Anda di halaman 1dari 17

Teori Modernisasi dan Teori Ketergantungan

PERDEBATAN TEORI MODERNISASI DAN TEORI KETERGANTUNGAN


Secara umum, di dunia ini terdapat dua kelompok Negara : Negara yang memproduksi
hasil pertanian, dan Negara yang memproduksi barang industri. Antara kedua kelompok Negara
ini melakukan hubungan dagang, dan keduanya, menurut Teori Pembagian Kerja secara
Tradisional, yang didasarkan pada Teori Keuntungan Komparatif yang dimiliki oleh masing-
masing Negara, membuat kerja sama di antara kelompok menjadi saling diuntungkan.

Tetapi, setelah beberapa puluh tahun kemudian, tampak bahwa Negara industri menjadi
semakin kaya, sedangkan Negara-negara pertanian semakin tertinggal. Terhadap hal ini, maka
secara umum muncul dua kelompok teori . Teori-teori yang menjelaskan bahwa kemiskinan ini
terutama disebabkan oleh factor internal atau factor – factor yang terdapat di dalam Negara yang
berangkutan. Teori ini dikenal dengan teori modernisasi.
Hal berikut akan memperlihatkan bagaimana perdebatan antara beberapa teori modernisasi
tersebut :
TEORI MODERNISASI

1. Teori Harrod-Domar : Tabungan dan Investasi


Evsey Domar dan Roy Harrod, kedua ahli ekonomi ini mencapai kesimpulan bahwa
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Kalau tabungan dan
investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah.
Masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal.
Masalah keterbelakangan adalah masalah kekeurangan modal. Kalau ada modal dan modal
tersebut diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan ekonomi.
Karena itu, berdasarkan pada model ini, resep para ahi ekonomi pembangunan di negara-negara
dunia Ketiga untuk memecahkan persoalan keterbelakangannya adalah dengan mencari
tambahan modal, baik dalam negeri (dengan mengusahakan peningkatan tabungan dalam negeri)
maupun dari luar negeri (melalui penanaman modal dan utang luar negeri.
Contoh: negara – negara persemakmuran / bekas jajahan inggris, negara-negara tersebut
dimodali dan diawasi oleh negara inggris.

2. Max Weber : Etika Protestan

Weber mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya,
khususnya nilai-nilai agama.
Adanya kepercayaan yang mengatakan bahwa ”kalau seseorang berhasil dalam kerjanya
di dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia akan ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia
mati nanti. Kalau kerjanya selalu gagal di dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia akan pergi
ke neraka”, membuat orang-orang penganut agama Protestan Calvin bekerja keras untuk meraih
sukses. Mereka bekerja tanpa pamrih, artinya mereka bekerja bukan untuk mencari kekayaan
material melainkan untuk mengatasi kecemasannya. Inilah yang disebut sebagai etika Protestan
oleh Weber, yakni cara bekerja yang keras dan sungguh-sungguh lepas dari imbalan materialnya.
Contoh: Etika Madura dimana masyarakat madura berpendapat bahwa Siapa yang
menginginkan kesuksesan maka harus berhijrah kedaerah lain. Hal ini dapat kita lihat dengan
banyaknya masyarakat Madura yang merentau dan kebanyakan mereka sukses.

3. David McClelland : Dorongan Berprestasi atau n-Ach

Adanya N- Ach yang tinggi dalam sebuah masyarakat akan mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi bagi masyarakat. N-Ach ini semacam virus yang bisa ditularkan. Jadi, N-Ach ini
bukanlah sesuatu yang diawriskan sejak lahir. Selanjutnya McClelland mengatakan bahwa kalau
dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, dapat diharapkan
masyarakata tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tempat yang paling
baik untuk memupuk N –Ach adalah di dalam keluarga melalui orang tua. Pendidikan anak
menjadi sangat penting, cerita anak-anak yang beredar harus diarahkan pada nilai N –Ach yang
tinggi.
Contoh: Di negara jepang kegagalan adalah sebuah aib besar dan sebliknya keberhasilan adalah
sebuah prestasi yang luar biasa yang sangat di hargai oleh masyarakat. Dengan pandangan ini
jepang mampu membangun negaranya dengan cepat.

