Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MID

TELAAH KURIKULUM MENENGAH

OLEH

APRIYANTO

(AINII9O15)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
1. Landasan Pembuatan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, diperlukan landasan-landasan sebagai asas dalam


melakukan kerja pengembangan kurikulum pendidikan. Ini harus dijadikan acuan bagi
seorang perumus kurikulum, jika tidak maka hasil kerja pengembangan tidak akan memiliki
nilai efektifitas terhadap terwujudnya tujuan – tujuan pendidikan. Hal diatas dirumuskan dari
definisi landasan itu sendiri yang mengandung arti sebagai suatu gagasan atau kepercayaan
yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, Contohnya seperti landasan
kepercayaan agama, dasar atau titik tolak untuk munculnya ketaatan dalam bentuk lahir
yakni ibadah. Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan
sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak
dalam melakukam kegiatan mengembangkan kurikulum.
Landasan dimaksud yaitu: (1) landasan filosofis; (2) psikologis; (3) Sosiologis; (4)
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
a. Landasan Filosofis
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam
menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta
didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau
tentang hidup dan eksistensinya. Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa
atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri
pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya
dicapai.Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai kemampuan
yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan sistem nilai dan falsafah
yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu
komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan
pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa
dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut.
b. Landasan Psikologis
Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan potensial
menjadi kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama. Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh
asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana
perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Kondisi Psikologis
adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu yang dinyatakan dalam
berbagai bentuk prilaku dalam interaksinya dalam lingkungan. Prilakunya merupakan cirri
dari kehidupannya yang tampak maupun yang tidak tampak, yakni prilaku kognitif, afektif
maupun psikomotorik. Minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu pribadi
anak didik berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan yang dalam
term tertentu disamakan dengan ilmu Jiwa Perkembangan, di dalamnya dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan anak, aspek-aspek perkembangan, tugas-
tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari
pengembangan kurikulum.
c. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan
masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan
baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita
mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Karena setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Ada
dua pertimbangan sosial budaya yang dijadikan landasan dalam pengembangan kurikulum:
pertama,Setiap orang dalam masyarakat selalu berhadapan dengan masalah anggota
masyarakat yang belum dewasa dalam kebudayaan. Maksunya manusia belum mampu
menyesuaikan dengan cara kelompoknya. Kedua, Kurikulum dalam setiap masyarakat
merupakan refleksi dari cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu
untuk membina struktur dan fungsi kurikulum, perlu memahami kebudayaan. Karena itu,
para pengembang kurikulum harus:
 Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat.
 Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
 Menganalisis kekuatan serta potensi daerah.
 Menganalisis syarat dan tuntunan tenaga kerja.
 Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.
d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan
kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam abad pengetahuan sekarang ini,
diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Terlebih
berkaitan dengan teknologi komunikasi dan jaringan. Sifat pengetahuan dan keterampilan
yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan sangat canggih, maka disinilah
diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian karena berbagai penemuan teknologi baru terus berkembang. Ilmu
pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari
ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan.

2. Teori-Teori Kurikulum

Teori kurikulum dapat digunakan untuk melukiskan, menjelaskan, dan meramalkan hal
yang harus dilakukan atau kemungkinan baru yang akan terjadi. Disamping itu, teori
kurikulum juga mengadakan analisis tentang keadaan pendidikan dan dampaknya terhadap
masyarakat luas. Menurut Pinar teori kurikulum dapat di klasifikasikan atas teori
tradisionalis, konseptualis-empiris, dan rekonseptualis.Teori tradisionalis adalah teori yang
mementingkan transmisi sejumlah pengetahuan dan pengembangan kebudayaan agar fungsi
masyarakat berjalan sebagaimana mestinya. Teori konseptualis-empiris adalah teori
kurikulum yang menerapkan metode penelitian dalam sains untuk menghasilkan generalisasi
yang memungkinkan pendidik untuk meramalkan dan mengendalikan apa yang terjadi di
sekolah. Sedangkan teori rekonseptualis adalah teori yang menekankan pada pribadi,
pengalaman eksistensial dan interpretasi hidup untuk melukiskan perbedaan dalam
masyarakat. Ahli lain yaitu Glatthorn mengklarifikasikan teori kurikulum berdasarkan pada
ranah penyelidikan kurikulum sehingga teori ini dapat dikelompokan menjadi:

