PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tujuan pendidikan nasional.
2. Untuk mengetahui komponen-komponen keberhasilan pendidikan nasional.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur pendidikan nasional.
4. Untuk mengetahui cara mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Komponen Peserta Didik: Manusian sebagai peserta didik adalah salah satu
komponen penentu keberhasilan pendidikan. Jika manusia sebagai peserta didik itu
pasif, apatis, dan masa bodoh, maka mustahil pendidikan akan memperoleh
keberhasilan. Oleh karena itu, peserta didik dituntut berperan aktif di dalam proses
pendidikan. Peran aktif ini diwujudkan dalam sikap taat pada pendidik, yaitu taat
pada perintah maupun larangan pendidik. Taat pada pendidikan ini dilakukan ada
maupun tidak ada pendidik. Ada atau tidak adanya orang tua maupun guru, ia akan
tetap taat.
3. Komponen Pelaksanaan : Di dalam pelaksanaan pendidikan, manusia baik
pendidik maupun peserta didik harus dalam kondisi yang “bebas-demokratis”.
Dalam suasana gembira dan saling memahami. Pendidik didasari dengan niat yang
tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada peserta didik. Demikian pula peserta
didik juga selalu dalam niat yang ikhlas untuk mencari dan menerima ilmu. Jika
keduanya telah terjalin dalam hubungan yang harmonis sama-sama ikhlas dan
sama-sama dalam kondisi “bener tur pener” (benar dalam kebenaran) maka ilmu
yang didapat akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Indikator keberhasilan proses
pendidikan ini adalah adanya perubahan nilai secara positif, dari tidak tahu menjadi
tahu, dari “tidak” menjadi “ya”, dari “buta” menjadi “melek” dari “faham” menjadi
“mahir” dan seterusnya.
Tujuan pendidikan disebut juga dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam
pasal 3 adalah sebagai berikut “pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dalam tujuan
pendidikan seperti tersebut tadi, terdapat beberapa kata kunci antara lain iman dan
takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis.
Konsekuensinya adalah kriteria atau bisa juga disebut sebagai evaluasi pendidikan
yang diterapkan harus mampu melihat sejauh mana ketercapaian setiap hal yang
disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus mampu mengukur tingkat
pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan pendidikan yaitu tertuang
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Dari penjelasan tersebut tampak
sinkron antara konsep pendidikan yang dituangkan oleh pemerintah dengan konsep
pendidikan masyarakat.
2. Berakhlak Mulia
Maraknya pembicaraan tentang pendidikan karakter belakangan ini
dilandasi oleh perilaku banyak warga negara yang dianggap tidak atau kurang
berakhlak mulia, seperti melakukan korupsi dan pembohongan publik, memiliki
egoism kelompok dan pribadi yang tinggi, melalukan kekerasan, dan lemahnya
toleransi terhadap kemajemukan. Fenomena-fenomena yang demikian terjadi
antara lain karena sistem pendidikan nasional belum dijalankan sepenuhnya
berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila serta belum mengacu secara ketat pada
tujuan pendidikan nasional. Pendidikan karakter juga belum dilaksanakan pada
semua bidang studi/mata pelajaran.
Begitu pentingnya dianggap akhlak mulia itu sehingga di samping melalui
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pembentukan akhlak mulia
juga dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan dan kepribadian.
Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
wawasan siswa akan status, hak, dan kewajiban dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya
sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan yang dimaksud termasuk wawasan
kebangsaan, jiwa dan patriotism bela Negara, penghargaan terhadap hak-hak
asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan
gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaan hukum, ketaan membayar
pajak, dan sikap serta perilaku antikorupsi, kolusi, nepotisme.
Pendidikan karakter dapat juga dilakukan secara implisit dalam mata
pelajaran lain. Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dapat dimasukkan pada
bahan bacaan atau menulis/mengarang tentang perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotism bela Negara, dan sebagainya.
Dalam mata pelajaran sejarah dapat dimasukkan pada pembahasan tentang
pahlawan bangsa serta perjuangan bangsa melawan penjajah. Dalam mata
pelajaran olahraga dapat dimasukkan untuk mentaati peraturan permainan di
berbagai cabang olahraga.
Penulis buku teks pelajaran tidak cukup hanya untuk menguasai bidang
ilmu yang ditulisnya, tetapi juga perlu memahami bagaimana menyajikan bahan
itu sehingga siswa tidak mengalami kesulitan belajar serta memperoleh
pendidikan karakter yang utuh walaupun secara bertahap. Dengan demikian,
siswa yang dihasilkan tidak hanya cerdas dan cakap, tetapi memilik karakter
yang andal.