4. W.W. Rostow : Lima tahap Pembangunan


Bagi Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus,
yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat maju.
a. Masyarakat Tradisional : pada tahap ini masyarakat belum begitu mengenal teknologi dan ilmu
pengetahuan belum bagitu maju. Dengan demikian masyarakat masih bergantung pada alam,
kemajuan lambat, produksi hanya untuk konsumsi dan modal masih sangat minim.
b. Prakondisi untuk lepas landas: walupun perkembangan pada tahap pertama sangat lambat, namun
pada suatu titik tertentu akan terjadi sebuah perkembangan pada posisi prakondisi untuk lepas
landas. Pada tahap ini biasanya terjadi karena adanya campur tangan dari pihak luar, biasanya
dari masyarakat yang lebih maju.
Contoh: negara-negara persemakmuran Inggris.
c. Lepas landas : pada tahap ini hambatan-hambatan pada tahan kedua sudah mulai berkurang,
pertumbuhan ekonomi berjalan dengan wajar tabungan dan investasi meningkat dari 5% menjadi
10% dari pendapatan nasional.
d. Bergerak ke kedewasaan : pada tahap ini proses kemajuan terus bergerak walaupun masih terjadi
pasang surut. Tabungan dan investasi meningkat dari 10% menjadi 20% dari pendapatan
nasional. Industri berkembang dengan pesat dan mulai mempunyai posisi tetap dalam
perekonomian global.
e. Jaman konsumsi masal yang tinggi: adanya peningkatan pendapatan masyarakat, konsumsi
meningkat dari kebutuhan pokok menjadi barang konsumsi yang tahan lama. Pada periode ini
investasi bukan lagi tujuan utama. Penambahan modal dan investasi ditujukan untuk peningkatan
kesejahteraan sosial dan penambahan modal sosial.

5. Bert F. Hoselitz : faktor-faktor Non Ekonomi


Menurutnya faktor yang mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah faktor non ekonomi.
Menurutnya faktor kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi.
Walaupun maslah pembangunan adalah masalah modal, menurut Hozelitz ada faktor lain yaitu
keterampilan kerja. Oleh karena itu pembangunan memerlukan pemasokan dari berbagai unsur.
Diantaranya :
1. pemasokan modal besar dan perbankan
2. pemasokan tenaga ahli dan terampil

6. Alex Inkeles dan David H. Smith : Manusia modern.

Pembangunan bukanlah permasalahan modal dan teknologi belaka, namun dibutuhkan tenaga
manusia yang terampil dan berkualitas dan mampu mengembangkan sarana tersebut agar
menjadi produktif. Dalam hal ini dibutuhkan yang namanya manusia modern. Manusia modern
adalah manusia yang mempunyai keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi
pada masa sekarang dan masa yang akan datang, mempunyai kesanggupan merencanakan, bisa
melakukan adaptasi dengan cepat, dan lain-lain. Untuk menciptakan manusia modern
menurutnya diperlukan beberapa cara, dari sekian cara pendidikan merupakan cara yang paling
efektif, karena pengaruh pendidikan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan cara lain.

Perdebatan teori-teori di atas :


Dari penjelasan/keterangan masing-masing teori di atas, dapat kita lihat bahwa perbedaan yang
ada pada macam-macam teori ini hanya merupakan perbedaan penekanan aspek yang dianggap
penting, baik dalam menciptakan manusia yang akan membangun, maupun dalam
mempersiapkan sarana material untuk pembangunan itu sendiri. Tetapi, inti dari teori-teori ini
adalah sama.
Teori harrod-Domar lebih menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah
penyediaan modal untuk investasi. Ini berarti melihat pada aspek ekonomi. Teori McClelland
dengan konsep n-Achnya menekankan pada aspek psikologi individu. Teori Weber menekankan
nilai-nilai budaya, Teori W.W.Rostow lebih menekankan pada adanya lembaga-lembaga sosial
dan politik yang mendorong proses pembangunan, dan teori Bert F. Hoselitz, Alex Inkeles dan
David H. Smith lebih memperhatikan pada aspek lingkungan material.
Pada teori Harrod-Domar, aspek ekonomi lebih ditekankan, sedangkan aspek
individu/psikologi para subjek pembangunan/manusia sendiri tidak dibahas. Hal ini dapat
mengakibatkan tidak maksimalnya pembangunan, padahal manusia dapat dikatakan sebagai
modal utama dari pembangunan. Dan untuk mendorong agar manusia tersebut mau
melaksanakan pembangunan secara bekerja sama dan ikut menyukseskan program
pembangunan, maka diperlukan juga teori n_Ach dari McClelland, walaupun juga tidak dapat
dipungkiri bahwa aspek ekonomi sangat penting. Untuk teori Etika Protestannya Weber, saya
rasa tidak jauh berbeda dengan teori n-Ach. Hanya saja teori ini lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai
agama. Namun, ini dapat dijadikan sebagai motivator bagi manusia itu sendiri secara tidak
langsung dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan dianutnya Etika Protestan, seseorang akan
berlomba untuk memperkaya dirinya dan bekerja keras secara sungguh-sungguh untuk meraih
kesuksesan. Hal ini akan mendorong semangat berprestasi sebagaimana yang diungkapkan
dalam teori n-Ach.

Teori Rostow merupakan salah satu modifikasi dari teori Harod-Domar. Hal ini tercermin
pada Teori Rostow tentang tingkat-tingkat pertumbuhan dan tinggal landas. Meskipun
ditambahkan bermacam faktor lain, pada intinya Rostow berbicara tentang usaha peningkatan
tabungan dan investasi dalam memacu perkembangan sebuah masyarakat untuk mencapai posisi
tinggal landas. Sama seperti teori Harod-Domar, teori Rostow ini tidak mempersoalkan masalah
manusia. Masalah manusianya dianggap sebagai sudah tersedia. Sedangkan Teori Bert F.
Hoselitz membahas faktor-faktor non-Ekonomi yang ”ditinggalkan” oleh Rostow. Faktor non-
ekonomi disebut oleh Hoselitz sebagai faktor kondisi lingkungan yang dianggap penting dalam
proses pembangunan. Logikanya, jika dihubungkan dengan teori investasi dan tabungan,
bukankah ketika suatu negara mampu/memiliki kesanggupan untuk menabung dan melakukan
investasi, berarti ia juga mampu memperhatikan kondisi lingkungannya untuk menarik suatu
masyarakat agar mampu meningkatkan tabungan dan investasinya.

Selanjutnya, Hoselitz mengatakan :Kondisi lingkungan ini harus dicari terutama dalam aspek-
aspek non-ekonomi dari masyarakat. Dengan kata lain, lepas dari pengembangan modal seperti
pembangunan sarana sistem telekomunikasi serta transportasi dan insvestasi dalam fasilitas
pelabuhan, pergudangan, dan instalasi-instalasi sejenis untuk perdagangan luar negeri, banyak
dari pembaruan-pembaruan yang terjadi pada periode persiapannya didasarkan pada perubahan-
perubahan pengaturan kelembagaan yang terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga dan
motivasi.
Lewat teori ini, dapat dilihat bahwa meskipun seringkali orang menunjukkan bahwa masalah
utama pembangunan adalah kekurangan modal (Teori Harod-Domar), ada masalah lain yang
juga sangat penting, yaitu adanya keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga kerja yang
tangguh. Oleh karena itu, diperlukanlah perubahan kelembagaan dan lingkungan yang
mempengaruhi pemasokan modal.
Selanjutnya, kita kembali melihat mengenai pentingnya faktor manusia sebagai
komponenpenting penopang pembangunan. Bahwa pembangunan bukan sekedar perkara
pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan
sarana material supaya menjadi produktif. Untuk itu, dibutuhkan apa yang disebut oleh Inkeles
sebagai manusia Modern. Ketika ciri-ciri manuasia modern tersebut, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Alex Inkeles dan David H. Smith (keterbukaan terhdap pengalaman dan ide-
ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan,
percaya bahwa manusia bisa menguasai lama dan bukan sebaliknya, dan sebagainya) telah
terpenuhi, maka pembangunan yang diharapkan bersama dengan diiringi oleh faktor lain pun
akan tercapai.

TEORI KETERGANTUNGAN

Selain teori Modernisasi, dalam pembangunan terdapat satu pendangan lain lain yang
merupakan antitesis dari teori modernisasi. Teori modernisasi menilai bahwa masalah
pembangunan dan kemiskinan disebabkan oleh faktor internal yaitu ketidakmampuan
masyarakat untuk membangun diri sendiri. Hubungan atau kontak dengan negara-negara maju
dianggap membantu proses pembangunan negara-negara yang sedang berkembang.
Perspektif dependensi muncul setelah perspektif modernisasi diterapkan di banyak negara
terbelakang. Pengamatan yang dilakukan oleh ahli sejarah telah memberikan gambaran serta
dukungan bukti empirik terhadap kegagalan modernisasi. Sebagai sebuah kritik, dependensi
harus dapat menguraikan kelemahan-kelemahan dari modernisasi dan mengeluarkan pendapat
baru yang mampu menutup kelemahan tersebut.
Lain halnya dengan pandangan teori ketergantungan, teori ini memandang bahwa
hambatan pembangunan justru disebabkan oleh turut campurnya negara-negara maju. Bantuan
dari negara maju dianggap akan menimbulkan ketergantungan dan masalah baru bagi negara
yang sedang berkembang.
Teori ketergantungan tahap pertama, teori ini berpangkal pada teori-teori imperialisme
dan kolonialisme. dipelopori oleh:

a. Raul presbich: Industri substitusi Import.