a. Teori yang berorientasi pada struktur


Teori ini berkaitan dengan usaha untuk menganalisis komponen-komponen kurikulum
dan hubungan antar komponen tersebut.Tujuanya adalah untuk memberikan kejelasan
interaksi atau hubungan komponen kurikulum dengan lingkungan.Teori ini menjelaskan
fenomena kurikulum pada tingkat makro (global) dan mikro (lembaga).
b. Teori yang berorientasi pada nilai
Teori ini didukung oleh para rekonseptualis yang membahas masalah
kemanusiaan.Analisis teori ini didasarkan atas analisis nilai yang bersifat kritis.Tujuan
pendidikan menurut teori ini adalah untuk memperlancar perkembangan individu secara
otonom dalam mewujudkan dirinya.Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha moral untuk
merefleksikan nilai-nilai yang ditanamkan.
c. Teori yang berorientasi pada bahan
Sesuai dengan orientasinya, teori ini berkaitan dengan pemilihan dan pengorganisasian
bahan-bahan kurikulum.Semua kegiatan pendidikan terpusat pada anak. Dalam
perkembanganya dikenal ada tiga jenis kurikulum yang terpusat pada pada anak, yaitu:
 Pendidikan efektif, yaitu pendidikan yang mengutamankan perkembangan perasaan
dan nilai pada anak. Guru dalam pendidikan efektif berperan sebagai fasilitator dan
pembangkit minat belajar anak.
 Pendidikan terbuka, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan sosial-
kognitif anak melalui eksplorasi, kegiatan dan pertemuan informal. Guru dalam
pendidikan ini berfungsi sebagai penasihat, motivator dan fasilitator.
 Pendidikan perkembangan, yaitu pendidikan yang mengutamakan tingkat
perkembangan anak untuk menentukan status, bahan dan sekuens. Guru dalam
pendidikan ini berperan sebagai penyelaras kurikulum yang memperlancar
perkembangan anak.
d. Teori yang berorientasi pada proses.

Teori ini menitikberatkan pada proses perkembangan kurikulum, mengadakan analisis


sistem dan mengadakan pengkajian strategi unsur pembentukan kurikulum.

3. Periode perkembangan Kurikulum Di Indonesia


a. KURIKULUM RENCANA PELAJARAN (1947-1968)
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran
1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh
Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang
menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada
masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi
pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
b. RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.Di
penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang
tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia.
Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini
pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
c. KURIKULUM 1964
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Hamalik, 2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. TAP MPRS XXVI
tahun 1966 menentukan bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi
mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, (b) mempertinggi
kecerdasan dan ketrampilan, dan (c) membina/ memperkembangkan fisik yang kuat dan
sehat.
d. KURIKULUM 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik,
2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan
sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
e. KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management
by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK
dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-
mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa
yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
f. KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan
proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik
lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri
Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan
secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan
CBSA bermunculan.
Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib.
Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila yang
memiliki komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan
Moral Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
g. KURIKULUM 1994 DAN SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya
keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran
disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of knowledge”.
Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi pendidikan sejarah
yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak lengkap, maka kurikulum SMU 1994
menyempurnakannya. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan
dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal
ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
h. KURIKULUM 2004 (KBK)
Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di
sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan perpaduan antara
pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan
sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan
muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan
(2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
i. KURIKULUM 2006 (KTSP)
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi
sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan
pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan
dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan
kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan
yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu
guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi
manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita
pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya
tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP
dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru
dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan
prasarana yang dimillki oleh sekolah.
j. KURIKULUM 2013
Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum
terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar
ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan
bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Kesiapan guru berdampak pada
kegiatan guru dalam mendorong siswa melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.
Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan,
kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk
tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal dan
memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA dan IPS diajarkan
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