3. Sehat
Berdasarkan pengelompokan mata pelajaran di pendidikan dasar dan
menengah, pendidikan kesehatan diberikan dalam kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan. Di SD/MI/SDLB kelompok mata pelajaran ini
bertujuan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan
kesadaran hidup sehat. Di SMA/SMALB/SMAK/MAK pendidikan kesehatan
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap
sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. Budaya hidup sehat termasuk
kesadaran, sikap dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang
bersifat kolektif kemasyarakatan.
Ciri-ciri sehat seperti yang dimaksudkan dalam tujuan kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan itu dapat juga dibentuk melalui bahan
pelajaran kelompok mata pelajaran lain dalam bentuk contoh atau metode
penyajian. Dengan menggunakan metode belajar mengacu pada kinestetik atau
gerak dan bermain, siswa melakukan gerakan-gerakan fisik yang dapat membuat
fisiknya menjadi sehat.
Membudayakan sikap sportif, disiplin, dan kerja sama dapat dilakukan
melalui model belajar kolaboratif, kooperatif, dan pemecahan masalah. Model
pembelajaran ini dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran. Belajar kolaboratif
dapat membentuk sikap sportif dalam arti mau mengakui dan menerima
pendapat orang lain yang ternyata benar dan mengakui kelemahannya atau
kesalahan pendapat sendiri. Belajar kooperatif dapat menumbuhkan dan
mengembangkan disiplin dan kerja sama yang baik dalam mencapai suatu
tujuan, sedangkan model belajar pemecahan masalah dapat
menumbuhkembangkan kreativitas, disiplin dan kerjasama.
4. Berilmu
Kebutuhan siswa akan ilmu yang sesuai untuk diri dan bangsanya dipenuhi,
melalui kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok
ini di SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi, menyikapi, dan menggapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta nenanamkan kebiasaan berpikir dan berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif,
dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis,
kreatif, dan mandiri.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu
pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kreatif
dan mandiri, sedangkan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.
Penulis buku teks pelajaran perlu memperhatikan secara cermat kebenaran,
keakuratan, dan kemutakhiran konsep, teori, penjelasan, ilustrasi, serta contoh-
contoh-contoh yang disampaikan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari
disiplin ilmu yang bersangkutan . agar dapat mengembangkan materi pokok
mencapai kompetensi yang ditetapkan, penulis buku perlu menguasai dan
mengikuti perkembangan disiplin ilmu serta penerapan dan manfaatnya dalam
kehidupan manusia. Model belajar pemecahan masalah, discovery learning, dan
berbasis proyek dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan memotivasi siswa
belajar lebih lanjut, berpikir kritis, serta menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam memecahkan berbagai masalah. Penggunaan model belajar
yang tepat dapat melatih siswa belajar secara mandiri sesuai dengan gaya belajar
masing-masing.
5. Cakap
Cakap yang dimaksud adalah terampil menerapkan semua kemampuan yang
dimiliki siswa dalam menjalankan kehidupan sehari-hari secara nyata. Tugas
pendidik adalah memberikan keterampilan hidup kepada siswa dalam bentuk
kemampuan membaca , menulis, berhitung, bernalar, berkomunikasi,
menyesuaikan diri, memecahkan masalah, membangun diri sendiri dan
lingkungannya dalam situasi yang terus menerus berkembang dan berubah.
Mewujudkan manusia yang cakap tidak dapat dilakukan melalui satu kelompok
mata pelajaran tertentu, tetapi melalui semua kelompok mata pelajaran secara
terkoordinasi. Dalam penulisan buku teks, pembentukan manusia yang cakap itu
terlihat pada bahan pelajaran yang relevan dengan kebutuhan dirinya,
masyarakat, dan bangsanya, sedangkan penyajian bahan itu dapat menggunakan
beraneka ragam model pembelajaran yang membuat siswa aktif belajar dan
menerapkan pengetahuan yang diperolehnya itu dalam memecahkan masalah
sehari-hari yang dihadapinya atau yang ada disekitarnya. Model belajar
kontekstual, pemecahan masalah, pengalaman adalah contoh-contoh model
belajar yang sesuai untuk memberikan kecakapan hidup kepada siswa
Tugas dan latihan yang aktual berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa
dapat mendorong siswa untuk menggunakan teori dan pengetahuan yang mereka
pelajari di sekolah. Sebagai contoh dalam mata pelajaran IPA siswa belajar
tentang penyebab dan akibat banjir. Setelah mempelajari pokok bahasan itu ,
siswa dimintai mengidentifikasi peyebab banjir yang terjadi dilingkungan nya
serta mengatasi penyebab banjir itu sehingga tidak terjadi banir lagi
dilingkunganya. Contoh lain tentang penerapan teori dan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan lingkungan
serta masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.