Presbich ini menentang pendangan pembagian kerja internasional, adanya keuntungan
komparatif. Menurutnya negara-negara didunia ini terbagi menjadi dua, yaitu negara pusat yang
menghasilkan barang-barang produksi. Negara pinggiran yaitu negara yang memproduksi hasil
pertanian. Dua negara ini saling berhubungan dan seharusnya saling diuntungkan. Namun yang
terjadi negara pinggiran semakin tertinggal bila dibanding dengan negara pusat.
Menurutnya hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai tukar barang-barang hasil
pertanian terhadap terhadap barang hasil produksi. Akibatnya terjadi defisit pada neraca
perdagangan di negara-negara pinggiran. Contoh: Indonesia sebagai negara agraris semakin
tertinggal dibandingkan dengan Jepang yang telah maju dibidang industri.

b. Andre Gunder frank : pembangunan keterbelakangan


Menurutnya keterbelakangan dan kemiskinan negara-negara pinggiran (negara satelit)
bukanlah sebuah gejala alamiah dan bukan karena kekurangan modal. Keterbelakangan dan
kemiskinan merupakan akibat dari proses ekonomi, politik dan sosial sebagai implikasi dari
globalisasi dari sistem kapitalis. Artinya kemiskinan di negara satelit disebabkan oleh adanya
pembangunan di negara pusat.
Frank membagi negara – negara menjadi dua yaitu negara metropolis dan negara satelit. Negara
metrolis bekerjasama dengan elit lokal negara satelit untuk melakukan dominasi di negara satelit.
Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :
1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada
negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.
2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri
kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang melemah. Pendapat ini
merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga
hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju.
3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki kedekatan
ikatan dengan negara pusat pada masa lalu.
4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat.
5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan
berproduksi pertanian di negara satelit.

c. Theotonia Dos Santos: Struktur ketergantungan


Menurut Dos santos Negara-negara satelit merupakan negara bayangan dari negara
metropolis. Artinya ketika negara metropolis (induk) mengalami kemajuan maka negara satelit
akan maju pula. Begitu juga sebaliknya ketika negara metropolis mengalami krisis maka negara
satelit akan terkena dampaknya pula. Akan tetapi kemajuan dan atau kemiskinan tersebut
bukanlah indikator pembangunan dinegara satelit, karena hal itu hanyalah refleksi dari negara
metropolis saja. Bagaimanapun juga negara satelit tetap tenggelam dalam ketergantungan
terhadap negara metropolis.
Pandangan ini bertentangan dengan pendapat Frank, frank memandangan hubungan negara
satelit dengan negara metropolis selalu bersifat parasitisme (negatif) atau merugikan negara
satelit. Namun menurut Dos Santos hubungan tersebut tidak selamanya besifat negatif.
Walaupun hanya sebagai refleksi Negara metropolis. Contoh konkritnya adalah negara – negara
persemakmuran inggris yang selalu berkembang menjadi negara maju.

Perdebatan teori di atas :

Bagi Frank, keterbelakangan bukan suatu kondisi alamiah dari sebuah masyarakat. Bukan juga
karena masyarakat itu kekurangan modal. Keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi,
politik, dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme.
Prebisch berbicara tentang aspek ekonomi dari persoalan ini, yakni ketimpangan nilai tukar.
Menurut Presbisch, negara-negara yang terbelakang harus melakukan industrialisasi, jika ingin
membangun dirinya. Industrialisasi ini dimulai dengan industri substitusi impor. Barang-barang
industri yang tadinya diimpor, harus diproduksi di dalam negeri. Frank lebih berbicara tentang
aspek politik dari hubungan ini, yakni hubungan politis (dan ekonomi) antara modal sing dengan
kelas-kelas yang berkuasa di negara-negara satelit. Bagi Frank, keterbelakangan hanya bisa
diatasi melalui revolusi yang melahirkan sistem sosialis. Hubungan dengan negara metropolis
selalu berakibat negatif bagi negara satelit. Tidak mungkin ada perkembangan di negara satelit
selama negara ini masih berhubungan dan menginduk kepada negara metropolis. Namun, Dos
Santos berkata lain, Dia menyatakan bahwa negara pinggiran atau satelit bisa juga berkembang,
meskipun perkembangan ini merupakan perkembangan yang tergantung, perkembangan ikutan.
Impuls dan dinamika perkembangan ini tidak datang dari negara satelit tersebut, tetapi dari
negara induknya.
Di dalam teori ketergantungan ini sendiri, pada pokoknya ada dua pendapat yang berbed, yakni :
Frank beranggapan bahwa struktur ketergantungan yang ada di negara satelit tidak akan
memungkinkan negara ini melakukan pembangunan, khususnya industrialisasi. Sedangkan Dos
Santos beranggapan bahwa hal tersebut mungkin, meskipun pembangunan dan industrialisasi
yang terjadi merupakan bayangan dari apa yang terjadi di negara-negara pusat.