4. Model-Model Kurikulum Menurut Para Ahli Pendidikan Baik Di Indonesia


Maupun Di Luar Indonesia

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan


kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya, diantaranya adalah:
1. Model Administratif
Model administratife atau garis-komando (line-Staff) merupakan pola pengembangan
kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal. Model pengembangan
kurikulum ini berdasarkan pada cara ker ja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang
efektif dalam pelaksanaan perubahan kurikulum.
Model administrasi/garis komando memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
 Administrator Pedidikan/ Top Administrative Officers (pemimpin) membentuk
komisi pengarah.
 Komisi Pengarah (Steering Comittee) bertugas merumuskan rencana umum,
mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyaipkan suatu pernyataan
filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
 Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas mengembangkan
kurikulum secara operasional mencakup keseluruh komponen kurikulum dengan
mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
 Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan
bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu. Karena pengembangan kurikulum
model administratif ini berdasarkan konsep, inisiatif, dan arahan dari atas kebawah,
maka akan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik. Hal
inidisebabkan adanya tunututan untuk mempersiapkan para pelaksana kurikulum
tersebut.
Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratifm kita dapat
menandai adanya dua kegiatan didalamnya:
 Menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan
 Menyiapkan instalasi dan implementasi dokumen.
Dengan kata lain, midel administratif/ garis-komando membutuhkan kegiatan pemyiapan
para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan
kurkulum dengan baik.
1. Model Grass-Roots
Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan/kebalikan dari model pertama
inisiatif dan pengembangan kurikulum bukan datang dari atas tetapi dari bawah. Bisa
dikatakan model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan), sedangkan model grass –
roots adalah bottom – up (dari bawah keatas). Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model
pengembangan kurikulum yang pertama digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan /
kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam
sistem pendidikan yang bersipat desentralisasi.
Dalam model pengembangan yang bersifat grass-roots seorang (guru) dapat
mengupayakan pengembangan komponen- komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat
pula sebagian dari keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh
komponen kurikulum. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu
kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya.
1. Model Beauchamp
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode beauchamp memiliki lima
memiliki lima bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:
 Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menjabarkan
ruang lingkup upaya pengembangan.
 Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa sajakah yang ikut terlibat dalam
pengembangan kurikulum.
 Organisasi dan prosedur pengembangn kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan
prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang
lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam
menentukan keseluruhandesain kurikulum.
 Implementasi kurikulu, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang
sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.
 Evaluasi kurikulum.
1. Model arah terbalik Taba
Sesuai dengan namanya, model pengembangan kurikulum ini terbalik dari yang lazim
dilaksanakan, yakni dari biasanya dilakukan secara deduktif menjadi induktif, dengan urutan:
 mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru
 menguji unit eksperimen
 mengadakan refisi dan konsolidasi
 pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
 implementasi dan diseminasi
1. Model Rogers
Cari Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam
proses perubahan mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembangsendiri. Berdasarkan
pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum
yang disebut dengan model Relasi Interpersonal Rogers
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:
 pemilihan satu sistem pendidikan sasaran
 pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
 pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit
pelajaran.
 Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana
pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan
kelompok intensif yang terpilih.
1. Model Demonstrasi
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-rotss, datang dari bawah. Model ini
diprakarsai oleeh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang
bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya
mencakup satu atau beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan
komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini:
 Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk
melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum.
 Bentuk kedua ini kurang bersifat formal. Beberapa guru yang merasa kurang puas
dengan kurikulum yang ada, mencoba mengembangkan penelitian dan
mengembangkan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal yang lain yang
berbeda dengan yang berlaku.
1. The Systematic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum
meerupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian
ornang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pols hubungan pribadi dan kelompok dari
sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal:
hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
propesional.
Penyusunan kurikulum ini harus memasuka pandangan dan harapan-harapan masyarakat,
dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalha dengan prosedur action research:
 Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalh kurikulum, berupa
pengumpulan data bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan
dan kondisi yang mempengruhi masalah tersebut.
 Implementa si dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini
segera diikutioleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta
1. Emerging Technical Models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, serta nilai-nilai efisiensi
efektifitas dalam bisnis. Juga mempengruhi perkembanagan model-model kurikulum.
Tumbuh kecendrungan-kecendrungan baru yang didasarkan atas hal itu diantaranya:
 Menekankan kepuasan prilaku atau kemampuan
 Berasal dari gerakan efesiensi bisnis
 Suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.
DAFTAR PUSTAKA

http://dapurilmiah.blogspot.com/2014/06/landasan-pengembangan-kurikulum.html?m=1

https://www.academia.edu/4678526/Teori_kurikulum_mnrt_para_ahli

http://mymuntafiah28.blogspot.com/2016/04/teori-kurikulum.html?m=1

https://www.academia.edu/15668397/Sejarah_perkembangan_kurikulum_lengkap

Anda mungkin juga menyukai