6. Kreatif
Kreatif diartikan sebagai suatu kempauan yang dapat melihat sesuatu dengan
cara pandang yang berbeda dari yang ada. Misalnya , mampu mendapatkan ide
mengerjakan sesuatu atau memecahkan masalah dengan hasil yang lebih baik
dengan cara baru yang berbeda dari yang biasa dilakukan. Sifat kreatif dapat
dilakukan disemua kelompok mata pelajaran karena dapat dibentuk melalui
berbagai model belajar, seperti pemecahan masalah, diskoveri, dan inkuiri.
Penulis buku teks perlu cermat memilih model pembelajaran yang tepat dalam
menyajikan bahan pembelajaran sehingga menumbuhkan dan mengembangakan
kreatifitas siswa. Contoh sederhana dalam mengembangkan kemapuan
menjumlah dan mengurang dapat dilakukan secara tradisional, yaitu menjumlah
danmengurangi dua bilangan dan mencari hasilnya. Apabila teknik ini dipakai
maka hasilnya yang benar hanya satu jawaban. Misalnya 19 + 48 = …. Atau 20
– 9 = …. Akan tetapi, konsep tersebut dapata juga dilatihkan dengan
memberikan hasil penjumlahan atau pengurangan dan siswa disuruh mecari
bilangan yang dijumlahkan atau di kurangkan. Contoh: …. + …. = 28 atau …. -
…. = 6. Jawaban yang benar akan bervariasi bergantung apada bagaimana siswa
mencari alternatif bilangan yang hasil penjumlahan atau pengurangannya adalah
sama. Tanpa disadarinya, siswa dilatih berpikir untuk mengembangkan alternatif
memecahkan masalah.
7. Mandiri
Sifat mandiri berkaitan dengan kepercayaan akan kemampuan sendiri dan
tidak bergantung pada orang lain dalam bekerja atau memecahkan masalah.
Mandiri juga berlaku dalam belajar, yakni siswa tahu apa yang harus dipelajari,
bagaimana mempelajarinya, sumber-sumber belajar yang relevan, serta cara
mengumpulkan, memilah, dan mengolah informasi yang diperolehnya.
Kemandirian yang demikian merupakan modal bagi siswa untuk belajar
sepanjang hayat.
Sifat ini juga dapat ditumbuhkembangkan melalui semua kelompok mata
pelajaran. Sungguhpun bahan pelajaran berbeda untuk setiap kelompok mata
pelajaran, tetapi model pembelajaran dan metode pembelajaran dapat dirancang
sehingga menimbulakan kemandirian siswa. Misalnya, memberikan tugas-tugas
individual atau mengembangkan bahan pelajaran dengan memperhatikan
karakteristik siswa dapat memebentuk kemandirian siswa secara bertahap.
8. Warga Negara yang Demokratis
Menjadikan siswa warga negara yang demokratis, secara khusus dilakukan
melalui kelompok mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan kepribadian.
Dalam kelompok mata pelajaran ini siswa diberikan pengetahuan tentang status,
hak, dan kewajiban sebagai warga negara, hak-hak asasi manusia, hidup
bermasyarakat yang memliki latar belakang yang beraneka ragam, toleransi
terhadap perbedaan, serta serta pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam kelompok mata pelajaran lain, sikap demokratis dapat dikembangkan
melalui penyajian bahan pelajaran dengan model belajar kooperatif, kolaboratif,
penglaman, dan yang sejenisnya. Model-model belajar yang demikian membuat
siswa bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok besar atau kecil,
mendengar dan menghargai pendapat dan sikap orang lain serta belajar menahan
diri, mementingkan kerja sama dan keutuhan kelompok, serta belajar bagaimana
mengambil keputusan yang benar.
Dengan demikian, tujuan pendidiakan nasional dapat dicapai secara
bertahap dan berjenjang melalui substansi/isi, model serta teknik pembelajaran
dalam buku teks. Itu berarti penulis buku teks perlu menguasai disipin ilmu serta
teori belajar dan membeljarkan berkaitan dengan mata pelajaran yang buku
teksnya ditulis.
A. Kesimpulan
Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang amat sangat penting di dalam
pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak di
tuju oleh pendidikan. Tujuan pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai salah satu
unsur dari pendidikan yang berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh para
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA