PEMBAHASAN
Pada tanggal 20 Januari 1949, Presiden Amerika Serikat pada saat itu, yaitu Harry S.
Truman untuk pertama kalinya mengeluarkan sebuah istilah “developmentalism”. Kemudian
setelah itu, ia lalu mempropagandakan istilah lainnya yaitu under-development bagi negara-
negara bekas jajahan agar mampu meredam pengaruh Komunisme-Sosialisme sebagai tawaran
ideologi pembangunan.
Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat sebagai wujud respon
kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah menyebabkan munculnya negara-negara dunia
ke-3 dimana Kelompok negara miskin yang ada dalam istilah dunia ketiga tersebut adalah negara
bekas jajahan perang yang menjadi bahan rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang
telah mendapatkan pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok dunia ke-3
berupaya melakukan suatu pembangunan dalam menjawab pekerjaan rumah mereka sendiri
yaitu meliputi kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya
lingkungan, dan lain-lain.
Sedangkan Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing the
Middle East” menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler
dalam mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam
“Modernization and the Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi adalah
adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka
modernisasi akan semakin mungkin terjadi. Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat
dipahami sebagai sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain
upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.
Sebagaimana sebuah teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal
hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh
Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan
dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang
dibawa oleh faktor dari luar negara. Jika ada seorang warga yang miskin sehingga ia tidak
mampu mencukupi kebutuhan gizinya, maka penyebab utama dari fakta tersebut adalah orang itu
sendiri dan negara dimana orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara lain.
Artinya, yang paling pantas dan layak melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut
adalah orang dan negara dimana orang itu berada, bukan negara lain. Kedua, muara segala
problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap kemiskinan. Jika
pembangunan ingin berhasil, maka yang kali pertama harus dilakukan adalah menghilangkan
kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk menghilangkan
kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi.
Pada abad yang lalu teori pembagian kerja secara internasional merupakan teori yang dianut.
Pada dasarnya dalam teori ini menyatakan bahwa setiap negara harus melakukan spesialisasi
produksi sesuai dengan keuntungan komparatif yang dimilikinya. Hal ini dapat dicontohkan
bahwa negara-negara dikataulistiwa yang memiliki tanah yang subur, lebih baik melakukan
spesialisasi di bidang pertanian. Sedangkan negaranegara dibelahan bumi utara sebaiknya
melakukan spesialisasi pada kegiatan produksi di bidang industri, karena iklimnya yang tidak
cocok dipergunakan untuk pertanian. Kalau negara-negara di kataulistiwa bergerak di bidang
industri dan negara-negara dibelahan bumi utara bekerja di bidang pertanian, maka akibatnya
ongkos produksinya akan lebih mahal. Sehingga negara-negara di kedua belahan bumi tersebut
membutuhkan investasi, maka dari itu produksi yang mereka hasilkan akan lebih mahal.
Melihat keadaan ini maka dapat terdapat 2 (dua) kelompok teori dalam melihat
kemiskinan: (1) Bahwa kemiskinan besarasal dari faktor-faktor internal atau faktor yang terdapat
di dalam negera-negara bersangkutan. Teori kelompok pertama ini dikenal dengan nama Teori
Modernisasi. (2) Teori-teori yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal penyebab
kemiskinan di lihat sebagai bekerjanya kekuatan-kekuatan luar disebut kelompok Teori
Struktural.
Teori Harrod-Domar merupakan salah satu teori yang terus dipakai dan terus
dikemabangkan. Teori ini dicetuskan oleh Evsey Domar dan Roy Harrod, yang bekerja secara
terpisah namun dapat menghasilkan sebuah kesimpulan yang sama bahwa pertumbuhan ekonomi
itu ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
Jika tabungan dan investasi masyarakat rendah, maka pertumbuhan ekonomi masyarakat
atau negara tersebut juga rendah. Hal ini bisa dijumpai pada negara maju dan berkembang,
masyarakat di negara maju merupakan masyarakat yang memiliki investasi yang tinggi yang
diwujudkan dalam saham, danareksa, indeks, dan bentuk investasi yang lain.
Contoh paling dekat dapat dilihat bagaimana masyarakat Singapura memiliki tingkat
investasi yang tinggi dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Asumsi yang mendasari teori
ini bahwa masalah pembangunan pada dasarnya adalah masalah investasi modal. Jika investasi
model sudah berkembang baik, maka pembangunan ekonomi negara tersebut juga akan
berkembang baik. Maka, salah satu implikasi dalam pembangunan di Indonesia, pemerintah
mendorong penanaman investasi dan hal membuat investasi tumbuh subur di Indonesia.
Pemerintah Indonesia berpijak dari teori Harrod-Domar, sampai membuat suatu lembaga yaitu
Penanaman Modal Nasional, karena langkah ini dianggap sebagai langkah strategis untuk
pertumbuhan dan pembanguan ekonomi.
Teori Weber tertarik untuk membahas masalah manusia yang dibentuk oleh budaya di
sekitarnya, khususnya agama. Weber tertarik untuk mengkaji pengaruh agama, pada saat itu
adalah protestanisme yang mempengaruhi munculnya kapitalisme modern di Eropa. Pertanyaan
yang diajukan oleh Weber adalah mengapa beberapa negara di Eropa itu mengalami kemajuan
yang pesat di bawah system kapitalisme. Setelah itu, Weber melakukan analisis dan mencapai
kesimpulan bahwa salah satu penyebabnya adalah Etika Protestan.
Kepercayaan atau etika protestan menyatakan bahwa hal yang menentukan apakah
mereka masuk surga atau masuki neraka adalah keberhasilan kerjanya selama di dunia. Apabila
dia melakukan karya yang bermanfaat luas maka dapat dipastikan bahwa dia akan mendapatkan
surga setelah mati. Semangat inilah yang membuat orang protestan melakukan kerja dengan
sepenuh hati dan etos kerja yang tinggi. Dengan demikian, seluruh pekerjaan yang dilakukan
akan sertamerta menghasilkan surga dan agregat semangat individual inilah yang memunculkan
kapitalisme di Eropa dan Amerika.
Hasil penelitian Weber ini merupakan penelitian pertama yang menghubungkan antara
agama dan pertumbuhan ekonomi. Apabila diperluas, maka agama bisa menjadi sebuah
kebudayaan dan hal ini kemudian merangsang penelitian mengenai bagaimana hubungan antara
kebudayaan dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, istilah Etika Protestan ini menginspirasi
Robert Bellah yang menulis tentang agama Tokugawa yang ada di Jepang dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi di Jepang, hal itu bisa dilihat bagaimana tingginya pertumbuhan
ekonomi di Jepang.
3. David McClelland: Dorongan Berprestasi
Pertanyaan besar yang dimunculkan oleh McClelland adalah apakah yang menyebabkan
kemiskinan dan keterbelakangan pada banyak masyarakat di dunia. McClelland sangat
terpengaruh oleh pandangan Weber dalam Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang
memandang bahwa semangat kapitalisme sangat dipengaruhi oleh nilai individual yang dimiliki
oleh seseorang. Dasar ini menajdi sangat penting dalam pengembangan teorinya tentang
dorongan berprestasi.
a. Masyarakat tradisional
c. Lepas landas
d. Bergerak ke kedewasaan
Melalui lima tahap pembangunan itu, maka pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat
dilihat apakah kesemua proses tersebut sudah dijalankan oleh suatu negara ataukah belum.
Sedangkan dasar daripada pembedaan lima tahap ini merupakan pembedaan dikotomis antara
masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Rostow menyebutkan bahwa negara yang
melindungi kepentingan usahawan untuk melakukan akumulasi modal maka, negara sudah mulai
menuju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dalam hal ini nampak bahwa Rostow sangat
terpengaruh teori HarrodDomar tentang tabungan dan investasi.
Hoselitz mengkaji faktor-faktor non-ekonomi yang tidak dikaji oleh Rostow. Dimana
faktor tersebut sebagai factor kondisi lingkungan yang penting dalam proses pembangunan.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa faktor ekonomi itu sangat penting dalam proses
pembangunan, namun disisi lain faktor kondisi lingkungan itu seperti perubahan kelembagaan
yang terjadi dalam masyarakat sehingga dapat mempersiapkan kondisi yang mendukung untuk
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satu faktor yang penting dalam pertumbuhan ekonomi,
yaitu diperlukannya sebuah penyediaan tenaga terampil yang memadai, karena jika hanya
didukung oleh modal dan investasi saja, maka proses pembangunan juga tidak berjalan lancar.
Salah satu hal menarik dari pemikiran Hoselitz ini sendiri adalah penekanannya itu pada aspek
kelembagaan yang menopang pembangunan seperti lembaga pendidikan, mobilisasi modal. Dan
dari factorfaktor individual dan budaya, Hoselitz bergerak untuk mengkaji masalah yang lebih
nyata yaitu lembaga politik dan sosial.
Inkeles dan Smith juga mengkaji tentang pentingnya faktior manusia sebagai faktor
penting dalam penopang pembangunan. Pembangunan bukan sekedar masalah pemasokan modal
dan teknologi saja. Aspek manusia penting sekali sebagai pelaksana teknologi atau pelaku utama
proses pembangunan yang berlangsung.
Maka Inkeles dan Smith kemudian memberikan ciri-ciri manusia modern, antara lain:
D. Studi Kasus
Jika kita melihat kembali ke teori modernisasi bahwa tahap perkembangan pembangunan
di Indonesia yang sejalan dengan pendapat para ahli teori modernisasi yang mengungkapkan
bahwa kemiskinan kemudian terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor internal dari bangsa itu
sendiri. Para ahli modernism kemudian berpendapat bahwa Negara-negara miskin memerlukan
bantuan negaranegara kaya untuk mempercepat proses pembangunan mereka, bantuan yang
diberikan kemudian ialah bantuan modal, tekhnologi dan pendidikan. Nah hal inilah yang
kemudian yang terjadi di Indonesia khususnya pada masa Pasca perang dunia kedua (1945)
banyak negaranegara di belahan Benua Asia dan Afrika memanfaatkan moment ini untuk
memerdekakan diri, diantaranya adalah Indonesia, Thailand dan Korea Selatan.
Kondisi yang dialami oleh negara-negara tersebut bisa dikatakan sama, yaitu memulai
pembangunan dibidang ekonomi, hal ini dilakukan diakibatkan hancurnya fondasi ekonomi
mereka diakibatkan lamanya penjajahan serta imbas kehancuran infra struktur akibat dari perang
Dunia II. Selanjutnya guna membiayai semua itu, tidak ada pilihan lain bagi negara-negara
tersebut untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional mereka kecuali melalui Penanaman
Modal Asing (PMA) dan bantuan dana/hutang luar negeri(teori modernisasi HarrodDomar,
Rostow), misalnya melalui Bank Dunia, IMF, negara-negara G-7 dan lain-lain.hal tersebut
dipermudah dengan konstalasi pertarungan ideologi dan teori antara kapitaisme yang dimotori
oleh amerika dan sosialisme yang dimotori oleh Uni Sovyet/Rusia.