Anda di halaman 1dari 4

NAMA : SITI MUDIA HARUNA

NIM : 22131062
RUANGAN : 2PAI2 E2
MATKUL : PENGEMBANGAN KURIKULUM

ASAS ASAS KURIKULUM


Dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan atau asas yang kuat. Apabila
proses pengembanganya secara acak-acakan dan tidak memiliki landasan yang kuat maka out
put pendidikan yang dihasilkan tidak akan terjamin kualitasnya. Asas-asas utama dalam
pengembangan kurikulum yaitu asas filosofis, psikologis, sosiokultural, dan organisatoris.
A. Asas Filsofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor “baik”
tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut sebuah negara,
tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia. Kurikulum mempunyai hubungan
yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-
citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal. Kurikulum yang
dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan
filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di
dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara
mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila pemerintah
bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia, penyusunan,
pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan. Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai landasan filosofis negara.
Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan? Menurut Nasution
(2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:
1. filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah
ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi
manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat
menentukan tujuan pendidikan.
2. dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
3. filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan itu.
4. filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-
lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
5. tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana
tujuan itu telah tercapai.
6. tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas
diketahui apa yang ingin dicapai.
B. Asas Sosiologis
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal
dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Pendidikan adalah
proses sosialisai melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam kontes
inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai
dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Sosial mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Aspek sosial ini telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu aspek sosial
melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik
agar menjadi matang. Disamping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu
sendiri sangat berperan dalam membantu anak didik dalam upaya mengembangkan dirinya.
Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Sedangkan kebudayaan
menurut Kneller merupakan cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota
masyarakat. Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi kebudayaan umum, kebudayaan
daerah dan kebudayaan popular
Pendidikan merupakan sosialisasi dari pewarisan budaya dari generasi ke generasi
selanjutnya dalam upaya membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang sesuai dengan
nilai dan norma-norma yang berlaku. Untuk itu melalui pendidikan pewarisan budaya bangsa
akan terealisasi dengan baik. Oleh karena itu, anak didik dihadapkan pada budaya manusia,
dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya. Pendidikan sebagai proses budaya
adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa dan rasa manusia menuju ke
peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia yang berbudaya. Dan
kebudayaan itu sifatnya ada yang universal dan ada yang bersifat khusus, universal artinya
berlaku untuk umum. Sedangkan kebudayaan yang bersifat khusus artinya dalam kebudayaan
yang universal tersebut ada unsur-unsur yang khusus di dalamnya.
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain. Ia selalu hidup dalam suatu
masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh
tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima
jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan
masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal
dan diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap masyarakat
berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya.
Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaanya. Perbedaan ini harus
dipertimbangkan dalam kurikulum. Selain itu, perubahan masyarakat akibat perkembangan
iptek merupakan faktor yang benar-benar harus dipertimbangkan dalam pengembangan
kurikulum. Karena masyarakat merupakan faktor penting dalam pengembangan kurikulum,
masyarakat dijadikan salah satu asas.
C. Asas Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Sedangkan kurikulum
adalah upaya dalam menentukan program pendidikan untuk mengubah periluku manusia itu
sendiri. Karena itu, dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai
refrensi dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku tersebut harus dikembangkan. Di
dalam asas psikologi terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Psikologi Anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-
situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan bakatnya. Selama berabad-
abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain dari pada orang dewasa. Hal ini
tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan
diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan
sendiri sesuai dengan perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat
perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah
aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan
anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap
kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dlam pengembangan kurikulum adalah:
 Anak bukan miniatur orang dewasa
 Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak seutuhnya
 Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
 Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar
 Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain.
 Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin
berkembang sesuai dengan bakatnya
 Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan di antara mereka.
Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua
2. Psikologi Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak
dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat menguasai
sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma, menguasai sejumlah
keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimana anak itu belajar? Kalau kita tahu betul
bagaimana proses belajar berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu
memberikan hasil sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan
dengan cara seefektif-efektifnya
Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah
berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Pada umumnya tiap
teori mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan
prooses belajar. Jadi, yang mencakup segala gejala belajar dari yang sederhana sampai yang
paling pelik. Dengan demikian, teori belajar dijadikan dasar pertimbangan dalam
pengembangan kurikulum. Terdapat lima kelompok teori belajar yang utama yakni teori
psikologi daya (Mental discipline), teori mental state (Apersepsi herbart), teori asosiasi (S-R),
teori lapangan (Gestalt), teori perkembangan anak (perkembangan kognitif).
D. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Suatu aktivitas dalam mencapai
tujuan pendidikan formal perlu suatu bentuk pola yang jelas tentang bahan yang akan
disajikan atau yang akan diproses kepada peserta didik. pola atau bentuk bahan yang akan
disajikan inilah yang dimaksud organisasi kurikulum. Organisasi bahan pelajaran yang dipilih
harus serasi dengan tujuan dan sasaran kurikulum, yang pada dasarnya disusun dari yang
sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, dan dari ranah
(dominan) tingkt rendah kepada ranah yang lebih tinggi, baik kognitif, afektif maupun
psikomotorik.
Organisasi kurikulum adalah suatu factor yang penting sekali dalam pengembangan
dan pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak
dicapai, karena bentuk kurikulum menentukan isi bahan pelajaran dan cara menyajikannya.
Organisasai bahan pelajalaran yang dipilih harus serasi dengan tujuan dan sasaran kurikulum,
yang pada dasarnya disusun dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang kankret
kepada yang abstrak, dan dari ranah tingkat rendah kepada ranah tingkat yang lebih tinggi,
baik kognitif, afektif maupun psikomotor.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitanya dengan asas organisatoris adalah:
 tujuan bahan pelajaran
 sasaran bahan pelajaran
 pengorganisasian bahan

Anda mungkin juga menyukai