang belajar di Pesantren supaya dapat membaca Al-
qur’an dan melakukan sholat dengan benar. Ulama’ yang mengajar diPesantren juga dinamakan
guru. Para siswa biasanya tinggall di rumah ulama’ tersebut dan membantu bercocok tanam
untyuk kebutuhan hidup sehari-hari. Pada masa itu, guru mengajarkan ilmu pengetahuannya di
tempat-tempat tertentu.

Dalam agama Kristen orang belajar dari Misionaris. Menurut agama Kristen dalam perjanjian
lama Allah merupakan Pengajar Agung. Allah juga menetapkan pengajar-pengajar yang meliputi
Bapak-bapak leluhur, para imam, para nabi, ahli taurat dan para hakim untuk membimbing umat-
Nya kepada ketaatan dan pengenalan akan Allah. Pengajar Allah dalam perjanjian baru meliputi
Yesus sebagai Guru Agung dan Rasul Paulus sebagai rasul pengajar dalam jemaat mula-mula

Sejarah Lembaga Kependidikan


1. Masa Belanda
Pada awalnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun
1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGI-IB). Organisasi ini bersifat unitaristik
yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah.
Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan
Sekolah Rakyat Angka Dua. Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya
yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan
keadaan itu maka di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan
Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS),
Perserikatan Normaalschool (PNS), Hagere Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru
yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christeljke Onderwijs Vereneging
(COV) Katolieke Oriderwijsbond(KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (WM), dan Nederlands
bidisehe Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan
golongan agama.

2. Masa Kemerdekaan
Kesadaran kebangaan dan semangat peijuangan yang sejak lama tumbuh, mendorong para guru
pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain
adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan
orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan
cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi
perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi
peijuangan nasional dengan teriak merdeka. Pada tahun 1932 nama Persatuan Gum Hindia
Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini
mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata Indonesia yang mencerminkan semangat
kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata Indonesia ini sangat
didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945
menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di
Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok gum yang didasarkan atas
perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat
dihapuskan. Mereka adalah guru¬guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang,
dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 - seratus
hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia - Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik merdeka yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara
Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan
tiga tujuan:
1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya. Sejak Kongres Guru
Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI).

Anda mungkin juga menyukai