Perdebatan Teori Modernisasi dengan Teori Ketergantungan

Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara berkembang


dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain
sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran yang sama sekali berbeda,
yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan
negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom,
sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga telah
menumbuhkan sikap kritis beberapa ilmuan sosial untuk memberikan suatu teori pembangunan
yang baru, yang tentu saja mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan teori yang telah
ada. Kritikan terhadap modernisasi yang dianggap sebagai “musang berbulu domba” dan
cenderung sebagai bentuk kolonialisme baru semakin mencuat dengan gagalnya negara-negara
Amerika Latin menjalankan modernisasinya.
Teori ketergantungan merupakan analisis tandingan terhadap teori modernisasi. Teori ini
didasari fakta lambatnya pembangunan dan adanya ketergantungan dari negara dunia ketiga,
khususnya di Amerika Latin. Teori ketergantungan memiliki saran yang radikal, karena teori ini
berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang
akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam industri yang bersistem
kapitalisme. Analisis Marxis terhadap teori ketergantungan ini secara umum tampak hanya
mengangkat analisanya dari permasalahan tataran individual majikan-buruh ke tingkat antar
negara. Sehingga negara pusat dapat dianggap kelas majikan, dan negara dunia ketiga sebagai
buruhnya. Sebagaimana buruh, ia juga menyarankan, negara pinggiran mestinya menuntut
hubungan yang seimbang dengan negara maju yang selama ini telah memperoleh surplus lebih
banyak (konsep sosialisme). Analisis Neo-Marxis yang digunakannya memiliki sudut pandang
dari negara pinggiran.
Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi
masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah
penguasaan akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap
kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran
kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan
masyarakat tanpa kelas.
Teori ketergantungan lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan
pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori ketergantungan
mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya
dan intelektual dari negara maju. Munculnya teori ketergantungan lebih merupakan kritik
terhadap arus pemikiran utama persoalan pembangunan yang didominasi oleh teori modernisasi.
Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di
Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang
akan merugikan Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia
Ketiga dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara
sentral.
Ketergantungan merupakan situasi yang memiliki kesejarahan spesifik dan juga merupakan
persoalan sosial politik. Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar persoalan
keterbelakangan negara Dunia Ketiga. Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat
keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi,
pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori ketergantungan memberikan anjuran
yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi
keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya
pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin
memerlukan revolusi sosialis

Teori Ketergantungan (Dependency Theory)


POSTED BY UNKNOWN POSTED ON 13.15

Teori Ketergantungan adalah merupakan salah satu kelompok dari Teori Struktural yang
menekankan lingkungan material manusia, yakni organisasi kemasyarakatan beserta sistem
imbalan-imbalan material yang diberikannya, perubahan-perubahan pada lingkungan material
manusia termasuk perubahan-perubahan teknologi. Ada dua induk teori ketergantungan Pertama
adalah seorang Ekonom Liberal, yakni Raul prebish. Dan induk kedua adalah teori-teori Marxis
tentang imperialisme dan kolonialisme.

1. Raul Prebish : Industri Subsitusi Impor

Pada tahun 1950, Presbich menerbitkan karyanya yang berjudul The Economic Development of
Latin America and its Principal Problems. Teori Pembagian Kerja Secara Internasional, didasarkan
pada Teori Keunggulan Komparatif, membuat negara-negara di dunia melakukan spesialisasi
produksinya, sehingga negara didunia terpecah menjadi dua kelompok, negara-negara pusat yang
menghasilkan barang industri dan negara-negara pinggiran yang menghasilkan produksi pertanian.
Menurut teori di atas, seharusnya keduanya saling beruntung dan sama-sama kaya, tetapi kenyataan
menunjukkan hal yang sebaliknya.

