NPM : 2005030249
Kelas : 2A15
TUGAS 4 (AKHIR)
Tujuan Pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi
(self) siswa. Pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter serta
mengembangkan bakat manusia dan kebajikan sosial (Edward J. Power, 1982).
Sesuai dengan MPRS No. 2 Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk
manusia yang memiliki jiwa Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
o Pendidikan Formal
Jenis pendidikan ini adalah jenis pendidikan yang sudah terstruktur dan memiliki
jenjang mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (SD),
Pendidikan Menengah (SMP), Pendidikan Menengah (SMA) dan Pendidikan Tinggi
(Universitas)
o Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur. Jenis pendidikan ini disetarakan sesuai
dengan hasil program pendidikan formal melalui proses penilaian dari pihak yang
berwenang. Contohnya seperti, Lembaga Kursus, Majelis Taklim, Kelompok Bermain,
Sanggar dan lainnya.
o Pendidikan Informal
Yang terakhir ada pendidikan informal. Pendidikan ini berasal dari keluarga dan
lingkungan dimana peserta didiknya diharapkan dapat belajar secara lebih mandiri. Contoh
pendidikan informal ini seperti agama, budi pekerti, etika, sopan santun, moral dan
sosialisasi.
b. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam suatu
kurikulum terdapat panduan interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan dengan lebih baik.
Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan
sama karena setiap bangsa dan negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu
yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, ideologi, kebudayaan, maupun
kebutuhan negara itu sendiri. Dengan demikian di negara kita tidak sama dengan negara-
negara lain. Untuk itu, maka:
o Kurikulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid
dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu.
o Kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar
mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum
yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembangan kurikulum dalam rangka pelaksanaan
kurikulum tersebut.
Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan,
atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan
dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
c. Metode Pendidikan
a. Metode Internal Materi
Yang dimaksudkan disini adalah cara penyampaian bahan materi pelajaran yang
efektif agar cepat dipahami oleh peserta didik. Jadi titik tekan metode ini adalah
pemahaman materi pendidikan yang meliputi teks ataupun non-teks. Di antara metode
-metode tersebut adalah :
1. Metode Induktif
Metode ini bertujuan untuk membimbing peserta didik untuk mengetahui fakta
-fakta dan hukum - hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi.
Dalam melaksanakan metode ini pendidik hendaknya memulai dari bagian-bagian yang
kecil untuk sampai pada undang-undang umum, pendidik memberi contoh detail yang
kecil, kemudian mencoba memandingkan dan menentukan sifat-sifat kesamaan untuk
mengambil kesimpulan dan membuat dasar umum yang berlaku terhadap bagian - bagian
dan contoh - contoh yang sudah diberikan maupun yang belum diberikan.
2. Metode Deduktif
Metode ini merupakan kebalikan dari metode induktif, dimana perpindahan
menurut metode ini dari yang umum kepada yang khusus, jadi metode ini sangat cocok bila
digunakan pada pengajaran sains, dan pelajaran yang mengandung perinsip-perinsip,
hukum - hukum, dan fakta - fakta umum yang dibawahnya mengandung masalah - masalah
cabang. Metode ini sebagai pelengkap dari metode induktif, maka sebaiknya seorang guru
menggabungkan diantara dua metode tersebut.
Metode ini juga telah digunakan oleh para tokoh pendidikan Islam sebelumnya
dalam perbincangan dan pembuktian kebenaran pikiran dan kepercayaan terhadap karya
-karya mereka, terutama ketika mereka menghubungkan dengan ilmu logika.
3. Metode Dialog (Diskusi)
Metode ini biasanya dikemas dalam tanya jawab, hal ini dimaksudkan agar peserta
didik dapat memahami materi secara lebih mendalam. Metode ini terdapat dalam Al Qur`an
surat Al Ankabut ayat 46: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan
dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154],
dan Katakanlah: “Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami
dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya
kepada-Nya berserah diri”.
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa diskusi atau dialog harus dilaksanakan
dengan cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga
timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai
pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi, berpandangan luas dan sebagainya.[1]
b. Metode Eksternal Materi
Pelaksanaan proses pendidikan tentunya tidak cukup hanya pada pemahaman materi
saja, namun yang terpenting dan yang menjadi esensi dari pelaksanaan pendidikan tersebut
adalah pendemonstrasian dan transformasi pada kehidupan riil. Maka hal ini yang kami
sebut dengan sisi eksternal materi yang sangat urgen dalam pemilihan metode
penyampaiannya. Dibawah ini adalah metode yang perlu diperhatikan demi terwujudnya
esensialitas pendidikan:
1. Metode Teladan
Keteladanan merupakan bahan utama dalam pendidikan, karena mendidik bukan
sebatas penyampaian materi saja, melainkan membangun karakter dalam setiap jiwa
peserta didik, oleh karena itu pendidik mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap
peserta didik mengenai tingkah laku dan perbuatannya yang dapat dibuat contoh dan di
ikutinya.
2. Metode Cerita
Metode cerita atau kisah dianggap efektif dan mempunyai daya tarik yang kuat
sesuai dengan sifat alamiah manusia yang menyenangi cerita, oleh karena itu Islam
mengeksplorasikan cerita menjadi salah-satu tehnik dalam pendidikan
3. Metode Pembiasaan
Menjadikan pembiasaan sebagai sebuah metode pendidikan memang sangat tepat,
dalam pembiasaan peserta didik tidak dituntut secara serta merta menguasai sebuah materi
dan melaksanakannya, memang dalam pemahaman sangat gampang namun dalam
pengamalan yang agak sulit untuk terealisasikan, maka dari itu dibutuhkan sebuah proses
dalam mencapainya, yaitu, melalui pembisaan.
d. Peranan Guru dan Siswa
Guru menurut UU no. 14 tahun 2005 “adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang
harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan
Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran
tersebut adalah sebagai berikut :
Dari beberapa referensi kita bisa menyimpulkan bahwa metode mempunyai banyak
cara yang disimpulkan menjadi 13 cara yakni :
Perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat
mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan
dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu
dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem
pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan
pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara
menyeluruh.
