Anda di halaman 1dari 12

Nama : Anwar Sanusi

NPM : 192165065

Kelas :B

1. Landasan Pengembangan Kurikulum

a. Landasan Filosofis

Landasan filosofis mengandung arti bahwa pendidikan senantiasa berhubungan dengan


manusia baik sebagai subjek, sebagai objek, maupun sebagai pengelola. Dengan demikian,
pendidikan senantiasa berintikan interaksi antarmanusia. Di dalam interaksi tersebut tentu saja
ada tujuan dan sasaran yang harus dicapai, ada materi atau bahan yang diinteraksikan, ada proses
yang ditempuh dalam menginteraksikannya, serta ada kegiatan evaluasi untuk mengetahui
ketercapaian proses dan hasilnya. Tentu saja untuk merumuskan dan mengembangkan setiap
aspek yang terkait dengan setiap dimensi kurikulum tersebut memerlukan jawaban atau
pemikiran yang mendalam dan mendasar atau dengan kata lain harus menggunakan pemikiran
filosofis.

Dalam pengembangan kurikulum, tentunya harus berpijak pada aliran-aliran filsafat


tertentu, langkah ini akan memberi nuansa terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan model kurikulum subjek-akademis. Sedangkan,
filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model kurikulum pendidikan
pribadi. Sementara itu, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan model
kurikulum interaksional.

Pendidikan sebagai ilmu terapan tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai
penunjang, dalam hal ini filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan
pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan (Susilana, dkk.:
2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai
tujuan pendidikan karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan
hidup suatu bangsa maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan
falsafah hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat
erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai
contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda.

Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang maka orientasi kurikulum berpindah
disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai negara Jepang. Setelah kemerdekaan,
kurikulum pendidikan secara utuh menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam
pengembangannya.

Menurut Maclure dalam Wijaya, dkk. (1992) terdapat 6 acuan dimensi pendekatan
nasional dalam perkembangan kurikulum di suatu negara, yakni:

a. kerangka acuan yang jelas tentang tujuan nasional dihubungkan dengan program pendidikan;

b. hubungan yang erat antara pengembangan kurikulum nasional dengan reformasi sosial politik
negara;

c. mekanisme pengawasan (kontrol) dari kebijakan kurikulum yang ditempuh;

d. mekanisme pengawasan dari pengembangan dan aplikasi kurikulum di sekolah;

e. metode ke arah pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan;

f. penelaahan derajat desentralisasi dari implementasi kurikulum di sekolah.

b. Landasan Psikologis

Landasan ini didasarkan pada prinsip bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan dan kematangan. Lingkungan yang dimaksud dapat berasal dari proses pendidikan.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam pendidikan tentu saja berkaitan dengan
proses perubahan yang terjadi pada peserta didik. Dengan adanya kurikulum diharapkan
perubahan yang terjadi pada peserta didik dapat membentuk kemampuan atau kompetensi aktual
maupun potensial.

Karakteristik perilaku setiap individu pada berbagai tingkatan perkembangan merupakan


kajian dari psikologi perkembangan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus
senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik maka
landasan psikologi mutlak harus menjadi dasar pengembangan kurikulum. Perkembangan-
perkembangan yang dialami oleh peserta didik, pada umumnya diperoleh melalui proses belajar.
Guru/pendidik harus selalu mencari upaya untuk dapat membelajarkan peserta didik. Cara
belajar dan mengajar yang dapat memberikan hasil optimal tentu memerlukan pemikiran yang
mendalam, yaitu dilihat dari kajian psikologi belajar (Susilana, dkk.: 2006).

Anak adalah pribadi yang unik harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan.
Setiap anak merupakan pribadi tersendiri dan memiliki perbedaan dan juga persamaan.
Implikasinya adalah:

a. setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya;

b. di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran yang sesuai dengan minat anak;

c. kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan, juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya;

d. kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan


keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

Implikasi lain dari perkembangan anak terhadap proses pembelajaran menurut Susilana,
dkk. (2006) adalah:

a. tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan
tingkah laku peserta didik;

b. bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan
tersebut mudah diterima oleh anak;

c. strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak;

d. media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak;

e. sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari
satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus-menerus.
Pada hakikatnya, pandangan tentang seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh aliran
psikologi belajar. Pada perkembangannya, psikologi belajar atau teori belajar ini memuat
berbagai aliran, misalnya teori Disiplin Mental atau teori Daya, Behaviorisme, dan
Perkembangan Mental. Pengaruh dari teori belajar terhadap proses belajar seseorang akan
dibahas secara khusus dalam prinsip-prinsip belajar.

Dari uraian di atas, setidaknya dapat dipahami, bahwa landasan psikologis dalam
pengembangan kurikulum menempati posisi dan peran penting. Anak merupakan sasaran dan
sekaligus target kurikulum, maka pertimbangan secara psikologis menjadi sesuatu yang penting
dalam merencanakan dan menyusun kurikulum, sehingga dimungkinkan memperoleh hasil
maksimal.

c. Landasan Sosiologi

Landasan ini didasari bahwa pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani
menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya
manusia, dibina, dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya serta dipupuk kemampuan
dirinya menjadi manusia (Susilana, dkk. 2006).

Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang
berpikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan-kebiasaan. Karena itu, dalam mengembangkan suatu
kurikulum perlu memahami kebudayaan. Kebudayaan adalah pola kelakuan yang secara umum
terdata dalam satu masyarakat, meliputi keseluruhan ide, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan,
cara berpikir, dan kesenian. Pengembangan kurikulum yang dilandasi oleh hal tersebut sifatnya
umum, artinya berlaku bagi kehidupan masyarakat.

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Ini dapat dimaklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, namun lebih penting lagi
untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik
dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Kita tidak
mengharapkan munculnya manusia yang terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru
melalui pendidikan diharapkan lahirnya manusia yang dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang
ada di masyakarakat. Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan, bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang.

Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan,


merespon dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik
dalam konteks lokal, nasional maupun global. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial-budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar
anggota masyarakat.

d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Awalnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana,namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan baru terus berlangsung hingga saat ini. Dapat dipastikan, bahwa masa yang akan
datang penemuan tersebut semakin berkembang. Seiring perkembangan akal manusia yang telah
mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu tidak mungkin. Sebagai
ilustrasi, pada zaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa
menginjakkan kaki di permukaan Bulan, tetapi berkat kemajuan dan perkembangan IPTEK pada
pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo 11 berhasil mendarat di bulan dan Neil Amstrong
merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di bulan.

Kemajuan cepat di bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.
Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada
konteks global dan lokal.Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat
yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih,
sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi
untuk berpikir dan bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai
pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum selayaknya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan keberlangsungan
hidup manusia. Masing-masing dasar tentunya memiliki sumbangan penting terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan. Dasar filosofis berperan dalam merumuskan tujuan
pendidikan. Sementara dasar psikologis memberi gambaran terhadap isi, proses dan evaluasi
pendidikan.

Adapun dasar sosial-budaya, memberi gambaran tentang tujuan dan isi pendidikan.
Sedangkan dasar ilmu teknologi, memberi gambaran tentang isi dan proses pendidikan. Selain
empat dasar yang telah diuraikan sebelumnya, ada beberapa faktor penting yang merupakan
dasar pengembangan kurikulum yang perlu diperhatikan di mana pengembangan kurikulum
sejatinya dilaksanakan secara terus menerus dan dinamis. Pengembangan kurikulum bukanlah
hal yang malah merumitkan sistem pembelajaran, melainkan sebuah langkah antisifatif dalam
merespon perubahan sosial yang terus berlangsung tanpa henti. Oleh sebab itu, menurut
Hamalik, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan:

1. Kebijakan nasional sebagai upaya merealisasikan butir-butir keterpaduan dalam GBHN,


khususnya yang berkenaan dengan sistem pendidikan nasional.

2. Kebijakan-kebijakan dalam bidang pendidikan dalam rangka merealisasikan Undang-undang


(UU) sisdiknas nomor 20 tahun 2003) yang menyebutkan kurikulum menempati kedudukan
sentral.

3. Perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sinkron dengan kebutuhan
pembangunan dan memenuhi keperluan sistem pendidikan dalam upaya memanfaatkan,
mengembangkan, dan menciptakan IPTEK.
4. Kebutuhan, tuntutan, aspirasi dan masalah dalam sistem masyarakat yang bersifat dinamis,
dan berubah dengan cepat dewasa ini dan masa akan datang.

5. Profesionalisasi dan fungsionalisasi ketenagaan bidang pengembangan kurikulum dan


teknologi pendidikan yang berkualitas dan mampu bekerjasama dengan unsur ketenagaan profesi
lainnya.