Ini dikarenakan terjadinya penurunan nilai tukar dari komoditi pertanian terhadap komoditi
industri, yang akhirnya menimbulkan defisit neraca perdagangan secara terus menerus. Atas dasar
analisisnya ini, Prebish berpendapat bila ingin keluar dari ketertinggalan ini, negara pinggiran harus
melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri subsitusi impor, pemerintah perlu melindungi
industri yang baru tumbuh ini melalui kebijakan proteksi. Bagi Prebisch, campur tangan pemerintah
merupakan sesuatu yang sangat penting untuk membebaskan negara-negara ini dari rantai
keterbelakangannya.

2. Perdebatan tentang Imperialisme dan Kolonialisme


Ada tiga kelompok yang memberikan jawaban terhadap dorongan utama bagi bangsa Eropa
melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa-bangsa lain (imperialisme dan Kolonialisme),
baik secara polotis maupun ekonomis adalah sebagai berikut:

a. Teori God
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa motifasi utama dari orang-orang Eropa untuk
mengarungi samudra dan bertualang di negara-negara lain adalah untuk menyebarkan agama dan
menciptakan dunia lebih baik.

b. Teori Glory
A Schumpeter, salah satu pencetus teori ini membantah bahwa imperialisme dan kolonialisme
digerakkan oleh dorongan ekonomi, dengan memberikan bukti bahwa banyak negara Eropa
sebenarnya mengalami kerugian secara ekonomi melainkan kehausan akan kekuasaan dan
kebesaran.

c. Teori Gold
Teori ini menjelaskan imperialisme dan kolonialisme melalui motivasi keuntungan ekonomi, teori
ini juga yang menekankan pada keserakahan manusia, yang selalu berusaha mencari tambahan
kekayaan, yang termasuk dalam teori ini adalah A.Habson dan V.I. Lenin.

3. Paul Baran : Sentuhan yang Mematikan dan Kretinisme

Bila Marx mengatakan bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepada negara-negara pra-
kapitalis yang terkebelakang akan membangunkan negara tersebut untuk berkembang seperti
negara-negara kapitalis di Eropa, maka Baran berpendapat lain, baginya sentuhan ini akan
mengakibatkan negara-negara pra-kapitalis tersebut terhambat kemajuan dan akan terus hidup
dalam keterbelakangan. Perkembangan kapitalisme di negara pinggiran berbeda dengan
perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, sistem kapitalisme seperti
terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi penyakit ini tetap kerdil dan tidak bisa besar.

Teori Ketergantungan menyatakan bahwa:


1. Negara-negara pinggiran yang pra kapitalis mempunyai dinamika sendiri yang bila tidak disentuh
oleh negara-negara kapitalis maju akan berkembang secara mandiri, dan
2. Justru karena sentuhan negara-negara kapitalis maju ini, perkembangan negara-negara pinggiran
menjadi terhambat.

Dengan demikian, menurut Teori Ketergantungan, keterbelakangan yang terjadi di negara-negara


pinggiran disebabkan oleh adanya sentuhan ini (faktor eksternal).

Tokoh Teori Ketergantungan Klasik


1. Andre Gunder Frank : Pembangunan dan Keterbelakangan
Keterbelakangan di negara pinggiran (oleh Frank disebut negara satelit) akibat langsung dari
terjadinya pembangunan di negara pusat (oleh Frank disebut negara metropolis). Menurut Frank,
ciri-ciri dari perkembangan kapitalisme satelit adalah:
a. kehidupan ekonomi yang tergantung
b. terjadinya kerjasama antara modal asing dengan klas-klas yang berkuasa di negara-negara satelit,
yakni para pejabat pemerintah, klas tuan tanah dan klas pedagang, dan
c. terjadinya ketimpangan antara yang kaya (klas yang dominan yang melakukan eksploitasi) dan
yang miskin (rakyat jelata yang dieksploitir) di nagara-negara satelit.

Bagi Frank, keterbelakangan hanya bisa diatasi melalui revolusi, yakni revolusi yang melahirkan
sistem sosialis.

2. Theotonio Dos Santos : Struktur Ketergantungan


Ia menyatakan bahwa perkembangan negara pinggiran hanya bayangan dari negara-negara pusat
atau metropolis atau perkembangan ikutan yang tergantung. Impuls dan dinamika perkembangan
itu berasal negara induknya. Bila negara induknya mengalami krisis, negara satelitnya pun ikut
kejangkitan krisis. Disini Santos membedakan tiga bentuk ketergantungan, yaitu : Ketergantungan
Kolonial, Ketergantungan Finansial - Industrial, dan Ketergantungan Teknologi-industri.