Berpikir kritis memiliki representasi sebagai keterampilan analisis dan evaluasi ide
(Naqiyah, 2005). Keterampilan ini lebih berorientasi pada kemampuan menganalisis dan
berpikir kritis terhadap suatu fenomena (masalah). Kemampuan berpikir sintetik
merupakan kemampuan membangkitkan ide baru dan menarik, lebih berperan dalam
penemuan terhadap alternatif pemecahan masalah yang belum dikenal sebelumnya
(berpikir kreatif). Sedangkan kemampuan berpikir praktikal merupakan kemampuan
menerjemahkan teori ke dalam praktek, dan merubah ide - ide abstrak ke arah kecakapan
praktikal. Kemampuan praktikal juga mempunyai arti sebagai kemampuan melaksanakan
alternatif pemecahan masalah yang telah ditemukan, dinilai khalayak, diberi masukan, dan
bagaimana kita menyikapi terhadap masukan.
Artinya menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “Di sini para peserta didik
diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya melalui
sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang didapat, bekerja sama dalam
sebuah tim guna untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi dan kondisi. Learning
to do berkaitan dengan kemampuan hard skill dan soft skill. Soft skill dan hard skill sangat
penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan
merupakan bagian terpenting dari proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang
berkualitas, tangguh, dan terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik
sebagai hasil dari produk pendidikan memang harus dituntut memiliki kemampuan soft
skill dan hard skill.
Hard Skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard skill
memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis
yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan kemampuan hard skill
dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan /apa yang telah dipelajarinya di
kehidupan sehari-hari, contohnya anak disekolah belajar tentang arti penting sikap disiplin,
maka untuk memahami dan mengerti tentang disiplin itu, anak harus belajar untuk
melakukan sikap disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak
menjadi tahu dan faham tentang pentingnya sikap disiplin.
Soft Skill merupakan keterampilan yang menuntut intelektual. Soft skill merupakan
istilah yang mengacu pada ciri - ciri kepribadian, rahmat sosial, kemampuan berbahasa dan
pengoptimalan derajat seseorang Jadi yang dimaksud dengan kemampuan soft skill adalah
kepribadian dari masing-masing individu. Soft skill tidak diajarkan tetapi gurulah yang
harus mencontohkan, seperti sikap tanggung jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Dengan
memberikan contoh tersebut, anak akan mencoba untuk menirukan apa yang dilihat. Hal itu
merupakan bagian dari menumbuhkan kemampuan soft skill.
Artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yag
mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita – citakan.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft kill dan hard skill) merupakan bagian
dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri dapat diartikan
sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar untuk berperilaku
sesuai dengan norma – norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi
orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik,
kejiwaan anak serta kondisi ingkungannya. Misalnya: bagi siswa yang agresif, akan
menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya
bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk arah
sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat diperlukan untuk menumbuh
kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan
juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi
manusia yang berperi kemanusiaan.
Dalam konteks belajar - mengajar, proses relearning juga sejalan dengan prinsip re
-education, sebuah basis filosofis untuk bekerja dengan orang-orang yang mengalami
gangguan, baik secara emosi maupun perilaku (a philosophical basis for working with
person who has emotional and/or behavioral disorders). Dalam proses re - edukasi,
mengembalikan mentalitas lama ke dalam pembentukan mentalitas baru yang sesuai
dengan kondisi normal lingkungan masyarakatnya ialah imperatif (Baedowi, 2012).
Artinya menanamkan kesadaran kepada para peserta didik bahwa mereka adalah bagian
dari kelompok masyarakat. Jadi, mereka harus mampu hidup bersama. Dengan makin
beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap untuk dapat hidup bersama.
Pada pilar Learning how to live together, kebiasaan hidup bersama, menghargai,
terbuka, memberi, dan meminta perlu dikembangkan di sekolah. Dengan kemampuan yang
dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari dari proses pembelajaran, dapat dijadikan
sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada,
dan sekaligus mampu menempatkan dirisesuai dengan perannya .
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan
bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (Learning how to live together). Untuk itu,
pembelajaran di lembaga formal dan non formal harus diarahkan pada peningkatan kualitas
dan kemampuan intelektual dan profesional serta sikap dalam hal ini adalah kemapuan hard
skill dan soft kill. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka
pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di
mata masyarakat dunia.
4. Implementasikan Tri Pusat Pendidikan !
A. Pengertian Tri Pusat Pendidikan
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam
lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar
Dewantara lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat, yang disebut Tri Pusat Pendidikan.
1) Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan
utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan
berkembang dengan baik.
2) Sekolah
Tidak semua mendidik dapat dilaksanakan oleh orangtua dalam keluarga, terutama
dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu,
dikirimkan anak ke sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak – anak
selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai
lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini
meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan – kebiasaan, pembentukan pengertian
– pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan
keagamaan.
Perkembangan peserta didik, seperti juga tumbuh – kembang anak pada umumnya,
dipengaruhi oleh berbagai factor yakni hereditas, lingkugan, proses perkembangan, dan
anugerah. Khusus untuk factor lingkungan, peranan tri pusat pendidikan itulah yang paling
menentukan, baik secara sendiri – sendiri ataupun secara bersama – sama.
Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam
kegiatan pendidikan, yakni:
Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya.
Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan.
Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.