6. Upaya pembinaan disiplin ilmu pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan yang
berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin ilmu lainnya, serta pembinaan ilmu pendidikan pada
khususnya. Lebih rinci, Oemar Hamalik mengemukakan beberapa dasar yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

1. Kurikulum disusun untuk mewujudkan sisdiknas.

2. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan dengan pendekatan


kemampuan.

3. Kurikulum harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada masing-masing
jenjang pendidikan.

4. Kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi dikembangkan atas dasar standar
nasional pendidikan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan.

5. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdivertifikasi,


sesuai dengan kebutuhan potensi, dan minat peserta didik serta tuntutan pihak-pihak yang
memerlukan dan berkepentingan.

6. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan tuntutan pembangunan daerah dan


nasional, keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan serta kebutuhan pengembangan
iptek dan seni.

7. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiversifikasi,


sesuai tuntutan lingkungan dan budaya setempat.

8. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan mencakup aspek spiritual keagamaan,


intelektualitas, watak konsep diri, keterampilan belajar, kewirausahaan, keterampilan
hidup yang berharkat dan bermartabat, pola hidup sehat, estetika dan rasa kebangsaan.
Dari beberapa dasar pentimbangan dalam pengembangan kurkulum yang seperti
gambaran di atas, maka jelas bahwa tergambar didalamnya dasar filosofi dan sejarah, dasar
psikologi, dasar sosial budaya dan dasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian
tingkat akurasi dan efektivitas pengembangan kurikulum sangat ditentukan oleh dasar-dasar yang
telah diuraikan.

2. Profesi Guru

a. Pengertian

1) Definisi profesi

Profesi secara etimologi berasal dari kata profession (inggris) yang berasal dari bahasa
Latin profesus yang berarti “mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan”. Profesi dapat
diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, yang didapat melalui
pendidikan dan latihan tertentu, menurut persyaratan khusus memiliki tanggung jawab dan kode
etik tertentu. Pekerjaan yang bersifar profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu
profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Profesi
juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi profesi adalah
suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau
jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan
persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus (Musriadi, 2016: 27-30).

Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyatan atau suatu janji terbuka yang menyatakan
bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang
tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Istilah profesi merupakan simbol dari
suatu pekerjaan itu sendiri, profesi mengajar adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan.
Kekhususan itu merupakan kelengkapan mengajar atau keterampilan yang menggambarkan
bahwa seseorang melakukan tugas mengajar, yaitu membimbing manusia (Musriadi, 2016: 30).

Berdasarkan pengertian di atas, meskipun profesi adalah karir seumur hidup dan ada
konsekuensi ekonomis atas pekerjaan di bidang profesi tersebut, akan tetapi fokus utamya
terletak pada pengabdian dan tanggungjawab moril sesuai bidang keilmuan profesi. Dengan
demikian tanggungjawab insan profesi bukan hanya kepada atasan atau pemerintah, melainkan
juga kepada bidang keilmuan dan kemanusiaan. Tanggung jawab tersebut juga menjadi pembeda
antara profesi dengan bidang pekerjaan lain yang bukan profesi.
2) Profesi guru
Bedasarkan UU RI No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) Guru adalah pendidik, yaitu orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak
didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai
makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup
berdiri sendiri.
Guru merupakan profesi tertua didunia seumur dengan keberadaan manusia. Bukankah
ibu dan keluarga merupakan guru yang pertama dalam kehidupan. Tidak mengherankan apabila
di dalam masyarakat, profesi guru dianggap dapat dilakukan oleh semua orang. Sehingga
sekarang ini, pertanyaan yang masih muncul berkaitan dengan profesi guru yaitu “Apakah
pekerjaan guru
itu suatu profesi?” Pertanyaan ini muncul karena disatu sisi guru adalah pendidik, sehingga
banyak yang beranggapan setiap orang dapat dan berhak mendidik (Nurhadi, 2002: 10). Disisi
lain ada sebagian orang yang menjadi guru tanpa melalui jalur pendidikan guru tetapi dapat
melaksanakan tugasnya sama atau lebih baik dari pada mereka yang berlatar belakang guru.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak
mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin
signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya
kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan
datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat
bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
b. Tugas dan Peran dalam Pembelajaran
Guru merupakan satu di antara profesi di bidang pendidikan. Dalam Undang-Undang No.
14 Tahun 2005, dikatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal,
maupun aspek lainnya. Di Indonesia, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional
pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal. Mereka diangkat sesuai dengan peraturan regulasi yang berlaku di
lingkungan pemerintahan, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Guru dimaksud harus
memiliki kualifikasi akademik sekurangkurangnya S-1/D-4 dan bersertifikat pendidik (Danim,
2015: 3). Guru sebagai sebuah profesi di bidang pendidikan memiliki hak dan kewajiban yang
menyangkut dunia pendidikan yang digeluti. Hak-hak guru merupakan apa-apa saja yang
didapatkan oleh seseorang yang memiliki profesi guru, dan kewajiban guru adalah apa-apa saja
yang harus dilaksanakan seorang guru dalam menjalankan profesinya. Hak dan kewajiban guru
ini dituangkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen sehingga setiap guru
mendapatkan perlindungan terhadap hak yang dimiliki dan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas
dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai
suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut
kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu
profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup
kepada peserta didik.

Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya


dalam kehidupan demi masa depan peserta didik (Djamarah, 2000: 37). Jika diidentifikasi dari
filosofi pendidikan Indonesia yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara “ing ngarso sung tulodo, ing
madya mangun karso, tutwuri handayani” maka peran guru adalah sebagai:

a. Role model (ing ngarso sung tulodo), memberikan teladan kepada siswa karena fungsi guru
menjadi pemimpin siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b. Motor penggerak (ing madya mangun karso), guru harus menjadi penggerak inovasi dalam
proses pendidikan dan penggerak peradaban dengan cara mengarahkan siswa untuk melakukan
yang benar.

c. Motivator (tutwuri handayani), mampu memberikan dorongan semangat kepada siswa untuk
mengadapi setiap persoalan dan mempelajari nilai-nilai kehidupan.

c. Kompetensi yang dimiliki guru

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan, 34 Pasal 28 dinyatakan bahwa : Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Guru pendidikan dasar perlu memiliki kemampuan memantau atas kemajuan belajar
siswanya sebagai bagian dari kompetensi pedagogik dengan menggunakan berbagai teknik
asesmen alternatif seperti pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, potofolio,
memajangkan karya siswanya. Guru sebagai pedagok perlu meningkatkan kompetensinya
melalui aktivitas kolaboratif dengan kolega, menjalin kerjasama dengan orang tua,
memberdayakan sumber-sumber yang terdapat di masyarakat, melakukan penelitian sederhana.
Diaz, Pelletier, dan Provenzo mengatakan bahwa guru harus senantiasa berusaha memperbaiki
kinerjanya dan mengatasi masalah-masalah pembelajaran dan senantiasa mengikuti perubahan.
Dalam membelajarkan siswa, menurut Cruicksank, Jenkins, dan Metcalf, guru perlu menguasai
pemanfaatan ICT untuk kebutuhan belajarnya.38 Kegiatan belajar dan pembelajaran perlu
dikelola dengan baik. Menurut Tight mengelola pembelajaran adalah rangkaian kegiatan
penyampaian bahan pelajaran kepada siswa agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan
mengembangkan bahan pelajaran dan merupakan sebuah cara dan proses hubungan timbal balik
antara siswa dengan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Batasan tersebut selaras
dengan pendapat Tim Wollonggong bahwa mengelola pembelajaran merupakan suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan
kebutuhan siswa, sehingga terjadi proses belajar.

d. guru sebagai fasilitator dan evaluator

Guru sebagai fasilitator harus mampu memberikan bantuan teknis, arahan dan petunjuk
kepada para peserta didiknya. Guru dapat memfasilitasi kebutuhan para peserta didiknya sesuai
dengan tugas dan fungsinya.

Sedangkan guru sebagai evaluator gurus harus mampu menyusun instrumen penilaian
yang baik, melaksanakan penilaian, serta mampu menilai setiap pekerjaan dan tugas yang telah
diberikan kepada siswa.

Daftar Pustaka

AmaliaRachman2223, Nadya. 2019. “Kurikulum Dan Pengembangannya.” 1–34. doi:


10.31227/osf.io/3wxp7.

Bahri, Syamsul. 2017. “Pengembangan Kurikulum Dasar Dan Tujuannya.” Jurnal Ilmiah Islam
Futura 11(1):15. doi: 10.22373/jiif.v11i1.61.

Diri, Laku. n.d. “Asam Manisnya Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru Momon Sudarma.”

Susanto, Heri, Bambang Subiyakto, and Helmi Akmal. 2020. Buku Profesi Keguruan.

Anda mungkin juga menyukai