3. Samir Amin : Kapitalisme Pinggiran


Kapitalisme pinggiran berbeda dengan kapitalisme pusat dengan ciri mengarah pada ekspor,
hipertropi pada sektor tersier, bercorak sosial kapitalis.

Bantahan Teori Ketergantungan : Industrialisasi di Negara Pinggiran

Bill warren menunjukkan bahwa proses industrialisasi memungkinkan pertumbuhan ekonomi di


Dunia Ketiga. Pendapat Warren mendapat dukungan dari Fernado Henrique Cardoso dan Peter
Evans dimana mereka meyakini bahwa pembangunan dan industrialisasi memang terjadi di negara
pinggiran. Pada akhirnya melahirkan apa yang disebut oleh Peter Evans sebagai Aliansi Tripel, yaitu
kerjasama antara:
1. Modal asing,
2. Pemerintah di negara pinggiran yang bersangkutan, dan
3. Borjuasi lokal.

Modal asing, melalui perusahaan-perusahaan multinasional raksasa, melakukan investasi di negara


pinggiran tersebut.

Kritik Terhadap Teori Ketergantungan


1. Kritik Packenham
Salah satu kritik menarik dari kelompok teori liberal datang dari Robert A. Packenham. Menurutnya
disamping kekuatan, Teori Ketergantungan juga mempunyai kelemahan yaitu hanya menyalahkan
kapitalisme sebagai penyebab ketergantungan. Tidak mendefinisikan secara jelas tentang konsep
ketergantungan. Pembicaraan tentang proses sebuah Negara bisa keluar dari ketergantungan sedikit
sekali, bahkan Frank hanya menawarkan Revolusi Sosialis sebagi jalan keluarnya. Ketergantungan
selalu dianggap sebagai sesuatu yang negative, Teori Ketergantungan sangat menekankan konsep
kepentingan kelompok, kelas dan Negara. Kepentingan antara Negara pusat dan Negara pinggiran
tidak selalu bersifat zero-sum game (bila satu menang maka lainnya kalah) karena bisa saja
keduanya mendapat keuntungan.

2. Penelitian Chase Dunn


Christopher Chase Dunn menganggap investasi modal asing dan utang tidak selalu berakibat negatif
pada pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pada pemerataan pendapatan, investasi tersebut
dapat juga positif bagi ekonomi negara pinggiran, dalam arti Modal asing langsung memproduksi
barang dan menimbulkan permintaan barang-barang lain yang dibutuhkan bagi produksi; Utang
luar negeri membiayai pembangunan sarana yang dibutuhkan untuk pembangunan; dan Transfer
teknologi, perbaikan kebiasaan kerja, modernisasi organisasi

3. Komentar Cardoso
Usaha untuk mengerti terjadinya keterbelakangan itu dituangkan dalam analisis yang bersifat
kualitatif, karena banyak persoalan yang tidak bisa dikuantifikasikan. Cardoso membalas kritik
Packenham yang dianggap mau memformalkan Teori ketergantungan menjadi seperangkap konsep
yang bisa diukur dan bersifat a-historis, seakan-akan konsep ini bisa berlaku dalam segala situasi
dan kapan saja. Cardoso mengkritik Chase Dunn dalam usahanya mengkuantifikasikan konsep-
konsep masalah ketergantungan dan menyalahkan Frank, yang mereduksikan masalah
ketergantungan menjadi dikotomi antara kekuatan imperialis negara-negara maju dengan negara-
negara yang terkebelakang.

Teori dependensi baru adalah teori yang muncul akibat adanya kritik terhadap teori dependensi.
Beberapa tokoh yang termasuk dalam teori dependensi baru diantaranya; Fernando Henrique
Cardoso, Thomas B Gold, Hagen Koo, dan Mohtar Mas’oed.

Tanggapan Teori Dependensi : Rumusan Cardoso


Menurut cardoso, terdapat tiga rumusan dalam teori “ketergantungan”. Yaitu pertama, metode
historis struktural. Kedua, adanya pengaruh faktor ekstern dan faktor intern yang menjadi penyebab
ketergantungan dan keterbelakangan. Dari sisi intern, fokus pada masalah ekonomi, sosial dan
politik. Persoalan pembangunan yang ada di dunia tidak dapat dibatasi hanya pada industri
substitusi impor, strategi pertumbuhan, orientasi ekspor atau tidak, pasar domestik atau dunia.
Namun justru pada ada atau tidaknya gerakan kerakyatan dan kesadaran kepentingan politik rakyat.
Dalam faktor ekstern, dominansi ekstern akan mewujud sebagai kekuatan intern. Ketiga, adanya
kemungkinan bahwa pembangunan dan ketergantungan mewujud secara bersama yang
memunculkan ketergantungan yang lebih dinamis.

Pada sisi yang lain, menurut cardoso terdapat beberapa dampak negatif dari teori dependensi, yaitu
timpanganya distribusi pendapatan dan ketimpangan ekonomi lainnya. Orientasi pembangunan
ekonomi pada barang-barang yang tahan lama yang tidak diperuntukkan rakyat banyak, akan
menambah hutang luar negeri. Disamping itu, teknologi yang diterapkan pada dunia ketiga adalah
teknologi yang padat modal, bukan padat karya. Hal ini akan menyebabkan ketimpangan, karena
tidak menjadikan tumbuhnya sektor barang-barang modal

Thomas B. Gold : Pembangunan dan ketergantungan Dinamis di Taiwan


Pendapat Gold tentang dependensi baru menitikberatkan pada keajaiban pembangunan politik-
ekonomi di Taiwan yang dulunya tergolong sebagai negara pinggiran, telah mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi dan kesentosaan politik yang lebih dari sekedar memadai.

Dengan bantuan dari Amerika Serikat, KMT di Taiwan mengubah dirinya menjadi NBO (Negara
Birokratik Otoriter). Industrialisasi merupakan program reformasi yang dilakukan untuk
meningkatkan ekonomi. Gold menyimpulkan, bahwa jika negara dunia ketiga mampu secara
selektif, hati-hati dan terencana membangun hubungan dengan tata ekonomi kapitalis dunia, maka
tidak selalu menghasilkan keterbelakangan dan ketergantungan.

Hagen Koo: Interaksi antara Sistem Dunia, Negara dan Kelas di Korea
Koo mencoba melihat pembangunan di Korea selatan dalam kontek yang terus menerus antar
negara, kelas sosial dan sistem dunia serta pengaruh dari tiga unsur tersebut secara komulatif dan
bersamaan.

Mohtar Mas’oed: Negara Birokarasi Otoriter di Indonesia


Negara Birokrasi Otokratik mempunyai beberapa ciri dan karakter diantaranya;
1. Posisi puncak pemerintahan biasanya dipegang oleh organisasi militer, pemerintah atau
pengusaha;
2. Terdapat pembatasan partisipasi politik yang ketat (political exclusion);
3. Terdapat pembatasan yang ketat dalam partisipasi ekonomi (economic exclusion);
4. Terdapat depolitisasi dan demobilisasi masa.

Secara ringkas, NBO dicirikan oleh adanya peran dominan para birokrat, khususnya militer yang
melahirkan kebijaksanaan pembatasan partisipasi politik dan ekonomi serta muncul kebijaksanaan
depolitisasi dan demobilisasi.

Di Indonesia NBO lahir dikarenakan karena beberapa sebab, pertama adanya warisan krisis
ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1960-an. Pengaruh Soekarno masih dianggap
mempunyai pengaruh yang kuat dan masih mempunyai pendukung yang tidak sedikit. Kedua
adanya koalisi intern orde baru yang memaksa untuk segera melakukan restrukturisasi ekonomi
secara radikal. Ketiga adanya orientasi ke luar yang dirumuskan oleh orde baru.

Saat itu pendalaman industrialisasi, kebijaksanaan integrasi vertikal belum terjadi , Indonesia
cenderung masih dalam tahap awal pemulihan dari kehancuran, sehingga Mas’oed menyimpulkan
untuk kasus indonesia lahirnya NBO lebih disebabkan karena faktor krisis politik.

NBO di Indonesia mempunyai beberapa karakteristik yaitu;


1. Pemerintah orde baru berada di bawah kendali militer secara organisatoris yang bekerjasama
dengan teknokrat sipil
2. Modal domestik swasta besar yang memiliki hubungan khusus dengan negara, dan modal
internasional memiliki peran ekonomis yang sangat menentukan
3. Hampir seluruh bentuk kebijaksanaan dari perencanaan sampai evaluasi sepenuhnya berada
ditangan birokrat dan teknokrat
4. Adanya kebijakan demobilisasi masa dalam bentuk kebijakan masa mengambang
5. Dalam menghadapi penentangnya, orde baru tidak segan-segan melakukan tindakan tegas
6. Besarnya otonomi dan peran kantor kepresidenan yang diwujudkan dengan sangat luasnya
wewenang kantor sekretariat negara, ini merupakan ciri khusus untuk indonesia

Anda mungkin juga menyukai